1.295
suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
| Baris 1: | Baris 1: | ||
Tanggal Transkrip:<br>'''Kamis, 19 Desember 2024'''<br> | |||
Juru Transkrip:<br>'''Julian S'''<br> | |||
Tautan Audio:<br>'''https://youtu.be/IgYKvRFo150'''<br> | |||
Judul Tautan:<br>'''Ngaji Filsafat 357 : Sutan Takdir Alisyahbana - Kebudayaan'''<br> | |||
Nama Channel:<br>'''MJS Channel''' | |||
<hr> | |||
[00:00:00,000] | [00:00:00,000] | ||
| Baris 5: | Baris 15: | ||
[00:00:53,607] | [00:00:53,607] | ||
Bismillah, teman-teman kita lanjut lagi ya, belajar melalui ngaji filsafat kita. Bulan ini kita banyak belajar nanti tentang kebudayaan. Khususnya kebudayaan Indonesia, mumpung ini bulan Agustus ya, kita belajar sebentar, bukan tentang apa sih budaya Indonesia itu? tapi bagaimana sih jadi makhluk yang berbudaya di Indonesia. | ''Bismillah'', teman-teman kita lanjut lagi ya, belajar melalui ngaji filsafat kita. Bulan ini kita banyak belajar nanti tentang kebudayaan. Khususnya kebudayaan Indonesia, mumpung ini bulan Agustus ya, kita belajar sebentar, bukan tentang apa sih budaya Indonesia itu? tapi bagaimana sih jadi makhluk yang berbudaya di Indonesia. | ||
Makanya tokoh yang kita angkat bulan ini ada dua tokoh nasional dan dua tokoh dari barat. Satu tema di tengah-tengah nanti bonus ya itu, karena tanggal merah, jadi saya ngak tahu nanti isinya apa, pokoknya itu tema kita, santai-santai saja, nanti kalau yang pas tanggal 17 itu. | Makanya tokoh yang kita angkat bulan ini ada dua tokoh nasional dan dua tokoh dari barat. Satu tema di tengah-tengah nanti bonus ya itu, karena tanggal merah, jadi saya ngak tahu nanti isinya apa, pokoknya itu tema kita, santai-santai saja, nanti kalau yang pas tanggal 17 itu. | ||
| Baris 39: | Baris 49: | ||
Baik, bismillah kita awali, nah untuk kebudayaan banyak orang menganggap beliau ini gaya berpikirnya itu gaya berpikir [[Renaisans]] ala humanisme modern. Jadi jatuhnya pada era awal modernisme, ya karena beliau ingin Indonesia ini modern. Jadi semangatnya semangat era renaisan, era humanisme modern. Ini dua tema yang dua-duanya pernah kita bahas. Makanya saya ndak menjelaskan detail. | Baik, bismillah kita awali, nah untuk kebudayaan banyak orang menganggap beliau ini gaya berpikirnya itu gaya berpikir [[Renaisans]] ala humanisme modern. Jadi jatuhnya pada era awal modernisme, ya karena beliau ingin Indonesia ini modern. Jadi semangatnya semangat era renaisan, era humanisme modern. Ini dua tema yang dua-duanya pernah kita bahas. Makanya saya ndak menjelaskan detail. | ||
Cirinya enam, yang pertama, individu, atau pakai istilah kalau di filsafat itu [[antroposentrisme]]. Jadi segalanya itu kuncinya di manusia. Dunia ini jadi seperti apa itu kuncinya manusia. Dunia ini harmonis atau rusak itu manusia kuncinya. Dunia ini aman nyaman bertuhan atau ateis kuncinya manusia. Nah ini gaya humanisme modern. Namanya antroposentrisme. | Cirinya enam, <u>yang pertama, individu</u>, atau pakai istilah kalau di filsafat itu [[antroposentrisme]]. Jadi segalanya itu kuncinya di manusia. Dunia ini jadi seperti apa, itu kuncinya manusia. Dunia ini harmonis atau rusak itu manusia kuncinya. Dunia ini aman nyaman bertuhan atau ateis kuncinya manusia. Nah ini gaya humanisme modern. Namanya antroposentrisme. | ||
Gaya kedua, positivistik, [[positivisme]]. Ini nanti yang membuat sains berkembang, yang dipercaya adalah yang masuk akal dan yang ada dan jelas faktanya. Ini gaya berpikir positivistik. Jadi positif itu berarti ya dasar empirisnya ada, kenyataannya konkret, ada. Makanya kalau dalam hukum itu kita diminta hukum positif atau bukti yang positif itu adalah bukti yang jelas, nyata, konkret, tidak andai-andai, tidak kira-kira, ah ini namanya positivisme, ini yang diinginkan oleh Sultan Takdir nanti. Jadi bangsa Indonesia yang ilmu pengetahuannya berkembang, cara berpikirnya yang rasional, yang empiris, yang masuk akal yang punya basis empiris. Tidak lagi yang klenik-klenik, dukun-dukun, metafisik-metafisik, Saatnya untuk bangkit ilmu pengetahuan. Tapi ini tahun 35 ya, harusnya tahun ini kita sudah jaya ilmu pengetahuannya. Ternyata ya belum, berarti kita belum belajar sejak tahun 1935an itu. Kita belum banyak belajar juga. | <u>Gaya kedua, positivistik</u>, [[positivisme]]. Ini nanti yang membuat sains berkembang, yang dipercaya adalah yang masuk akal dan yang ada dan jelas faktanya. Ini gaya berpikir positivistik. Jadi positif itu berarti ya dasar empirisnya ada, kenyataannya konkret, ada. Makanya kalau dalam hukum itu kita diminta hukum positif atau bukti yang positif itu adalah bukti yang jelas, nyata, konkret, tidak andai-andai, tidak kira-kira, ah ini namanya positivisme, ini yang diinginkan oleh Sultan Takdir nanti. Jadi bangsa Indonesia yang ilmu pengetahuannya berkembang, cara berpikirnya yang rasional, yang empiris, yang masuk akal yang punya basis empiris. Tidak lagi yang klenik-klenik, dukun-dukun, metafisik-metafisik, Saatnya untuk bangkit ilmu pengetahuan. Tapi ini tahun 35 ya, harusnya tahun ini kita sudah jaya ilmu pengetahuannya. Ternyata ya belum, berarti kita belum belajar sejak tahun 1935an itu. Kita belum banyak belajar juga. | ||
Nah yang ketiga, kritik. Jadi era renaisan itu kan kritik yang sangat kuat pada cara berpikir sebelumnya, khususnya cara berpikir agama-agama yang kaku. Jadi era abad tengahnya barat itu kan era yang sering orang menyebutnya zaman kegelapan, yang itu didobrak oleh era renaisan, era pencerahan, dengan cara mengkritik keras cara berpikir yang tidak bebas, yang kaku, sehingga terus ndak maju, akhirnya barat tercerahkan, gantian kita yang di timur sampai hari ini. | Nah <u>yang ketiga, kritik</u>. Jadi era renaisan itu kan kritik yang sangat kuat pada cara berpikir sebelumnya, khususnya cara berpikir agama-agama yang kaku. Jadi era abad tengahnya barat itu kan era yang sering orang menyebutnya zaman kegelapan, yang itu didobrak oleh era renaisan, era pencerahan, dengan cara mengkritik keras cara berpikir yang tidak bebas, yang kaku, sehingga terus ndak maju, akhirnya barat tercerahkan, gantian kita yang di timur sampai hari ini. | ||
Yang keempat, yo gandengannya kritik itu kebebasan. Jadi manusia itu bisa mengembangkan dirinya dasarnya kebebasan. Kalau ndak bebas itu ndak ada nilainya perbuatan kita. Saya orang baik kok pak tapi nak bebas, baiknya karena dipaksa atau karena terpaksa atau karena ikut orang lain saja, itu kan nilai kebaikannya tidak maksimal. Mungkin ya nilainya hanya ya nilai ikut saja, apalagi nilai terpaksa, tapi kalau kebaikan itu pilihanku sendiri keputusanku sendiri, ini kan jauh lebih bernilai. Kejahatan juga begitu, ''"Pak saya ini maling Pak tapi terpaksa Pak. Kalau saya ngak maling anak istri saya keluarga saya ndak makan"'', itu kan nilainya beda dengan maling yang pilihan, sebenarnya aku bisa maling aku bisa ndak maling tapi ternyata aku milih maling, ah ini bebas kalau ini kalau bebas gini yo ya kalau dosa, dosanya lebih besarlah. Ya saya memperkosa sih Pak tapi terpaksa saya, pak loh saya diancam ya kalau enggak diperkosa saya dibunuh, misalnya. Jadi keterpaksaan itu mengurangi nilai moral, ketidakbebasan mengurangi nilai moral ini Teori ini dari [[Immanuel Kant]], era modern juga. Ya sama kan kayak adik-adik kita yang kecil, wah ini masih umur 3 tahun kok rajin ke masjid ya? itu kan dia belum paham, belum ngerti mungkin disuruh saja, mungkin diajak saja itu kan nilainya beda dengan kita yang sudah besar. Ah ini sudah besar masih rajin ke masjid ya itu kan beda dengan yang masih kecil rajin ke masjid biasanya kan masih kecil aja ke masjid kalau sudah besar malas ke masjid. Nah jadi yang nomor empat yang dikembangkan oleh Sultan Takdir itu kebebasan. | <u>Yang keempat</u>, yo gandengannya kritik itu <u>kebebasan</u>. Jadi manusia itu bisa mengembangkan dirinya dasarnya kebebasan. Kalau ndak bebas itu ndak ada nilainya perbuatan kita. Saya orang baik kok pak tapi nak bebas, baiknya karena dipaksa atau karena terpaksa atau karena ikut orang lain saja, itu kan nilai kebaikannya tidak maksimal. Mungkin ya nilainya hanya ya nilai ikut saja, apalagi nilai terpaksa, tapi kalau kebaikan itu pilihanku sendiri keputusanku sendiri, ini kan jauh lebih bernilai. Kejahatan juga begitu, ''"Pak saya ini maling Pak tapi terpaksa Pak. Kalau saya ngak maling anak istri saya keluarga saya ndak makan"'', itu kan nilainya beda dengan maling yang pilihan, sebenarnya aku bisa maling aku bisa ndak maling tapi ternyata aku milih maling, ah ini bebas kalau ini kalau bebas gini yo ya kalau dosa, dosanya lebih besarlah. Ya saya memperkosa sih Pak tapi terpaksa saya, pak loh saya diancam ya kalau enggak diperkosa saya dibunuh, misalnya. Jadi keterpaksaan itu mengurangi nilai moral, ketidakbebasan mengurangi nilai moral ini Teori ini dari [[Immanuel Kant]], era modern juga. Ya sama kan kayak adik-adik kita yang kecil, wah ini masih umur 3 tahun kok rajin ke masjid ya? itu kan dia belum paham, belum ngerti mungkin disuruh saja, mungkin diajak saja itu kan nilainya beda dengan kita yang sudah besar. Ah ini sudah besar masih rajin ke masjid ya itu kan beda dengan yang masih kecil rajin ke masjid biasanya kan masih kecil aja ke masjid kalau sudah besar malas ke masjid. Nah jadi yang nomor empat yang dikembangkan oleh Sultan Takdir itu kebebasan. | ||
yang nomor 5 tentu saja kemajuan. Ya tentu saja hidup ini harus progres, harus maju, jangan statis jangan, mandek apalagi mundur. tadi saya bilang kita ternyata sejak tahun 1935 nak berubah-berubah sampai hari ini, itu berarti kita mandek, tidak maju. | yang nomor 5 tentu saja kemajuan. Ya tentu saja hidup ini harus progres, harus maju, jangan statis jangan, mandek apalagi mundur. tadi saya bilang kita ternyata sejak tahun 1935 nak berubah-berubah sampai hari ini, itu berarti kita mandek, tidak maju. | ||
yang keenam idealisme ini beliau banyak terpengaruh oleh Hegel | yang keenam idealisme ini beliau banyak terpengaruh oleh Hegel | ||