Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2024
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAH RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang[sunting | sunting sumber]
a. bahwa untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan, perlu diatur pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberikan kepastian hukum, keadilan, dan melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik, Dokumen Elektronik, Teknologi Informasi, dan/ atau Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum;
b. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor Il Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dalam pelaksanaannya masih menimbulkan multitafsir dan kontroversi di masyarakat sehingga perlu dilakukan perubahan untuk mewujudkan rasa keadilan masyarakat dan kepastian hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
Mengingat[sunting | sunting sumber]
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E, Pasai 28F, Pasai 28G ayat (1), Pasai 281, dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nornor 5952);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.
Pasal I[sunting | sunting sumber]
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan ayat (4) Pasal 5 serta penjelasan ayat (1) dan ayat (4) Pasal 5 diubah sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik dan/ atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik dan/ atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal diatur Iain dalam Undang-Undang.
2. Ketentuan ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Pasal 13 serta penjelasan ayat (5) Pasal 13 diubah sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
(1) Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
(2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.
(3) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang beroperasi di Indonesia harus berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan dalam hal penyelenggaraan layanan yang menggunakan Sertifikat Elektronik belum tersedia di Indonesia.
(5) Pengakuan timbal balik (mutual recognition) untuk mengenali Sertifikat Elektronik antarnegara didasarkan pada perjanjian kerja sama.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
3. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 13A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13A
(1) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dapat menyelenggarakan layanan berupa:
a. Tanda Tangan Elektronik;
b. segel elektronik;
c. penanda waktu elektronik;
d. layanan pengiriman elektronik tercatat;
e. autentikasi situs web;
f. preservasi Tanda Tangan Elektronik dan/ atau segel elektronik;
g. identitas digital; dan/ atau
h. layanan lain yang menggunakan Sertifikat Elektronik.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan layanan sebagaimana dimaksqd pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
4. Penjelasan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 15 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan.
5. Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 16A dan Pasal 16B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16A
(1) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memberikan pelindungan bagi anak yang menggunakan atau mengakses Sistem Elektronik.
(2) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) meliputi pelindungan terhadap hak anak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai penggunaan produk, layanan, dan fitur yang dikembangkan dan diselenggarakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik.
(3) Dalam memberikan produk, layanan, dan fitur bagi anak, Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menerapkan teknologi dan langkah teknis operasional untuk memberikan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari tahap pengembangan sampai dengan tahap Penyelenggaraan Sistem Elektronik.
(4) Dalam memberikan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan:
a. informasi mengenai batasan minimum usia anak yang dapat menggunakan produk atau layanannya;
b. mekanisme verifikasi pengguna anak; dan
c. mekanisme pelaporan penyalahgunaan produk, layanan, dan fitur yang melanggar atau berpotensi melanggar hak anak.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 16B
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian sementara; dan/ atau
d. pemutusan Akses.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
6. Ketentuan ayat (1) Pasal 17 diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 17 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a), dan ketentuan ayat (3) Pasal 17 diubah sehingga Pasal 17 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik atau privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/ atau pertukaran Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
(2a) Transaksi Elektronik yang memiliki risiko tinggi bagi para pihak menggunakan Tanda Tangan Elektronik yang diamankan dengan Sertifikat Elektronik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (2a) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
7. Di antara Pasal 18 dan Pasal 19 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 18A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18A
(1) Kontrak Elektronik internasional yang menggunakan klausula baku yang dibuat oleh Penyelenggara Sistem Elektronik diatur dengan hukum Indonesia dalam hal:
a. pengguna layanan Penyelenggara Sistem Elektronik sebagai salah satu pihak dalam Transaksi Elektronik berasal dari Indonesia dan memberikan persetujuannya dari atau dalam yurisdiksi Indonesia;
b. tempat pelaksanaan kontrak ada di wilayah Indonesia; dan/ atau
c. Penyelenggara Sistem Elektronik memiliki tempat usaha atau melakukan kegiatan usaha di wilayah Indonesia.
(2) Kontrak Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahasa yang sederhana, jelas, dan mudah dipahami, serta menjunjung prinsip iktikad baik dan transparansi.
8. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
9. Di antara Pasal 27 dan Pasal 28 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 27A dan Pasal 27 B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27A
Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang Iain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.
Pasal 27B
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang Iain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk:
a. memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang Iain; atau
b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang Iain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:
a. memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang Iain; atau
b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
10. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang Iain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/ atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik Yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat.
11. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/ atau menakutnakuti.
12. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian materiel bagi Orang Iain.
13. Di antara ayat (2b) dan ayat (3) Pasal 40 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (2c) dan ayat (2d), ketentuan ayat (2b), ayat (5), dan ayat (6) Pasal 40 diubah, serta penjelasan ayat (2b) Pasal 40 diubah sehingga Pasal 40 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 40
(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan Akses dan/ atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan Akses terhadap Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
(2c) Perintah kepada Penyelenggara Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2b) berupa pemutusan Akses dan/ atau moderasi konten secara mandiri terhadap Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pornografi, perjudian, atau muatan lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sepanjang dimungkinkan secara teknologi. Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan moderasi konten terhadap Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan berbahaya bagi keselamatan nyawa atau kesehatan individu atau masyarakat.
(3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.
(4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.
(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan pelindungan data yang dimilikinya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (2a), ayat (2b), ayat (2c), ayat (2d), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
14. Di antara Pasal 40 dan Pasal 41 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 40A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4()A
(1) Pemerintah bertanggung jawab dalam mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif.
(2) Dalam rangka melaksanakan tanggung Ojawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah berwenang memerintahkan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan penyesuaian pada Sistem Elektronik dan/ atau melakukan tindakan tertentu.
(3) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib melaksanakan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Penyelenggara Sistem Elektronik melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyelenggara Sistem Elektronik dikenai sanksi administratif.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian sementara; dan/ atau
d. pemutusan Akses.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), wewenang Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
15. Ketentuan ayat (2), ayat (5), dan ayat (8) Pasal 43 diubah, ketentuan ayat (5) Pasal 43 ditambahkan 1 (satu) huruf, yakni huruf l, dan penjelasan ayat (5) huruf j Pasal 43 diubah sehingga Pasal 43 berbunyi sebagai berikut:
Pasai 43
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
(2) Penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan pelindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, dan integritas atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penggeledahan dan/ atau penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
(4) Dalam melakukan penggeledahan dan/ atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
(5) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/ atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/ atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan/ atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. membuat suatu data dan/ atau Sistem Elektronik yang terkait tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik agar tidak dapat diakses;
i. meminta informasi yang terdapat di dalam Sistem Elektronik atau informasi yang dihasilkan oleh Sistem Elektronik kepada Penyelenggara Sistem Elektronik yang terkait dengan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
j. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
k. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana; dan/ atau
l. memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan Akses secara sementara terhadap akun media sosial, rekening bank, uang elektronik, dan/ atau aset digital.
(6) Penangkapan dan penahanan terhadap pelaku tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
(7) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(7a) Dalam hal penyidikan sudah selesai, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat bekerja sama dengan penyidik negara Iain untuk berbagi informasi dan alat bukti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
16. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipidana dalam hal:
a. dilakukan demi kepentingan umum;
b. dilakukan untuk pembelaan atas dirinya sendiri; atau
c. Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik tersebut merupakan karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/ atau ilmu pengetahuan.
(3) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp10.OOO.OOO.000,OO (sepuluh miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp400.OOO.OOO,OO (empat ratus juta rupiah).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan tindak pidana aduan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana dan bukan oleh badan hukum.
(6) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dibuktikan kebenarannya dan bertentangan dengan apa yang diketahui padahal telah diberi kesempatan untuk membuktikannya, dipidana karena fitnah dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp750.OOO.OOO,OO (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(7) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipidana dalam hal:
a. dilakukan untuk kepentingan umum; atau
b. dilakukan karena terpaksa membela diri.
(8) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan / atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang Iain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk:
a. memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang Iain; atau
b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27B ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rpl .OOO.OOO.OOO,OO (satu miliar rupiah).
(9) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan dalam lingkungan keluarga, penuntutan pidana hanya dapat dilakukan atas aduan.
(10) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang Iain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:
a. memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang Iain; atau
b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27B ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00(satu miliar rupiah).
(11) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (10) hanya dapat dituntut atas pengaduan korban tindak pidana.
17. Ketentuan Pasal 45A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45A
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00(satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang Iain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/ atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00(satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
18. Ketentuan Pasal 45B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasai 45B
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/ atau menakutnakuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp750.000.OOO,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal II[sunting | sunting sumber]
1. Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 27A, Pasal 28 ayat (2), Pasal 28 ayat (3), Pasal 36, Pasal 45 ayat (1), Pasal 45 ayat (2), Pasal 45 ayat (4), Pasal 45 ayat (5), Pasal 45 ayat (6), Pasal 45 ayat (7), Pasal 45A ayat (2), dan Pasal 45A ayat (3) berlaku sampai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6842).
2. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024/penutup
Disahkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2024
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2024
MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PRATIKNO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 1
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA idang Perundang-undangan dan 190175