Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009/BAB VI
(BAB VI)
PEREDARAN[sunting sumber]
Bagian Kesatu
Umum[sunting sumber]
Pasal 35[sunting sumber]
Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 36[sunting sumber]
1 | Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri. |
2 | Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara perizinan peredaran Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. |
3 | Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan. |
4 | Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pendaftaran Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. |
Pasal 37[sunting sumber]
Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 38[sunting sumber]
Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.
Bagian Kedua
Penyaluran[sunting sumber]
Pasal 39[sunting sumber]
1 | Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. |
2 | Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri. |
Pasal 40[sunting sumber]
1 | Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu; b. apotek; c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; dan d. rumah sakit. |
2 | Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya; b. apotek; c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; d. rumah sakit; dan e. lembaga ilmu pengetahuan. |
3 | Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
a. rumah sakit pemerintah; b. pusat kesehatan masyarakat; dan c. balai pengobatan pemerintah tertentu. |
Pasal 41[sunting sumber]
Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 42[sunting sumber]
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyaluran Narkotika diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Penyerahan[sunting sumber]
Pasal 43[sunting sumber]
1 | Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh:
a. apotek; b. rumah sakit; c. pusat kesehatan masyarakat; d. balai pengobatan; dan e. dokter. |
2 | Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada:
a. rumah sakit; b. pusat kesehatan masyarakat; c. apotek lainnya; d. balai pengobatan; e. dokter; dan f. pasien. |
3 | Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika
kepada pasien berdasarkan resep dokter. |
4 | Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk:
a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan; b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan; atau c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. |
5 | Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek. |
Pasal 44[sunting sumber]
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyerahan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diatur dengan Peraturan Menteri.