11.314
suntingan
Baris 2.074: | Baris 2.074: | ||
====Pasal 137==== | ====Pasal 137==== | ||
{{Perundangan pasal|137|1|Angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.}} | |||
Kendaraan Bermotor | {{Perundangan pasal|137|2|Angkutan orang yang menggunakan Kendaraan Bermotor berupa Sepeda Motor, Mobil penumpang, atau bus.}} | ||
{{Perundangan pasal|137|3|Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan mobil barang.}} | |||
{{Perundangan pasal|137|4|Mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali: | |||
a. rasio Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai; | a. rasio Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai; | ||
Baris 2.088: | Baris 2.086: | ||
b. untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau | b. untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau | ||
c. kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah. | c. kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.}} | ||
{{Perundangan pasal|137|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai mobil barang yang digunakan untuk angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan pemerintah.}} | |||
}} | }} | ||
Baris 2.098: | Baris 2.096: | ||
====Pasal 138==== | ====Pasal 138==== | ||
{{Perundangan pasal|138|1|Angkutan umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau.}} | |||
{{Perundangan pasal|138|2|Pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1).}} | |||
{{Perundangan pasal|138|3|Angkutan umum orang dan/atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum.}} | |||
====Pasal 139==== | ====Pasal 139==== | ||
{{Perundangan pasal|139|1|Pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota antarprovinsi serta lintas batas negara.}} | |||
{{Perundangan pasal|139|2|Pemerintah Daerah provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota dalam provinsi.}} | |||
{{Perundangan pasal|139|3|Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota.}} | |||
{{Perundangan pasal|139|4|Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}} | |||
Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum | {{Perundangan bagian|Ketiga|Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum| | ||
Paragraf 1 | Paragraf 1 | ||
Baris 2.135: | Baris 2.131: | ||
====Pasal 141==== | ====Pasal 141==== | ||
{{Perundangan pasal|141|1|Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi: | |||
a. keamanan; | a. keamanan; | ||
Baris 2.147: | Baris 2.143: | ||
e. kesetaraan; dan | e. kesetaraan; dan | ||
f. keteraturan. | f. keteraturan.}} | ||
{{Perundangan pasal|141|2|Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan.}} | |||
{{Perundangan pasal|141|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}} | |||
Paragraf 3 | Paragraf 3 | ||
Baris 2.193: | Baris 2.189: | ||
====Pasal 145==== | ====Pasal 145==== | ||
{{Perundangan pasal|145|1|Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 disusun dalam bentuk rencana umum jaringan trayek.}} | |||
{{Perundangan pasal|145|2|Penyusunan rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi terkait.}} | |||
{{Perundangan pasal|145|3|Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: | |||
a. jaringan trayek lintas batas negara; | a. jaringan trayek lintas batas negara; | ||
Baris 2.205: | Baris 2.201: | ||
c. jaringan trayek antarkota dalam provinsi; | c. jaringan trayek antarkota dalam provinsi; | ||
d. jaringan trayek perkotaan; dan e. jaringan trayek perdesaan. | d. jaringan trayek perkotaan; dan | ||
e. jaringan trayek perdesaan.}} | |||
{{Perundangan pasal|145|1|Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikaji ulang secara berkala paling lama 5 (lima) tahun.}} | |||
====Pasal 146==== | ====Pasal 146==== | ||
{{Perundangan pasal|146|1|Jaringan trayek perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3) huruf d disusun berdasarkan kawasan perkotaan.}} | |||
{{Perundangan pasal|146|2|Kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh: | |||
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah provinsi; | a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah provinsi; | ||
Baris 2.218: | Baris 2.216: | ||
b. gubernur untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi; atau | b. gubernur untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi; atau | ||
c. bupati/walikota untuk kawasan perkotaan yang berada dalam wilayah kabupaten/kota. | c. bupati/walikota untuk kawasan perkotaan yang berada dalam wilayah kabupaten/kota.}} | ||
====Pasal 147==== | ====Pasal 147==== | ||
{{Perundangan pasal|147|1|Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum lintas batas negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3) huruf a ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan perjanjian antarnegara.}} | |||
{{Perundangan pasal|147|1|Perjanjian antarnegara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.}} | |||
====Pasal 148==== | ====Pasal 148==== | ||
Baris 2.260: | Baris 2.258: | ||
==== Pasal 152 ==== | ==== Pasal 152 ==== | ||
{{Perundangan pasal|152|1|Angkutan orang dengan menggunakan taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf a harus digunakan untuk pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dengan wilayah operasi dalam kawasan perkotaan.}} | |||
{{Perundangan pasal|152|2|Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat: | |||
a. berada dalam wilayah kota; | a. berada dalam wilayah kota; | ||
Baris 2.270: | Baris 2.268: | ||
c. melampaui wilayah kota atau wilayah kabupaten dalam 1 (satu) daerah provinsi; atau | c. melampaui wilayah kota atau wilayah kabupaten dalam 1 (satu) daerah provinsi; atau | ||
d. melampaui wilayah provinsi. | d. melampaui wilayah provinsi.}} | ||
{{Perundangan pasal|152|3|Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan jumlah maksimal kebutuhan taksi ditetapkan oleh: | |||
a. walikota untuk taksi yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kota; | a. walikota untuk taksi yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kota; | ||
Baris 2.280: | Baris 2.278: | ||
c. gubernur untuk taksi yang wilayah operasinya melampaui wilayah kota atau wilayah kabupaten dalam 1 (satu) wilayah provinsi; atau | c. gubernur untuk taksi yang wilayah operasinya melampaui wilayah kota atau wilayah kabupaten dalam 1 (satu) wilayah provinsi; atau | ||
d. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu lintas dan Angkutan Jalan untuk taksi yang wilayah operasinya melampaui wilayah provinsi. | d. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu lintas dan Angkutan Jalan untuk taksi yang wilayah operasinya melampaui wilayah provinsi.}} | ||
==== Pasal 153 ==== | ==== Pasal 153 ==== | ||
{{Perundangan pasal|153|1|Angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf b dilarang menaikkan dan/atau menurunkan Penumpang di sepanjang perjalanan untuk keperluan lain di luar pelayanan angkutan orang dalam trayek.}} | |||
{{Perundangan pasal|153|1|Angkutan orang dengan tujuan tertentu diselenggarakan dengan menggunakan mobil penumpang umum atau mobil bus umum.}} | |||
==== Pasal 154 ==== | ==== Pasal 154 ==== | ||
{{Perundangan pasal|154|1|Angkutan orang untuk keperluan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf c harus digunakan untuk pelayanan angkutan wisata.}} | |||
{{Perundangan pasal|154|2|Penyelenggaraan angkutan orang untuk keperluan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil penumpang umum dan mobil bus umum dengan tanda khusus.}} | |||
{{Perundangan pasal|154|3|Angkutan orang untuk keperluan pariwisata tidak diperbolehkan menggunakan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek, kecuali di daerah yang belum tersedia angkutan khusus untuk pariwisata.}} | |||
==== Pasal 155 ==== | ==== Pasal 155 ==== | ||
{{Perundangan pasal|155|1|Angkutan di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf d harus dilaksanakan melalui pelayanaan angkutan di jalan lokal dan jalan lingkungan.}} | |||
{{Perundangan pasal|155|2|Angkutan orang di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil penumpang umum.}} | |||
==== Pasal 156 ==== | ==== Pasal 156 ==== | ||
Baris 2.310: | Baris 2.308: | ||
==== Pasal 158 ==== | ==== Pasal 158 ==== | ||
{{Perundangan pasal|158|1|Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis Jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum di kawasan perkotaan.}} | |||
{{Perundangan pasal|158|2|Angkutan massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung dengan: | |||
a. mobil bus yang berkapasitas angkut massal; | a. mobil bus yang berkapasitas angkut massal; | ||
Baris 2.320: | Baris 2.318: | ||
c. trayek angkutan umum lain yang tidak berimpitan dengan trayek angkutan massal; dan | c. trayek angkutan umum lain yang tidak berimpitan dengan trayek angkutan massal; dan | ||
d. angkutan pengumpan. | d. angkutan pengumpan.}} | ||
==== Pasal 159 ==== | ==== Pasal 159 ==== | ||
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. | Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. | ||
}} | |||
{{Perundangan bagian|Keempat|Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor Umum| | |||
Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor Umum | |||
Paragraf 1 | Paragraf 1 | ||
Baris 2.356: | Baris 2.353: | ||
==== Pasal 162 ==== | ==== Pasal 162 ==== | ||
{{Perundangan pasal|162|1|Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus wajib: | |||
a. memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut; | a. memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut; | ||
Baris 2.368: | Baris 2.365: | ||
e. beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu Keamanan, Keselamatan, Kelancaran, dan Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan | e. beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu Keamanan, Keselamatan, Kelancaran, dan Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan | ||
f. mendapat rekomendasi dari instansi terkait. | f. mendapat rekomendasi dari instansi terkait.}} | ||
{{Perundangan pasal|162|2|Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut alat berat dengan dimensi yang melebihi dimensi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 harus mendapat pengawalan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.}} | |||
{{Perundangan pasal|162|3|Pengemudi dan pembantu Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut barang khusus wajib memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan bentuk barang khusus yang diangkut.}} | |||
==== Pasal 163 ==== | ==== Pasal 163 ==== | ||
{{Perundangan pasal|163|1|Pemilik, agen ekspedisi muatan angkutan barang, atau pengirim yang menyerahkan barang khusus wajib memberitahukan kepada pengelola pergudangan dan/atau penyelenggara angkutan barang sebelum barang dimuat ke dalam Kendaraan Bermotor Umum.}} | |||
{{Perundangan pasal|163|1|Penyelenggara angkutan barang yang melakukan kegiatan pengangkutan barang khusus wajib menyediakan tempat penyimpanan serta bertanggung jawab terhadap penyusunan sistem dan prosedur penanganan barang khusus dan/atau berbahaya selama barang tersebut belum dimuat ke dalam Kendaraan Bermotor Umum.}} | |||
==== Pasal 164 ==== | ==== Pasal 164 ==== | ||
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. | Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. | ||
}} | |||
{{Perundangan bagian|Kelima|Angkutan Multimoda| | |||
Angkutan Multimoda | |||
==== Pasal 165 ==== | ==== Pasal 165 ==== | ||
{{Perundangan pasal|165|1|Angkutan umum di Jalan yang merupakan bagian angkutan multimoda dilaksanakan oleh badan hukum angkutan multimoda.}} | |||
{{Perundangan pasal|165|2|Kegiatan angkutan umum dalam angkutan multimoda dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat antara badan hukum angkutan Jalan dan badan hukum angkutan multimoda dan/atau badan hukum moda lain.}} | |||
{{Perundangan pasal|165|3|Pelayanan angkutan multimoda harus terpadu secara sistem dan mendapat izin dari Pemerintah.}} | |||
{{Perundangan pasal|165|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan multimoda, persyaratan, dan tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}} | |||
{{Perundangan bagian|Keenam|Dokumen Angkutan Orang dan Barang dengan Kendaraan Bermotor Umum| | |||
==== Pasal 166 ==== | |||
{{Perundangan pasal|166|1|Angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum yang melayani trayek tetap lintas batas negara, antarkota antarprovinsi, dan antarkota dalam provinsi harus dilengkapi dengan dokumen.}} | |||
Dokumen | {{Perundangan pasal|166|2|Dokumen angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: | ||
a. tiket Penumpang umum untuk angkutan dalam trayek; | |||
b. tanda pengenal bagasi; dan | |||
c. manifes.}} | |||
{{Perundangan pasal|166|3|Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi: | |||
a. surat perjanjian pengangkutan; dan | |||
b. surat muatan barang.}} | |||
==== Pasal 167 ==== | ==== Pasal 167 ==== | ||
{{Perundangan pasal|167|1|Perusahaan Angkutan Umum orang wajib: | |||
a. menyerahkan tiket Penumpang; | a. menyerahkan tiket Penumpang; | ||
Baris 2.423: | Baris 2.420: | ||
Penumpang; dan | Penumpang; dan | ||
d. menyerahkan manifes kepada Pengemudi. | d. menyerahkan manifes kepada Pengemudi.}} | ||
{{Perundangan pasal|167|2|Tiket Penumpang harus digunakan oleh orang yang namanya tercantum dalam tiket sesuai dengan dokumen identitas diri yang sah.}} | |||
==== Pasal 168 ==== | ==== Pasal 168 ==== | ||
{{Perundangan pasal|168|1|Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang wajib membuat surat muatan barang sebagai bagian dokumen perjalanan.}} | |||
{{Perundangan pasal|168|2|Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang wajib membuat surat perjanjian pengangkutan barang.}} | |||
}} | |||
{{Perundangan bagian|Ketujuh|Pengawasan Muatan Barang| | |||
==== Pasal 169 ==== | ==== Pasal 169 ==== | ||
{{Perundangan pasal|169|1|Pengemudi dan/atau Perusahaan Angkutan Umum barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi Kendaraan, dan kelas jalan.}} | |||
{{Perundangan pasal|169|2|Untuk mengawasi pemenuhan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan muatan angkutan barang.}} | |||
{{Perundangan pasal|169|3|Pengawasan muatan angkutan barang dilakukan dengan menggunakan alat penimbangan.}} | |||
{{Perundangan pasal|169|4|Alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: | |||
a. alat penimbangan yang dipasang secara tetap; atau | a. alat penimbangan yang dipasang secara tetap; atau | ||
b. alat penimbangan yang dapat dipindahkan. | b. alat penimbangan yang dapat dipindahkan.}} | ||
==== Pasal 170 ==== | ==== Pasal 170 ==== | ||
{{Perundangan pasal|170|1|Alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf a dipasang pada lokasi tertentu.}} | |||
{{Perundangan pasal|170|2|Penetapan lokasi, pengoperasian, dan penutupan alat penimbangan yang dipasang secara tetap pada Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah.}} | |||
{{Perundangan pasal|170|3|Pengoperasian dan perawatan alat penimbangan yang dipasang secara tetap dilakukan oleh unit pelaksana penimbangan yang ditunjuk oleh Pemerintah.}} | |||
{{Perundangan pasal|170|4|Petugas alat penimbangan yang dipasang secara tetap wajib mendata jenis barang yang diangkut, berat angkutan, dan asal tujuan.}} | |||
==== Pasal 171 ==== | ==== Pasal 171 ==== | ||
{{Perundangan pasal|171|1|Alat penimbangan yang dapat dipindahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf b digunakan dalam pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan penyidikan tindak pidana pelanggaran muatan.}} | |||
{{Perundangan pasal|171|2|Pengoperasian alat penimbangan untuk pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh petugas pemeriksa Kendaraan Bermotor.}} | |||
{{Perundangan pasal|171|3|Pengoperasian alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama dengan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.}} | |||
==== Pasal 172 ==== | ==== Pasal 172 ==== | ||
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan muatan angkutan barang diatur dengan peraturan pemerintah. | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan muatan angkutan barang diatur dengan peraturan pemerintah. | ||
}} | |||
{{Perundangan bagian|Kedelapan|Pengusahaan Angkutan| | |||
Pengusahaan Angkutan | |||
Paragraf 1 | Paragraf 1 | ||
Baris 2.477: | Baris 2.471: | ||
==== Pasal 173 ==== | ==== Pasal 173 ==== | ||
{{Perundangan pasal|173|1|Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib memiliki: | |||
a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek; | a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek; | ||
Baris 2.483: | Baris 2.477: | ||
b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek; dan/atau | b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek; dan/atau | ||
c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat. | c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat.}} | ||
{{Perundangan pasal|173|2|Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: | |||
a. pengangkutan orang sakit dengan menggunakan ambulans; atau | a. pengangkutan orang sakit dengan menggunakan ambulans; atau | ||
b. pengangkutan jenazah. | b. pengangkutan jenazah.}} | ||
==== Pasal 174 ==== | ==== Pasal 174 ==== | ||
{{Perundangan pasal|174|1|Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) berupa dokumen kontrak dan/atau kartu elektronik yang terdiri atas surat keputusan, surat pernyataan, dan kartu pengawasan.}} | |||
{{Perundangan pasal|174|2|Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui seleksi atau pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.}} | |||
{{Perundangan pasal|174|3|Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa izin pada 1 (satu) trayek atau pada beberapa trayek dalam satu kawasan.}} | |||
==== Pasal 175 ==== | ==== Pasal 175 ==== | ||
{{Perundangan pasal|175|1|Izin penyelenggaraan angkutan umum berlaku untuk jangka waktu tertentu.}} | |||
{{Perundangan pasal|175|2|Perpanjangan izin harus melalui proses seleksi atau pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (2).}} | |||
Paragraf 2 | Paragraf 2 | ||
Baris 2.555: | Baris 2.549: | ||
==== Pasal 179 ==== | ==== Pasal 179 ==== | ||
{{Perundangan pasal|179|1|Izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b diberikan oleh: | |||
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang melayani: | a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang melayani: | ||
Baris 2.569: | Baris 2.563: | ||
c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk angkutan taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; dan | c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk angkutan taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; dan | ||
d. bupati/walikota untuk taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kabupaten/kota. | d. bupati/walikota untuk taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kabupaten/kota.}} | ||
{{Perundangan pasal|179|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}} | |||
Paragraf 4 | Paragraf 4 | ||
Baris 2.626: | Baris 2.620: | ||
antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum. | antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum. | ||
}} | |||
{{Perundangan bagian|Kesepuluh|Subsidi Angkutan Penumpang Umum| | |||
Subsidi Angkutan Penumpang Umum | |||
==== Pasal 185 ==== | ==== Pasal 185 ==== | ||
Baris 2.635: | Baris 2.628: | ||
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian subsidi angkutan Penumpang umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. | (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian subsidi angkutan Penumpang umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. | ||
}} | |||
{{Perundangan bagian|Kesebelas|Kewajiban, Hak, dan Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Umum| | |||
Kewajiban, Hak, dan Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Umum | |||
Paragraf 1 | Paragraf 1 | ||
Baris 2.702: | Baris 2.694: | ||
==== Pasal 196 ==== | ==== Pasal 196 ==== | ||
Jika barang angkutan tidak diambil oleh pengirim atau penerima sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati, Perusahaan Angkutan Umum berhak memusnahkan barang yang sifatnya berbahaya atau mengganggu dalam penyimpanannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | Jika barang angkutan tidak diambil oleh pengirim atau penerima sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati, Perusahaan Angkutan Umum berhak memusnahkan barang yang sifatnya berbahaya atau mengganggu dalam penyimpanannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||
}} | |||
{{Perundangan bagian|Kedua Belas|Tanggung Jawab Penyelenggara| | |||
Tanggung Jawab Penyelenggara | |||
==== Pasal 197 ==== | ==== Pasal 197 ==== | ||
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara angkutan wajib: | (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara angkutan wajib: | ||
Baris 2.717: | Baris 2.707: | ||
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab penyelenggara angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. | (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab penyelenggara angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. | ||
}} | |||
{{Perundangan bagian|Ketiga Belas|Industri Jasa Angkutan Umum| | |||
Industri Jasa Angkutan Umum | |||
==== Pasal 198 ==== | ==== Pasal 198 ==== | ||
(1) Jasa angkutan umum harus dikembangkan menjadi industri jasa yang memenuhi standar pelayanan dan mendorong persaingan yang sehat. | (1) Jasa angkutan umum harus dikembangkan menjadi industri jasa yang memenuhi standar pelayanan dan mendorong persaingan yang sehat. | ||
Baris 2.738: | Baris 2.726: | ||
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan dan persaingan yang sehat diatur dengan peraturan pemerintah. | (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan dan persaingan yang sehat diatur dengan peraturan pemerintah. | ||
}} | |||
{{Perundangan bagian|Keempat Belas|Sanksi Administratif| | |||
Sanksi Administratif | |||
==== Pasal 199 ==== | ==== Pasal 199 ==== | ||
Baris 2.757: | Baris 2.744: | ||
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. | (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. | ||
}} | |||
=== BAB XI KEAMANAN DAN KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN === | === BAB XI KEAMANAN DAN KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN === |