|
|
| Baris 1: |
Baris 1: |
| {{Perundangan bab|VI|JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN| | | {{Perundangan bab|VI|JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN| |
| {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB VI/Bagian Kesatu}} | | {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB VI/Bagian Kesatu}} |
| {{Perundangan paragraf|1|Kelas Jalan}} | | {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB VI/Bagian Kedua}} |
| {{Perundangan bagian|Kedua|Ruang Lalu Lintas|
| |
| {{Perundangan pasal|19|
| |
| {{Perundangan ayat|19|1|Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
| |
| | |
| a. fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
| |
| | |
| b. daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.}}
| |
| | |
| {{Perundangan ayat|19|2|Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
| |
| | |
| a. jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton;
| |
| | |
| b. jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton;
| |
| | |
| c. jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan
| |
| | |
| d. jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.}}
| |
| | |
| {{Perundangan ayat|19|3|Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan kelas III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8 (delapan) ton.}}
| |
| {{Perundangan ayat|19|4|Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Jalan.}}
| |
| {{Perundangan ayat|19|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.}}
| |
| }}
| |
| {{Perundangan pasal|20|
| |
| {{Perundangan ayat|20|1|Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan dilakukan oleh:
| |
| | |
| a. Pemerintah, untuk jalan nasional;
| |
| | |
| b. pemerintah provinsi, untuk jalan provinsi;
| |
| | |
| c. pemerintah kabupaten, untuk jalan kabupaten; atau
| |
| | |
| d. pemerintah kota, untuk jalan kota.}}
| |
| | |
| {{Perundangan ayat|20|2|Kelas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.}}
| |
| {{Perundangan ayat|20|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelompokan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan tata cara penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
| |
| {{Perundangan paragraf|2|Penggunaan dan Perlengkapan Jalan}}
| |
| {{Perundangan pasal|21|
| |
| {{Perundangan ayat|21|1|Setiap Jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara nasional.}}
| |
| {{Perundangan ayat|21|2|Batas kecepatan paling tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kawasan permukiman, kawasan perkotaan, jalan antarkota, dan jalan bebas hambatan.}}
| |
| {{Perundangan ayat|21|3|Atas pertimbangan keselamatan atau pertimbangan khusus lainnya, Pemerintah Daerah dapat menetapkan batas kecepatan paling tinggi setempat yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.}}
| |
| {{Perundangan ayat|21|4|Batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas hambatan ditetapkan dengan batas absolut 60 (enam puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas.}}
| |
| {{Perundangan ayat|21|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
| |
| }}
| |
| {{Perundangan pasal|22|
| |
| {{Perundangan ayat|22|1|Jalan yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan laik fungsi Jalan secara teknis dan administratif.}}
| |
| {{Perundangan ayat|22|2|Penyelenggara Jalan wajib melaksanakan uji kelaikan fungsi Jalan sebelum pengoperasian Jalan.}}
| |
| {{Perundangan ayat|22|3|Penyelenggara Jalan wajib melakukan uji kelaikan fungsi Jalan pada Jalan yang sudah beroperasi secara berkala dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau sesuai dengan kebutuhan.}}
| |
| {{Perundangan ayat|22|4|Uji kelaikan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh tim uji laik fungsi Jalan yang dibentuk oleh penyelenggara Jalan.}}
| |
| {{Perundangan ayat|22|5|Tim uji laik fungsi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas unsur penyelenggara Jalan, instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
| |
| {{Perundangan ayat|22|6|Hasil uji kelaikan fungsi Jalan wajib dipublikasikan dan ditindaklanjuti oleh penyelenggara Jalan, instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
| |
| {{Perundangan ayat|22|7|Uji kelaikan fungsi Jalan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
| |
| }}
| |
| {{Perundangan pasal|23|
| |
| {{Perundangan ayat|23|1|Penyelenggara Jalan dalam melaksanakan preservasi Jalan dan/atau peningkatan kapasitas Jalan wajib menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
| |
| {{Perundangan ayat|23|2|Penyelenggara Jalan dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
| |
| }}
| |
| {{Perundangan pasal|24|
| |
| {{Perundangan ayat|24|1|Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas.}}
| |
| {{Perundangan ayat|24|2|Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas.}}
| |
| }}
| |
| {{Perundangan pasal|25|
| |
| {{Perundangan ayat|25|1|Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa:
| |
| | |
| a. Rambu Lalu Lintas;
| |
| | |
| b. Marka Jalan;
| |
| | |
| c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
| |
| | |
| d. alat penerangan Jalan;
| |
| | |
| e. alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;
| |
| | |
| f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
| |
| | |
| g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan
| |
| | |
| h. fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di Jalan dan di luar badan Jalan.}}
| |
| | |
| {{Perundangan ayat|25|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
| |
| }}
| |
| {{Perundangan pasal|26|
| |
| {{Perundangan ayat|26|1|Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) diselenggarakan oleh:
| |
| | |
| a. Pemerintah untuk jalan nasional;
| |
| | |
| b. pemerintah provinsi untuk jalan provinsi;
| |
| | |
| c. pemerintah kabupaten/kota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa; atau
| |
| | |
| d. badan usaha jalan tol untuk jalan tol.}}
| |
| | |
| {{Perundangan ayat|26|2|Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
| |
| }}
| |
| {{Perundangan pasal|27|
| |
| {{Perundangan ayat|27|1|Perlengkapan Jalan pada jalan lingkungan tertentu disesuaikan dengan kapasitas, intensitas, dan volume Lalu Lintas.}}
| |
| {{Perundangan ayat|27|2|Ketentuan mengenai pemasangan perlengkapan Jalan pada jalan lingkungan tertentu diatur dengan peraturan daerah.}}
| |
| }}
| |
| {{Perundangan pasal|28|
| |
| {{Perundangan ayat|28|1|Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan.}}
| |
| {{Perundangan ayat|28|2|Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 25 ayat 1|Pasal 25 ayat (1)]].}}
| |
| }}}}}}<!--/bagian kedua-->
| |
| {{Perundangan bagian|Ketiga|Dana Preservasi Jalan| | | {{Perundangan bagian|Ketiga|Dana Preservasi Jalan| |
| {{Perundangan pasal|29| | | {{Perundangan pasal|29| |