Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023

BUKU KESATU

BAB I
RUANG LINGKUP BERLAKUNYA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PIDANA

Bagian Kesatu
Menurut Waktu

Pasal 1
1 Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan, kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.

2 Dalam menetapkan adanya Tindak Pidana dilarang digunakan analogi.

Pasal 2
1 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.

2 Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa.

3 Ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 3
1 Dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang undangan sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan perundang- undangan yang baru, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidana.

2 Dalam hal perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang undangan yang baru, proses hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi hukum.

3 Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan bagi tersangka atau terdakwa yang berada dalam tahanan, tersangka atau terdakwa dibebaskan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan.

4 Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan pemidanaan dihapuskan.

5 Dalam hal putusan pemidanaan telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4), instansi atau Pejabat yang melaksanakan pembebasan merupakan instansi atau Pejabat yang berwenang.

6 Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) tidak menimbulkan hak bagi tersangka, terdakwa, atau terpidana menuntut ganti rugi.

7 Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi diancam dengan pidana yang lebih ringan menurut peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan pemidanaan disesuaikan dengan batas pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru.

Bagian Kedua
Menurut Tempat

Paragraf 1 - Asas Wilayah atau Teritorial

Pasal 4

Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan:

a. Tindak Pidana di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. Tindak Pidana di Kapal Indonesia atau di Pesawat Udara Indonesia; atau

c. Tindak Pidana di bidang teknologi informasi atau Tindak Pidana lainnya yang akibatnya dialami atau terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di Kapal Indonesia dan di Pesawat Udara Indonesia.

Paragraf 2 - Asas Pelindungan dan Asas Nasional Pasif

Pasal 5

Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana terhadap kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berhubungan dengan:

a. keamanan negara atau proses kehidupan ketatanegaraan;

b. martabat Presiden, Wakil Presiden, dan/ atau Pejabat Indonesia di luar negeri;

c. mata uang, segel, cap negara, meterai, atau Surat berharga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia, atau kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia;

d. perekonomian, perdagangan, dan perbankan Indonesia;

e. keselamatan atau keamanan pelayaran dan penerbangan;

f. keselamatan atau keamanan bangunan, peralatan, dan aset nasional atau negara Indonesia;

g. keselamatan atau keamanan sistem komunikasi elektronik;

h. kepentingan nasional Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang; atau

i. warga negara Indonesia berdasarkan perjanjian internasional dengan negara tempat terjadinya Tindak Pidana.

Paragraf 3 - Asas Universal

Pasal 6

Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana menurut hukum internasional yang telah ditetapkan sebagai Tindak Pidana dalam Undang-Undang.

Pasal 7

Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang penuntutannya diambil alih oleh Pemerintah Indonesia atas dasar suatu perjanjian internasional yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan penuntutan pidana.

Paragraf 4 - Asas Nasional Aktif

Pasal 8
1 Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi setiap warga negara Indonesia yang melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku jika perbuatan tersebut juga merupakan Tindak Pidana di negara tempat Tindak Pidana dilakukan.

3 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana denda paling banyak kategori III.

4 Penuntutan terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan walaupun tersangka menjadi warga negara Indonesia, setelah Tindak Pidana tersebut dilakukan sepanjang perbuatan tersebut merupakan Tindak Pidana di negara tempat Tindak Pidana dilakukan.

5 Warga negara Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dijatuhi pidana mati jika Tindak Pidana tersebut menurut hukum negara tempat Tindak Pidana tersebut dilakukan tidak diancam dengan pidana mati.

Paragraf 5 - Pengecualian

Pasal 9

Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 8 dibatasi oleh hal yang dikecualikan menurut perjanjian internasional yang berlaku.

Bagian Ketiga
Waktu Tindak Pidana

Pasal 10

Waktu Tindak Pidana merupakan saat dilakukannya perbuatan yang dapat dipidana.

Bagian Keempat
Tempat Tindak Pidana

Pasal 11

Tempat Tindak Pidana merupakan tempat dilakukannya perbuatan yang dapat dipidana.

BAB II
TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

Bagian Kesatu
Tindak Pidana

Paragraf 1 - Umum

Pasal 12
1 Tindak Pidana merupakan perbuatan yang oleh peraturan perundang-undangan diancam dengan sanksi pidana dan/ atau tindakan.

2 Untuk dinyatakan sebagai Tindak Pidana, suatu perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana dan/atau tindakan oleh peraturan perundangundangan harus bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.

3 Setiap Tindak Pidana selalu bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar.

Paragraf 2 - Permufakatan Jahat

Pasal 13
1 Permufakatan jahat terjadi jika 2 (dua) orang atau lebih bersepakat untuk melakukan Tindak Pidana.

2 Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana dipidana jika ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang.

3 Pidana untuk permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.

4 Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

5 Pidana tambahan untuk permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.

Pasal 14

Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana tidak dipidana, jika pelaku:

a. menarik diri dari kesepakatan itu; atau

b. melakukan tindakan yang patut untuk mencegah terjadinya Tindak Pidana.

Paragraf 3 - Persiapan

Pasal 15
1 Persiapan melakukan Tindak Pidana terjadi jika pelaku berusaha untuk mendapatkan atau menyiapkan sarana berupa alat, mengumpulkan informasi atau menyusun perencanaan tindakan, atau melakukan tindakan serupa yang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi untuk dilakukannya suatu perbuatan yang secara langsung ditujukan bagi penyelesaian Tindak Pidana.

2 Persiapan melakukan Tindak Pidana dipidana, jika ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang.

3 Pidana untuk persiapan melakukan Tindak Pidana paling banyak 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancarnan pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.

4 Persiapan melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

5 Pidana tambahan untuk persiapan melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.

Pasal 16

Persiapan melakukan Tindak Pidana tidak dipidana jika pelaku menghentikan atau mencegah kemungkinan terciptanya kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1).

Paragraf 4 - Percobaan

Pasal 17
1 Percobaan melakukan Tindak Pidana terjadi jika niat pelaku telah nyata dari adanya permulaan pelaksanaan dari Tindak Pidana yang dituju, tetapi pelaksanaannya tidak selesai, tidak mencapai hasil, atau tidak menimbulkan akibat yang dilarang, bukan karena semata-mata atas kehendaknya sendiri.

2 Permulaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi jika:

a. perbuatan yang dilakukan itu diniatkan atau ditujukan untuk terjadinya Tindak Pidana; dan

b. perbuatan yang dilakukan langsung berpotensi menimbulkan Tindak Pidana yang dituju.


3 Pidana untuk percobaan melakukan Tindak Pidana paling banyak 2/3 (dua per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.

4 Percobaan melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

5 Pidana tambahan untuk percobaan melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.

Pasal 18
l Percobaan melakukan Tindak Pidana tidak dipidana jika pelaku setelah melakukan permulaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1):

a. tidak menyelesaikan perbuatannya karena kehendaknya sendiri secara sukarela; atau

b. dengan kehendaknya sendiri mencegah tercapainya tujuan atau akibat perbuatannya.


2 Dalam hal percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah menimbulkan kerugian atau menurut peraturan perundang-undangan mempakan Tindak Pidana tersendiri, pelaku dapat dipertanggungiawabkan untuk Tindak Pidana tersebut.

Pasal 19

Percobaan melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II, tidak dipidana.

Paragraf 5 - Penyertaan

Pasal 20

Setiap Orang dipidana sebagai pelaku Tindak Pidana jika:

a. melakukan sendiri Tindak Pidana;

b. melakukan Tindak Pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh orang lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan ;

c. turut serta melakukan Tindak Pidana; atau

d. menggerakkan orang lain supaya melakukan Tindak Pidana dengan cara memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, melakukan Kekerasan, menggunakan Ancaman Kekerasan, melakukan penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan.

Pasal 21
1 Setiap Orang dipidana sebagai pembantu Tindak Pidana jika dengan sengaja:

a. memberi kesempatan, sar€rna, atau keterangan untuk melakukan Tindak Pidana; atau

b. memberi bantuan pada waktu Tindak Pidana dilakukan.


2 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II.

3 Pidana untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana paling banyak 213 (dua per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.

4 Pembantuan melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

5 Pidana tambahan untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.

Pasal 22

Keadaan pribadi pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2O atau pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat menghapus, mengurangi, atau memperberat pidananya.

Paragraf 6 - Pengulangan

Pasal 23
1 Pengulangan Tindak Pidana terjadi jika Setiap Orang:

a. melakukan Tindak Pidana kembali dalam waktu 5 (lima) tahun setelah menjalani seluruh atau sebagian pidana pokok yang dijatuhkan atau pidana pokok yang dijatuhkan telah dihapuskan; atau

b. pada waktu melakukan Tindak Pidana, kewajiban menjalani pidana pokok yang dijatuhkan terdahulu belum kedaluwarsa.


2 Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup Tindak Pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus, pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, atau pidana denda paling sedikit kategori III.

3 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku untuk Tindak Pidana mengenai penganiayaan.

Paragraf 7 - Tindak Pidana Aduan

Pasal 24
1 Dalam hal tertentu, pelaku Tindak Pidana hanya dapat dituntut atas dasar pengaduan.

2 Tindak Pidana aduan harus ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang

Pasal 25
1 Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan belum berumur 16 (enam belas) tahun, yang berhak mengadu merupakan Orang Tua atau walinya.

2 Dalam hal Orang Tua atau wali sebagaimana dimaksud pada ayat (l) tidak ada atau Orang Tua atau wali itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis lurus.

3 Dalam hal keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai dengan ketiga.

4 Dalam hal Korban Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki Orang Tua, wali, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas ataupun menyamping sampai derajat ketiga, pengaduan dilakukan oleh diri sendiri dan/atau pendamping.

Pasal 26
1 Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan berada di bawah pengampuan, yang berhak mengadu merupakan pengampunya, kecuali bagi Korban Tindak Pidana aduan yang berada dalam pengampuan karena boros.

2 Dalam hal pengampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau pengampu itu sendiri yang hanrs diadukan, pengaduan dilakukan oleh suami atau istri Korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus.

3 Dalam hal suami atau istri Korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.

Pasal 27

Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan meninggal dunia, pengaduan dapat dilakukan oleh Orang Tua, anak, suami, atau istri Korban, kecuali jika Korban sebelumnya secara tegas tidak menghendaki adanya penuntutan.

Pasal 28
1 Pengaduan dilakukan dengan cara menyampaikan pemberitahuan dan permohonan untuk dituntut.

2 Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara lisan atau tertulis kepada Pejabat yang berwenang.

Pasal 29
1 Pengaduan harus diajukan dalam tenggang waktu:

a. 6 (enam) Bulan terhitung sejak tanggal orang yang berhak mengadu mengetahui adanya Tindak Pidana jika yang berhak mengadu bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau

b. 9 (sembilan) Bulan terhitung sejak tanggal orang yang berhak mengadu mengetahui adanya Tindak Pidana jika yang berhak mengadu bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


2 Jika yang berhak mengadu lebih dari 1 (satu) orang, tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tanggal masing-masing pengadu mengetahui adanya Tindak Pidana.

Pasal 30
1 Pengaduan dapat ditarik kembali oleh pengadu dalam waktu 3 (tiga) Bulan terhitung sejak tanggal pengaduan diajukan.

2 Pengaduan yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi.

Paragraf 8 - Alasan Pembenar

Pasal 31

Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32

Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan perintah jabatan dari Pejabat yang berwenang.

Pasal 33

Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan karena keadaan darurat.

Pasal 34

Setiap Orang yang terpaksa melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan karena pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain.

Pasal 35

Ketiadaan sifat melawan hukum dari Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayal (2) merupakan alasan pembenar.

Bagian Kedua
Pertanggungjawaban Pidana

Paragraf 1 - Umum

Pasal 36
1 Setiap Orang hanya dapat dimintai pertanggungjawaban atas Tindak Pidana yang dilakukan dengan sengaja atau karena kealpaan.

2 Perbuatan yang dapat dipidana merupakan Tindak Pidana yang dilakukan dengan sengaja, sedangkan Tindak Pidana yang dilakukan karena kealpaan dapat dipidana jika secara tegas ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 37

Dalam hal ditentukan oleh Undang-Undang, Setiap Orang dapat:

a. dipidana semata-mata karena telah dipenuhinya unsur-unsur Tindak Pidana tanpa memperhatikan adanya kesalahan; atau

b. dimintai pertanggungiawaban atas Tindak Pidana yang dilakukan oleh orang lain.

Pasal 38

Setiap Orang yang pada waktu melakukan Tindak Pidana menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dapat dikurangi pidananya dan/atau dikenai tindakan.

Pasal 39

Setiap Orang yang pada waktu melakukan Tindak Pidana menyandang disabilitas mental yang dalam keadaan kekambuhan akut dan disertai gambaran psikotik dan/ atau disabilitas intelektual derajat sedang atau berat tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenai tindakan.

Paragraf 2 - Alasan Pemaaf

Pasal 40

Pertanggunglawaban pidana tidak dapat dikenakan terhadap anak yang pada waktu melakukan Tindak Pidana belum berumur 12 (dua belas) tahun.

Pasal 41

Dalam hal anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan Tindak Pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional mengambil keputusan untuk:

a. menyerahkan kembali kepada Orang Tua/wali; atau

b. mengikutsertakan dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik pada tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) Bulan.

Pasal 42

Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana tidak dipidana karena:

a. dipaksa oleh kekuatan yang tidak dapat ditahan; atau

b. dipaksa oleh adanya ancarnan, tekanan, atau kekuatan yang tidak dapat dihindari.

Pasal 43

Setiap Orang yang melakukan pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung disebabkan keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman ser€rngan seketika yang melawan hukum, tidak dipidana.

Pasal 44

Perintah jabatan yang diberikan tanpa wewenang tidak mengakibatkan hapusnya pidana, kecuali jika orang yang diperintahkan dengan iktikad baik mengira bahwa perintah tersebut diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya, termasuk dalam lingkup pekerjaannya.

Paragraf 3 - Pertanggungjawaban Korporasi

Pasal 45
1 Korporasi merupakan subjek Tindak Pidana.

2 Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan, koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau yang disamakan dengan itu, serta perkumpulan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, badan usaha yang berbentuk lirma, persekutuan komanditer, atau yang disamakan dengan itu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 46

Tindak Pidana oleh Korporasi merupakan Tindak Pidana yang dilakukan oleh pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi Korporasi atau orang yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi atau bertindak demi kepentingan Korporasi, dalam lingkup usaha atau kegiatan Korporasi tersebut, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Pasal 47

Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Tindak Pidana oleh Korporasi dapat dilakukan oleh pemberi perintah, pemegang kendali, atau pemilik manfaat Korporasi yang berada di luar struktur organisasi, tetapi dapat mengendalikan Korporasi.

Pasal 48

Tindak Pidana oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 dapat dipertanggungjawabkan, jika:

a. termasuk dalam lingkup usaha atau kegiatan sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi Korporasi;

b. menguntungkan Korporasi secara melawan hukum;

c. diterima sebagai kebijakan Korporasi;

d. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana; dan/ atau

e. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana.

Pasal 49

Pertanggunglawaban atas Tindak Pidana oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dikenakan terhadap Korporasi, pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, dan/ atau pemilik manfaat Korporasi.

Pasal 50

Alasan pembenar dan alasan pemaaf yang dapat diajukan oleh pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, dan/ atau pemilik manfaat Korporasi dapat juga diajukan oleh Korporasi sepanjang alasan tersebut berhubungan langsung dengan Tindak Pidana yang didakwakan kepada Korporasi.

BAB III
PEMIDANAAN, PIDANA, DAN TINDAKAN

Bagian Kesatu
Tujuan dan Pedoman Pemidanaan

Paragraf 1 - Tujuan Pemidanaan

Pasal 51

Pemidanaan bertujuan:

a. mencegah dilakukannya Tindak Pidana dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat;

b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna;

c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat Tindak Pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa arnan dan damai dalam masyarakat; dan

d. menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Pasal 52

Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk merendahkan martabat manusia.

Paragraf 2 - Pedoman Pemidanaan

Pasal 53
1 Dalam mengadili suatu perkara pidana, hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan.

2 Jika dalam menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan.

Pasal 54
1 Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan:

a. bentuk kesalahan pelaku Tindak Pidana;

b. motif dan tujuan melakukan Tindak Pidana;

c. sikap batin pelaku Tindak Pidana;

d. Tindak Pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak direncanakan;

e. cara melakukan Tindak Pidana;

f. sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan Tindak Pidana;

g. riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pelalu Tindak Pidana;

h. pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku Tindak Pidana;

i. pengaruh Tindak Pidana terhadap Korban atau keluarga Korban;

j. pemaafan dari Korban dan/atau keluarga Korban; dan/ atau

k. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat


2 Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, atau keadaan pada waktu dilakukan Tindak Pidana serta yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.

Pasal 55

Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana tidak dibebaskan dari pertanggungiawaban pidana berdasarkan alasan peniadaan pidana jika orang tersebut telah dengan sengaja menyebabkan terjadinya keadaan yang dapat menjadi alasan peniadaan pidana tersebut.

Pasal 56

Dalam pemidanaan terhadap Korporasi wajib dipertimbangkan:

a. tingkat kerugian atau dampak yang ditimbulkan;

b. tingkat keterlibatan pengunrs yang mempunyai kedudukan fungsional Korporasi dan/ atau peran pemberi perintah, pemegang kendali, dan/ atau pemilik manfaat Korporasi;

c. lamanya Tindak Pidana yang telah dilakukan;

d. frekuensi Tindak Pidana oleh Korporasi;

e. bentuk kesalahan Tindak Pidana;

f. keterlibatan Pejabat;

g. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat;

h. rekam jejak Korporasi dalam melakukan usaha atau kegiatan;

i. pengaruh pemidanaan terhadap Korporasi; dan/ atau

j. kerja sama Korporasi dalam penanganan Tindak Pidana.

Paragraf 3 - Pedoman Penerapan Pidana Penjara dengan Perumusan Tunggal dan Perumusan Alternatif

Pasal 57

Dalam hal Tindak Pidana diancam dengan pidana pokok secara alternatif, penjatuhan pidana pokok yang lebih ringan harus lebih diutamakan, jika hal itu dipertimbangkan telah sesuai dan dapat menunjang tercapainya tujuan pemidanaan.

Paragraf 4 - Pemberatan Pidana

Pasal 58

Faktor yang memperberat pidana meliputi:

a. Pejabat yang melakukan Tindak Pidana sehingga melanggar kewajiban jabatan yang khusus atau melakukan Tindak Pidana dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan;

b. penggunaan bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, atau lambang negara Indonesia pada waktu melakukan Tindak Pidana; atau

c. pengulangan Tindak Pidana.

Pasal 59

Pemberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dapat ditambah paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman pidana.

Paragraf 5 - Ketentuan Lain tentang Pemidanaan

Pasal 60
1 Pidana penjara dan pidana tutupan bagi terpidana yang sudah berada di dalam tahanan mulai berlaku pada saat putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

2 Dalam hal terpidana tidak berada di dalam tahanan, pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pada saat putusan pengadilan mulai dilaksanakan.

Pasal 61
1 Pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana denda yang dijatuhkan dikurangi seluruh atau sebagian masa penangkapan dan/atau penahanan yang telah dijalani terdakwa sebelum putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

2 Pengurangan pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepadankan dengan penghitungan pidana penjara pengganti denda.

Pasal 62
1 Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan pidana mati.

2 Ketentuan mengenai syarat dan tata cara permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Undang-Undang.

Pasal 63

Jika narapidana melarikan diri, masa selama narapidana melarikan diri tidak diperhitungkan sebagai waktu menjalani pidana penjara


Bagian Kedua
Pidana dan Tindakan

Paragraf 1 - Pidana

Pasal 64

Pidana terdiri atas:

a. pidana pokok;

b. pidana tambahan; dan

c. pidana yang bersifat khusus untuk Tindak Pidana tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang.

Pasal 65
1 Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a terdiri atas:

a. pidana penjara;

b. pidana tutupan;

c. pidana pengawasan;

d. pidana denda; dan

e. pidana kerja sosial.


2 Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan berat atau ringannya pidana.

Pasal 66
1 Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b terdiri atas:

a. pencabutan hak tertentu;

b. perampasan Barang tertentu dan/ atau tagihan;

c. pengumuman putusan hakim;

d. pembayaran ganti rugi;

e. pencabutan izin tertentu; dan

f. pemenuhan kewajiban adat setempat.


2 Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan dalam hal penjatuhan pidana pokok saja tidak cukup untuk mencapai tujuan.

3 Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan 1 (satu) jenis atau lebih.

4 Pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidananya.

5 Pidana tambahan bagi anggota Tentara Nasional Indonesia yang melakukan Tindak Pidana dalam perkara koneksitas dikenakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Tentara Nasional Indonesia.

Pasal 67

Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif.

Pasal 68
1 Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu.

2 Pidana penjara untuk waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15 (lima belas) tahun berturut turut atau paling singkat 1 (satu) Hari, kecuali ditentukan minimum khusus.

3 Dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan pidana atas Tindak Pidana yang dijatuhi pidana penjara 15 (lima belas) tahun, pidana penjara untuk waktu tertentu dapat dijatuhkan untuk waktu 20 (dua puluh) tahun berturut turut.

4 Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh dijatuhkan lebih dari 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 69
1 Jika narapidana yang menjalani pidana penjara seumur hidup telah menjalani pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun, pidana penjara seumur hidup dapat diubah menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.

2 Ketentuan mengenai tata cara perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 70
1 Dengan tetap mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54, pidana penjara sedapat mungkin tidak dijatuhkan jika ditemukan keadaan:

a. terdakwa adalah Anak;

b. terdakwa berumur di atas 75 (tujuh puluh lima) tahun;

c. terdakwa baru pertama kali melakukan Tindak Pidana;

d. kerugian dan penderitaan Korban tidak terlalu besar;

e. terdakwa telah membayar ganti rugi kepada Korban;

f. terdakwa tidak menyadari bahwa Tindak Pidana yang dilakukan akan menimbulkan kerugian yang besar;

g. Tindak Pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain;

h. Korban Tindak Pidana mendorong atau menggerakkan terjadinya Tindak Pidana tersebut;

i. Tindak Pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak mungkin terulang lagi;

j. kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan Tindak Pidana yang lain;

k. pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa atau keluarganya;

l. pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan diperkirakan akan berhasil untuk diri terdakwa;

m. penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak akan mengurangi sifat berat Tindak Pidana yang dilakukan terdakwa;

n. Tindak Pidana terjadi di kalangan keluarga; dan/ atau

o. Tindak Pidana terjadi karena kealpaan.


2 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:

a. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

b. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus;

c. Tindak Pidana tertentu yang sangat membahayakan atau merugikan masyarakat; atau

d. Tindak Pidana yang merugikan keuangan atau perekonomian negara.


Pasal 71
1 Jika seseorang melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun, sedangkan hakim berpendapat tidak perlu menjatuhkan pidana penjara setelah mempertimbangkan tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54, orang tersebut dapat dijatuhi pidana denda.

2 Pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dijatuhkan jika:

a. tanpa Korban;

b. Korban tidak mempermasalahkan; atau

c. bukan pengulangan Tindak Pidana.


3 Pidana denda yang dapat dijatuhkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pidana denda paling banyak kategori V dan pidana denda paling sedikit kategori III.

4 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak berlaku bagi orang yang pernah dijatuhi pidana penjara untuk Tindak Pidana yang dilakukan sebelum berumur 18 (delapan belas) tahun.

Pasal 72
1 Narapidana yang telah menjalani paling singkat 2/3 (dua per tiga) dari pidana penjara yang dijatuhkan dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) Bulan dapat diberi pembebasan bersyarat.

2 Narapidana yang menjalani beberapa pidana penjara berturut turut dianggap jumlah pidananya sebagai 1 (satu) pidana.

3 Dalam memberikan pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan masa percobaan dan syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.

4 Masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani ditambah dengan 1 (satu) tahun.

5 Narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditahan sebagai tersangka atau terdakwa dalam perkara lain tidak diperhitungkan waktu penahanannya sebagai masa percobaan.

Pasal 73
1 Syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayal (3) terdiri atas:

a. syarat umum berupa narapidana tidak akan melakukan Tindak Pidana; dan

b. syarat khusus berupa narapidana harus melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, tanpa mengurangi kemerdekaan beragama, menganut kepercayaan, dan berpolitik, kecuali ditentukan lain oleh hakim.


2 Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diubah, dihapus, atau diadakan syarat baru yang semata-mata bertujuan untuk pembimbingan narapidana.

3 Narapidana yang melanggar syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut pembebasan bersyaratnya.

4 Pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dicabut setelah melampaui 3 (tiga) Bulan terhitung sejak saat habisnya masa percobaan, kecuali dalam waktu 3 (tiga) Bulan terhitung sejak habisnya masa percobaan, narapidana dituntut karena melakukan Tindak Pidana yang dilakukan dalam masa percobaan.

5 Dalam hal narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dijatuhi pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana denda paling sedikit kategori III, pembebasan bersyarat yang bersangkutan dicabut.

Pasal 74
1 Orang yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara karena keadaan pribadi, perbuatannya dapat dijatuhi pidana tutupan.

2 Pidana tutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati.

3 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku, jika cara melakukan atau akibat dari Tindak Pidana tersebut sedemikian rupa sehingga terdakwa lebih tepat untuk dijatuhi pidana penjara.

Pasal 75

Terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dapat dijatuhi pidana pengawasan dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54 dan Pasal 70.

Pasal 76
1 Pidana pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dijatuhkan paling lama sama dengan pidana penjara yang diancamkan yang tidak lebih dari 3 (tiga) tahun.

2 Dalam putusan pidana pengawasan ditetapkan syarat umum, berupa terpidana tidak akan melakukan Tindak Pidana lagi.

3 Selain syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam putusan juga dapat ditetapkan syarat khusus, berupa:

a. terpidana dalam waktu tertentu yang lebih pendek dari masa pidana pengawasan harus mengganti seluruh atau sebagian kemgian yang timbul akibat Tindak Pidana yang dilakukan; dan/atau

b. terpidana harus melakukan atau tidak melakukan sesuatu tanpa mengurangi kemerdekaan beragama, kemerdekaan menganut kepercayaan, dan/atau kemerdekaan berpolitik.


4 Dalam hal terpidana melanggar syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terpidana wajib menjalani pidana penjara yang lamanya tidak lebih dari ancarnan pidana penjara bagi Tindak Pidana itu.

5 Dalam hal terpidana melanggar syarat khusus tanpa alasan yang sah, jaksa berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan mengusulkan kepada hakim agar terpidana menjalani pidana penjara atau memperpanjang masa pengawasan yang ditentukan oleh hakim yang lamanya tidak lebih dari pidana pengawasan yang dijatuhkan.

6 Jaksa dapat mengusulkan pengurangan masa pengawasan kepada hakim jika selama dalam pengawasan terpidana menunjukkan kelakuan yang baik, berdasarkan pertimbangan pembimbing

7 Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan batas pengurangan dan perpanjangan masa pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 77
1 Jika terpidana selama menjalani pidana pengawasan melakukan Tindak Pidana dan dijatuhi pidana yang bukan pidana mati atau bukan pidana penjara, pidana pengawasan tetap dilaksanakan.

2 Jika terpidana dijatuhi pidana penjara, pidana pengawasan ditunda dan dilaksanakan kembali setelah terpidana selesai menjalani pidana penjara.

Pasal 78
1 Pidana denda merupakan sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan.

2 Jika tidak ditentukan minimum khusus, pidana denda ditetapkan paling sedikit Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

Pasal 79
1 Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan:

a. kategori I, Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);

b. kategori II, Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);

c. kategori III, Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

d. kategori IV, Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);

e. kategori V, Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

f. kategori VI, Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);

g. kategori VII, Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan

h. kategori VIII, Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).


2 Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 80
1 Dalam menjatuhkan pidana denda, hakim wajib mempertimbangkan kemampuan terdakwa dengan memperhatikan penghasilan dan pengeluaran terdakwa secara nyata,

2 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi penerapan minimum khusus pidana denda yang ditetapkan.

Pasal 81
1 Pidana denda wajib dibayar dalam jangka waktu tertentu yang dimuat dalam putusan pengadilan.

2 Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menentukan pembayaran pidana denda dengan cara mengangsur.

3 Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kekayaan atau pendapatan terpidana dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar.

Pasal 82
1 Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) tidak cukup atau tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, pidana denda yang tidak dibayar tersebut diganti dengan pidana penjara, pidana pengawasan, atau pidana kerja sosial dengan ketentuan pidana denda tersebut tidak melebihi pidana denda kategori II.

2 Lama pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. untuk pidana penjara pengganti, paling singkat 1 (satu) Bulan dan paling lama 1 (satu) tahun yang dapat diperberat paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) Bulan jika ada perbarengan;

b. untuk pidana pengawasan pengganti, paling singkat 1 (satu) Bulan dan paling lama 1 (satu) tahun, berlaku syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat(2) dan ayat (3); atau

c. untuk pidana kerja sosial pengganti paling singkat 8 (delapan) jam dan paling lama 240 (dua ratus empat puluh) jam.


3 Jika pada saat menjalani pidana pengganti sebagian pidana denda dibayar, lama pidana pengganti dikurangi menurut ukuran yang sepadan.

4 Perhitungan lama pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada ukuran untuk setiap pidana denda Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) atau kurang yang disepadankan dengan:

a. 1 (satu) jam pidana kerja sosial pengganti; atau

b. 1 (satu) Hari pidana pengawasan atau pidana penjara pengganti.


Pasal 83
1 Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) tidak dapat dilakukan, pidana denda di atas kategori II yang tidak dibayar diganti dengan pidana penjara paling singkat I (satu) tahun dan paling lama sebagaimana diancamkan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.

2 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) berlaku juga untuk ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai pidana penjara pengganti.

Pasal 84

Setiap Orang yang telah berulang kali dijatuhi pidana denda untuk Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II dapat dijatuhi pidana pengawasan paling lama 6 (enam) Bulan dan pidana denda yang diperberat paling banyak 1/3 (satu per tiga).

Pasal 85
1 Pidana kerja sosial dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

2 Dalam menjatuhkan pidana kerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib mempertimbangkan:

a. pengakuan terdakwa terhadap Tindak Pidana yang dilakukan;

b. kemampuan kerja terdakwa;

c. persetujuan terdakwa sesudah dijelaskan mengenai tujuan dan segala hal yang berhubungan dengan pidana kerja sosial;

d. riwayat sosial terdakwa;

e. pelindungan keselamatan kerja terdalwa;

f. agama, kepercayaan, dan keyakinan politik terdakwa; dan

g. kemampuan terdakwa membayar pidana denda.


3 Pelaksanaan pidana kerja sosial tidak boleh dikomersialkan.

4 Pidana kerja sosial dijatuhkan paling singkat 8 (delapan) jam dan paling lama 240 (dua ratus empat puluh) jam.

5 Pidana kerja sosial dilaksanakan paling lama 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) Hari dan dapat diangsur dalam waktu paling lama 6 (enam) Bulan dengan memperhatikan kegiatan terpidana dalam menjalankan mata pencahariannya dan/ atau kegiatan lain yang bermanfaat.

6 Pelaksanaan pidana kerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dimuat dalam putusan pengadilan.

7 Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) juga memuat perintah jika terpidana tanpa alasan yang sah tidak melaksanakan seluruh atau sebagian pidana kerja sosial, terpidana wajib:

a. mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebut;

b. menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut; atau

c. membayar seluruh atau sebagran pidana denda yang diganti dengan pidana keda sosial atau menjalani pidana penjara sebagai pengganti pidana denda yang tidak dibayar.


8 Pengawasan terhadap pelaksanaan pidana kerja sosial dilakukan oleh jaksa dan pembimbingan dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.

9 Putusan pengadilan mengenai pidana kerja sosial juga harus memuat:

a. lama pidana penjara atau besarnya denda yang sesungguhnya dijatuhkan oleh hakim;

b. lama pidana kerja sosial harus dijalani, dengan mencantumkan jumlah jam per Hari dan jangka waktu penyelesaian pidana kerja sosial; dan

c. sanksi jika terpidana tidak menjalani pidana kerja sosial yang dijatuhkan.


Pasal 86

Pidana tambahan berupa pencabutan hak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a dapat berupa:

a. hak memegang jabatan publik pada umumnya atau jabatan tertentu;

b. hak menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

c. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

d. hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu, atau pengampu pengawas atas orang yang bukan Anaknya sendiri;

e. hak menjalankan Kekuasaan Ayah, menjalankan perwalian, atau mengampu atas Anaknya sendiri;

f. hak menjalankan profesi tertentu; dan/ atau

g. hak memperoleh pembebasan bersyarat.

Pasal 87

Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f hanya dapat dilakukan jika pelaku dipidana karena melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih berupa:

a. Tindak Pidana terkait jabatan atau Tindak Pidana yang melanggar kewajiban khusus suatu jabatan;

b. Tindak Pidana yang terkait dengan profesinya; atau

c. Tindak Pidana dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan atau profesinya.

Pasal 88

Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf d dan huruf e, hanya dapat dilakukan jika pelaku dipidana karena:

a. dengan sengaja melakukan Tindak Pidana bersama-sama dengan Anak yang berada dalam kekuasaannya; atau

b. melakukan Tindak Pidana terhadap Anak yang berada dalam kekuasaannya.

Pasal 89

Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf g hanya dapat dilakukan jika pelaku dipidana karena:

a. melakukan Tindak Pidana jabatan atau Tindak Pidana yang melanggar kewajiban khusus suatu jabatan;

b. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan; atau

c. melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau lebih.

Pasal 90
1 Jika pidana pencabutan hak dijatuhkan, lama pencabutan wajib ditentukan jika:

a. dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pencabutan hak dilakukan untuk selamanya;

b. dijatuhi pidana penjara, pidana tutupan, atau pidana pengawasan untuk waktu tertentu, pencabutan hak dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang diiatuhkan; atau

c. dijatuhi pidana denda, pencabutan hak dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.


2 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku jika yang dicabut adalah hak memperoleh pembebasan bersyarat.

3 Pidana pencabutan hak mulai berlaku pada tanggal putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 91

Pidana tambahan berupa perampasan Barang tertentu dan/atau tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b yang dapat dirampas meliputi Barang tertentu dan/ atau tagihan:

a. yang dipergunakan untuk mewujudkan atau mempersiapkan Tindak Pidana;

b. yang khusus dibuat atau diperuntukkan mewujudkan Tindak Pidana;

c. yang berhubungan dengan terwujudnya Tindak Pidana;

d. milik terpidana atau orang lain yang diperoleh dari Tindak Pidana;

e. dari keuntungan ekonomi yang diperoleh, baik secara langsung maupun tidak langsung dari Tindak Pidana; dan/ atau

f. yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Pasal 92
1 Pidana tambahan berupa perampasan Barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dapat dijatuhkan atas Barang yang tidak disita dengan menentukan bahwa Barang tersebut harus diserahkan atau diganti dengan sejumlah uang menurut taksiran hakim sesuai dengan harga pasar.

2 Dalam hal Barang yang tidak disita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diserahkan, Barang tersebut diganti dengan sejumlah uang menurut taksiran hakim sesuai dengan harga pasar.

3 Jika terpidana tidak mampu membayar seluruh atau sebagian harga pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberlakukan ketentuan pidana pengganti untuk pidana denda.

Pasal 93
1 Jika dalam putusan pengadilan diperintahkan supaya putusan diumumkan, harus ditetapkan cara melaksanakan pengumuman tersebut dengan biaya yang ditanggung oleh terpidana.

2 Jika biaya pengumumuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar oleh terpidana, diberlakukan ketentuan pidana pengganti untuk pidana denda.

Pasal 94
1 Dalam putusan pengadilan dapat ditetapkan kewajiban terpidana untuk melaksanakan pembayaran ganti rugi kepada Korban atau ahli waris sebagai pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d.

2 Jika kewajiban pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, diberlakukan ketentuan tentang pelaksanaan pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 sampai dengan Pasal 83 secara mutatis mutandis.

Pasal 95
1 Pidana tambahan berupa pencabutan izin dikenakan kepada pelaku dan pembantu Tindak Pidana yang melakukan Tindak Pidana yang berkaitan dengan izin yang dimiliki.

2 Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:

a. keadaan yang menyertai Tindak Pidana yang dilakukan;

b. keadaan yang menyertai pelaku dan pembantu Tindak Pidana; dan

c. keterkaitan kepemilikan izin dengan usaha atau kegiatan yang dilakukan.


3 Dalam hal dijatuhi pidana penjara, pidana tutupan, tau pidana pengawasan untuk waktu tertentu, pencabutan izin dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang dijatuhkan.

4 Dalam hal dijatuhi pidana denda, pencabutan izin berlaku paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.

5 Pidana pencabutan izin mulai berlaku pada tanggal putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 96
1 Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat diutamakan jika Tindak Pidana yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

2 Pemenuhan kewajiban adat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebanding dengan pidana denda kategori II.

3 Dalam hal kewajiban adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, pemenuhan kewajiban adat diganti dengan ganti rugi yang nilainya setara dengan pidana denda kategori II.

4 Dalam hal ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, ganti rugi diganti dengan pidana pengawasan atau pidana kerja sosial.

Pasal 97

Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat dapat dijatuhkan walaupun tidak tercantum dalam perumusan Tindak Pidana dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 2 ayat (2).

Pasal 98

Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat.

Pasal 99
1 Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden.

2 Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan Di Muka Umum.

3 Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu tembak atau dengan cara lain yang ditentukan dalam Undang-Undang.

4 Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan hamil, perempuan yang sedang menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai perempuan tersebut melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh.

Pasal 100
1 Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan:

a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau

b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.


2 Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.

3 Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

4 Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.

5 Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan.

6 Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.

Pasal 101

Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama l0 (sepuluh) tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden.

Paragraf 2 - Tindakan

Pasal 102

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana mati diatur dengan Undang-Undang.

Pasal 103
1 Tindakan yang dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana pokok berupa:

a. konseling;

b. rehabilitasi;

c. pelatihan kerja;

d. perawatan di lembaga; dan/ atau

e. perbaikan akibat Tindak Pidana.


2 Tindakan yang dapat dikenakan kepada Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39 berupa:

a. rehabilitasi;

b. penyerahan kepada seseorang;

c. perawatan di lembaga;

d. penyerahan kepada pemerintah; dan/ atau

e. perawatan di rumah sakit jiwa.


3 Jenis, jangka waktu, tempat, dan/ atau pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam putusan pengadilan.

Pasal 104

Da1am menjatuhkan putusan berupa tindakan, hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54.

Pasal 105
1 Tindakan rehabilitasi dikenalan kepada terdakwa yang:

a. kecanduan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/ atau

b. menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual.


2 Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. rehabilitasi medis;

b. rehabilitasi sosial; dan

c. rehabilitasi psikososial.


Pasal 106
1 Dalam mengenakan tindakan pelatihan kerja, hakim wajib mempertimbangkan :

a. kemanfaatan bagi terdakwa;

b. kemampuan terdakwa; dan

c. jenis pelatihan kerja.


2 Dalam menentukan jenis pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, hakim wajib memperhatikan pengalaman kerja dan tempat tinggal terdakwa.

Pasal 107

Tindakan perawatan di lembaga dikenakan berdasarkan keadaan pribadi terdakwa serta demi kepentingan terdakwa dan masyarakat.

Pasal 108

Tindakan perbaikan akibat Tindak Pidana adalah upaya memulihkan atau memperbaiki kerusakan akibat Tindak Pidana menjadi seperti semula.

Pasal 109

Tindakan penyerahan terdakwa kepada pemerintah atau seseorang dikenakan demi kepentingan terdakwa dan masyarakat.

Pasal 110
1 Tindakan perawatan di rumah sakit jiwa dikenakan terhadap terdakwa yang dilepaskan dari segala tuntutan hukum dan masih dianggap berbahaya berdasarkan hasil penilaian dokter jiwa.

2 Penghentian tindakan perawatan di rumah sakit jiwa dilakukan jika yang bersangkutan tidak memerlukan perawatan lebih lanjut berdasarkan hasil penilaian dokter jiwa.

3 Penghentian tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan penetapan halim yang memeriksa perkara pada tingkat pertama yang diusulkan oleh jaksa.

Pasal 111

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana dan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 110 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Diversi, Tindakan, dan Pidana bagi Anak

Paragraf 1 - Diversi

Pasal 112

Anak yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan Tindak Pidana wajib diupayakan diversi.

Paragraf 2 - Tindakan

Pasal 113
1 Setiap Anak dapat dikenai tindakan berupa:

a. pengembalian kepada Orang Tua/wali;

b. penyerahan kepada seseorang;

c. perawatan di rumah sakit jiwa;

d. perawatan di lembaga;

e. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/ atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;

f. pencabutan Surat izin mengemudi; dan/ atau

g. perbaikan akibat Tindak Pidana.


2 Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.

3 Anak di bawah umur 14 (empat belas) tahun tidak dapat dijatuhi pidana dan hanya dapat dikenai tindakan.

Paragraf 3 - Pidana

Pasal 114

Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap Anak berupa:

a. pidana pokok; dan

b. pidana tambahan.

Pasal 115

Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a terdiri atas:

a. pidana peringatan;

b. pidana dengan syarat:

1. pembinaan di luar lembaga;

2. pelayanan masyarakat; atau

3. pengawasan.

c. pelatihan kerja;

d. pembinaan dalam lembaga; dan

e. pidana penjara.

Pasal 116

Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf b terdiri atas:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari Tindak Pidana; atau

b. pemenuhan kewajiban adat.

Pasal 117

Ketentuan mengenai diversi, tindakan, dan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 116 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Pidana dan Tindakan bagi Korporasi

Paragraf 1 - Pidana

Pasal 118

Pidana bagi Korporasi terdiri atas:

a. pidana pokok; dan

b. pidana tambahan.

Pasal 119

Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 huruf a adalah pidana denda.

Pasal 120
1 Pidana tambahan bagi Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 huruf b terdiri atas:

a. pembayaran ganti rugi;

b. perbaikan akibat Tindak Pidana;

c. pelaksanaan kewajiban yang telah dilalaikan;

d. pemenuhan kewajiban adat;

e. pembiayaan pelatihan kerja;

f. perampasan Barang atau keuntungan yang diperoleh dari Tindak Pidana;

g. pengumuman putusan pengadilan;

h. pencabutan izin tertentu;

i. pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;

j. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/ atau kegiatan Korporasi;

k. pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan usaha Korporasi; dan

l. pembubaran Korporasi.


2 Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, huruf j, dan huruf k dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.

3 Dalam hal Korporasi tidak melaksanakan pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e, kekayaan atau pendapatan Korporasi dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk memenuhi pidana tambahan yang tidak dipenuhi.

Pasal 121
1 Pidana denda untuk Korporasi dljatuhi paling sedikit kategori IV, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.

2 Dalam hal Tindak Pidana yang dilakukan diancam dengan:

a. pidana penjara di bawah 7 (tqiuh) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VI;

b. pidana penjara paling lama 7 (tujuh) sampai dengan paling lama 15 (lima belas) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VII; atau

c. pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VIII.


Pasal 122
1 Pidana denda wajib dibayar dalam jangka waktu tertentu yang dimuat dalam putusan pengadilan.

2 Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menentukan pembayaran pidana denda dengan cara mengangsur.

3 Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kekayaan atau pendapatan Korporasi dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar.

4 Dalam hal kekayaan atau pendapatan Korporasi tidak mencukupi untuk melunasi pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Korporasi dikenai pidana pengganti berupa pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi.

Paragraf 2 - Tindakan

Pasal 123

Tindakan yang dapat dikenakan bagi Korporasi:

a. pengambilalihan Korporasi;

b. penempatan di bawah pengawasan; dan/ atau

c. penempatan Korporasi di bawah pengampuan.

Pasal 124

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana dan tindakan bagi Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 sampai dengan Pasal 123 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

1 Suatu perbuatan yang memenuhi lebih dari 1 (satu) ketentuan pidana yang diancam dengan ancaman pidana yang sama hanya dijatuhi 1 (satu) pidana, sedangkan jika ancaman pidananya berbeda dijatuhi pidana pokok yang paling berat.

2 Suatu perbuatan yang diatur dalam aturan pidana mum dan aturan pidana khusus hanya dijatuhi aturan pidana khusus, kecuali Undang-Undang menentukan lain.

Bagian Kelima
Perbarengan

Pasal 125
1 Suatu perbuatan yang memenuhi lebih dari 1 (satu) ketentuan pidana yang diancam dengan ancaman pidana yang sama hanya dijatuhi 1 (satu) pidana, sedangkan jika ancaman pidananya berbeda dijatuhi pidana pokok yang paling berat.

2 Suatu perbuatan yang diatur dalam aturan pidana umum dan aturan pidana khusus hanya dijatuhi aturan pidana khusus, kecuali Undang-Undang menentukan lain.

Pasal 126
1 Jika terjadi perbarengan beberapa Tindak Pidana yang saling berhubungan sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut dan diancam dengan ancaman pidana yang sama, hanya dijatuhi 1 (satu) pidana.

2 Jika perbarengan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam dengan pidana yang berbeda, hanya dijatuhi pidana pokok yang terberat.

Pasal 127
1 Jika terjadi perbarengan beberapa Tindak Pidana yang harus dipandang sebagai Tindak Pidana yang berdiri sendiri dan diancam dengan pidana pokok yang sejenis, hanya dijatuhkan 1 (satu) pidana.

2 Maksimum pidana untuk perbarengan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah pidana yang diancamkan pada semua Tindak Pidana tersebut, tetapi tidak melebihi pidana yang terberat ditambah 1/3 (satu per tiga).


Pasal 128
1 Jika terjadi perbarengan beberapa Tindak Pidana yang harus dipandang sebagai Tindak Pidana yang berdiri sendiri dan diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, pidana yang dijatuhkan adalah semua jenis pidana untuk Tindak Pidana masing-masing, tetapi tidak melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah 1/3 (satu per tiga).

2 Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam dengan pidana denda, penghitungan denda didasarkan pada lama maksimum pidana penjara pengganti pidana denda.

3 Jika Tindak Pidana yang dilakukan diancam dengan pidana minimum, minimum pidana untuk perbarengan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah pidana minimum khusus untuk Tindak Pidana masing-masing, tetapi tidak melebihi pidana minimum khusus terberat ditambah 1/3 (satu per tiga).

Pasal 129

Jika dalam perbarengan Tindak Pidana dljatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, terdakwa tidak boleh dijatuhi pidana lain, kecuali pidana tambahan, yakni:

a. pencabutan hak tertentu;

b. perampasan Barang tertentu; dan/ atau

c. pengumuman putusan pengadilan.

Pasal 130
1 Jika terjadi perbarengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 dan Pasal 129, penjatuhan pidana tambahan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pidana pencabutan hak yang sama dijadikan satu dengan ketentuan:

l. paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang dijatuhkan; atau

2. apabila pidana pokok yang diancamkan hanya pidana denda, lama pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.

b. pidana pencabutan hak yang berbeda dijatuhkan secara sendiri-sendiri untuk tiap Tindak Pidana tanpa dikurangi; atau

c. pidana perampasan Barang tertentu atau pidana pengganti dijatuhkan secara sendiri-sendiri untuk tiap Tindak Pidana tanpa dikurangi.


2 Ketentuan mengenai lamanya pidana pengganti bagi pidana perampasan Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat. (1) huruf c berlaku ketentuan pidana pengganti untuk denda.

Pasal 131
1 Jika Setiap Orang telah dijatuhi pidana dan kembali dinyatakan bersalah melakukan Tindak Pidana lain sebelum putusan pidana itu dijatuhkan, pidana yang terdahulu diperhitungkan terhadap pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan perbarengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 sampai dengan Pasal 130, seperti jika Tindak Pidana itu diadili secara bersama.

2 Jika pidana yang dijatuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah mencapai maksimum pidana, hakim cukup menyatakan bahwa terdakwa bersalah tanpa perlu diikuti pidana.


BUKU KEDUA

BAB I
TINDAK PIDANA TERHADAP KEAMANAN NEGARA

Bagian Kesatu
Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara

Paragraf 1 - Penyebaran dan Pengembangan Ajaran Komunisme /Marxisme-Leninisme atau Paham Lain yang Bertentangan dengan Pancasila

Pasal 188
1 Setiap Orang yang menyebarkan dan mengembangkan ajaran komunisme/ marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apa pun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

2 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

3 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) mengakibatkan terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau kerugian Harta Kekayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

4 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan orang menderita Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

5 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

6 Tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Pasal 189

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun, Setiap Orang yang:

a. mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga menganut ajaran komunisme / marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila; atau

b. mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada atau menerima bantuan dari organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang sepatutnya diketahui menganut ajaran komunisme/ marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila, dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintah.

Paragraf 2 - Peniadaan dan Penggantian Ideologi Pancasila

Pasal 190
1 Setiap Orang yang menyatakan keinginannya Di Muka Umum dengan lisan, tulisan, atau melalui media apa pun untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

2 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan:

a. terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau timbulnya kerugian Harta Kekayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun;

b. terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan orang menderita Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun; atau

c. terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.


Bagian Kedua
Tindak Pidana Makar

Paragraf 1 - Makar terhadap Presiden dan/ atau Wakil Presiden

Pasal 191

Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan Presiden dan/ atau Wakil Presiden atau menjadikan Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak mampu menjalankan pemerintahan, dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Paragraf 2 - Makar terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pasal 192

Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia jatuh kepada kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Paragraf 3 - Makar terhadap Pemerintah

Pasal 193
1 Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud menggulingkan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

2 Pemimpin atau pengatur Makar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 194
1 Dipidana karena pemberontakan dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, Setiap Orang yang:

a. melawan pemerintah dengan menggunakan kekuatan senjata; atau

b. dengan maksud untuk melawan pemerintah bergerak bersama-sama atau menyatukan diri dengan gerombolan yang melawan pemerintah dengan menggunakan kekuatan senjata.


2 Pemimpin atau pengatur pemberontakan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 195
1 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun, Setiap Orang yang:

a. mengadakan hubungan dengan orang atau organisasi yang berkedudukan di luar negeri dengan maksud:

1. membujuk orang atau organisasi;

2. memperkuat niat dari orang atau organisasi;

3. menjanjikan atau memberikan bantuan kepada orang atau organisasi; atau

4. memasukkan suatu Barang ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, untuk menggulingkan atau mengambil alih pemerintah;

b. memasukkan suatu Barang ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dapat dipergunakan untuk memberikan bantuan materiel dalam mempersiapkan, memudahkan, atau melakukan penggulingan dan/atau pengambilalihan pemerintah, padahal diketahui atau ada alasan yang kuat untuk menduga bahwa Barang tersebut digunakan untuk maksud tersebut; atau

c. menguasai atau menjadikan suatu Barang sebagai pokok perjanjian yang dapat digunakan untuk memberikan bantuan materiel dalam mempersiapkan, memudahkan, atau melakukan penggulingan dan/ atau pengambilalihan pemerintah, padahal mengetahui atau ada alasan yang kuat untuk menduga bahwa Barang tersebut digunakan untuk maksud tersebut, atau Barang lain sebagai penggantinya dimasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk maksud tersebut, atau digunakan untuk maksud tersebut oleh orang atau badan yang berkedudukan di luar negen.


2 Barang yang digunakan untuk melakukan atau yang berhubungan dengan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dirampas untuk negara atau dimusnahkan.

Pasal 196
1 Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat atau persiapan untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 sampai dengan Pasal 194 dipidana.

2 Setiap Orang yang mempersiapkan perubahan ketatanegaraan secara konstitusional, tidak dipidana.

Bagian Ketiga
Tindak Pidana terhadap Pertahanan Negara

Paragraf 1 - Pertahanan Negara

Pasal 197

Setiap Orang yang tanpa wewenang membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan, atau mengangkut gambar potret, gambar lukis, gambar tangan, atau video pengukuran, penulisan, keterangan, atau petunjuk lain mengenai suatu hal yang bersangkutan dengan kepentingan pertahanan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 198

Setiap Orang yang ditugaskan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengadakan perundingan dengan negara asing bertindak merugikan pertahanan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

Pasal 199
1 Setiap warga negara Indonesia yang ikut serta melakukan Perang atau latihan militer atau bergabung dalam suatu organisasi tertentu untuk melakukan Perang atau latihan militer di luar negeri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.

2 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mendapat persetujuan Pemerintah Indonesia.

Pasal 200

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, Setiap Orang yang:

a. dalam suatu Perang yang tidak melibatkan Indonesia, melakukan perbuatan yang membahayakan sikap kenetralan negara atau melanggar suatu peraturan yang khusus dibuat oleh Pemerintah Indonesia untuk menjaga kenetralan negara; atau

b. dalam Waktu Perang, melanggar suatu peraturan yang dikeluarkan dan diumumkan oleh Pemerintah Indonesia untuk kepentingan pertahanan keamanan negara.

Pasal 201

Setiap Orang yang tanpa izin Presiden atau Pejabat yang diberi wewenang, mengajak warga negara Indonesia untuk menjadi anggota tentara asing, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Pasal 202

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang tanpa wewenang:

a. memasuki wilayah yang sedang dibangun untuk keperluan pertahanan keamanan negara dalam jarak kurang dari 500 (lima ratus) meter, kecuali pada jalan besar untuk lalu lintas umum;

b. memasuki bangunan angkatan darat, angkatan laut, atau angkatan udara, serta Pesawat Udara atau kapal perang melalui jalan lain dari jalan Masuk biasa;

c. membawa alat pemotret ke dalam suatu bagian lapangan yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan; atau

d. mempunyai hasil pemotretan, gambar, atau uraian dari proyek pertahanan keamanan negara dari seluruh atau sebagian lapangan sebagaimana dimaksud dalam huruf c.

Paragraf 2 - Pengkhianatan terhadap Negara dan Pembocoran Rahasia Negara

Pasal 203
1 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, Setiap Orang yang:

a. mengadakan hubungan dengan negara asing atau organisasi asing dengan maksud menggerakkannya untuk melakukan perbuatan permusuhan atau Perang dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. memperkuat niat negara asing atau organisasi asing tersebut untuk melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau

c. menjanjikan bantuan atau membantu negara asing atau organisasi asing mempersiapkan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.


2 Jika perbuatan permusuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya Perang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 204

Setiap Orang yang mengumumkan, memberitahukan, atau memberikan Surat, berita, atau keterangan mengenai suatu hal kepada negara asing atau organisasi asing, padahal orang tersebut mengetahui bahwa hal tersebut harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

Pasal 205

Setiap Orang yang mengumumkan, memberitahukan, atau memberikan kepada orang yang tidak berhak mengetahui seluruh atau sebagian Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara yang berhubungan dengan pertahanan dan keamanan negara terhadap serangan dari luar, yang ada padanya, atau yang diketahuinya mengenai isi, bentuk, atau cara membuat Barang rahasia tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Pasal 206

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:

a. memberikan fasilitas kepada orang yang diketahuinya tidak mempunyai wewenang, mempunyai niat atau sedang mencoba untuk mengetahui seluruh atau sebagian Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 205 atau untuk mengetahui letak, bentuk, susunan persenjataan, perbekalan, perlengkapan amunisi atau kekuatan orang dari proyek pertahanan negara atau suatu hal lain yang bersangkutan dengan kepentingan pertahanan negara; atau

b. menyembunyikan Barang yang diketahuinya akan digunakan untuk melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Pasal 207

Setiap Orang yang karena tugasnya wajib menyimpan Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205, karena kealpaannya menyebabkan isi, bentuk, atau cara membuatnya, seluruh atau sebagian diketahui oleh orang lain yang tidak berhak mengetahuinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan.

Pasal 208

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, Setiap Orang yang:

a. melihat atau mempelajari Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205, seluruh atau sebagian yang diketahuinya atau patut diduga bahwa Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara tersebut tidak boleh diketahuinya;

b. membuat atau meminta membuat cetakan, gambar, atau tiruan dari Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau

c. tidak menyerahkan Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara tersebut kepada Pejabat yang berwenang padahal Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara terse but jatuh ke tangannya.

Pasal 209

Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197, Pasal 202, Pasal 205, Pasal 206, atau Pasal 208 dengan mempergunakan cara curang atau dilakukan dengan cara memberi atau menerima, menimbulkan harapan, atau menjanjikan hadiah, keuntungan, atau upah dalam bentuk apa pun juga atau dilakukan dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, dipidana 2 (dua) kali lipat dari pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197, Pasal 202, Pasal 205, Pasal 206, atau Pasal 208.

Paragraf 3 - Sabotase dan Tindak Pidana pada Waktu Perang

Pasal 210

Dipidana karena sabotase dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, Setiap Orang yang:

a. merusak, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai, atau memusnahkan instalasi negara atau instalasi militer;

b. menghalangi atau menggagalkan pengadaan atau distribusi bahan pokok yang menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan kebijakan pemerintah; atau

c. mengganggu atau merusak secara luas perhubungan darat, laut, udara, atau telekomunikasi.

Pasal 211

Warga negara Indonesia yang dengan sukarela menjadi tentara asing yang sedang berperang dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau kemungkinan akan menghadapi Perang dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan jika Perang benar-benar terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 212
1 Setiap Orang yang dalam Waktu Perang memberi bantuan kepada Musuh atau merugikan negara untuk kepentingan Musuh, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

2 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang:

a. memberitahukan atau menyerahkan peta, rencana, gambar, atau uraian dari bangunan tentara atau keterangan tentang gerakan tentara atau rencana tentara kepada Musuh; atau

b. bekerja pada Musuh sebagai mata-mata, yang meliputi:

1. memiliki, menguasai, atau memperoleh dengan maksud untuk meneruskannya baik langsung maupun tidak langsung kepada Musuh Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuatu peta, rancangan, gambar, atau tulisan tentang bangunan militer atau rahasia militer ataupun keterangan tentang rahasia pemerintah dalam bidang politik, diplomasi, atau ekonomi;

2. melakukan penyelidikan untuk Musuh sebagaimana dimaksud dalam huruf a atau menerima dalam pemondokan, menyembunyikan, atau menolong seorang penyelidik Musuh;

3. mengadakan, memudahkan, atau menyebarkan propaganda untuk Musuh;

4. melakukan sesuatu usaha yang bertentangan dengan kepentingan negara sehingga terhadap seseorang dapat dilakukan penyelidikan, penuntutan, perampasan, atau pembatasan kemerdekaan, penjatuhan pidana, atau tindakan lainnya oleh atau atas kekuasaan Musuh; atau

5. memberikan kepada atau menerima dari Musuh atau pembantu Musuh, sesuatu Barang atau uang, atau melakukan sesuatu perbuatan yang menguntungkan Musuh atau pembantu Musuh, atau menyukarkan atau merintangi atau menggagalkan sesuatu tindakan terhadap Musuh atau pembantu Musuh.


3 Dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun, jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) yang:

a. berkhianat untuk kepentingan Musuh, menyerahkan kepada kekuasaan Musuh, menghancurkan atau membuat tidak dapat dipakai lagi suatu tempat atau tempat penjagaan yang diperkuat atau diduduki, suatu alat perhubungan, suatu perbekalan Perang, atau suatu kas Perang, ataupun suatu bagian dari itu atau menghalang-halangi atau menggagalkan suatu usaha tentara yang direncanakan atau diselenggarakan untuk menangkis atau menyerang; atau

b. menyebabkan atau memudahkan huru-hara, pemberontakan, atau desersi di kalangan tentara.


Pasal 213

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, Setiap Orang yang dalam Waktu Perang, tanpa tujuan membantu Musuh atau merugikan negara untuk menguntungkan Musuh:

a. memberi fasilitas, tempat menumpang, menyembunyikan, atau membantu mata-mata Musuh; atau

b. mengakibatkan atau memudahkan desersi di kalangan tentara.

Pasal 214

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, Setiap Orang yang:

a. dalam Waktu Perang dengan perbuatan curang menyerahkan Barang keperluan tentara; atau

b. ditugaskan untuk mengawasi penyerahan Barang sebagaimana dimaksud dalam huruf a membiarkan perbuatan curang tersebut.

Pasal 215

Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 sampai dengan Pasal 214 berlaku juga, jika salah satu dari perbuatan tersebut dilakukan terhadap atau berkaitan dengan negara sekutu dalam Perang bersama.

Pasal 216

Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat dan persiapan untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 atau Pasal 212 dipidana.

BAB II
TINDAK PIDANA TERHADAP MARTABAT PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN

Bagian Kesatu
Penyerangan terhadap Presiden dan/ atau Wakil Presiden

Pasal 217

Setiap Orang yang menyerang diri Presiden dan/ atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Bagian Kedua
Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/ atau Wakil Presiden

Pasal 218
1 Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/ atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

2 Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pasal 219

Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden dan/ atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 220
1 Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.

2 Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden dan/ atau Wakil Presiden.

BAB III
TINDAK PIDANA TERHADAP NEGARA SAHABAT

Bagian Kesatu
Makar terhadap Negara Sahabat

Paragraf 1 - Makar untuk Melepaskan Wilayah Negara Sahabat

Pasal 221

Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud untuk melepaskan wilayah negara sahabat, baik seluruh maupun sebagian dari kekuasaan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Pasal 222

Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud untuk menghapuskan atau mengubah dengan cara tidak sah bentuk pemerintahan yang ada dalam negara sahabat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 223

Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat dan persiapan untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 221 dan Pasal 222 dipidana.

Paragraf 2 - Makar terhadap Kepala Negara Sahabat

Pasal 224

Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan kepala negara sahabat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

Bagian Kedua
Penyerangan terhadap Kepala Negara Sahabat dan Wakil Kepala Negara Sahabat serta Penodaan Bendera

Paragraf 1 - Penyerangan terhadap Kepala Negara Sahabat dan Wakil Kepala Negara Sahabat

Pasal 225

Setiap Orang yang menyerang diri kepala negara sahabat dan wakil kepala negara sahabat yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan.

Paragraf 2 - Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Kepala Negara Sahabat dan Wakil Negara Sahabat

Pasal 226

Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri kepala negara sahabat yang sedang menjalankan tugas kenegaraan di Negara Kesatuan Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Pasal 227

Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri wakil dari negara sahabat yang bertugas di Negara Kesatuan Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Pasal 228
1 Setiap Orang yang menyiarkan, mepertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap kepala negara sahabat atau wakil negara sahabat di Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan maksud agar isi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

2 Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.

Pasal 229
1 Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 sampai dengan Pasal 228 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.

2 Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh kepala negara sahabat dan wakil negara sahabat.

Pasal 230

Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 sampai dengan Pasal 228, jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Paragraf 3 - Penodaan Bendera Kebangsaan Negara Sahabat

Pasal 231

Setiap Orang yang menodai bendera kebangsaan dari negara sahabat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

BAB IV
TINDAK PIDANA TERHADAP PENYELENGGARAAN RAPAT LEMBAGA LEGISLATIF DAN SADAN PEMERINTAH

Pasal 232

Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan membubarkan rapat lembaga legislatif dan/ atau badan pemerintah atau memaksa lembaga dan/atau badan tersebut agar mengambil atau tidak mengambil suatu keputusan, atau mengusir pimpinan atau anggota rapat tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.

Pasal 233

Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan merintangi pimpinan atau anggota lembaga legislatif dan/ atau badan pemerintah untuk menghadiri rapat lembaga dan/ atau badan terse but, atau untuk menjalankan kewajiban dengan bebas dan tidak terganggu dalam rapat lembaga dan/ atau badan terse but, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.


BAB V
TINDAK PIDANA TERHADAP KETERTIBAN UMUM

Bagian Kesatu
Penghinaan terhadap Simbol Negara, Pemerintah atau Lembaga Negara, dan Golongan Penduduk

Paragraf 1 - Penodaan terhadap Bendera Negara, Lambang Negara, dan Lagu Ke bangsaan

Pasal 234

Setiap Orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain terhadap bendera negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan bendera negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 235

Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:

a. memakai bendera negara untuk reklame atau iklan komersial;

b. mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;

c. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain, atau memasang lencana atau benda apa pun pada bendera negara; atau

d. memakai bendera negara untuk langit-langit, atap, pembungkus Barang, dan tutup Barang yang dapat menurunkan kehormatan bendera negara.

Pasal 236

Setiap Orang yang mencoret, menulisi, menggambar atau menggambari, atau membuat rusak lambang negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 237

Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:

a. menggunakan lambang negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;

b. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/ atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara; atau

c. menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang.

Pasal 238

Setiap Orang yang menodai atau menghina lagu kebangsaan dengan mengubah lagu kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan lagu kebangsaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 239

Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang menodai atau menghina lagu kebangsaan dengan:

a. memperdengarkan, menyanyikan, atau menyebarluaskan hasil ubahan lagu kebangsaan dengan maksud untuk tujuan komersial; atau

b. menggunakan lagu kebangsaan untuk iklan dengan maksud untuk tujuan komersial.

Paragraf 2 - Penghinaan terhadap Pemerintah atau Lembaga Negara

Pasal 240
1 Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

2 Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

3 Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.

4 Aduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara tertulis oleh pimpinan pemerintah atau lembaga negara.

Pasal 241
1 Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

2 Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

3 Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.

4 Aduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara tertulis oleh pimpinan pemerintah atau lembaga negara.

Paragraf 3 - Penghinaan terhadap Golongan Penduduk

Pasal 242

Setiap Orang yang Di Muka Umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 243
1 Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi, yang berisi pernyataan perasaan permusuhan dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik yang berakibat timbulnya Kekerasan terhadap orang atau Barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

2 Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan Tindak Pidana tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.

Paragraf 4 - Tindak Pidana atas Dasar Diskriminasi Ras dan Etnis

Pasal 244

Setiap Orang yang melakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Pasal 245

Setiap Orang yang melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, perkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan Kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).


Bagian Kedua
Penghasutan dan Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana

Paragraf 1 - Penghasutan untuk Melawan Penguasa Umum

Pasal 246

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan:

a. menghasut orang untuk melakukan Tindak Pidana; atau

b. menghasut orang untuk melawan penguasa umum denganKekerasan.

Pasal 247

Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi hasutan agar melakukan Tindak Pidana atau melawan penguasa umum dengan Kekerasan, dengan maksud agar isi penghasutan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori V.

Pasal 248
1 Setiap Orang yang menggerakkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d untuk melakukan Tindak Pidana dan Tindak Pidana tersebut atau percobaannya yang dapat dipidana tidak terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

2 Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dijatuhi pidana yang lebih berat dari yang dapat dijatuhkan terhadap percobaan melakukan Tindak Pidana tersebut atau jika percobaan tersebut tidak dapat dipidana maka tidak dapat dijatuhi pidana yang lebih berat dari yang ditentukan terhadap Tindak Pidana tersebut.

3 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku jika tidak terjadinya Tindak Pidana atau percobaan yang dapat dipidana tersebut disebabkan oleh karena kehendaknya sendiri.

Paragraf 2 - Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana

Pasal 249

Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana untuk melakukan Tindak Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

Pasal 250
1 Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penawaran untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana guna melakukan Tindak Pidana dengan maksud agar penawaran tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

2 Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.

Pasal 251
1 Setiap Orang yang memberi obat atau meminta seorang perempuan untuk menggunakan obat dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa obat tersebut dapat mengakibatkan gugurnya kandungan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

2 Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.

Pasal 252
1 Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

2 Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).


Bagian Ketiga
Tidak Melaporkan atau Memberitahukan Adanya Orang yang Hendak Melakukan Tindak Pidana

Paragraf 1 - Tidak Melaporkan Adanya Permufakatan Jahat

Pasal 253

Setiap Orang yang mengetahui adanya permufakatan jahat untuk melakukan salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 sampai dengan Pasal 194, Pasal 205, Pasal 208, Pasal 212, Pasal 308, atau Pasal 310, tidak memberitahukan kepada Pejabat yang berwenang atau kepada orang yang terancam padahal masih ada waktu untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana tersebut, jika Tindak Pidana terse but benar-benar terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

Paragraf 2 - Tidak Memberitahukan Kepada Pejabat yang Berwenang Adanya Orang yang Berencana Melakukan Tindak Pidana

Pasal 254
1 Setiap Orang yang mengetahui adanya orang yang berniat untuk melakukan:

a. salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 sampai dengan Pasal 198, Pasal 200, Pasal 202, Pasal 205, Pasal 206, Pasal 208, Pasal 211 sampai dengan Pasal 217;

b. desersi pada Waktu Perang atau pengkhianatan tentara; atau

c. Tindak Pidana pembunuhan berencana, penculikan, perkosaan, atau salah satu Tindak Pidana yang membahayakan keamanan umum, bagi orang, kesehatan, Barang, dan lingkungan hidup yang berakibat membahayakan nyawa orang, tidak memberitahukan kepada Pejabat yang berwenang atau kepada orang yang terancam padahal masih ada waktu untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana tersebut, jika Tindak Pidana tersebut terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.


2 Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap orang yang mengetahui salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilakukan dan telah membahayakan nyawa orang pada saat akibat masih dapat dicegah, tidak memberitahukan kepada Pejabat yang berwenang atau kepada orang yang terancam.

Pasal 255

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 dan Pasal 254 tidak berlaku bagi orang yang jika memberitahukan hal tersebut kepada Pejabat yang berwenang atau orang yang terancam akan mendatangkan bahaya penuntutan pidana bagi diri sendiri, keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus atau menyamping derajat kedua atau ketiga dari suami atau istrinya atau mantan suami atau istrinya, atau bagi orang lain yang jika dituntut sehubungan dengan jabatan atau profesinya, dimungkinkan menurut hukum untuk dibebaskan menjadi saksi terhadap orang tersebut.


Bagian Keempat
Gangguan terhadap Ketertiban dan Ketenteraman Umum

Paragraf 1 - Penyelenggaraan Pawai, Unjuk Rasa, atau Demonstrasi

Pasal 256

Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umurn, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Paragraf 2 - Memasuki Rumah dan Pekarangan Orang Lain

Pasal 257
1 Setiap Orang yang secara melawan hukum memaksa Masuk ke dalam rumah, ruangan tertutup, atau pekarangan tertutup yang dipergunakan oleh orang lain atau yang sudah berada di dalamnya secara melawan hukum, tidak segera pergi meninggalkan tempat tersebut atas permintaan orang yang berhak atau suruhannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

2 Dianggap memaksa Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Setiap Orang yang Masuk dengan jalan, merusak, atau Memanjat, menggunakan Anak Kunci Palsu, perintah palsu, atau pakaian dinas palsu, atau yang dengan tidak sepengetahuan lebih dahulu pihak yang berhak serta bukan karena kekhilafan Masuk dan kedapatan di tempat tersebut pada Malam.

3 Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

4 Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu dan bersama-sama, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).

Paragraf 3 - Penyadapan

Pasal 258
1 Setiap Orang yang secara melawan hukum mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/ atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.

2 Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan hasil pembicaraan atau perekaman sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.

3 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Setiap Orang yang melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan atau melaksanakan perintah jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32.

Pasal 259

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, Setiap Orang yang:

a. mempergunakan kesempatan yang diperoleh dengan tipu muslihat atau secara melawan hukum merekam gambar seseorang atau lebih yang berada di dalam suatu rumah atau ruangan yang tidak terbuka untuk umum dengan menggunakan alat bantu teknis sehingga merugikan kepentingan hukum orang tersebut;

b. memiliki gambar yang diketahui atau patut diduga diperoleh melalui perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau

c. menyiarkan atau menyebarluaskan gambar sebagaimana dimaksud dalam huruf b dengan menggunakan sarana teknologi informasi.

Paragraf 4 - Memaksa Masuk Kantor Pemerintah

Pasal 260
1 Setiap Orang yang secara melawan hukum memaksa Masuk ke dalam kantor pemerintah yang melayani kepentingan umum atau yang berada di dalamnya secara melawan hukum dan atas permintaan Pejabat yang berwenang tidak segera pergi meninggalkan tempat tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 3 (tiga) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

2 Dianggap memaksa Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), Setiap Orang yang Masuk dengan merusak, Memanjat, atau dengan menggunakan Anak Kunci Palsu, perintah palsu, pakaian dinas palsu, atau yang dengan tidak sepengetahuan lebih dahulu Pejabat yang berwenang serta bukan karena kekhilafan Masuk dan kedapatan di dalam tempat tersebut pada Malam.

3 Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

4 Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu dan bersama-sama, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).

Paragraf 5 - Turut Serta dalam Organisasi yang Bertujuan Melakukan Tindak Pidana

Pasal 261
1 Setiap Orang yang menggabungkan diri dalam organisasi yang bertujuan melakukan Tindak Pidana atau organisasi yang dilarang berdasarkan Undang Undang atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

2 Pendiri atau pengurus organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).

Paragraf 6 - Melakukan Kekerasan terhadap Orang atau Barang secara Bersama-sama Di Muka Umum

Pasal 262
1 Setiap Orang yang dengan terang-terangan atau Di Muka Umum dan dengan tenaga bersama melakukan Kekerasan terhadap orang atau Barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

2 Jika Kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hancurnya Barang atau mengakibatkan Iuka, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

3 Jika Kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

4 Jika Kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

5 Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat ( 1) huruf d.

Paragraf 7 - Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong

Pasal 263
1 Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

2 Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan terse but adalah bohong yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 264

Setiap Orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga, bahwa berita demikian dapat mengakibatkan kerusuhan di masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Paragraf 8 - Gangguan terhadap Ketenteraman Lingkungan dan Rapat Umum

Pasal 265

Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang mengganggu ketenteraman lingkungan dengan:

a. membuat hingar-bingar atau berisik tetangga pada Malam; atau

b. membuat seruan atau tanda-tanda bahaya palsu.

Pasal 266

Setiap Orang yang membuat kekacauan sehingga mengganggu rapat umum yang sah, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.

Pasal 267

Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan merintangi atau membubarkan rapat umum yang sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

Paragraf 9 - Gangguan terhadap Pemakaman dan Jenazah

Pasal 268

Setiap Orang yang merintangi, menghalang-halangi, atau mengganggu jalan Masuk ke pemakaman, pengangkutan jenazah ke pemakaman, atau upacara pemakaman jenazah, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.

Pasal 269

Setiap Orang yang menodai atau secara melawan hukum merusak atau menghancurkan makam atau tanda-tanda yang ada di atas makam, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 ( satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

Pasal 270

Setiap Orang yang mengubur, menyembunyikan, membawa, atau menghilangkan jenazah untuk menyembunyikan kematian atau kelahirannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Pasal 271

Setiap Orang yang secara melawan hukum menggali atau membongkar makam, mengambil, memindahkan, atau mengangkut jenazah, dan/ atau memperlakukan jenazah secara tidak beradab, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.


Bagian Kelima
Penggunaan Ijazah atau Gelar Akademik Palsu

Pasal 272
1 Setiap Orang yang memalsukan atau membuat palsu ijazah atau sertifikat kompetensi dan dokumen yang menyertainya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

2 Setiap Orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, atau vokasi palsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

3 Setiap Orang yang menerbitkan dan/ atau memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, atau vokasi palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.


Bagian Keenam
Tindak Pidana Perizinan

Paragraf 1 - Gadai Tanpa Izin

Pasal 273

Setiap Orang yang tanpa izin meminjamkan uang atau Barang dalam bentuk gadai, jual beli dengan boleh dibeli kembali, atau perjanjian komisi sebagai mata pencaharian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Paragraf 2 - Penyelenggaraan Pesta atau Keramaian

Pasal 274
1 Setiap Orang yang tanpa izin mengadakan pesta atau keramaian untuk umum di jalan umum atau di tempat umum, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.

2 Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Paragraf 3 - Menjalankan Pekerjaan tanpa Izin atau Melampaui Kewenangan

Pasal 275

Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:

a. tanpa izin menjalankan pekerjaan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus memiliki izin; atau

b. melampaui wewenang yang diizinkan dalam menjalankan pekerjaan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 4 - Pemberian atau Penerimaan Barang kepada dan dari Narapidana

Pasal 276

Setiap Orang yang tanpa izin memberi kepada atau menerima dari narapidana suatu Barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.


Bagian Ketujuh
Gangguan terhadap Tanah, Benih, Tanaman, dan Pekarangan

Pasal 277

Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:

a. berjalan atau berkendaraan di atas tanah pembenihan, penanaman, atau yang disiapkan untuk itu yang merupakan milik orang lain; atau

b. tanpa hak berjalan atau berkendaraan di atas tanah yang oleh pemiliknya dilarang Masuk atau sudah diberi larangan Masuk dengan jelas.



Sumber: peraturan.bpk.go.id/Details/234935/uu-no-1-tahun-2023

Mencabut:

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bertalian Dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-Undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan Kejahatan Terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Hukuman Denda Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Dalam Ketentuan-Ketentuan Pidana Lainnya Yang Dikeluarkan Sebelum Tanggal 17 Agustus 1945

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Republik Indonesia Tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia Dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan tentang Hukum Pidana


Mencabut sebagian:

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 36, Pasal 45 ayat (1), Pasal 45 ayat (3), Pasal 45A ayat (2), Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang Pasal 81 ayat (1) dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 81 ayat (1) dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme Pasal 4 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 136 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 120 ayat (1) dan Pasal 126 huruf e Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 192, Pasal 194, dan Pasal 195 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 111 sampai dengan Pasal 126 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Pasal 66 sampai dengan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis Pasal 15 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 36, Pasal 45 ayat (1), Pasal 45 ayat (3), Pasal 45A ayat (2), Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 69 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 81 ayat (1) dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 36 sampai dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

UUDrt No. 12 Tahun 1951 tentang Mengubah "Ordonnantie Tijdelijke Bijzondere Strafbepalingen" (Stbl. 1948 No.17) dan Undang-Undang R.I. Dahulu Nr 8 Tahun 1948 Pasal 1 dan Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951

UUDrt No. 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-Tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil Pasal 5 ayat (3) huruf b dan huruf c Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951

Pasal 4 Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 2023

TENTANG

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,