Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2018

PembukaanSunting

{{{jenis}}}

Nomor {{{nomor}}} Tahun {{{tahun}}}
TENTANG
{{{tentang}}}

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
{{{pejabat}}},



KonsideranSunting

Menimbang:
a. bahwa Cagar Budaya merupakan kebudayaan daerah yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dalam rangka memajukan kebudayaan daerah untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat;
b. bahwa Cagar Budaya yang berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan perlu dikelola dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya;
c. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pemerintah Daerah mempunyai tugas untuk melakukan Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Cagar Budaya;

Dasar HukumSunting

Mengingat:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar dalam lingkungan Propinsi Djawa-Timur, Djawa-Tengah, Djawa-Barat dan Dalam Daerah Istimewa Djogjakarta sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5679);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1987 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Malang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Malang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041);
12. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);
13. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.49/UM.001/MKP/2009 tentang Pedoman Pelestarian Benda Cagar Budaya dan Situs;
14. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 01/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036);
16. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030 (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2011 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kota Malang Nomor 4);
17. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2012 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kota Malang Nomor 1);

KeputusanSunting

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MALANG

dan

WALIKOTA MALANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG CAGAR BUDAYA.

BAB I KETENTUAN UMUMSunting

Pasal 1Sunting

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1.  Daerah  adalah Kota Malang.

2.  Pemerintah Daerah  adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

3.  Walikota  adalah Walikota Malang.

4.  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD  adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang.

5.  Perangkat Daerah  adalah unsur pembantu Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

6.  Pejabat yang ditunjuk  adalah pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang tertentu dan mendapat pendelegasian dari Walikota.

7.  Cagar Budaya  adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

8.  Benda Cagar Budaya  adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

9.  Bangunan Cagar Budaya  adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.

10.  Struktur Cagar Budaya  adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.

11.  Situs Cagar Budaya  adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.

12.  Kawasan Cagar Budaya  adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

13.  Daftar Warisan Budaya Daerah  adalah dokumen yang berisi catatan data Warisan Budaya, yang dibuat oleh Pemerintah Kota.

14.  Kepemilikan  adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.

15.  Penguasaan  adalah pemberian wewenang dari pemilik kepada Pemerintah Daerah, atau setiap orang untuk mengelola Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.

16.  Pengalihan  adalah proses pemindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya dari setiap orang dan/atau badan kepada Pemerintah Daerah atau pihak lain.

17.  Kompensasi  adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

18.  Insentif  adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain bersifat non dana untuk mendorong pelestarian Cagar Budaya dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

19.  Tim Ahli Cagar Budaya yang selanjutnya disebut Tim Ahli  adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya.

20.  Tenaga Ahli Pelestarian yang selanjutnya disebut Tenaga Ahli  adalah orang yang karena kompetensi keahlian khususnya dan/atau memiliki sertifikat di bidang Pelindungan, Pengembangan, atau Pemanfaatan Cagar Budaya.

21.  Museum  adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.

22.  Kurator  adalah orang yang karena kompetensi keahliannya bertanggungjawab dalam pengelolaan koleksi museum.

23.  Pendaftaran  adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada Pemerintah Daerah atau perwakilan Indonesia di luar negeri dan selanjutnya dimasukkan dalam Register Nasional Cagar Budaya.

24.  Penetapan  adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh Kepala Daerah berdasarkan rekomendasi Tim Ahli.

25.  Register Nasional Cagar Budaya  adalah daftar resmi kekayaan budaya bangsa berupa Cagar Budaya yang berada di dalam dan di luar negeri.

26.  Pengelolaan  adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

27.  Pelestarian  adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.

28.  Perlindungan  adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.

29.  Penyelamatan  adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi Cagar Budaya kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan.

30.  Pengamanan  adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari ancaman dan/atau gangguan.

31.  Juru Pelihara  adalah tenaga teknis yang mempuyai kemampuan, pengetahuan, dan ketrampilan dalam melakukan pemeliharaan Cagar Budaya.

32.  Zonasi  adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.

33.  Pemeliharaan  adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik Cagar Budaya tetap lestari.

34.  Pemugaran  adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bagunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.

35.  Pengembangan  adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian.

36.  Penelitian  adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan metode yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan bagi kepentingan Pelestarian Cagar Budaya, ilmu pengetahuan, dan pengembangan kebudayaan.

37.  Revitalisasi  adalah kegiatan pengembangan yang ditunjukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat.

38.  Pemanfaatan  adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.

39.  Perbanyakan  adalah kegitan duplikasi langsung terhadap Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian- bagiannya.

40.  Adaptasi  adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.

41.  Etika Pelestarian Cagar Budaya  adalah norma sosial yang diwujudkan dalam standar moral guna membimbing perilaku setiap orang yang melakukan pelestarian Cagar Budaya.

42.  Setiap orang  adalah perseorangan, kelompok orang, masyarakat, badan usaha berbadan hukum, dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum.

BAB II RUANG LINGKUPSunting

Pasal 2Sunting

Ruang lingkup Cagar Budaya meliputi:

a. pelestarian cagar budaya;

b. registrasi;

c. pengelolaan cagar budaya;

d. peran serta masyarakat;

e. penghargaan;dan

f. pembiayaan;

BAB III PELESTARIAN CAGAR BUDAYASunting

Bagian Kesatu Umum

Pasal 3Sunting

Pasal 3Sunting

1

Pasal 3Sunting

2

Pasal 3Sunting

3

Pasal 3Sunting

4

Pasal 4Sunting

Pasal 4Sunting

1

Pasal 4Sunting

2

Pasal 5Sunting

Setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya.

Pasal 6Sunting

Pasal 6Sunting

1

Pasal 6Sunting

2

Pasal 6Sunting

3

Pasal 6Sunting

4

Paragraf 1

Koordinasi Pelestarian

Pasal 7Sunting

Pasal 7Sunting

1

Pasal 7Sunting

2

Paragraf 2

Etika Pelestarian Cagar Budaya

Pasal 8Sunting

Pasal 8Sunting

1

Pasal 8Sunting

2

Paragraf 3

Arahan Pelestarian

Pasal 9Sunting

Pasal 9Sunting

1

Pasal 9Sunting

2

Pasal 9Sunting

3

Pasal 10Sunting

Pelestarian Benda Cagar Budaya harus mempertimbangkan:

a. bentuk; dan

b. sifat dan kondisi Benda Cagar Budaya.

Pasal 11Sunting

Pelestarian Bangunan Cagar Budaya harus mempertimbangkan:

a. peringkat dan golongan Bangunan Cagar Budaya;

b. keaslian bangunan (bentuk corak/tipe/langgam arsitektur, bahan, tata letak, struktur, teknik pengerjaan);

c. kondisi bangunan; dan

d. kepemilikan dan kesesuian dengan lingkungan dan lokasi keberadaan bangunan, jenis, serta jumlah.

Pasal 12Sunting

Pelestarian Struktur Cagar Budaya harus mempertimbangkan:

a. ciri asli;

b. bentuk; dan/atau

c. fasad struktur.

Pasal 13Sunting

Pelestarian Situs Cagar Budaya harus mempertimbangkan:

a. pemanfaatan;

b. daya dukung;

c. daya tampung;

d. memperkuat nilai penting dan identitas; dan

e. citra situs.

Pasal 14Sunting

Pelestarian Kawasan Cagar Budaya harus mempertimbangkan:

a. langgam arsitekstur bernuansa budaya sebagai pembetuk citra kawasan;

b. fasad bangunan pada jalan utama;

c. peruntukan kawasan;

d. elemen/unsur utama pembentuk kawasan yang meliputi:

1. tata ruang;

2. jalan;

3. tata lingkungan;

4. garis langit;

5. elemen jalan;

6. flora; dan

7. infrastruktur;

e. penanda toponimi kampong;

f. bangunan, struktur, dan situs Cagar Budaya yang merupakan isi dari kawasan yang menjadi prioritas untuk dilestarikan;

g. definisi dan zonasi kawasan;

h. revitalisasi kawasan; dan

i. ciri asli lanskap budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya sebelum dilakukan adaptasi.

Bagian Kedua

Perlindungan

Paragraf 1

Umum

Pasal 15Sunting

Pasal 15Sunting

1

Pasal 15Sunting

2

Paragraf 2

Penyelamatan

Pasal 16Sunting

Pasal 16Sunting

1

Pasal 16Sunting

2

Pasal 17Sunting

Pasal 17Sunting

1

Pasal 17Sunting

2

Pasal 17Sunting

3

Pasal 18Sunting

Penyelamatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3

Pengamanan

Pasal 19Sunting

Pasal 19Sunting

1

Pasal 19Sunting

2

Pasal 19Sunting

3

Pasal 19Sunting

4

Pasal 20Sunting

Setiap orang dilarang:

a. merusak, menghilangkan dan/atau mengambil dengan tanpa hak atas Cagar Budaya, baik seluruh maupun sebagian, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal; dan

b. memindahkan dan/atau memisahkan Cagar Budaya peringkat kota, baik seluruh maupun sebagian, kecuali dengan izin Walikota sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan

c. membawa Cagar Budaya keluar wilayah daerah bukan untuk kepentingan penelitian, promosi kebudayaan, dan/atau pameran, kecuali dengan izin pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 21Sunting

Pasal 21Sunting

1

Pasal 21Sunting

2

Pasal 21Sunting

3

Pasal 21Sunting

4

Pasal 21Sunting

5

Pasal 22Sunting

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 diatur dalam Peraturan Walikota.

Paragraf 4

Penetapan Zonasi

Pasal 23Sunting

Pasal 23Sunting

1

Pasal 23Sunting

2

Pasal 23Sunting

3

Pasal 24Sunting

Pasal 24Sunting

1

Pasal 24Sunting

2

Pasal 24Sunting

3

Pasal 24Sunting

4

Pasal 24Sunting

5

Pasal 24Sunting

6

Paragraf 5

Pemeliharaan

Pasal 25Sunting

Pasal 25Sunting

1

Pasal 25Sunting

2

Pasal 26Sunting

Pasal 26Sunting

1

Pasal 26Sunting

2

Pasal 26Sunting

3

Pasal 26Sunting

4

Pasal 26Sunting

5

Pasal 26Sunting

6

Paragraf 6

Pemugaran

Pasal 27Sunting

Pasal 27Sunting

1

Pasal 27Sunting

2

Pasal 27Sunting

3

Pasal 27Sunting

4

Pasal 27Sunting

5

Pasal 27Sunting

6

Pasal 27Sunting

7

Pasal 27Sunting

8

Pasal 27Sunting

9

Pasal 27Sunting

10

Pasal 28Sunting

Pasal 28Sunting

1

Pasal 28Sunting

2

Pasal 28Sunting

3

Pasal 29Sunting

Pasal 29Sunting

1

Pasal 29Sunting

2

Pasal 30Sunting

Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 diatur dalam Peraturan Walikota.

Bagian Ketiga

Pengembangan

Paragraf 1

Umum

Pasal 31Sunting

Pasal 31Sunting

1

Pasal 31Sunting

2

Pasal 31Sunting

3

Pasal 31Sunting

4

Pasal 31Sunting

5

Pasal 31Sunting

6

Pasal 32Sunting

Pasal 32Sunting

1

Pasal 32Sunting

2

Pasal 32Sunting

3

Pasal 32Sunting

4

Pasal 33Sunting

Pasal 33Sunting

1

Pasal 33Sunting

2

Pasal 33Sunting

3

Paragraf 2

Penelitian

Pasal 34Sunting

Pasal 34Sunting

1

Pasal 34Sunting

2

Pasal 34Sunting

3

Pasal 34Sunting

4

Pasal 34Sunting

5

Paragraf 3

Revitalisasi

Pasal 35Sunting

Pasal 35Sunting

1

Pasal 35Sunting

2

Pasal 35Sunting

3

Pasal 35Sunting

4

Pasal 35Sunting

5

Pasal 35Sunting

6

Pasal 36Sunting

Ketentuan lebih lanjut mengenai Revitalisasi sebagimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur dalam Peraturan Walikota.

Paragraf 4

Adaptasi

Pasal 37Sunting

Pasal 37Sunting

1

Pasal 37Sunting

2

Pasal 38Sunting

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diatur dalam Peraturan Walikota.

Bagian Keempat

Pemanfaatan

Pasal 39Sunting

Pasal 39Sunting

1

Pasal 39Sunting

2

Pasal 39Sunting

3

Pasal 39Sunting

4

Pasal 39Sunting

5

Pasal 39Sunting

6

Pasal 40Sunting

Pemanfaatan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan wajib didahului dengan kajian, penelitian, dan/atau analisis mengenai dampak lingkungan.

Pasal 41Sunting

Pasal 41Sunting

1

Pasal 41Sunting

2

Pasal 42Sunting

Pasal 42Sunting

1

Pasal 42Sunting

2

Pasal 42Sunting

3

Pasal 42Sunting

4

Pasal 43Sunting

Pemanfaatan dengan cara perbanyakan Benda Cagar Budaya yang tercatat sebagai Cagar Budaya Daerah atau dimiliki dan/atau dikuasai setiap orang atau dikuasai Pemerintah Daerah hanya dapat dilakukan atas izin Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 44Sunting

Pemanfaatan koleksi berupa Cagar Budaya di museum dilakukan untuk pengembangan pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, sosial, dan/atau pariwisata.

Pasal 45Sunting

Setiap orang dilarang:

a. mendokumentasikan Cagar Budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya untuk kepentingan komersial tanpa seizin pemilik dan/atau yang menguasainya;

b. memanfaatkan Cagar Budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dengan cara perbanyakan, kecuali dengan seizin Walikota.

Pasal 46Sunting

Pasal 46Sunting

1

Pasal 46Sunting

2

Pasal 47Sunting

Pasal 47Sunting

1

Pasal 48Sunting

2

Pasal 48Sunting

Pasal 48Sunting

1

Pasal 48Sunting

2

Pasal 48Sunting

3

Pasal 49Sunting

Pasal 49Sunting

1

Pasal 49Sunting

2

BAB IV REGISTRASI DAERAHSunting

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 50Sunting

Registrasi Daerah Cagar Budaya meliputi:

a. Pendaftaran;

b. Pengkajian;

c. Penetapan; dan

d. Pelaporan.

Bagian Kedua

Pendaftaran

Pasal 51Sunting

Pendaftaran Cagar Budaya dilakukan dengan tahapan:

a. pra pendaftaran;

b. pendaftaran

c. klarifikasi; dan

d. verifikasi.

Pasal 52Sunting

Pra pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dilakukan dengan cara:

a. mendiskripsikan dan mendokumentasikan objek yang diduga Cagar Budaya berdasarkan usianya, kelangkaan jenisnya, keunikan rancangannya, keterbatasan jumlahnya, dan/atau kepentingan nilainya bagi masyarakat;

b. pengumpulan data objek atau objek yang diduga sebagai Cagar Budaya meliputi: nama, bentuk, jenis, ukuran, bahan, warna, satuan ruang, wilayah administrasi, pemilik/ yang menguasai, pemanfaatan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan deskripsi;

c. pengumpulan data lokasi dan satuan ruang geografis yang diduga sebagai Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan:

1. sifat benda, bangunan, atau struktur di dalamnya yang bergerak atau tidak bergerak;

2. hubungan historis antara benda, bangunan, atau struktur yang menunjukkan kegiatan manusia di masa lampau, baik pada masa yang akan bersamaan maupun pada masa yang berbeda;

3. kepadatan dan persebaran benda, bangunan, atau struktur; dan

4. kebutuhan ruang bagi Pelestarian.

Pasal 53Sunting

Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 54Sunting

Pasal 54Sunting

1

Pasal 54Sunting

2

Pasal 54Sunting

3

Pasal 54Sunting

4

Pasal 55Sunting

Pemerintah Daerah membantu pendaftaran Cagar Budaya dalam sistem dan jejaring Pendaftaran Cagar Budaya secara digital dan/atau nondigital.

Pasal 56Sunting

Pasal 56Sunting

1

Pasal 56Sunting

2

Pasal 56Sunting

3

Pasal 57Sunting

Pasal 57Sunting

1

Pasal 57Sunting

2

Pasal 57Sunting

3

Bagian Ketiga

Pengkajian

Pasal 58Sunting

Pasal 58Sunting

1

Pasal 58Sunting

2

Pasal 58Sunting

3

Pasal 58Sunting

4

Pasal 58Sunting

5

Pasal 59Sunting

Pengkajian terhadap koleksi museum yang didaftarkan dilakukan oleh Kurator dan selanjutnya diserahkan kepada Tim Ahli.

Pasal 60Sunting

Pasal 60Sunting

1

Pasal 60Sunting

2

Pasal 61Sunting

Pasal 61Sunting

1

Pasal 61Sunting

2

Pasal 61Sunting

3

Pasal 61Sunting

4

Pasal 62Sunting

Pasal 62Sunting

1

Pasal 62Sunting

2

Pasal 62Sunting

3

Pasal 62Sunting

4

Bagian Keempat

Penetapan

Pasal 63Sunting

Pasal 63Sunting

1

Pasal 63Sunting

2

Pasal 64Sunting

Pasal 64Sunting

1

Pasal 64Sunting

2

Bagian Kelima

Pelaporan

Pasal 65Sunting

Walikota atau pejabat yang ditunjuk melaporkan keputusan penetapan cagar budaya ke kementerian yang membidangi urusan pemerintahan bidang kebudayaan.

Pasal 66Sunting

Setelah tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya, pemilik Cagar Budaya berhak memperoleh jaminan hukum berupa:

a. surat keterangan status Cagar Budaya; dan

b. surat keterangan kepemilikan berdasarkan bukti yang sah. (diusulkan untuk dihapuskan)

BAB V PENGELOLAAN CAGAR BUDAYASunting

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 67Sunting

Pasal 67Sunting

1

Pasal 67Sunting

2

Pasal 67Sunting

3

Pasal 67Sunting

4

Bagian Kedua

Perencanaan

Pasal 68Sunting

Pasal 68Sunting

1

Pasal 68Sunting

2

Pasal 68Sunting

3

Pasal 68Sunting

4

Pasal 68Sunting

5

Pasal 69Sunting

Pasal 69Sunting

1

Pasal 69Sunting

2

Bagian Ketiga

Pelaksanaan

Pasal 70Sunting

Pasal 70Sunting

1

Pasal 70Sunting

2

Bagian Keempat

Pembinaan

Pasal 71Sunting

Pasal 71Sunting

1

Pasal 71Sunting

2

Pasal 71Sunting

3

Bagian Kelima

Pengawasan

Pasal 72Sunting

Pasal 72Sunting

1

Pasal 72Sunting

2

Pasal 72Sunting

3

Pasal 72Sunting

4

Pasal 72Sunting

5

Pasal 72Sunting

6

Pasal 72Sunting

7

BAB VI PERANAN MASYARAKATSunting

Bagian Kesatu

Hak dan Kewajiban Masyarakat

Paragraf 1

Hak Masyarakat

Pasal 73Sunting

Pasal 73Sunting

1

Pasal 73Sunting

2

Pasal 73Sunting

3

Pasal 73Sunting

4

Pasal 73Sunting

5

Paragraf 2

Kewajiban Masyarakat

Pasal 74Sunting

Pasal 74Sunting

1

Pasal 74Sunting

2

Pasal 74Sunting

3

Pasal 74Sunting

4

Pasal 74Sunting

5

Pasal 75Sunting

Pasal 75Sunting

1

Pasal 75Sunting

2

Pasal 75Sunting

3

Pasal 76Sunting

Pasal 76Sunting

1

Pasal 76Sunting

2

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Pemilik, Penghuni, dan Pengelola

Paragraf 1

Hak Pemilik, Penghuni, dan Pengelola

Pasal 77Sunting

Pasal 77Sunting

1

Pasal 77Sunting

2

Pasal 77Sunting

3

Pasal 78Sunting

Pasal 78Sunting

1

Pasal 78Sunting

2

Pasal 78Sunting

3

Pasal 79Sunting

Pasal 79Sunting

1

Pasal 79Sunting

2

Paragraf 2

Kewajiban Pemilik, Penghuni dan Pengelola

Pasal 80Sunting

Pasal 80Sunting

1

Pasal 80Sunting

2

Pasal 80Sunting

3

Pasal 81Sunting

Pasal 81Sunting

1

Pasal 81Sunting

2

Pasal 82Sunting

Pasal 82Sunting

1

Pasal 82Sunting

2

Pasal 82Sunting

3

Pasal 82Sunting

4

Pasal 82Sunting

5

Pasal 83Sunting

Pasal 83Sunting

1

Pasal 83Sunting

2

Pasal 83Sunting

3

Pasal 83Sunting

4

Pasal 83Sunting

5

Bagian Ketiga

Peningkatan Kesadaran dan Peran Serta Masyarakat

Pasal 84Sunting

Pasal 84Sunting

1

Pasal 84Sunting

2

Pasal 84Sunting

3

Pasal 85Sunting

Pasal 85Sunting

1

Pasal 85Sunting

2

BAB VII PENGHARGAANSunting

Pasal 86Sunting

Pasal 86Sunting

1

Pasal 86Sunting

2

Pasal 86Sunting

3

Pasal 86Sunting

4

Pasal 86Sunting

5

Pasal 86Sunting

6

BAB VIII PEMBIAYAANSunting

Pasal 87Sunting

Pasal 87Sunting

1

Pasal 87Sunting

2

Pasal 87Sunting

3

BAB IX SANKSI ADMINISTRATIFSunting

Pasal 88Sunting

Pasal 88Sunting

1

Pasal 88Sunting

2

Pasal 88Sunting

3

Pasal 89Sunting

Pasal 89Sunting

1

Pasal 89Sunting

2

BAB X KETENTUAN PENUTUPSunting

Pasal 90Sunting

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Malang.

PenutupSunting

Ditetapkan di Malang pada tanggal 16 Januari 2018

WALIKOTA MALANG,

ttd.

MOCH. ANTON


Diundangkan di Malang

pada tanggal 16 Januari 2018

SEKRETARIS DAERAH KOTA MALANG,

ttd.

WASTO


LEMBARAN DAERAH KOTA MALANG TAHUN 2018 NOMOR 1

NOREG PERATURAN DAERAH KOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR : NOMOR : 08 -1/2018

Salinan sesuai dengan aslinya

KEPALA BAGIAN HUKUM,

TABRANI, SH, M.Hum. Pembina

NIP. 19650302 199003 1 019

PenjelasanSunting

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2018

TENTANG

CAGAR BUDAYA

I. UMUM

Pengelolaan Cagar Budaya melalui upaya pelestariannya mencakup tujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Hal itu berarti bahwa upaya pelestarian perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan dan wisata. Sebagai karya warisan budaya masa lalu, Cagar Budaya menjadi penting perannya untuk dipertahankan keberadaannya. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang jelas mengenai pengelolaan Cagar Budaya tersebut. Oleh karena itu Penyusunan Peraturan Daerah ini tidak hanya mengatur pelestarian Benda Cagar Budaya, tetapi juga berbagai aspek lain secara keseluruhan berhubungan dengan tinggalan budaya masa lalu, seperti bangunan dan struktur, situs dan kawasan, serta lanskap budaya yang pada regulasi sebelumnya tidak secara jelas dimunculkan. Di samping itu, nama Cagar Budaya juga mengandung pengertian mendasar sebagai pelindungan warisan hasil budaya masa lalu yang merupakan penyesuaian terhadap pandangan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dan partisipasi masyarakat dalam mengelola Cagar Budaya, dibutuhkan sistem manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang baik berkaitan dengan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya sebagai sumber daya budaya bagi kepentingan yang luas.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Cukup jelas

50 Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Cukup jelas

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal12

Cukup jelas

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Toponimi adalah bahasan ilmiah tentang nama tempat, asal usul, arti, penggunaan, dan tipologinya. Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

51 Huruf i

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

52 Pasal 32

Cukup jelas

Pasal 32

Cukup jelas

Pasal 34

Cukup jelas

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Lanskap adalah bentang alam hasil bertukan manusia yang mencerminkan pemanfaatan situs atau kawasan pada masa lalu. Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas

Ayat (5)

Cukup Jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup Jelas

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42

Cukup jelas

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Cukup jelas

53 Pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46

Cukup jelas

Pasal 47

Cukup jelas

Pasal 48

Cukup jelas

Pasal 49

Cukup jelas

Pasal 50

Cukup jelas

Pasal 51

Cukup jelas

Pasal 52

Cukup jelas

Pasal 53

Cukup jelas

Pasal 54

Cukup jelas

Pasal 55

Cukup jelas

Pasal 56

Cukup jelas

Pasal 57

Cukup jelas

Pasal 58

Cukup jelas

Pasal 59

Cukup jelas

Pasal 60

Cukup jelas

Pasal 61

Cukup jelas

Pasal 62

Cukup jelas

54 Pasal 63

Cukup jelas

Pasal 64

Cukup jelas

Pasal 65

Cukup jelas

Pasal 66

Cukup jelas

Pasal 67

Cukup jelas

Pasal 68

Cukup jelas

Pasal 69

Cukup jelas

Pasal 70

Cukup jelas

Pasal 71

Cukup jelas

Pasal 72

Cukup jelas

Pasal 73

Cukup jelas

Pasal 74

Cukup Jelas

Pasal 75

Cukup jelas

Pasal 76

Cukup jelas

Pasal 77

Cukup jelas

Pasal 78

Cukup Jelas

Pasal 79

Cukup jelas

Pasal 80

Cukup jelas

55 Pasal 81

Cukup jelas

Pasal 82

Cukup jelas

Pasal 83

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan sebab tertentu adalah melepaskan hak kepemilikan Cagar Budaya dengan sukarela. Ayat (5)

Cukup Jelas

Ayat (6)

Cukup Jelas

Pasal 84

Cukup jelas

Pasal 85

Cukup jelas

Pasal 86

Cukup jelas

Pasal 87

Cukup jelas

Pasal 88

Cukup jelas

Pasal 89

Cukup jelas

Pasal 90

Cukup jelas

Pasal 91

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 35

56