Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia/Nomor 126 Tahun 2023/Lampiran: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 22: | Baris 22: | ||
{{Perundangan bab|I|PENDAHULUAN| | {{Perundangan bab|I|PENDAHULUAN| | ||
'''A. Latar Belakang''' | '''A. Latar Belakang''' | ||
Istilah yang dipergunakan dalam bidang kerja ini adalah desain grafis dan desain komunikasi visual. Secara substansial, kedua istilah ini merujuk pada makna yang sama, sehingga dapat dipergunakan secara bergantian. Kegiatan desain grafis pada awalnya memang lebih berkaitan dengan ilustrasi, periklanan, media cetak, dan teknologi grafika/percetakan. Desain grafis kemudian berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran akan manfaat yang didapat masyarakat, serta besarnya dukungan dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. | Istilah yang dipergunakan dalam bidang kerja ini adalah desain grafis dan desain komunikasi visual. Secara substansial, kedua istilah ini merujuk pada makna yang sama, sehingga dapat dipergunakan secara bergantian. Kegiatan desain grafis pada awalnya memang lebih berkaitan dengan ilustrasi, periklanan, media cetak, dan teknologi grafika/percetakan. Desain grafis kemudian berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran akan manfaat yang didapat masyarakat, serta besarnya dukungan dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. | ||
Revisi terkini sejak 3 November 2023 06.13
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 126 TAHUN 2023
TENTANG
PENETAPAN STANDAR KOMPETENSI KERJA
NASIONAL INDONESIA KATEGORI JASA
PROFESIONAL, ILMIAH DAN TEKNIS
GOLONGAN POKOK JASA PROFESIONAL,
ILMIAH DAN TEKNIS LAINNYA BIDANG DESAIN
GRAFIS DAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
(BAB I)
PENDAHULUAN[sunting sumber]
A. Latar Belakang
Istilah yang dipergunakan dalam bidang kerja ini adalah desain grafis dan desain komunikasi visual. Secara substansial, kedua istilah ini merujuk pada makna yang sama, sehingga dapat dipergunakan secara bergantian. Kegiatan desain grafis pada awalnya memang lebih berkaitan dengan ilustrasi, periklanan, media cetak, dan teknologi grafika/percetakan. Desain grafis kemudian berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran akan manfaat yang didapat masyarakat, serta besarnya dukungan dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Perkembangan media desain grafis dari media cetak merambah pada media ruang lingkungan (spatial), serta pada media tayang layar (screen) berupa pencitraan digital yang berbasis waktu (time-based image) dan interaktif. Desain grafis juga dapat diaplikasikan ke penggunaan media daring (online) serta perkembangan teknologi di realitas maya (virtual) dan realitas berimbuh (augmented).
Di lingkup pendidikan formal, istilah desain grafis diubah menjadi desain komunikasi visual, dengan alasan perkembangan medianya yang bukan hanya di cetak/grafika. Sedangkan di lingkup praktis, istilah desainer grafis masih lebih sering digunakan sebagai penjelasan profesi dibandingkan istilah desainer komunikasi visual.
Pengertian “desain” juga mengalami perubahan yang signifikan. Awalnya desain diartikan sebagai perencanaan dan perancangan, sehingga setiap orang pada dasarnya adalah “desainer” karena bisa memiliki kemampuan memecahkan masalah dengan cara merancang tindakannya berdasar pada pertimbangan tujuan dan efek yang diinginkan. Dalam perkembangannya, ketika menghadapi permasalahan yang kompleks, masyarakat akan menghubungi “desainer profesional” karena dianggap memiliki kelebihan dalam mengolah permasalahan itu secara sadar dan intuitif, sehingga dapat membentuk solusi yang lebih tertata dan bermakna. Dalam proses desain, desainer dan klien/penyedia proyek harus mempertimbangkan kebutuhan pengguna (user/consumer) dan pihak berkepentingan lainnya (stakeholder). Dengan demikian, makna dan manfaat desain juga menjadi berkembang, dari perannya sebagai penambah nilai menjadi pencipta nilai.
Desainer mengembangkan metode pemecahan masalah melalui optimalisasi fungsi yang ditampilkan dalam pengolahan bentuk (form); rekayasa tingkat pemahaman (content); dan/atau pertimbangan hubungan (context) antara hasil luaran (output) dan capaian (outcome) dengan penciptaan nilai yang memperhatikan keselamatan, keamanan, kesehatan, kenyamanan, serta keindahan bagi manusia dan lingkungannya secara terbuka/inklusif dan berkelanjutan. Desainer menggabungkan berbagai irisan pemikiran dan metode untuk menghasilkan solusi yang bernilai. Kualitas desain sangat bergantung pada kemampuan desainer dalam menerjemahkan kebutuhan dan mengkomunikasikan gagasannya kepada seluruh pihak yang berkepentingan.
Desainer harus mampu mengadakan atau bekerjasama dengan periset data dan informasi, mampu mengawasi dan memberikan supervisi produksi, mengelola pengadaan naskah dari penulis naskah, gambar dari illustrator, foto dari fotografer, maupun materi-materi lainnya dari pihak ketiga untuk dapat memahami dan menyampaikan karya desainnya kepada khalayaknya. Seluruh kebutuhan kerja dan kerja sama tersebut harus mampu dituangkan desainer dalam bentuk dokumen acuan (brief) yang jelas, proses dan hasilnya selalu dievaluasi secara seksama, sehingga dapat diciptakan metode dan solusi yang menjawab permasalah secara unik.
Gambar 1. Peta Profesi Desain Grafis/Desain Komunikasi Visual
Pada peta profesi tersebut, lingkup bidang Desain Grafis/Desain Komunikasi Visual mencakup 3 (tiga) fungsi pentingnya yaitu studi informasi, persuasi, dan identifikasi yang dapat hadir dalam setiap penggunaan medianya, yaitu media grafis (awalnya berbasis cetak), digital, dan spasial (lingkungan). Ketiga jenis media tersebut dapat digunakan secara sendiri-sendiri maupun secara terpadu, misalnya dalam media digital, juga ada media yang bersifat digital-spasial yang bisa ditemukan pada realitas virtual. Di lingkup profesinya terbagi menjadi profesi yang lebih umum biasanya disebut desainer grafis/komunikasi visual dan profesi yang lebih spesialis seperti: desainer branding, desainer kemasan, desainer website, desainer multimedia, ilustrator, fotografer, penata letak, visualiser dan lain-lain. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa profesi ini akan terus berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
Gambar 2. Peta Industri terkait bidang Desain Grafis/Desain Komunikasi Visual
Bidang profesi Desain Grafis/Desain Komunikasi Visual hampir menyentuh seluruh aspek kehidupan mencakup bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam peta industri terkait desain seperti gambar 2, digambarkan lingkup industri yang umumnya membutuhkan keberadaan Desainer Grafis/Desainer Komunikasi Visual. Pada lingkup industri tersebut desainer berperan sebagai desainer pekerja atau pemilik di studio desain atau biro periklanan (advertising agency), sebagai desainer lepas (freelancer) maupun menjadi desainer pekerja di divisi perusahaan umum (inhouse).
Perkembangan kebutuhan masyarakat, dan dinamika kebutuhan kerja yang mengglobal lintas negara, untuk meningkatkan sumber daya manusia di bidang Desain Grafis/Desain Komunikasi Visual yang berkualitas sesuai dengan nilai Pancasila maka dilakukan program peningkatan kompetensi profesi melalui pendidikan formal, non formal, maupun informal. Pendidikan formal mengutamakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dilaksanakan sesuai kebutuhan dan pengelolaan waktu pembelajar, biasanya dalam bentuk program pelatihan kerja, keterampilan, dan kecakapan hidup. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan yang dilakukan dalam aktivitas keseharian keluarga dan komunitas lingkungan. Dari semua jalur pendidikan tersebut setiap setiap orang dapat mencapai kompetensi sebagai profesional dan mendapatkan pengakuan yang sama dari negara melalui program sertifikasi yang sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
Maka dari itu, perlu ada standar kompetensi kerja yang dirumuskan oleh perwakilan dari penggiat bidang Desain Grafis/Desain Komunikasi Visual guna peningkatan kompetensi dalam membentuk kualitas studi dan profesi menjadi lebih bermakna dan bermanfaat untuk masyarakat.