Wayang Tantri
Pada rangkaian perhelatan ‘Literasi Singhasari I’, hari ke-3 (Sabtu malam, 1 Oktober 2016), yang berupa Singhasari Performin Art bertajuk Kalangwan ri Jajaghu, seorang dalang cilik Claudio Akbar mementaskan suatu varian wayang, yang diistilahi dengan ‘Wayang Tantri” di Candi Jajaghu (Jago). Diistilahi demikian, karena yang dijadikan sebagai sumber pengkisahan adalah susastra Tantri Kamandaka, baik yang berbentuk susastra tekstual, visual maupun oral. Menurut Hooykaas (1931) terdapat tiga naskah Tantri berbahasa Jawa Kuno, dua dalam bahasa Jawa Baru, dua dalam bahasa Madura, dan lima dalam bahasa Bali. Yang menggunakan bahasa Jawa Kuno adalah ‘Tantri Kamandaka” berbentuk prosa, Tantri b Kadiri berbentuk kidung, Kadiri Tantri a Demung berbentuk puisi Jawa Tengahan. Menurut R.M. Ng. Poerbatjaraka, cerita Tantri adaah kisah atau dongeng binatang. Induk dari kitab tersebut adalah Pancatantra berbahasa Sanskreta, asal tanah Indu (India). Kitab Tantri berbeda dengan kitab Pancatantra hanya pada bagian awalnya.[1]
- ↑ Cahyono, M Dwi. WAYANG TANTRI, LAKON ‘HARIMAU VS BANTENG', KORBAN ADU DOMBA. www.jurnalmalang.com:2016