Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X: Perbedaan antara revisi

Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
←Mengganti halaman dengan '{{Perundangan bab|X|ANGKUTAN| {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Kesatu}} {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Kedua}} {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Ketiga}} {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Keempat}} {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Kelima}} {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Keenam}} {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Ketujuh}} {{:Undang-Undang Nomo...'
(←Membuat halaman berisi '{{Perundangan bab|X|ANGKUTAN| {{Perundangan bagian|Kesatu|Angkutan Orang dan Barang| {{Perundangan pasal|137| {{Perundangan ayat|137|1|Angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.}} {{Perundangan ayat|137|2|Angkutan orang yang menggunakan Kendaraan Bermotor berupa Sepeda Motor, Mobil penumpang, atau bus.}} {{Perundangan ayat|137|3|Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan mobil barang.}} {{Per...')
 
(←Mengganti halaman dengan '{{Perundangan bab|X|ANGKUTAN| {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Kesatu}} {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Kedua}} {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Ketiga}} {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Keempat}} {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Kelima}} {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Keenam}} {{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Ketujuh}} {{:Undang-Undang Nomo...')
Tag: Penggantian
 
Baris 1: Baris 1:
{{Perundangan bab|X|ANGKUTAN|
{{Perundangan bab|X|ANGKUTAN|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Angkutan Orang dan Barang|
{{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Kesatu}}
{{Perundangan pasal|137|
{{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Kedua}}
{{Perundangan ayat|137|1|Angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.}}
{{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Ketiga}}
{{Perundangan ayat|137|2|Angkutan orang yang menggunakan Kendaraan Bermotor berupa Sepeda Motor, Mobil penumpang, atau bus.}}
{{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Keempat}}
{{Perundangan ayat|137|3|Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan mobil barang.}}
{{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Kelima}}
{{Perundangan ayat|137|4|Mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali:
{{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Keenam}}
 
{{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Ketujuh}}
a. rasio Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai;
{{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Kedelapan}}
 
{{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Kesembilan}}
b. untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau
{{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Kesepuluh}}
 
{{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Kesebelas}}
c. kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.}}
{{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Kedua Belas}}
{{Perundangan ayat|137|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai mobil barang yang digunakan untuk angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Ketiga Belas}}
}}}}
{{:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009/BAB X/Bagian Keempat Belas}}
{{Perundangan bagian|Kedua|Kewajiban Menyediakan Angkutan Umum|
{{Perundangan pasal|138|
{{Perundangan ayat|138|1|Angkutan umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau.}}
{{Perundangan ayat|138|2|Pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1).}}
{{Perundangan ayat|138|3|Angkutan umum orang dan/atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|139|
{{Perundangan ayat|139|1|Pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota antarprovinsi serta lintas batas negara.}}
{{Perundangan ayat|139|2|Pemerintah Daerah provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota dalam provinsi.}}
{{Perundangan ayat|139|3|Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|139|4|Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketiga|Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum|
{{Perundangan paragraf|1|Umum}}
{{Perundangan pasal|140|
Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor
Umum terdiri atas:
a. angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek; dan
b. angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek.
}}
{{Perundangan paragraf|2|Standar Pelayanan Angkutan Orang}}
{{Perundangan pasal|141|
{{Perundangan ayat|141|1|Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi:
a. keamanan;
b. keselamatan;
c. kenyamanan;
d. keterjangkauan;
e. kesetaraan; dan
f. keteraturan.}}
{{Perundangan ayat|141|2|Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan.}}
{{Perundangan ayat|141|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
{{Perundangan paragraf|3|Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek}}
{{Perundangan pasal|142|
Jenis pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf a terdiri atas:
a. angkutan lintas batas negara;
b. angkutan antarkota antarprovinsi;
c. angkutan antarkota dalam provinsi;
d. angkutan perkotaan; atau
e. angkutan perdesaan.
}}
{{Perundangan pasal|143|
Kriteria pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf a harus:
a. memiliki rute tetap dan teratur;
b. terjadwal, berawal, berakhir, dan menaikkan atau menurunkan penumpang di Terminal untuk angkutan antarkota dan lintas batas negara; dan
c. menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan untuk angkutan perkotaan dan perdesaan.
}}
{{Perundangan pasal|144|
Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum disusun berdasarkan:
a. tata ruang wilayah;
b. tingkat permintaan jasa angkutan;
c. kemampuan penyediaan jasa angkutan;
d. ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e. kesesuaian dengan kelas jalan;
f. keterpaduan intramoda angkutan; dan
g. keterpaduan antarmoda angkutan.
}}
{{Perundangan pasal|145|
{{Perundangan ayat|145|1|Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 disusun dalam bentuk rencana umum jaringan trayek.}}
{{Perundangan ayat|145|2|Penyusunan rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi terkait.}}
{{Perundangan ayat|145|3|Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. jaringan trayek lintas batas negara;
b. jaringan trayek antarkota antarprovinsi;
c. jaringan trayek antarkota dalam provinsi;
d. jaringan trayek perkotaan; dan
e. jaringan trayek perdesaan.}}
{{Perundangan ayat|145|4|Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikaji ulang secara berkala paling lama 5 (lima) tahun.}}
}}
{{Perundangan pasal|146|
{{Perundangan ayat|146|1|Jaringan trayek perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3) huruf d disusun berdasarkan kawasan perkotaan.}}
{{Perundangan ayat|146|2|Kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah provinsi;
b. gubernur untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi; atau
c. bupati/walikota untuk kawasan perkotaan yang berada dalam wilayah kabupaten/kota.}}
}}
{{Perundangan pasal|147|
{{Perundangan ayat|147|1|Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum lintas batas negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3) huruf a ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan perjanjian antarnegara.}}
{{Perundangan ayat|147|2|Perjanjian antarnegara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.}}
}}
{{Perundangan pasal|148|
Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan oleh:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum antarkota antarprovinsi dan perkotaan yang melampaui batas 1 (satu) provinsi;
b. gubernur untuk jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum antarkota dalam provinsi dan perkotaan yang melampaui batas 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapat persetujuan dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; atau
c. bupati/walikota untuk jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum perkotaan dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota setelah mendapat persetujuan dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}
{{Perundangan pasal|149|
Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3) huruf e ditetapkan oleh:
a. bupati untuk kawasan perdesaan yang menghubungkan 1 (satu) daerah kabupaten;
b. gubernur untuk kawasan perdesaan yang melampaui 1 (satu) daerah kabupaten dalam 1 (satu) daerah provinsi; atau
c. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk kawasan perdesaan yang melampaui satu daerah provinsi.
}}
{{Perundangan pasal|150|
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek diatur dengan peraturan pemerintah.
}}
{{Perundangan paragraf|4|Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek}}
{{Perundangan pasal|151|
Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf b terdiri atas:
a. angkutan orang dengan menggunakan taksi;
b. angkutan orang dengan tujuan tertentu;
c. angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan
d. angkutan orang di kawasan tertentu.
}}
{{Perundangan pasal|152|
{{Perundangan ayat|152|1|Angkutan orang dengan menggunakan taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf a harus digunakan untuk pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dengan wilayah operasi dalam kawasan perkotaan.}}
{{Perundangan ayat|152|2|Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:
a. berada dalam wilayah kota;
b. berada dalam wilayah kabupaten;
c. melampaui wilayah kota atau wilayah kabupaten dalam 1 (satu) daerah provinsi; atau
d. melampaui wilayah provinsi.}}
{{Perundangan ayat|152|3|Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan jumlah maksimal kebutuhan taksi ditetapkan oleh:
a. walikota untuk taksi yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kota;
b. bupati untuk taksi yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kabupaten;
c. gubernur untuk taksi yang wilayah operasinya melampaui wilayah kota atau wilayah kabupaten dalam 1 (satu) wilayah provinsi; atau
d. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu lintas dan Angkutan Jalan untuk taksi yang wilayah operasinya melampaui wilayah provinsi.}}
}}
{{Perundangan pasal|153|
{{Perundangan ayat|153|1|Angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf b dilarang menaikkan dan/atau menurunkan Penumpang di sepanjang perjalanan untuk keperluan lain di luar pelayanan angkutan orang dalam trayek.}}
{{Perundangan ayat|153|2|Angkutan orang dengan tujuan tertentu diselenggarakan dengan menggunakan mobil penumpang umum atau mobil bus umum.}}
}}
{{Perundangan pasal|154|
{{Perundangan ayat|154|1|Angkutan orang untuk keperluan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf c harus digunakan untuk pelayanan angkutan wisata.}}
{{Perundangan ayat|154|2|Penyelenggaraan angkutan orang untuk keperluan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil penumpang umum dan mobil bus umum dengan tanda khusus.}}
{{Perundangan ayat|154|3|Angkutan orang untuk keperluan pariwisata tidak diperbolehkan menggunakan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek, kecuali di daerah yang belum tersedia angkutan khusus untuk pariwisata.}}
}}
{{Perundangan pasal|155|
{{Perundangan ayat|155|1|Angkutan di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf d harus dilaksanakan melalui pelayanaan angkutan di jalan lokal dan jalan lingkungan.}}
{{Perundangan ayat|155|2|Angkutan orang di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil penumpang umum.}}
}}
{{Perundangan pasal|156|
Evaluasi wilayah operasi dan kebutuhan angkutan orang tidak dalam trayek dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun dan diumumkan kepada masyarakat.
}}
{{Perundangan pasal|157|
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}
{{Perundangan paragraf|5|Angkutan Massal}}
{{Perundangan pasal|158|
{{Perundangan ayat|158|1|Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis Jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum di kawasan perkotaan.}}
{{Perundangan ayat|158|2|Angkutan massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung dengan:
a. mobil bus yang berkapasitas angkut massal;
b. lajur khusus;
c. trayek angkutan umum lain yang tidak berimpitan dengan trayek angkutan massal; dan
d. angkutan pengumpan.}}
}}
{{Perundangan pasal|159|
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}}}
{{Perundangan bagian|Keempat|Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor Umum|
{{Perundangan paragraf|1|Umum}}
{{Perundangan pasal|160|
Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri atas:
a. angkutan barang umum; dan
b. angkutan barang khusus.
}}
{{Perundangan paragraf|2|Angkutan Barang Umum}}
{{Perundangan pasal|161|
Pengangkutan barang umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. prasarana Jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas Jalan;
b. tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk memuat dan membongkar barang; dan
c. menggunakan mobil barang.
}}
{{Perundangan paragraf|3|Angkutan Barang Khusus dan Alat Berat}}
{{Perundangan pasal|162|
{{Perundangan ayat|162|1|Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus wajib:
a. memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut;
b. diberi tanda tertentu sesuai dengan barang yang diangkut;
c. memarkir Kendaraan di tempat yang ditetapkan;
d. membongkar dan memuat barang di tempat yang ditetapkan dan dengan menggunakan alat sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut;
e. beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu Keamanan, Keselamatan, Kelancaran, dan Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
f. mendapat rekomendasi dari instansi terkait.}}
{{Perundangan ayat|162|2|Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut alat berat dengan dimensi yang melebihi dimensi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 harus mendapat pengawalan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|162|3|Pengemudi dan pembantu Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut barang khusus wajib memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan bentuk barang khusus yang diangkut.}}
}}
{{Perundangan pasal|163|
{{Perundangan ayat|163|1|Pemilik, agen ekspedisi muatan angkutan barang, atau pengirim yang menyerahkan barang khusus wajib memberitahukan kepada pengelola pergudangan dan/atau penyelenggara angkutan barang sebelum barang dimuat ke dalam Kendaraan Bermotor Umum.}}
{{Perundangan ayat|163|2|Penyelenggara angkutan barang yang melakukan kegiatan pengangkutan barang khusus wajib menyediakan tempat penyimpanan serta bertanggung jawab terhadap penyusunan sistem dan prosedur penanganan barang khusus dan/atau berbahaya selama barang tersebut belum dimuat ke dalam Kendaraan Bermotor Umum.}}
}}
{{Perundangan pasal|164|
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}}}
{{Perundangan bagian|Kelima|Angkutan Multimoda|
{{Perundangan pasal|165|
{{Perundangan ayat|165|1|Angkutan umum di Jalan yang merupakan bagian angkutan multimoda dilaksanakan oleh badan hukum angkutan multimoda.}}
{{Perundangan ayat|165|2|Kegiatan angkutan umum dalam angkutan multimoda dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat antara badan hukum angkutan Jalan dan badan hukum angkutan multimoda dan/atau badan hukum moda lain.}}
{{Perundangan ayat|165|3|Pelayanan angkutan multimoda harus terpadu secara sistem dan mendapat izin dari Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|165|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan multimoda, persyaratan, dan tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Keenam|Dokumen Angkutan Orang dan Barang dengan Kendaraan Bermotor Umum|
{{Perundangan pasal|166|
{{Perundangan ayat|166|1|Angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum yang melayani trayek tetap lintas batas negara, antarkota antarprovinsi, dan antarkota dalam provinsi harus dilengkapi dengan dokumen.}}
{{Perundangan ayat|166|2|Dokumen angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. tiket Penumpang umum untuk angkutan dalam trayek;
b. tanda pengenal bagasi; dan
c. manifes.}}
{{Perundangan ayat|166|3|Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi:
a. surat perjanjian pengangkutan; dan
b. surat muatan barang.}}
}}
{{Perundangan pasal|167|
{{Perundangan ayat|167|1|Perusahaan Angkutan Umum orang wajib:
a. menyerahkan tiket Penumpang;
b. menyerahkan tanda bukti pembayaran pengangkutan untuk angkutan tidak dalam trayek;
c. menyerahkan tanda pengenal bagasi kepada
Penumpang; dan
d. menyerahkan manifes kepada Pengemudi.}}
{{Perundangan ayat|167|2|Tiket Penumpang harus digunakan oleh orang yang namanya tercantum dalam tiket sesuai dengan dokumen identitas diri yang sah.}}
}}
{{Perundangan pasal|168|
{{Perundangan ayat|168|1|Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang wajib membuat surat muatan barang sebagai bagian dokumen perjalanan.}}
{{Perundangan ayat|168|2|Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang wajib membuat surat perjanjian pengangkutan barang.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketujuh|Pengawasan Muatan Barang |
{{Perundangan pasal|169|
{{Perundangan ayat|169|1|Pengemudi dan/atau Perusahaan Angkutan Umum barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi Kendaraan, dan kelas jalan.}}
{{Perundangan ayat|169|2|Untuk mengawasi pemenuhan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan muatan angkutan barang.}}
{{Perundangan ayat|169|3|Pengawasan muatan angkutan barang dilakukan dengan menggunakan alat penimbangan.}}
{{Perundangan ayat|169|4|Alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
a. alat penimbangan yang dipasang secara tetap; atau
b. alat penimbangan yang dapat dipindahkan.}}
}}
{{Perundangan pasal|170|
{{Perundangan ayat|170|1|Alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf a dipasang pada lokasi tertentu.}}
{{Perundangan ayat|170|2|Penetapan lokasi, pengoperasian, dan penutupan alat penimbangan yang dipasang secara tetap pada Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|170|3|Pengoperasian dan perawatan alat penimbangan yang dipasang secara tetap dilakukan oleh unit pelaksana penimbangan yang ditunjuk oleh Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|170|4|Petugas alat penimbangan yang dipasang secara tetap wajib mendata jenis barang yang diangkut, berat angkutan, dan asal tujuan.}}
}}
{{Perundangan pasal|171|
{{Perundangan ayat|171|1|Alat penimbangan yang dapat dipindahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf b digunakan dalam pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan penyidikan tindak pidana pelanggaran muatan.}}
{{Perundangan ayat|171|2|Pengoperasian alat penimbangan untuk pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh petugas pemeriksa Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|171|3|Pengoperasian alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama dengan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|172|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan muatan angkutan barang diatur dengan peraturan pemerintah.
}}}}
{{Perundangan bagian|Kedelapan|Pengusahaan Angkutan|
{{Perundangan paragraf|1|Perizinan Angkutan}}
{{Perundangan pasal|173|
{{Perundangan ayat|173|1|Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib memiliki:
a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek;
b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek; dan/atau
c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat.}}
{{Perundangan ayat|173|2|Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. pengangkutan orang sakit dengan menggunakan ambulans; atau
b. pengangkutan jenazah.}}
}}
{{Perundangan pasal|174|
{{Perundangan ayat|174|1|Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) berupa dokumen kontrak dan/atau kartu elektronik yang terdiri atas surat keputusan, surat pernyataan, dan kartu pengawasan.}}
{{Perundangan ayat|174|2|Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui seleksi atau pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.}}
{{Perundangan ayat|174|3|Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa izin pada 1 (satu) trayek atau pada beberapa trayek dalam satu kawasan.}}
}}
{{Perundangan pasal|175|
{{Perundangan ayat|175|1|Izin penyelenggaraan angkutan umum berlaku untuk jangka waktu tertentu.}}
{{Perundangan ayat|175|2|Perpanjangan izin harus melalui proses seleksi atau pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (2).}}
}}
{{Perundangan paragraf|2|Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang dalam Trayek}}
{{Perundangan pasal|176|
Izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf a diberikan oleh:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani:
1. trayek lintas batas negara sesuai dengan perjanjian antarnegara;
2. trayek antarkabupaten/kota yang melampaui wilayah
1 (satu) provinsi;
3. trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah 1 (satu) provinsi; dan
4. trayek perdesaan yang melewati wilayah 1 (satu) provinsi.
b. gubernur untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani:
1. trayek antarkota yang melampaui wilayah 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
2. trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah 1 (satu) kabupaten/kota dalam satu provinsi; dan
3. trayek perdesaan yang melampaui wilayah 1 (satu) kabupaten dalam satu provinsi.
c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani trayek yang seluruhnya berada dalam wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
d. bupati untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani:
1. trayek perdesaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten; dan
2. trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten.
e. walikota untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kota.
}}
{{Perundangan pasal|177|
Pemegang izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek wajib:
a. melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam izin yang diberikan; dan
b. mengoperasikan Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1).
}}
{{Perundangan pasal|178|
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}
{{Perundangan paragraf|3|Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak dalam Trayek}}
{{Perundangan pasal|179|
{{Perundangan ayat|179|1|Izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b diberikan oleh:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang melayani:
1. angkutan taksi yang wilayah operasinya melampaui 1 (satu) daerah provinsi;
2. angkutan dengan tujuan tertentu; atau
3. angkutan pariwisata.
b. gubernur untuk angkutan taksi yang wilayah operasinya melampaui lebih dari 1 (satu) daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk angkutan taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; dan
d. bupati/walikota untuk taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|179|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
{{Perundangan paragraf|4|Izin Penyelenggaraan Angkutan Barang Khusus dan Alat Berat}}
{{Perundangan pasal|180|
{{Perundangan ayat|180|1|Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan rekomendasi dari instansi terkait.}}
{{Perundangan ayat|180|2|Izin penyelenggaraan angkutan alat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|180|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian izin penyelenggaraan angkutan barang khusus dan alat berat diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kesembilan|Tarif Angkutan|
{{Perundangan pasal|181|
{{Perundangan ayat|181|1|Tarif angkutan terdiri atas tarif Penumpang dan tarif barang.}}
{{Perundangan ayat|181|2|Tarif Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. tarif Penumpang untuk angkutan orang dalam trayek; dan
b. tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek.}}
}}
{{Perundangan pasal|182|
{{Perundangan ayat|182|1|Tarif Penumpang untuk angkutan orang dalam trayek terdiri atas:
a. tarif kelas ekonomi; dan
b. tarif kelas nonekonomi.}}
{{Perundangan ayat|182|2|Penetapan tarif kelas ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang melayani trayek antarkota antarprovinsi, angkutan perkotaan, dan angkutan perdesaan yang wilayah pelayanannya melampaui wilayah provinsi;
b. gubernur untuk angkutan orang yang melayani trayek antarkota dalam provinsi serta angkutan perkotaan dan perdesaan yang melampaui batas satu kabupaten/kota dalam satu provinsi;
c. bupati untuk angkutan orang yang melayani trayek antarkota dalam kabupaten serta angkutan perkotaan dan perdesaan yang wilayah pelayanannya dalam kabupaten; dan
d. walikota untuk angkutan orang yang melayani trayek angkutan perkotaan yang wilayah pelayanannya dalam kota.}}
{{Perundangan ayat|182|3|Tarif Penumpang angkutan orang dalam trayek kelas nonekonomi ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum.}}
{{Perundangan ayat|182|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
{{Perundangan pasal|183|
{{Perundangan ayat|183|1|Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan menggunakan taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf a ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum atas persetujuan Pemerintah sesuai dengan kewenangan masing-masing berdasarkan standar pelayanan minimal yang ditetapkan.}}
{{Perundangan ayat|183|2|Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan tujuan tertentu, pariwisata, dan di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum.}}
}}
{{Perundangan pasal|184|
Tarif angkutan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum.
}}}}
{{Perundangan bagian|Kesepuluh|Subsidi Angkutan Penumpang Umum|
{{Perundangan pasal|185|
{{Perundangan ayat|185|1|Angkutan penumpang umum dengan tarif kelas ekonomi pada trayek tertentu dapat diberi subsidi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.}}
{{Perundangan ayat|185|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian subsidi angkutan Penumpang umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kesebelas|Kewajiban, Hak, dan Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Umum|
{{Perundangan paragraf|1|Kewajiban Perusahaan Angkutan Umum}}
{{Perundangan pasal|186|
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah disepakati perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh Penumpang dan/atau pengirim barang.
}}
{{Perundangan pasal|187|
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengembalikan biaya angkutan yang telah dibayar oleh Penumpang dan/atau pengirim barang jika terjadi pembatalan pemberangkatan.
}}
{{Perundangan pasal|188|
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan.
}}
{{Perundangan pasal|189|
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188.
}}
{{Perundangan pasal|190|
Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum dapat menurunkan penumpang dan/atau barang yang diangkut pada tempat pemberhentian terdekat jika Penumpang dan/atau barang yang diangkut dapat membahayakan keamanan dan keselamatan angkutan.
}}
{{Perundangan pasal|191|
Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan.
}}
{{Perundangan pasal|192|
{{Perundangan ayat|192|1|Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan Penumpang.}}
{{Perundangan ayat|192|2|Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya pelayanan.}}
{{Perundangan ayat|192|3|Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak Penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati.}}
{{Perundangan ayat|192|4|Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian barang bawaan Penumpang, kecuali jika Penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengangkut.}}
{{Perundangan ayat|192|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya ganti kerugian diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|193|
{{Perundangan ayat|193|1|Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim.}}
{{Perundangan ayat|193|2|Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami.}}
{{Perundangan ayat|193|3|Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak barang diangkut sampai barang diserahkan di tempat tujuan yang disepakati.}}
{{Perundangan ayat|193|4|Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab jika kerugian disebabkan oleh pencantuman keterangan yang tidak sesuai dengan surat muatan angkutan barang.}}
{{Perundangan ayat|193|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran ganti kerugian diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|194|
{{Perundangan ayat|194|1|Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan Perusahaan Angkutan Umum.}}
{{Perundangan ayat|194|2|Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti kerugian pihak ketiga kepada Perusahaan Angkutan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian.}}
}}
{{Perundangan paragraf|2|Hak Perusahaan Angkutan Umum}}
{{Perundangan pasal|195|
{{Perundangan ayat|195|1|Perusahaan Angkutan Umum berhak untuk menahan barang yang diangkut jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian angkutan.}}
{{Perundangan ayat|195|2|Perusahaan Angkutan Umum berhak memungut biaya tambahan atas barang yang disimpan dan tidak diambil sesuai dengan kesepakatan.}}
{{Perundangan ayat|195|3|Perusahaan Angkutan Umum berhak menjual barang yang diangkut secara lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).}}
}}
{{Perundangan pasal|196|
Jika barang angkutan tidak diambil oleh pengirim atau penerima sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati, Perusahaan Angkutan Umum berhak memusnahkan barang yang sifatnya berbahaya atau mengganggu dalam penyimpanannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
}}}}
{{Perundangan bagian|Kedua Belas|Tanggung Jawab Penyelenggara|
{{Perundangan pasal|197|
{{Perundangan ayat|197|1|Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara angkutan wajib:
a. memberikan jaminan kepada Pengguna Jasa angkutan umum untuk mendapatkan pelayanan;
b. memberikan perlindungan kepada Perusahaan Angkutan Umum dengan menjaga keseimbangan antara penyediaan dan permintaan angkutan umum; dan
c. melakukan pemantauan dan pengevaluasian terhadap angkutan orang dan barang.}}
{{Perundangan ayat|197|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab penyelenggara angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketiga Belas|Industri Jasa Angkutan Umum|
{{Perundangan pasal|198|
{{Perundangan ayat|198|1|Jasa angkutan umum harus dikembangkan menjadi industri jasa yang memenuhi standar pelayanan dan mendorong persaingan yang sehat.}}
{{Perundangan ayat|198|2|Untuk mewujudkan standar pelayanan dan persaingan yang sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah harus:
a. menetapkan segmentasi dan klasifikasi pasar;
b. menetapkan standar pelayanan minimal;
c. menetapkan kriteria persaingan yang sehat;
d. mendorong terciptanya pasar; dan
e. mengendalikan dan mengawasi pengembangan industri jasa angkutan umum.}}
{{Perundangan ayat|198|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan dan persaingan yang sehat diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Keempat Belas|Sanksi Administratif|
{{Perundangan pasal|199|
{{Perundangan ayat|199|1|Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167, Pasal 168, Pasal 173, Pasal 177, Pasal 186, Pasal 187, Pasal 189, Pasal 192, dan Pasal 193 dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. pembekuan izin; dan/atau d. pencabutan izin.}}
{{Perundangan ayat|199|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}}}}}

Menu navigasi