11.314
suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Dikembalikan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Pengembalian manual |
||
| Baris 6.855: | Baris 6.855: | ||
2. pengembangan sumur resapan.}} | 2. pengembangan sumur resapan.}} | ||
{{Perundangan ayat|85|4|Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berisi ketentuan mengenai: | {{Perundangan ayat|85|3|Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berisi ketentuan mengenai: | ||
a. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi: | |||
1. pengembangan fasilitas umum dan fasilitas sosial; | |||
2. pengembangan jalur dan tempat evakuasi bencana; | |||
3. pengembangan prasarana jaringan jalan; | |||
4. penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas; dan/atau | |||
5. pengembangan Ruang Terbuka Hijau; | |||
b. intensitas Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang diperbolehkan, meliputi: | |||
1. KDB maksimal 80% (delapan puluh persen); | |||
2. ketinggian bangunan maksimal 102 (seratus dua) meter; | |||
3. KLB maksimal 20 (dua puluh); dan | |||
4. KDH minimal 20% (dua puluh persen); | |||
c. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi | |||
1. penyediaan prasarana berupa: | |||
a) jaringan energi; | |||
b) jaringan telekomunikasi; | |||
c) jaringan sumber daya air; | |||
d) sistem penyediaan air minum; | |||
e) Sistem Pengelolaan Air Limbah; | |||
f) jaringan persampahan; | |||
g) pendirian bangunan sarana dan prasarana pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) secara mandiri; | |||
h) jaringan drainase; | |||
i) jalur sepeda; | |||
j) jaringan pejalan kaki; dan/atau | |||
k) jembatan; | |||
2. pengembangan kegiatan perumahan; | |||
3. pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa; | |||
4. pengembangan kegiatan perkantoran; dan/atau | |||
5. pengembangan kegiatan lain sepanjang tidak mengganggu fungsi utama kawasan; | |||
d. intensitas Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: | |||
1. KDB maksimal 75% (tujuh puluh lima persen); | |||
2. ketinggian bangunan maksimal 62 (enam puluh dua) meter; | |||
3. KLB maksimal 11 (sebelas); | |||
4. KTB maksimal 75%; dan | |||
5. KDH minimal 25% (dua puluh lima persen); | |||
e. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi Pemanfaatan Ruang yang mengganggu fungsi kawasan; dan | |||
f. penyediaan sarana prasarana minimal berupa: | |||
1. jaringan jalan dan fasilitas pelengkap jalan; dan/atau | |||
2. penyediaan sumur resapan.}} | |||
{{Perundangan ayat|85|4|Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Infrastruktur Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berisi ketentuan mengenai: | |||
a. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi: | |||
1. pengembangan fasilitas yang mendukung kegiatan infrastruktur perkotaan; | |||
2. pengembangan Sistem Pengelolaan Limbah B3; | |||
3. pengembangan prasarana jaringan jalan; dan/atau | |||
4. pengembangan Ruang Terbuka Hijau; | |||
b. intensitas Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang diperbolehkan, meliputi: | |||
1. KDB maksimal 85% (delapan puluh lima persen); | |||
2. Ketinggian bangunan maksimal 42 (empat puluh dua) meter; | |||
3. KLB maksimal 8,5 (delapan koma lima); dan | |||
4. KDH minimal 15% (lima belas persen); | |||
c. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: | |||
1. pengembangan kegiatan lain sepanjang tidak mengganggu fungsi utama kawasan; dan/atau | |||
2. penyediaan prasarana berupa: | |||
a) jaringan energi; | |||
b) jaringan telekomunikasi; | |||
c) jaringan sumber daya air; | |||
d) sistem penyediaan air minum; | |||
e) Sistem Pengelolaan Air Limbah; | |||
f) jaringan persampahan; | |||
g) jaringan drainase; | |||
h) jaringan pejalan kaki; | |||
i) jembatan; dan/atau | |||
j) fasilitas parkir; | |||
d. intensitas Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: | |||
1. KDB maksimal 70% (tujuh puluh persen); | |||
2. Ketinggian bangunan maksimal 10 (sepuluh) meter; | |||
3. KLB maksimal 1,4 (satu koma empat); dan | |||
4. KDH minimal 30% (tiga puluh persen); | |||
e. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi Pemanfaatan Ruang yang mengganggu fungsi kawasan; dan | |||
f. penyediaan sarana prasarana minimal berupa: | |||
1. jaringan jalan dan fasilitas pelengkap jalan; | |||
2. penerangan jalan dan rambu penanda serta rambu keselamatan; dan/atau | |||
3. penyediaan sumur resapan.}} | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal|86| | |||
Ketentuan Umum Zonasi pada Kawasan Campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf e berisi ketentuan mengenai: | |||
a. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi: | |||
1. Pemanfaatan Ruang di Kawasan Campuran yang mendukung Kegiatan perumahan, perdagangan dan jasa, dan perkantoran; | |||
2. pengembangan jalur evakuasi bencana; | |||
3. pelestarian cagar budaya; | |||
4. pengembangan fasilitas umum dan fasilitas sosial; | |||
5. pengembangan prasarana jaringan jalan; dan/atau | |||
6. pengembangan infrastruktur perkotaan; | |||
b. intensitas Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang diperbolehkan, meliputi: | |||
1. KDB maksimal 80% (delapan puluh persen); | |||
2. ketinggian bangunan maksimal 122 (seratus dua puluh dua) meter; | |||
3. KLB maksimal 24 (dua puluh empat); dan | |||
4. KDH minimal 20% (dua puluh persen); | |||
c. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: | |||
1. pengembangan kegiatan lain sepanjang tidak mengganggu fungsi utama kawasan; dan/atau | |||
2. penyediaan prasarana berupa: | |||
a) jaringan energi; | |||
b) jaringan telekomunikasi; | |||
c) jaringan sumber daya air; | |||
d) sistem penyediaan air minum; | |||
e) Sistem Pengelolaan Air Limbah; | |||
f) jaringan persampahan; | |||
g) jaringan drainase; | |||
h) jaringan pejalan kaki; | |||
i) jalur sepeda; dan/atau | |||
j) fasilitas parkir; | |||
d. intensitas Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: | |||
1. KDB maksimal 75% (delapan puluh persen); | |||
2. Ketinggian bangunan maksimal 62 (enam puluh dua) meter; | |||
3. KLB maksimal 11 (sebelas); dan | |||
4. KDH minimal 25% (sepuluh persen); | |||
e. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi Pemanfaatan Ruang yang mengganggu fungsi kawasan; dan | |||
f. penyediaan sarana prasarana minimal berupa: | |||
1. jaringan jalan dan fasilitas pelengkap jalan; | |||
2. penyediaan sumur resapan; dan/atau | |||
3. aksesibilitas untuk penyandang disabilitas. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal|87| | |||
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Perdagangan dan Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf f berisi ketentuan mengenai: | |||
a. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi: | |||
1. pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa berupa bangunan ruko dan pertokoan kecil; | |||
2. pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan skala regional pada pusat- pusat Kegiatan; | |||
3. pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan kota pada tiap pusat kecamatan; | |||
4. pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan lingkungan pada pusat- pusat lingkungan dengan dukungan akses sekurang-kurangnya jalan Lokal Sekunder; | |||
5. penyediaan ruang untuk mengurangi dan mengatasi dampak yang ditimbulkan dari setiap Kegiatan perdagangan dan jasa; | |||
6. pengembangan jalur dan tempat evakuasi bencana; | |||
7. pengembangan prasarana jaringan jalan; dan/atau | |||
8. pengembangan Ruang Terbuka Hijau; | |||
b. intensitas Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang diperbolehkan, meliputi: | |||
1. KDB maksimal 80% (delapan puluh persen); | |||
2. Ketinggian bangunan maksimal 152 (seratus lima puluh dua) meter; | |||
3. KLB maksimal 30 (tiga puluh); dan | |||
4. KDH minimal 20% (dua puluh persen); | |||
c. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: | |||
1. penyediaan prasarana berupa: | |||
a) jaringan energi; | |||
b) jaringan telekomunikasi; | |||
c) jaringan sumber daya air; | |||
d) sistem penyediaan air minum; | |||
e) Sistem Pengelolaan Air Limbah; | |||
f) jaringan persampahan; | |||
g) pendirian bangunan sarana dan prasarana pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) secara mandiri; | |||
h) jaringan drainase; | |||
i) jalur sepeda; | |||
j) jaringan pejalan kaki; | |||
k) jembatan; dan/atau | |||
l) fasilitas parkir; | |||
2. pengembangan kegiatan industri dengan syarat penyediaan SPAL secara mandiri; | |||
3. pengembangan kegiatan pariwisata; | |||
4. pengembangan kegiatan perumahan; | |||
5. pengembangan fasilitas umum dan fasilitas sosial; | |||
6. pengembangan infrastruktur perkotaan; | |||
7. pengembangan kegiatan perkantoran; | |||
8. pengembangan sektor informal; dan/atau | |||
9. pengembangan kegiatan pengembangan terminal. | |||
d. intensitas Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: | |||
1. KDB maksimal 75% (delapan puluh persen); | |||
2. Ketinggian bangunan maksimal 62 (enam puluh dua) meter; | |||
3. KLB maksimal 11 (sebelas); dan | |||
4. KDH minimal 25% (dua puluh lima persen); | |||
e. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi Pemanfaatan | |||
Ruang yang mengganggu fungsi kawasan; dan | |||
f. penyediaan sarana prasarana minimal berupa: | |||
1. jaringan jalan dan fasilitas pelengkap jalan; dan/atau | |||
2. aksesibilitas untuk penyandang disabilitas. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal|88| | |||
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Perkantoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf g berisi ketentuan mengenai: | |||
a. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi: | |||
1. pengembangan kegiatan perkantoran, baik pemerintah maupun swasta; | |||
2. pembangunan sarana perkantoran baru; | |||
3. penyediaan Ruang Terbuka Hijau ; | |||
4. pengembangan prasarana jaringan jalan; dan/atau | |||
5. pengembangan jalur evakuasi bencana; | |||
b. intensitas Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang diperbolehkan, meliputi: | |||
1. KDB maksimal 80% (delapan puluh persen); | |||
2. Ketinggian bangunan maksimal 122 (seratus dua puluh dua) meter; | |||
3. KLB maksimal 24 (dua puluh empat); dan | |||
4. KDH minimal 20% (dua puluh persen); | |||
c. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: | |||
1. penyediaan prasarana berupa: | |||
a) jaringan energi; | |||
b) jaringan telekomunikasi; | |||
c) jaringan sumber daya air; | |||
d) sistem penyediaan air minum; | |||
e) Sistem Pengelolaan Air Limbah; | |||
f) jaringan persampahan; | |||
g) jaringan drainase; | |||
h) jalur sepeda; | |||
i) jaringan pejalan kaki; | |||
j) jembatan; dan/atau k) fasilitas parkir; | |||
2. pengembangan kegiatan perumahan; | |||
3. pengembangan fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan/atau | |||
4. pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa; | |||
d. intensitas Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: | |||
1. KDB maksimal 75% (delapan puluh persen); | |||
2. Ketinggian bangunan maksimal 62 (enam puluh dua) meter; | |||
3. KLB maksimal 11 (sebelas); dan | |||
4. KDH minimal 25% (sepuluh persen); | |||
e. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi, Pemanfaatan Ruang yang mengganggu fungsi kawasan; dan | |||
f. penyediaan sarana prasarana minimal berupa: | |||
1. jaringan jalan dan fasilitas pelengkap jalan; | |||
2. penyediaan sumur resapan; dan/atau | |||
3. aksesibilitas untuk penyandang disabilitas. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal|89| | |||
Ketentuan Umum Zonasi Kawasan Transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf h berisi ketentuan mengenai: | |||
a. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi: | |||
1. pengembangan kegiatan operasional, penunjang operasional, dan pengembangan Kawasan Transportasi untuk mendukung pergerakan orang dan barang; | |||
2. pengembangan pembangunan fasilitas yang mendukung fungsi pelayanan transportasi; | |||
3. pengembangan pembangunan fasilitas untuk penyediaan kebutuhan penumpang; | |||
4. pengembangan kawasan yang berorientasi pada Kegiatan transportasi; | |||
5. pengembangan prasarana jaringan transportasi; | |||
6. pengembangan jalur evakuasi bencana; dan/atau | |||
7. pengembangan Ruang Terbuka Hijau; | |||
b. intensitas Pemanfaatan Ruang yang ditetapkan: | |||
1. KDB maksimal 80% (delapan puluh persen); | |||
2. Ketinggian bangunan maksimal 32 (tiga puluh dua) meter; | |||
3. KLB maksimal 6 (enam); dan | |||
4. KDH minimal 20% (sepuluh persen); | |||
c. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi: | |||
1. pengembangan kegiatan Pemanfaatan Ruang yang tidak mengganggu kelancaran lalu lintas dalam Kawasan Transportasi; dan/atau | |||
2. penyediaan prasarana berupa: | |||
a) jaringan energi; | |||
b) jaringan telekomunikasi; | |||
c) jaringan sumber daya air; | |||
d) sistem penyediaan air minum; | |||
e) Sistem Pengelolaan Air Limbah; | |||
f) jaringan persampahan; | |||
g) jaringan drainase; | |||
h) jalur sepeda; | |||
i) jaringan pejalan kaki; dan/atau | |||
j) fasilitas parkir; | |||
d. intensitas Pemanfaatan Ruang yang ditetapkan: | |||
1. KDB maksimal 75% (tujuh puluh lima persen); | |||
2. Ketinggian bangunan maksimal 14 (empat belas) meter; | |||
3. KLB maksimal 2 (dua); dan | |||
4. KDH minimal 25% (dua puluh lima persen); | |||
e. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi Pemanfaatan Ruang yang mengganggu fungsi transportasi; dan | |||
f. penyediaan sarana prasarana minimal berupa: | |||
1. jaringan jalan dan fasilitas pelengkap jalan; | |||
2. fasilitas parkir; | |||
3. penyediaan sumur resapan; dan/atau | |||
4. aksesibilitas untuk penyandang disabilitas. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal|90| | |||
Ketentuan Umum Zonasi pada Kawasan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf i berisi ketentuan mengenai: | |||
a. kegiatan yang diperbolehkan, meliputi kegiatan yang mendukung fungsi pertahanan dan keamanan serta pembangunan sarana dan prasarana pendukung sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; | |||
b. intensitas Pemanfaatan Ruang yang ditetapkan untuk kegiatan yang diperbolehkan: | |||
1. KDB maksimal 80% (delapan puluh persen); dan | |||
2. KDH minimal 20% (dua puluh persen); | |||
c. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat, meliputi: | |||
1. kegiatan budi daya di sekitar Kawasan Pertahanan dan Keamanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan; dan/atau | |||
2. pengembangan jalur dan tempat evakuasi bencana; | |||
d. intensitas Pemanfaatan Ruang yang ditetapkan untuk kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat: | |||
1. KDB maksimal 70% (tujuh puluh persen); dan | |||
2. KDH minimal 30% (tiga puluh persen); | |||
e. kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi Pemanfaatan Ruang yang mengganggu fungsi pertahanan dan keamanan; dan | |||
f. penyediaan sarana dan prasarana minimal, meliputi: | |||
1. jaringan jalan dan fasilitas pelengkap jalan; dan/atau | |||
2. sumur resapan. | |||
}} | |||
Paragraf 3 | |||
Ketentuan Khusus | |||
{{Perundangan pasal|91| | |||
Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf d, meliputi: | |||
a. ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana; | |||
b. ketentuan khusus KKOP; | |||
c. ketentuan khusus Kawasan Cagar Budaya; dan | |||
d. ketentuan khusus Kawasan Pertanian Pangan | |||
Berkelanjutan (KP2B). | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal|92| | |||
{{Perundangan ayat|92|1|Ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf a, meliputi: | |||
a. Kawasan Rawan Bencana banjir bandang tinggi; | |||
b. Kawasan Rawan Bencana banjir bandang sedang; | |||
c. Kawasan Rawan Bencana kebakaran sedang; | |||
d. Kawasan Rawan Bencana gerakan tanah sedang; dan | |||
e. Kawasan Rawan Bencana tanah longsor sedang.}} | |||
{{Perundangan ayat|92|2|Ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana banjir bandang tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: | |||
a. ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana banjir bandang tinggi pada Kawasan Perlindungan Setempat, Taman Kota, Taman Kelurahan, Taman RW, Pemakaman, dan Jalur Hijau meliputi: | |||
1. penetapan batas dataran banjir; | |||
2. pengaturan vegetasi untuk mengendalikan kecepatan aliran air dan erosi tanah; | |||
3. pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan bencana; | |||
4. penyediaan sarana dan prasarana minimal berupa jalur evakuasi, tempat evakuasi bencana, rambu dan papan informasi tentang evakuasi bencana; dan/atau | |||
5. Pemanfaatan Ruang sebagai Kawasan Perlindungan Setempat, Taman Kota, Taman Kelurahan, Taman RW, Pemakaman, dan Jalur Hijau; | |||
b. ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana banjir bandang tinggi pada Kawasan Peruntukan Industri, Kawasan Perumahan, Kawasan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial, Kawasan Perdagangan dan Jasa, dan Kawasan Perkantoran meliputi: | |||
1. penetapan batas dataran banjir; | |||
2. pengaturan vegetasi untuk mengendalikan kecepatan aliran air dan erosi tanah; | |||
3. pendirian bangunan dengan mempertimbangkan permasalahan kawasan; | |||
4. pelaksanaan sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat mengenai Kawasan Rawan Bencana banjir; | |||
5. pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan bencana; | |||
6. penyediaan sarana dan prasarana minimal berupa jalur evakuasi, tempat evakuasi bencana, rambu dan papan informasi tentang evakuasi bencana; | |||
7. pelarangan pendirian bangunan pada Kawasan Pertanian berupa Kawasan Tanaman Pangan dan Kawasan Peternakan; | |||
8. pembatasan pengembangan Kawasan Peruntukan Industri dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar | |||
65% (enam puluh lima persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak 2 (dua) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 35% (tiga puluh lima persen) dari luas kawasan; | |||
9. pembatasan pengembangan Kawasan Perumahan dan Kawasan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 65% (enam puluh lima persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak 2 (dua) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang- kurangnya 20% (dua puluh persen) dari luas kawasan; | |||
10. pembatasan pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 65% (enam puluh lima persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak 2 (dua) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari luas kawasan; dan/atau | |||
11. pembatasan pengembangan Kawasan Perkantoran dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 65% (enam puluh lima persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak 2 (dua) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang- kurangnya 20% (dua puluh persen) dari luas kawasan.}} | |||
{{Perundangan ayat|92|3|Ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana banjir bandang sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: | |||
a. ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana banjir bandang sedang pada Kawasan Perlindungan Setempat, Taman Kota, Taman Kecamatan, Taman Kelurahan, Taman RW, Taman RT, Pemakaman, Jalur Hijau, Kawasan Imbuhan Air Tanah, dan Kawasan Cagar Budaya meliputi: | |||
1. penetapan batas dataran banjir; | |||
2. pengaturan vegetasi untuk mengendalikan kecepatan aliran air dan erosi tanah; | |||
3. pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan bencana; | |||
4. penyediaan sarana dan prasarana minimal berupa jalur evakuasi, tempat evakuasi bencana, rambu dan papan informasi tentang evakuasi bencana; | |||
5. Pemanfaatan Ruang sebagai Kawasan Perlindungan Setempat, Taman Kota, Taman Kecamatan, Taman Kelurahan, Taman RW, Taman RT, Pemakaman, Jalur Hijau, dan Kawasan Imbuhan Air Tanah; dan/atau | |||
6. Pemanfaatan Ruang sebagai Kawasan Cagar Budaya dengan kepentingan pelestarian budaya dan peninggalan sejarah. | |||
b. ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana banjir bandang sedang pada Kawasan Tanaman Pangan, Kawasan Peruntukan Industri, Kawasan Pariwisata, Kawasan Perumahan, Kawasan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial, Kawasan Infrastruktur Perkotaan, Kawasan Campuran, Kawasan Perdagangan dan Jasa, Kawasan Perkantoran, dan Kawasan Pertahanan dan Keamanan meliputi: | |||
1. penetapan batas dataran banjir; | |||
2. pengaturan vegetasi untuk mengendalikan kecepatan aliran air dan erosi tanah; | |||
3. pendirian bangunan dengan mempertimbangkan permasalahan kawasan; | |||
4. pelaksanaan sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat mengenai Kawasan Rawan Bencana banjir bandang; | |||
5. pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan bencana; | |||
6. penyediaan sarana dan prasarana minimal berupa jalur evakuasi, tempat evakuasi bencana, rambu dan papan informasi tentang evakuasi bencana; | |||
7. pembatasan pengembangan kawasan Kawasan Tanaman Pangan dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 5% (lima persen); | |||
8. pembatasan pengembangan Kawasan Peruntukan Industri dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak 2 (dua) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan; | |||
9. pembatasan pengembangan Kawasan Pariwisata dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 60% (enam puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak | |||
2 (dua) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan; | |||
10. pembatasan pengembangan Kawasan Perumahan, Kawasan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial, dan Kawasan Infrastruktur Perkotaan dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak 2 (dua) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari luas kawasan; | |||
11. pembatasan pengembangan Kawasan Campuran dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak | |||
3 (tiga) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen) dari luas kawasan; | |||
12. pembatasan pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar | |||
70% (tujuh puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak 3 (tiga) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari luas kawasan; | |||
13. pembatasan pengembangan Kawasan Perkantoran dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak | |||
3 (tiga) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari luas kawasan; | |||
14. pembatasan pengembangan Kawasan Transportasi dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak 2 (dua) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari luas kawasan; dan/atau | |||
15. pengembangan Kawasan Pertahanan dan Keamanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.}} | |||
{{Perundangan ayat|92|4|Ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana kebakaran sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: | |||
a. ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana kebakaran sedang pada Kawasan Perlindungan Setempat, Pemakaman, dan Jalur Hijau meliputi: | |||
1. pengembangan fasilitas pemadam kebakaran; | |||
2. pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan bencana; | |||
3. penyediaan sarana dan prasarana minimal berupa fasilitas pemadam kebakaran, jalur evakuasi bencana, tempat evakuasi bencana, rambu dan papan informasi tentang evakuasi bencana; dan | |||
4. Pemanfaatan Ruang sebagai Kawasan Perlindungan Setempat, Pemakaman, dan Jalur Hijau. | |||
b. ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana kebakaran sedang pada Kawasan Perumahan, Kawasan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial, Kawasan Perdagangan dan Jasa, dan Kawasan Perkantoran meliputi: | |||
1. pengembangan fasilitas pemadam kebakaran; | |||
2. pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan bencana; | |||
3. pemasangan pengumuman lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; | |||
4. penyediaan sarana dan prasarana minimal berupa fasilitas pemadam kebakaran, jalur evakuasi bencana, tempat evakuasi bencana, rambu dan papan informasi tentang evakuasi bencana; | |||
5. pembatasan Pemanfaatan Ruang dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi; | |||
6. pembatasan pengembangan Kawasan Perumahan dan Kawasan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak 2 (dua) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang- kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan; | |||
7. pembatasan pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak 3 (tiga) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari luas kawasan; dan/atau | |||
8. pembatasan pengembangan Kawasan Perkantoran dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak | |||
3 (tiga) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari luas kawasan.}} | |||
{{Perundangan ayat|92|5|Ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana gerakan tanah sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: | |||
a. ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana gerakan tanah sedang pada Kawasan Perlindungan Setempat, Taman Kecamatan, Taman Kelurahan, Taman RW, Taman RT, Pemakaman, Kawasan Imbuhan Air Tanah, dan Kawasan Cagar Budaya meliputi: | |||
1. penerapan teknik pengendalian gerakan tanah dan stabilisasi tanah; | |||
2. pendirian bangunan untuk kepentinganpemantauan bencana; | |||
3. penyediaan sarana dan prasarana minimal berupa jalur evakuasi, tempat evakuasi bencana, rambu dan papan informasi tentang evakuasi bencana; | |||
4. Pemanfaatan Ruang sebagai Kawasan Perlindungan Setempat, Taman Kecamatan, Taman Kelurahan, Taman RW, Taman RT, Pemakaman, dan Kawasan Imbuhan Air Tanah; dan/atau | |||
5. Pemanfaatan Ruang sebagai Kawasan Cagar Budaya dengan kepentingan pelestarian budaya dan peninggalan sejarah; | |||
b. ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana gerakan tanah sedang pada Kawasan Tanaman Pangan, Kawasan Peruntukan Industri, Kawasan Perumahan, Kawasan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial, Kawasan Infrastruktur Perkotaan, dan Kawasan Perdagangan dan Jasa meliputi: | |||
1. pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan bencana; | |||
2. penerapan teknik pengendalian gerakan tanah dan stabilisasi tanah; | |||
3. pembangunan sistem peringatan dini dan rambu-rambu peringatan bencana; | |||
4. penyediaan sarana dan prasarana minimal berupa jalur evakuasi, tempat evakuasi bencana, rambu dan papan informasi tentang evakuasi bencana; | |||
5. pembatasan pengembangan Kawasan Tanaman Pangan berupa Kawasan Tanaman Pangan dan Kawasan Peternakan dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 10% (sepuluh persen); | |||
6. pembatasan pengembangan Kawasan Peruntukan Industri dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak 2 (dua) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan; | |||
7. pembatasan pengembangan Kawasan Pariwisata dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 60% (enam puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak | |||
2 (dua) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan; | |||
8. pembatasan pengembangan Kawasan Permukiman dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak | |||
2 (dua) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari luas kawasan; dan/atau | |||
9. pembatasan pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak 3 (tiga) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari luas kawasan.}} | |||
{{Perundangan ayat|92|6|Ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana tanah longsor sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi: | |||
a. ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana tanah longsor sedang pada Kawasan Perlindungan Setempat, Taman Kelurahan, Taman RW, dan Pemakaman meliputi: | |||
1. Pemanfaatan Ruang sebagai Kawasan Perlindungan Setempat dan Taman Kelurahan, Taman RW, dan Pemakaman; | |||
2. pengaturan kontur dan pengolahan tanah; | |||
3. pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan bencana; dan/atau | |||
4. penyediaan sarana dan prasarana minimal berupa jalur evakuasi, tempat evakuasi bencana, rambu, dan papan informasi tentang evakuasi bencana. | |||
b. ketentuan khusus Kawasan Rawan Bencana tanah longsor sedang pada Kawasan Tanaman Pangan, Kawasan Perumahan, Kawasan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial, dan Kawasan Perdagangan dan Jasa meliputi: | |||
1. pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan bencana; | |||
2. pembangunan sistem peringatan dini dan rambu-rambu peringatan bencana; | |||
3. penyediaan sarana dan prasarana minimal berupa jalur evakuasi, tempat evakuasi bencana, rambu dan papan informasi tentang evakuasi bencana; | |||
4. pembatasan pengembangan Kawasan Pertanian berupa Kawasan Tanaman Pangan dan Kawasan Peternakan dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar | |||
10% (sepuluh persen); | |||
5. pembatasan pengembangan Kawasan Perumahan dan Kawasan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak 2 (dua) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang- kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan; dan/atau | |||
6. pembatasan pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa dengan ketentuan koefisien dasar bangunan maksimal sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan jumlah lantai maksimal sebanyak 3 (tiga) lantai serta diwajibkan menyediakan Ruang Terbuka Hijau sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari luas kawasan.}} | |||
{{Perundangan ayat|92|7|Ketentuan Khusus Kawasan Rawan Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan ketelitian 1:25.000 (satu banding dua puluh lima ribu) pada Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.}} | |||
}} | }} | ||
}} | {{Perundangan pasal|93| | ||
{{Perundangan ayat|93|1|Ketentuan khusus KKOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf b pada Kawasan Perlindungan Setempat, Rimba Kota, Taman Kota, Taman Kecamatan, Taman Kelurahan, Taman RW, Taman RT, Pemakaman, Jalur Hijau, Kawasan Imbuhan Air Tanah, Kawasan Cagar Budaya, Kawasan Tanaman Pangan, Kawasan Peruntukan Industri, Kawasan Pariwisata, Kawasan Perumahan, Kawasan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial, Kawasan Infrastruktur Perkotaan, Kawasan Campuran, Kawasan Perdagangan dan Jasa, Kawasan Perkantoran, Kawasan Transportasi, dan Kawasan Pertahanan dan Keamanan mengikuti peraturan perundangan yang ditetapkan oleh pejabat berwenang.}} | |||
{{Perundangan ayat|93|2|Ketentuan Khusus Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan ketelitian | |||
1:25.000 (satu banding dua puluh lima ribu) pada Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.}} | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal|94| | |||
{{Perundangan ayat|94|1|Ketentuan khusus Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c pada Pemakaman, Kawasan Peruntukan Industri, Kawasan Perumahan, Kawasan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial, Kawasan Campuran, Kawasan Perdagangan dan Jasa, dan Kawasan Perkantoran meliputi Pemanfaatan Ruang secara adaptif dengan prinsip pelestarian cagar budaya.}} | |||
{{Perundangan ayat|94|2|Pemanfaatan Ruang secara adaptif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan rekomendasi dari tim ahli cagar budaya.}} | |||
{{Perundangan ayat|94|3|Ketentuan Khusus Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan ketelitian 1:25.000 (satu banding dua puluh lima ribu) pada Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.}} | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal|95| | |||
{{Perundangan ayat|95|1|Ketentuan khusus Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf d pada Kawasan Tanaman Pangan meliputi larangan alih fungsi lahan pada kawasan yang ditetapkan sebagai KP2B.}} | |||
{{Perundangan ayat|95|2|Ketentuan Khusus Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan ketelitian 1:25.000 (satu banding dua puluh lima ribu) pada Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.}} | |||
}} | |||
}}<!--/bagian Kedua--> | }}<!--/bagian Kedua--> | ||
}}<!--/BAB-- | {{Perundangan bagian|Ketiga|Ketentuan Insentif dan Disinsentif| | ||
Paragraf 1 | |||
Umum | |||
{{Perundangan pasal|96| | |||
{{Perundangan ayat|96|1|Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf b merupakan ketentuan yang diterapkan untuk mendorong pelaksanaan Pemanfaatan Ruang agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan untuk mencegah Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai Rencana Tata Ruang, terdiri atas: | |||
a. ketentuan insentif; dan | |||
b. ketentuan disinsentif.}} | |||
{{Perundangan ayat|96|2|Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk: | |||
a. meningkatkan upaya Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam rangka mewujudkan Tata Ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang; | |||
b. memfasilitasi kegiatan Pemanfaatan Ruang agar sejalan dengan Rencana Tata Ruang; dan | |||
c. meningkatkan kemitraan semua masyarakat dalam rangka Pemanfaatan Ruang yang sejalan dengan Rencana Tata Ruang.}} | |||
{{Perundangan ayat|96|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pemberian insentif dan pengenaan disinsentif diatur dengan Peraturan Walikota.}} | |||
}} | |||
Paragraf 2 | |||
Ketentuan Insentif | |||
{{Perundangan pasal|97| | |||
{{Perundangan ayat|97|1|Ketentuan insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1) huruf a merupakan perangkat untuk memotivasi, mendorong, memberikan daya tarik, dan/atau terhadap kegiatan Pemanfaatan Ruang yang memiliki nilai tambah pada kawasan yang perlu didorong pengembangannya.}} | |||
{{Perundangan ayat|97|2|Ketentuan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)disusun berdasarkan: | |||
a. rencana Struktur Ruang, rencana Pola Ruang wilayah kota, dan Kawasan Strategis Kota; | |||
b. Ketentuan Umum Zonasi; dan | |||
c. ketentuan Peraturan Perundang-undangan sektor terkait lainnya.}} | |||
{{Perundangan ayat|97|3|Ketentuan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: | |||
a. insentif fiskal berupa pemberian keringanan pajak dan/atau retribusi dan/atau penerimaan negara bukan pajak; dan/atau | |||
b. insentif non fiskal berupa pemberian kompensasi, subsidi, imbalan, sewa ruang, urun saham, penyediaan sarana dan prasarana, penghargaan, dan/atau publikasi atau promosi.}} | |||
{{Perundangan ayat|97|4|Ketentuan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: | |||
a. insentif dari pemerintah kota kepada Pemerintah Daerah lainnya; dan | |||
b. insentif dari pemerintah kota kepada masyarakat.}} | |||
{{Perundangan ayat|97|5|Ketentuan insentif dari pemerintah kota kepada Pemerintah Daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a berupa: | |||
a. pemberian kompensasi; | |||
b. pemberian penyediaan sarana dan prasarana; | |||
c. penghargaan; dan/atau | |||
d. publikasi atau promosi daerah.}} | |||
{{Perundangan ayat|97|6|Ketentuan insentif dari pemerintah kota kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b berupa: | |||
a. pemberian keringanan pajak dan/atau retribusi; | |||
b. subsidi; | |||
c. pemberian kompensasi; | |||
d. imbalan; | |||
e. sewa ruang; | |||
f. urun saham; | |||
g. fasilitasi persetujuan KKPR; | |||
h. penyediaan sarana dan prasarana; | |||
i. penghargaan; dan/atau | |||
j. publikasi/promosi.}} | |||
}} | |||
Paragraf 3 | |||
Ketentuan Disinsentif | |||
{{Perundangan pasal|98| | |||
{{Perundangan ayat|98|1|Ketentuan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1) huruf b merupakan perangkat untuk mencegah dan/atau memberikan batasan terhadap Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang sejalan dengan Rencana Tata Ruang dalam hal berpotensi melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.}} | |||
{{Perundangan ayat|98|2|Ketentuan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan: | |||
a. rencana Struktur Ruang, rencana Pola Ruang wilayah kota dan Kawasan Strategis Kota; | |||
b. Ketentuan Umum Zonasi kota; dan | |||
c. ketentuan Peraturan Perundang-undangan sektor terkait lainnya.}} | |||
{{Perundangan ayat|98|3|Ketentuan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: | |||
a. disinsentif fiskal berupa pengenaan pajak yang tinggi dan/atau retribusi yang tinggi; dan/atau | |||
b. disinsentif non fiskal berupa: | |||
1. kewajiban memberi kompensasi/imbalan; | |||
2. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau | |||
3. pemberian status tertentu.}} | |||
{{Perundangan ayat|98|4|Ketentuan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: | |||
a. disinsentif dari pemerintah kota kepada Pemerintah Daerah lainnya; dan | |||
b. disinsentif dari pemerintah kota kepada masyarakat.}} | |||
{{Perundangan ayat|98|5|Ketentuan disinsentif dari pemerintah kota kepada Pemerintah Daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a berupa pembatasan penyediaan sarana dan prasarana.}} | |||
{{Perundangan ayat|98|6|Ketentuan disinsentif dari pemerintah kota kepada masyarakat, sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b berupa: | |||
a. pengenaan pajak dan/atau retribusi yang tinggi; | |||
b. kewajiban pemberi kompensasi/imbalan; dan/atau; | |||
c. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana.}} | |||
}} | |||
}}<!--/bagian Ketiga--> | |||
{{Perundangan bagian|Keempat|Arahan Sanksi| | |||
{{Perundangan pasal|99| | |||
{{Perundangan ayat|99|1|Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf c berupa sanksi administratif adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran ketentuan kewajiban Pemanfaatan Ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang.}} | |||
{{Perundangan ayat|99|2|Arahan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perangkat atau upaya pengenaan sanksi yang diberikan kepada pelanggar Pemanfaatan Ruang.}} | |||
{{Perundangan ayat|99|3|Arahan sanksi admistratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi: | |||
a. untuk mewujudkan tertib tata ruang dan tegaknya ketentuan Peraturan Perundang-undangan bidang Penataan Ruang; dan | |||
b. sebagai acuan dalam pengenaan sanksi administratif terhadap: | |||
1. Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan RTRW Kota; | |||
2. Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; | |||
3. Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau | |||
4. Pemanfaatan Ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh ketentuan Peraturan Perundang-undangan sebagai milik umum.}} | |||
{{Perundangan ayat|99|4|Arahan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan: | |||
a. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran Pemanfaatan Ruang; | |||
b. nilai manfaat pengenaan sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran Pemanfaatan Ruang; dan/atau | |||
c. kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran Pemanfaatan Ruang.}} | |||
{{Perundangan ayat|99|5|Arahan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa: | |||
a. peringatan tertulis; | |||
b. denda administratif; | |||
c. penghentian sementara Kegiatan; | |||
d. penghentian sementara pelayanan umum; | |||
e. penutupan lokasi; | |||
f. pencabutan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; | |||
g. pembatalan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; | |||
h. pembongkaran bangunan; dan/atau | |||
i. pemulihan fungsi ruang.}} | |||
}} | |||
}}<!--/bagian Keempat--> | |||
{{Perundangan bagian|Kelima|Penilaian Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang| | |||
Paragraf 1 | |||
Umum | |||
{{Perundangan pasal|100| | |||
{{Perundangan ayat|100|1|Penilaian pelaksanaan Pemanfaatan Ruang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf d, terdiri atas: | |||
a. penilaian pelaksanaan KKPR; dan | |||
b. penilaian perwujudan Rencana Tata Ruang.}} | |||
{{Perundangan ayat|100|2|Penilaian pelaksanaan KKPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk memastikan: | |||
a. kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR; dan | |||
b. pemenuhan prosedur perolehan KKPR.}} | |||
{{Perundangan ayat|100|3|Penilaian perwujudan Rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan penilaian perwujudan rencana Struktur Ruang dan rencana Pola Ruang.}} | |||
{{Perundangan ayat|100|4|Penilaian perwujudan Rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap: | |||
a. kesesuaian program; | |||
b. kesesuaian lokasi; dan | |||
c. kesesuaian waktu pelaksanaan Kegiatan Pemanfaatan Ruang.}} | |||
}} | |||
Paragraf 2 | |||
Penilaian Pelaksanaan Ketentuan KKPR | |||
{{Perundangan pasal|101| | |||
{{Perundangan ayat|101|1|Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) huruf a dilakukan pada periode: | |||
a. selama pembangunan; dan | |||
b. pasca pembangunan.}} | |||
{{Perundangan ayat|101|2|Penilaian pada periode selama pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan dalam memenuhi ketentuan KKPR.}} | |||
{{Perundangan ayat|101|3|Penilaian pada periode selama pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya KKPR.}} | |||
{{Perundangan ayat|101|4|Penilaian pada periode pasca pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk memastikan kepatuhan hasil pembangunan dengan ketentuan dokumen KKPR.}} | |||
}} | |||
Paragraf 3 | |||
Penilaian Pemenuhan Prosedur Perolehan KKPR | |||
{{Perundangan pasal|102| | |||
{{Perundangan ayat|102|1|Penilaian pemenuhan prosedur perolehan KKPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) huruf b dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaku pembangunan/pemohon terhadap tahapan dan persyaratan perolehan KKPR sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.}} | |||
{{Perundangan ayat|102|2|KKPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterbitkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.}} | |||
{{Perundangan ayat|102|3|KKPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan Rencana Tata Ruang dapat dibatalkan oleh instansi pemerintah yang menerbitkan KKPR.}} | |||
{{Perundangan ayat|102|4|Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dimintakan ganti kerugian yang layak kepada instansi pemerintah yang menerbitkan KKPR.}} | |||
}} | |||
Paragraf 4 | |||
Penilaian Perwujudan Rencana Tata Ruang | |||
{{Perundangan pasal|103| | |||
{{Perundangan ayat|103|1|Penilaian perwujudan rencana Struktur Ruang dan rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3) dilakukan dengan: | |||
a. penilaian tingkat perwujudan rencana Struktur Ruang; dan | |||
b. penilaian tingkat perwujudan rencana Pola Ruang.}} | |||
{{Perundangan ayat|103|2|Penilaian tingkat perwujudan rencana Struktur Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan penyandingan pelaksanaan program pembangunan pusat-pusat pelayanan dan sistem jaringan prasarana terhadap rencana Struktur Ruang.}} | |||
{{Perundangan ayat|103|3|Penilaian tingkat perwujudan rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan penyandingan pelaksanaan program pengelolaan lingkungan, pembangunan berdasarkan perizinan berusaha, dan hak atas tanah terhadap Rencana Tata Ruang.}} | |||
{{Perundangan ayat|103|4|Penilaian perwujudan Rencana Tata Ruang dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dan dilaksanakan 1 (satu) tahun sebelum Peninjauan Kembali tata ruang}} | |||
{{Perundangan ayat|103|5|Pelaksanaan penilaian perwujudan Rencana Tata Ruang dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dalam hal terdapat perubahan kebijakan yang bersifat strategis nasional yang ditetapkan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.}} | |||
{{Perundangan ayat|103|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian pelaksanaan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) mengacu pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan.}} | |||
}}<!--/pasal--> | |||
}}<!--/bagian kelima--> | |||
}}<!--/bab VIII---> | |||
}} | |||
===BAB IX PENGAWASAN=== | |||
====Pasal 104==== | |||
(1) Pengawasan Penataan Ruang diselenggarakan untuk: | |||
a. menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan | |||
Penataan Ruang; | |||
b. menjamin terlaksananya penegakan hukum bidang | |||
Penataan Ruang; dan | |||
c. meningkatkan kualitas penyelenggaraan Penataan | |||
Ruang. | |||
(2) Pengawasan Penataan Ruang dilakukan melalui penilaian terhadap kinerja: | |||
a. pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan | |||
Penataan Ruang; | |||
b. fungsi dan manfaat penyelenggaraan Penataan | |||
Ruang; dan | |||
c. pemenuhan standar pelayanan minimal bidang | |||
Penataan Ruang. | |||
(3) Pengawasan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. | |||
====Pasal 105==== | |||
(1) Pengawasan Penataan Ruang terdiri atas Kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. | |||
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Kegiatan pengamatan terhadap penyelenggaraan Penataan Ruang secara langsung, tidak langsung, dan/atau melalui laporan masyarakat. | |||
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Kegiatan penilaian terhadap tingkat pencapaian penyelenggaraan Penataan Ruang secara terukur dan objektif. | |||
(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) | |||
merupakan Kegiatan penyampaian hasil evaluasi. | |||
====Pasal 106==== | |||
(1) Pengawasan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 dilakukan secara berkala setiap 2 (dua) tahun sejak RTRW ditetapkan. | |||
185 | |||
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pengawasan | |||
Penataan Ruang diatur dengan Peraturan Walikota. | |||
===BAB X KELEMBAGAAN=== | |||
====Pasal 107==== | |||
(1) Dalam rangka perwujudan Rencana Tata Ruang dilakukan koodinasi Penataan Ruang dan kerja sama wilayah. | |||
(2) Koordinasi dilakukan oleh Walikota dan dalam rangka penyelenggaraan Penataan Ruang secara partisipatif dapat dibantu oleh Forum Penataan Ruang. | |||
(3) Pelaksanaan Forum Penataan Ruang di daerah dilakukan dalam hal Walikota membutuhkan pertimbangan terkait pelaksanaan Penataan Ruang. | |||
(4) Forum Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Walikota. | |||
(5) Pembentukan, susunan keanggotaan, tugas, fungsi, dan tata kerja Forum Penataan Ruang dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan. | |||
===BAB XI HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT=== | |||
Bagian Kesatu | |||
Hak Masyarakat | |||
====Pasal 108==== | |||
Dalam Kegiatan mewujudkan Pemanfaatan Ruang wilayah, masyarakat berhak: | |||
a. berperan dalam proses Perencanaan Tata Ruang, | |||
Pemanfaatan Ruang, dan Pengendalian Pemanfaatan | |||
Ruang; | |||
b. mengetahui secara terbuka RTRW; | |||
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari Penataan Ruang; | |||
d. memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan Kegiatan | |||
pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; | |||
186 | |||
e. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang di wilayahnya; | |||
f. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang kepada pejabat berwenang; | |||
g. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila Kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang menimbulkan kerugian; dan | |||
h. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang. | |||
Bagian Kedua | |||
Kewajiban Masyarakat | |||
====Pasal 109==== | |||
Kewajiban masyarakat dalam Penataan Ruang wilayah meliputi: | |||
a. menaati Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan; | |||
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dari pejabat yang berwenang; | |||
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan | |||
kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; dan | |||
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. | |||
====Pasal 110==== | |||
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam Penataan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan Penataan Ruang yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. | |||
(2) Kaidah dan aturan Pemanfaatan Ruang yang dilakukan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur | |||
187 | |||
Pemanfaatan Ruang serta dapat menjamin Pemanfaatan | |||
Ruang yang serasi, selaras, dan seimbang. | |||
Bagian Ketiga | |||
Peran Masyarakat | |||
====Pasal 111==== | |||
(1) Peran masyarakat dalam penyelenggaraan Penataan | |||
Ruang meliputi: | |||
a. peran masyarakat dalam pelaksanaan Penataan | |||
Ruang; dan | |||
b. peran masyarakat dalam pengawasaan Penataan | |||
Ruang. | |||
(2) Peran masyarakat dalam pelaksanaan Penataan Ruang dilakukan pada tahap: | |||
a. Perencanaan Tata Ruang; | |||
b. Pemanfaatan Ruang; dan | |||
c. Pengendalian Pemanfaatan Ruang. | |||
(3) Peran masyarakat dalam Pengawasan Penataan Ruang dilakukan secara terus menerus selama masa berlakunya Rencana Tata Ruang. | |||
(4) Ketentuan mengenai peran masyarakat dalam pelaksanaan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berpedoman kepada ketentuan Peraturan Perundang-undangan. | |||
(5) Ketentuan mengenai peran masyarakat dalam Pengawasan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui: | |||
a. keikutsertaan memantau pelaksanaan penyelenggaraan Penataan Ruang; | |||
b. keikutsertaan mengevaluasi pelaksanaan | |||
penyelenggaraan Penataan Ruang; dan | |||
c. pemberian laporan terhadap ketidaksesuaian terhadap penyelenggaraan Penataan Ruang. | |||
(6) Peran masyarakat dibidang Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara lisan dan/atau tertulis. | |||
(7) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), | |||
dapat disampaikan kepada Walikota. | |||
188 | |||
(8) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga dapat disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Walikota. | |||
Paragraf 1 | |||
Peran Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang | |||
====Pasal 112==== | |||
(1) Bentuk peran masyarakat dalam proses Perencanaan Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2) huruf a dapat berupa: | |||
a. masukan mengenai: | |||
1. persiapan penyusunan Rencana Tata Ruang; | |||
2. penentuan arah pengembangan kota; | |||
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan; | |||
4. perumusan konsepsi Rencana Tata Ruang; | |||
dan/atau | |||
5. penetapan Rencana Tata Ruang; | |||
b. kerja sama dengan pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sesama unsur masyarakat dalam Perencanaan Tata Ruang. | |||
(2) Masyarakat dapat menyampaikan masukan | |||
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a melalui forum pertemuan yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah. | |||
Paragraf 2 | |||
Peran Masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang | |||
====Pasal 113==== | |||
Bentuk peran masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2) huruf b dapat berupa: | |||
a. masukan mengenai kebijakan Pemanfaatan Ruang; | |||
b. kerja sama dengan pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sesama unsur masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang; | |||
c. Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang sesuai dengan | |||
kearifan lokal dan Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan; | |||
189 | |||
d. peningkatan efisiensi, efektivitas dan keserasian dalam Pemanfaatan Ruang darat, ruang laut, ruang udara dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; | |||
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan | |||
f. kegiatan investasi dalam Pemanfaatan Ruang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. | |||
Paragraf 3 | |||
Peran Masyarakat dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang | |||
====Pasal 114==== | |||
Bentuk peran masyarakat dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2) huruf c dapat berupa: | |||
a. masukan terkait Ketentuan Umum Zonasi, perizinan, pemberian insentif, dan disinsentif serta pengenaan sanksi; | |||
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi | |||
pelaksanaan Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang melanggar Rencana Tata Ruang yang telah | |||
ditetapkan; | |||
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang. | |||
====Pasal 115==== | |||
(1) Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah Daerah dapat membangun strategi pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan Penataan Ruang serta sistem informasi dan komunikasi penyelenggaraan Penataan Ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh | |||
190 | |||
masyarakat sesuai dengan ketentuan Peraturan | |||
Perundang-undangan. | |||
(2) Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota. | |||
===BAB XII PENINJAUAN KEMBALI DAN REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH=== | |||
====Pasal 116==== | |||
(1) Jangka waktu RTRW adalah 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam setiap periode | |||
5 (lima) tahunan. | |||
(2) Peninjauan Kembali RTRW dapat dilakukan lebih dari | |||
1 (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahunan apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa: | |||
a. bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan | |||
ketentuan Peraturan Perundang-undangan; | |||
b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan undang-undang; | |||
c. perubahan batas daerah yang ditetapkan dengan | |||
undang-undang; atau | |||
d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis. | |||
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Peninjauan Kembali dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. | |||
===BAB XIII SENGKETA=== | |||
====Pasal 117==== | |||
(1) Penyelesaian sengketa Penataan Ruang diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. | |||
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, | |||
para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian | |||
191 | |||
sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai peraturan perundangundangan. | |||
===BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN=== | |||
====Pasal 118==== | |||
(1) RTRW ini berlaku selama 20 (dua puluh) tahun. | |||
(2) Untuk kepentingan operasionalisasi RTRW, maka disusun Peraturan Walikota tentang RDTR sebagai tindak lanjut dari Peraturan Daerah ini. | |||
====Pasal 119==== | |||
Dalam hal terdapat lahan sawah eksisting yang dilindungi tidak dapat tergambarkan sebagai Kawasan Pertanian tanaman pangan dalam Rencana Tata Ruang ini, diatur lebih lanjut dalam RDTR. | |||
===BAB XV KETENTUAN PERALIHAN=== | |||
====Pasal 120==== | |||
Dengan berlakunya peraturan daerah ini, maka: | |||
a. Izin Pemanfaatan Ruang atau Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan peraturan daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; | |||
b. Izin Pemanfaatan Ruang atau Kesesuaian Kegiatan | |||
Pemanfaatan Ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan daerah ini berlaku ketentuan: | |||
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunan, izin | |||
dan/atau kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan | |||
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, izin yang telah diterbitkan tetap berlaku namun | |||
tidak diperbolehkan adanya pengembangan. | |||
192 | |||
c. Izin Pemanfaatan Ruang yang telah habis masa berlakunya dan akan diperpanjang, ditindaklanjuti melalui mekanisme penerbitan kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. | |||
d. Pemanfaatan Ruang di daerah yang diselenggarakan tanpa izin dan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang, akan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini. | |||
===BAB XVI KETENTUAN PENUTUP=== | |||
====Pasal 121==== | |||
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota yang berkaitan dengan Penataan Ruang daerah dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. | |||
====Pasal 122==== | |||
(1) Peraturan Walikota sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. | |||
(2) Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota yang berkaitan dengan Penataan Ruang daerah disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan | |||
====Pasal 123==== | |||
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka: | |||
a. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang tahun | |||
2010-2030 (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2011 | |||
Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah | |||
Kota Malang Nomor 4); | |||
b. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Bagian Wilayah Perkotaan Malang Utara | |||
193 | |||
Tahun 2015-2035 (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2015 Nomor 11; Tambahan Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2016 Nomor 21); | |||
c. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Bagian Wilayah Perkotaan Malang Barat Tahun 2016-2036 (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2016 Nomor 1; Tambahan Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2016 Nomor 21); | |||
d. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 2 Tahun 2016 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Bagian Wilayah Perkotaan Malang Tengah Tahun | |||
2016-2036 (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2016 | |||
Nomor 2; Tambahan Lembaran Daerah Kota Malang | |||
Tahun 2016 Nomor 22); | |||
e. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 3 Tahun 2016 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Bagian Wilayah Perkotaan Malang Tenggara Tahun 2016-2036 (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2016 Nomor 6; Tambahan Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2016 Nomor 26); | |||
f. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Bagian Wilayah Perkotaan Malang Timur Tahun 2016-2036 (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2016 Nomor 7; Tambahan Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2016 Nomor 27); dan | |||
g. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2016 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Bagian Wilayah Perkotaan Malang Timur Laut Tahun 2016-2036 (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2016 Nomor 8; Tambahan Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2016 Nomor 28), | |||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. | |||
====Pasal 124==== | |||
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. | |||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Malang. | |||
===PENUTUP=== | |||
Ditetapkan di Malang | |||
pada tanggal 29 Desember 2022 | |||
WALIKOTA MALANG, | |||
ttd. SUTIAJI | |||
Diundangkan di Malang | |||
pada tanggal 30 Desember 2022 | |||
SEKRETARIS DAERAH KOTA MALANG, ttd. | |||
ERIK SETYO SANTOSO | |||
LEMBARAN DAERAH KOTA MALANG TAHUN 2022 NOMOR 6 | |||
NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 221-6/2022 | |||
Salinan sesuai dengan aslinya | |||
KEPALA BAGIAN HUKUM, | |||
Dr. SUPARNO, SH, M.Hum. Pembina Tk. I | |||
NIP. 19681112 199102 1 002 | |||
195 | |||