Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022/BAB V

BAB V PEMBIAYAAN UTANG DAERAH

Pasal 154

(1) Pembiayaan Utang Daerah terdiri atas: a. Pinjaman Daerah; b. Obligasi Daerah; dan c. Sukuk Daerah. (2) Pembiayaan Utang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk membiayai Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

(3) Pemerintah tidak memberikan jaminan atas Pembiayaan Utang Daerah.

(4) Pemerintah Daerah dilarang melakukan Pembiayaan langsung dari pihak luar negeri.

(5) Nilai bersih maksimal Pembiayaan Utang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam 1 (satu) tahun anggaran terlebih dahulu mendapat persetujuan DPRD.

( 6) Persetujuan . . .

SK No 104103 A

PRE SIDEN REPLBLIK INDONESIA

- 86

(6) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan pada saat pembahasan APBD.

(7) Dalam hal tertentu, Kepala Daerah dapat melakukan Pembiayaan melebihi nilai bersih maksimal yang telah disetujui DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan dilaporkan sebagai perubahan APBD tahun yang bersangku tan.

(8) Pembiayaan Utang Daerah yang memenuhi persyaratan teknis dapat dilakukan melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah setelah mendapat pertimbangan dari Menteri, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.

Bagian Kesatu

Pinjaman Daerah

Pasal 155

(1) Pinjaman Daerah dapat bersumber dari: a. Pemerintah; b. Pemerintah Daerah lain; c. lembaga keuangan bank; dan/atau d. lembaga keuangan bukan bank. (2) Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan melalui Menteri setelah mendapatkan pertimbangan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. (3) Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui penugasan kepada lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan bukan bank.

(4) Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pemberi pinjaman.

(5) Pinjaman Daerah dapat berbentuk konvensional atau syariah.

Pasal 156 ...

SK No 104104A

PE SIDEN REPUBLIK INDONESIA - 87 Pasal 156 ( 1) Pinjaman Daerah dilakukan dalam rangka: a. pengelolaan kas; b. pembiayaan pembangunan infrastruktur Daerah; c. pengelolaan portofolio utang Daerah; dan/atau d. penerusan pinjaman dan/ atau penyertaan modal kepada BUMD.

(2) Pinjaman Daerah dalam rangka pengelolaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan tidak dengan persetujuan DPRD.

(3) Pinjaman Daerah dalam rangka pengelolaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dilunasi dalam tahun anggaran berkenaan.

(4) Pinjaman Daerah dalam rangka pembiayaan pembangunan infrastruktur Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa pinjaman tunai dan/ atau pinjaman kegiatan.

(5) Pinjaman Daerah dalam rangka penerusan pinjaman dan/atau penyertaan modal kepada BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa penugasan dari Pemerintah/Pemerintah Daerah kepada BUMD untuk membiayai program/kegiatan yang bersifat strategis nasional atau penugasan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Penugasan Pemerintah Daerah kepada BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang bukan merupakan program/kegiatan yang bersifat strategis nasional harus mendapatkan persetujuan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri.

Bagian Kedua

Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah

Pasal 157

( 1) Penerbitan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah dilakukan dalam rangka: a. pembiayaan pembangunan infrastruktur Daerah; b. pengelolaan portofolio utang Daerah; dan/atau

c. penerusan ...

SK No 104186 A

PE SIDEN REPLBLIK INDONESIA

- 88

c. penerusan pinjaman dan/atau penyertaan modal kepada BUMD atas dana hasil penjualan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah.

(2) Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah diterbitkan melalui pasar modal domestik dan dalam mata uang Rupiah. (3) Penerbitan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah dalam rangka pembiayaan pembangunan infrastruktur Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk penyediaan sarana dan prasarana Daerah. (4) Penerbitan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan dengan persetujuan Menteri setelah mendapat pertimbangan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri.

(5) Penerbitan Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan setelah mendapat pernyataan kesesuaian Sukuk Daerah terhadap prinsip-prinsip syariah dari ahli syariah pasar modal.

Pasal 158

(1) Barang milik Daerah dan/atau objek Pembiayaan yang dibiayai dari Sukuk Daerah dapat digunakan sebagai dasar penerbitan Sukuk Daerah.

(2) Barang milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut sebagai aset Sukuk Daerah, dapat berupa: a. tanah dan/atau bangunan; dan b. selain tanah dan/ atau bangunan.

(3) Aset Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dipindahtangankan dan/ atau dihapuskan sampai dengan jatuh tempo Sukuk Daerah.

Bagian Ketiga

Pengelolaan dan Pertanggungjawaban

Pasal 159

Kepala Daerah bertanggung jawab atas pengelolaan Pembiayaan Utang Daerah.

Pasal 160 ...

SK No 104106 A

PE SIDEN REPLBLIK INDONESIA

- 89

Pasal 160

(1) Pemerintah Daerah dilarang memberikan jaminan atas Pembiayaan utang pihak lain.

(2) Barang milik Daerah tidak dapat dijadikan jaminan atau digadaikan untuk mendapatkan Pembiayaan Utang Daerah.

Pasal 161

(1) Pemerintah Daerah wajib membayar kewajiban Pembiayaan Utang Daerah pada saat jatuh tempo.

(2) Dana untuk membayar kewajiban Pembiayaan Utang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam APBD sampai dengan berakhirnya kewajiban.

(3) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menganggarkan pembayaran kewajiban Pembiayaan Utang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Daerah dan DPRD dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkannya hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 6 (enam) bulan.

Pasal 162

(1) Dalam hal Daerah tidak membayar kewajiban Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah dan lembaga yang mendapat penugasan dari Pemerintah yang telah jatuh tempo, Menteri dapat melakukan pemotongan dana TKD yang tidak ditentukan penggunaannya.

(2) Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri.

Pasal 163

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara, dan mekanisme Pembiayaan Utang Daerah serta barang milik Daerah dan/ atau objek Pembiayaan yang dibiayai dari Sukuk Daerah dalam rangka penerbitan Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 sampai dengan Pasal 162 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.