Peraturan Daerah Pemerintah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2018
Pembukaan
Nomor {{{nomor}}} Tahun {{{tahun}}}
TENTANG
{{{tentang}}}
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
{{{pejabat}}},
Menimbang
Mengingat
Keputusan
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MALANG
dan
WALIKOTA MALANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG CAGAR BUDAYA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Malang.
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Walikota adalah Walikota Malang.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang. 5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 6. Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang tertentu dan mendapat pendelegasian dari Walikota.
5 7. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yangperlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagisejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. 8. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda
buatan manusia,baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok,atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. 9. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. 10. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. 11. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. 12. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. 13. Daftar Warisan Budaya Daerah adalah dokumen yang berisi catatan data Warisan Budaya, yang dibuat oleh Pemerintah Kota. 14. Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.
6 15. Penguasaan adalah pemberian wewenang dari pemilik kepada Pemerintah Daerah, atau setiap orang untuk mengelola Cagar Budayadengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untukmelestarikannya. 16. Pengalihan adalah proses pemindahan hak kepemilikan
dan/atau penguasaan Cagar Budaya dari setiap orang dan/atau badan kepada Pemerintah Daerah atau pihak lain. 17. Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 18. Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain bersifat non dana untuk mendorong pelestarian Cagar Budaya dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 19. Tim Ahli Cagar Budaya yang selanjutnya disebut Tim Ahli adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya. 20. Tenaga Ahli Pelestarian yang selanjutnya disebut Tenaga Ahli adalah orang yang karena kompetensi keahlian khususnya dan/atau memiliki sertifikat di bidang Pelindungan, Pengembangan, atau Pemanfaatan Cagar Budaya. 21. Museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. 22. Kurator adalah orang yang karena kompetensi keahliannya bertanggungjawab dalam pengelolaan koleksi museum. 23. Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada Pemerintah Daerah atau perwakilan Indonesia di luar negeri dan
7 selanjutnya dimasukkan dalam Register Nasional Cagar
Budaya.
24. Penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh Kepala Daerah berdasarkan rekomendasi Tim Ahli. 25. Register Nasional Cagar Budaya adalah daftar resmi
kekayaan budaya bangsa berupa Cagar Budaya yang berada di dalam dan di luar negeri. 26. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi,
mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. 27. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. 28. Perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya. 29. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi Cagar Budaya kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan. 30. Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar
Budaya dari ancaman dan/atau gangguan.
31. Juru Pelihara adalah tenaga teknis yang mempuyai kemampuan, pengetahuan, dan ketrampilan dalam melakukan pemeliharaan Cagar Budaya. 32. Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan. 33. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik Cagar Budaya tetap lestari. 34. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik
Benda Cagar Budaya, Bagunan Cagar Budaya, dan
8 Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.
35. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian. 36. Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan metode yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan bagi kepentingan Pelestarian Cagar Budaya, ilmu pengetahuan, dan pengembangan kebudayaan. 37. Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditunjukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat. 38. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. 39. Perbanyakan adalah kegitan duplikasi langsung terhadap Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian- bagiannya. 40. Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting. 41. Etika Pelestarian Cagar Budaya adalah norma sosial yang diwujudkan dalam standar moral guna membimbing perilaku setiap orang yang melakukan pelestarian Cagar Budaya.
9 42. Setiap orang adalah perseorangan, kelompok orang, masyarakat, badan usaha berbadan hukum, dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum.
BAB II RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup Cagar Budaya meliputi:
a. pelestarian cagar budaya;
b. registrasi;
c. pengelolaan cagar budaya;
d. peran serta masyarakat;
e. penghargaan;dan f. pembiayaan;
BAB III PELESTARIAN CAGAR BUDAYA
Bagian Kesatu Umum
Pasal 3
(1) Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secaraakademis, teknis, dan administratif. (2) Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli dengan memperhatikan etika pelestarian. (3) Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian. (4) Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh dokumentasi sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya.
10 Pasal 4
(1) Setiap orang berhak memperoleh dukungan teknis dan/atau kepakaran dari Pemerintah Daerah atas upaya pelestarian Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau yang dikuasai. (2) Tata cara memperoleh dukungan teknis dan/atau kepakaran dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota.
Pasal 5
Setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya.
Pasal 6
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar
Budaya berhak:
a. memperoleh informasi tentang Pelestarian Warisan
Budaya dan Cagar Budaya;
b. memanfaatkan Cagar Budaya;
c. memperoleh penghargaan dari Pemerintah Daerah;
dan/atau
d. memperoleh fasilitasi Pemerintah Daerah.
(2) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Warisan
Budaya dan Cagar Budaya berkewajiban:
a. mendaftarkan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis yang diduga Cagar Budaya; b. mencatatkan objek yang diduga Cagar Budaya;
c. menjaga kelestarian Cagar Budaya;
d. memelihara dan mengamankan Cagar Budaya;
e. menyelamatkan Cagar Budaya apabila terjadi keadaan darurat dan/atau bencana;dan/atau f. melaporkan jika ada kehilangan, kerusakan, dan kemusnahan Cagar Budaya kepada instansi yang berwenang di bidang kebudayaan, kepolisian negara Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait.
11 (3) Setiap orang yang menemukan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan geografis yang diduga Cagar Budaya berkewajiban melaporkan kepada instansi yang berkewenangan di bidang kebudayaan, kepolisian negara Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait. (4) Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dalam Peraturan Walikota.
Paragraf 1 Koordinasi Pelestarian
Pasal 7
(1) Pemerintah Daerah mengkoordinasikan Pelestarian Cagar Budaya antar semua pihak agar tercipta satu kesatuan Pelestarian Cagar Budaya. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dilakukan dalam hal: a. penetapan batas Situs dan Kawasan Cagar Budaya; b. pembangunan infrastruktur pada situs dan Kawasan Cagar Budaya;
c. penyusunan pedoman Cagar Budaya; d. penyusunan Rencana Induk Pelestarian Cagar Budaya; dan e. penyelamatan Cagar Budaya dalam keadaan darurat atau bencana.
Paragraf 2 Etika Pelestarian Cagar Budaya
Pasal 8
(1) Pemerintah Daerah menetapkan etika Pelestarian Cagar Budaya. (2) Etika Pelestarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi: a. Jujur dalam menyatakan kondisi yang sebenarnya dari Cagar Budaya terkait dengan nilai penting, keaslian, dan/atau keutuhan Cagar Budaya; b. menjunjung tinggi nilai-nilai agama, adat istiadat, nilai budaya, serta pandangan masyarakat; c. bersikap terbuka kepada Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam memberikan informasi Cagar Budaya;
12 d. tidak terlibat dalam perdangangan Cagar Budaya secara ilegal; e. menjaga kerahasiaan sumber informasi jika diperlukan; f. menelusuri hasil kajian yang pernah dilakukan; g. menerapkan prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, keberagaman budaya, kearifan lokal, dan citra keistimewaan Daerah; h. mengedepankan kepentingan masyarakat;
i. menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup; dan j. memperhatikan standart/baku mutu penelitian akademis sesuai dengan bidang kajian.
Paragraf 3 Arahan Pelestarian
Pasal 9
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya harus mengikuti arahan kebijakan Pelestarian. (2) Arahan kebijakan Pelestarian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berisi hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam Pelestarian Cagar Budaya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai arahan bentuk
Pelestarian Cagar Budaya diatur dalam Peraturan
Walikota.
Pasal 10
Pelestarian Benda Cagar Budaya harus mempertimbangkan: a. bentuk; dan
b. sifat dan kondisi Benda Cagar Budaya.
Pasal 11
Pelestarian Bangunan Cagar Budaya harus mempertimbangkan: a. peringkat dan golongan Bangunan Cagar Budaya;
b. keaslian bangunan (bentuk corak/tipe/langgam
13 arsitektur, bahan, tata letak, struktur, teknik pengerjaan); c. kondisi bangunan; dan
d. kepemilikan dan kesesuian dengan lingkungan dan lokasi keberadaan bangunan, jenis, serta jumlah.
Pasal 12
Pelestarian Struktur Cagar Budaya harus mempertimbangkan: a. ciri asli;
b. bentuk; dan/atau c. fasad struktur.
Pasal 13
Pelestarian Situs Cagar Budaya harus mempertimbangkan: a. pemanfaatan; b. daya dukung; c. daya tampung; d. memperkuat nilai penting dan identitas; dan
e. citra situs.
Pasal 14
Pelestarian Kawasan Cagar Budaya harus mempertimbangkan: a. langgam arsitekstur bernuansa budaya sebagai pembetuk citra kawasan; b. fasad bangunan pada jalan utama;
c. peruntukan kawasan;
d. elemen/unsur utama pembentuk kawasan yang meliputi: 1. tata ruang;
2. jalan;
3. tata lingkungan;
4. garis langit;
5. elemen jalan;
6. flora; dan
7. infrastruktur;
e. penanda toponimi kampong;
14 f. bangunan, struktur, dan situs Cagar Budaya yang merupakan isi dari kawasan yang menjadi prioritas untuk dilestarikan; g. definisi dan zonasi kawasan;
h. revitalisasi kawasan; dan
i. ciri asli lanskap budaya dan/atau Kawasan Cagar
Budaya sebelum dilakukan adaptasi.
Bagian Kedua Perlindungan
Paragraf 1 Umum
Pasal 15
(1) Setiap orang berkewajiban melakukan Perlindungan
Cagar Budaya.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara:
a. penyelamatan;
b. pengamanan;
c. penetapan Zonasi; d. pemeliharaan; dan e. pemugaran.
Paragraf 2 Penyelamatan
Pasal 16
(1) Penyelamatan Cagar Budaya dilakukan untuk:
a. mencegah kerusakannya karena faktor manusia dan/atau alam yang mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya; dan b. mencegah pemindahan dan beralihnya pemilikan
dan/atau penguasaan Cagar Budaya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyelamatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam keadaan darurat dan keadaan biasa.
15 Pasal 17
(1) Cagar Budaya yang terancam rusak, hancur atau musnah dapat dipindahkan ketempat lain yang aman. (2) Pemindahan Cagar Budaya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tata cara yang menjamin keutuhan dan keselamatannya di bawah koordinasi Tenaga Ahli. (3) Pemerintah Daerah, atau setiap orang yang melakukan penyelamatan wajib menjaga dan merawat Cagar Budaya dari pencurian, pelapukan, atau kerusakan baru.
Pasal 18
Penyelamatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3 Pengamanan
Pasal 19
(1) Pengamanan dilakukan untuk menjaga dan mencegah Cagar Budaya agar tidak hilang, rusak, hancur, atau musnah. (2) Pengamanan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menjadi kewajiban pemilik dan/atau yang menguasainya. (3) Pemerintah Daerah mengamankan Cagar Budaya dalam hal pemilik dan/atau yang menguasainya tidak dapat mengamankan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) dalam hal Pemerintah Daerah belum memiliki Tenaga
Ahli, pengamanan sebagainana diaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Instansi di bidang pelestarian Benda Cagar Budaya.
Pasal 20
Setiap orang dilarang:
a. merusak, menghilangkan dan/atau mengambil
16 dengan tanpa hak atas Cagar Budaya, baik seluruh maupun sebagian, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal; dan b. memindahkan dan/atau memisahkan Cagar Budaya peringkat kota, baik seluruh maupun sebagian, kecuali dengan izin Walikota sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan c. membawa Cagar Budaya keluar wilayah daerah bukan untuk kepentingan penelitian, promosi kebudayaan, dan/atau pameran, kecuali dengan izin pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 21
(1) Masyarakat dapat berperan serta melakukan
Pengamanan Cagar Budaya.
(2) Pengamanan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 harus memperhatikan pemanfaatannya bagi kepentingan sosial, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, agama, kebudayaan, dan/atau pariwisata. (3) Pengamanan Cagar Budaya dapat dilakukan dengan memberi pelindung, menyimpan, dan/atau menempatkannya pada tempat yang terhindar dari gangguan alam dan manusia. (4) Pengamanan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dapat dilakukan oleh juru pelihara dan/atau polisi khusus. (5) Pelaksanaan pengamanan Cagar Budaya oleh juru pelihara dan/atau polisi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 diatur dalam Peraturan Walikota.
17 Paragraf 4 Penetapan Zonasi
Pasal 23
(1) Perlindungan Cagar Budaya dilakukan dengan menetapkan batas-batas keluasannya dan pemanfaatan ruang melalui sistem zonasi berdasarkan hasil kajian dan kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah dan masyarakat yang memiliki atau menguasai Cagar Budaya. (2) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat sifat dan karakter, kondisi, keluasan, serta lingkungan situs atau kawasan Cagar Budaya. (3) Sistem zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan keluasan Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya di daerah dapat dilakukan untuk tujuan edukatif, apresiasif, rekreatif, dan/atau religi.
Pasal 24
(1) Sistem zonasi mengatur fungsi ruang pada Cagar
Budaya, baik vertikal maupun horizontal.
(2) Pengaturan zonasi secara vertikal dapat dilakukan terhadap lingkungan alam di atas Cagar Budaya di darat dan/atau di air. (3) Sistem zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat terdiri atas:
a. Zona inti;
b. Zona penyangga;
c. Zona pengembangan; dan/atau d. Zona penunjang. (4) Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibagi dalam kategori intesif dan ekstensif, dengan arah kategorisasi: a. kategori intensif diarahkan bagi Pelestarian situs atau kawasan secara ketat dari sisi keaslian dengan tingkat perubahan sangat terbatas;
18 b. kategori ekstensif diarahkan bagi Peletarian isi situs atau kawasan dengan cara lebih longgar yang disesuikan dengan keselarasan dan kesesuaian terhadap kategori intensif. (5) Penetapan luas, tata letak, dan fungsi zona ditentukan
berdasarkan hasil kajian dengan mengutamakan peluang peningkatan kesejahteraan rakyat. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan sistem Zonasi diatur dalam Peraturan Walikota.
Paragraf 5 Pemeliharaan
Pasal 25
(1) Setiap orang wajib memelihara Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya. (2) Cagar Budaya yang diterlantarkan oleh pemilik dan/atau yang menguasainya dapat dikuasai oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 26
(1) Pemeliharaan dilakukan dengan cara merawat Cagar Budaya berdasarkan pedoman dan tata cara Pemeliharaan untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan akibat pengaruh alam dan/atau perbuatan manusia. (2) Pemeliharaan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di lokasi asli atau di tempat lain, setelah lebih dahulu didokumentasikan secara lengkap. (3) Perawatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pembersihan, pengawetan, dan perbaikan atas kerusakan dengan memperhatikan keaslian bentuk, tata letak, gaya, bahan, dan/atau teknologi Cagar Budaya. (4) Perawatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) yang berasal dari air harus dilakukan sejak
19 proses pengangkatan sampai ke tempat penyimpanan dengan tata cara khusus. (5) Pemerintah Daerah dapat mengangkat atau menempatkan Juru Pelihara untuk melakukan perawatan Cagar Budaya. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata
cara Pemeliharaan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota.
Paragraf 6 Pemugaran
Pasal 27
(1) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkannya melalui pekerjaan rekontruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi. (2) Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Cagar Budaya yang berbentuk bangunan dan struktur. (3) Bangunan dan struktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digolongkan menjadi: a. golongan I adalah bangunan dan struktur yang dipugar dengan sangat ketat dan sangat terbatas; b. golongan II adalah bangunan dan struktur yang dipugar dengan ketat dan dimungkinkan perubahan tata ruang terbatas; dan c. golongan III adalah bangunan dan struktur yang
dipugar dengan cukup ketat dan dimungkinkan perubahan elemen bangunan dan tata ruang. (4) Bangunan dan struktur golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a memiliki tingkat keaslian paling sedikut 80% (delapan puluh persen). (5) Bangunan dan struktur golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b memiliki tingkat keaslian paling sedikit 50% (lima puluh persen).
20 (6) Bangunan dan struktur golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c memiliki tingkat keaslian paling banyak 50% (lima puluh persen). (7) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memperhatikan:
a. keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya, dan/atau teknologi pengerjaan; b. kondisi semula dengan tingkat perubahan sekecil mungkin; c. penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak; d. kompetensi pelaksana bidang pemugaran; dan
e. penyesuaian pada masa mendatang dengan tetap mempertimbangkan keselamatan Cagar Budaya. (8) Pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sosial dan lingkungan fisik harus didahului analisis mengenai dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (9) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memperoleh izin Walikota.
(10) Tata Cara pemrosesan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diatur dalam Peraturan Walikota.
Pasal 28
(1) Pemugaran bangunan dan struktur golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf a dilakukan dengan syarat: a. tidak boleh diubah dari aslinya; dan b. apabila kondisi bangunan dan struktur rusak dapat dilakukan perbaikan sesuai aslinya dengan menggunakan komponen yang sama atau sejenis atau memiliki karakter yang sama dengan perubahan bahan paling banyak 20% (dua puluh persen).
21 (2) Pemugaran bangunan dan struktir golongan II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf b dengan syarat: a. dimungkinkan perubahan tata ruang dari aslinya; b. apabila kondisi bangunan dan struktur rusak dapat dilakukan perbaikan atau pemba-ngunan kembali sesuai aslinya dengan menggunakan komponen yang sama atau sejenis atau memiliki karakter yang sama; dan c. perubahan tata ruang dan penggantian bahan paling banyak 40% (empat puluh persen). (3) Pemugaran bangunan dan struktur golongan III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf c dengan syarat: a. dimungkinkan perubahan elemen bangnan dan tata ruang dari aslinya; dan b. apabila kondisi bangunan dan struktur mengalami kerusakan dapat dilakukan perbaikan atau pembangunan kembali dengan bentuk aslinya menggunakan elemen sejenis atau memiliki karakter yang sama.
Pasal 29
(1) setiap kegiatan Pemugaran bangunan dan struktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 harus dikoordinasi oleh Tenaga Ahli. (2) Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapat rekomendasi dari Tenaga Ahli.
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 diatur dalam Peraturan Walikota.
22 Bagian Ketiga Pengembangan
Paragraf 1 Umum
Pasal 31
(1) Setiap orang dapat berperan serta melakukan
Pengembangan Cagar Budaya.
(2) Pengembangan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi; a. Penelitian;
b. Revitalisasi; dan c. Adaptasi. (3) Setiap orang dapat melakukan Pengembangan Cagar
Budaya setelah memperoleh;
a. izin Walikota; dan
b. izin dari pemilik dan/atau yang menguasai Cagar
Budaya.
(4) Pengembangan Cagar Budaya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya digunakan untuk Pemeliharaan Cagar Budaya dan peningkatan kesejateraan masyarakat. (5) Setiap kegiatan pengembangan Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disertai dengan pendokumentasian. (6) Pengembangan Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai-nilai yang melekat pada Cagar Budaya.
Pasal 32
(1) Pengembangan Cagar Budaya dilakukan berdasarkan jenisnya. (2) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Benda Cagar Budaya dilakukan dengan cara perbanyakan.
23 (3) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk bangunan dan/atau struktur Cagar Budaya dilakukan dengan cara adaptasi. (4) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk situs dan/atau kawasan Cagar Budaya dilakukan dengan cara revitalisasi.
Pasal 33
(1) Pengembangan Cagar Budaya yang berbentuk bangunan dan struktur dilakukan dengan tetap mempertahankan: a. ciri asli muka dan/atau fasad bangunan atau struktur; dan b. ciri asli lanskap budaya dan atau permukaan tanah Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya tempat bangunan atau struktur berada. (2) Pengembangan sebagaimana pada ayat (1) dilakukan dengan berpedoman pada: a. nilai-nilai penting yang melekat pada Cagar budaya; b. penambahan fasilitas sarana dan prasarana secara terbatas sesuai dengan kebutuhan. c. pengubahan susunan ruang secara terbatas; dan d. gaya arsitektur, konstruksi asli, dan keharmonisan estetika lingkungan di sekitarnya.
(3) Pengembagan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
harus mendapat rekomendasi dari Tim Ahli.
Paragraf 2 Penelitian
Pasal 34
(1) Penelitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf a dilakukan pada setiap rencana pengembangan Cagar Budaya untuk menghimpun informasi dan mengungkap, memperdalam, serta menjelaskan nilai-nilai budaya. (2) Penelitian Cagar Budaya sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dilakukan melalui: 24 a. penelitian dasar untuk pengembangan ilmu pengetahuan; dan b. penelitian terapan untuk pengembangan teknologi atau tujuan praktis yang bersifat aplikatif. (3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan sebagai bagian dari analisis mengenai dampak lingkungan atau berdiri sendiri. (4) Proses dan hasil Penelitian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk kepentingan meningkatkan informasi dan promosi Cagar Budaya. (5) Pemerintah Daerah dan/atau penyelenggara penelitian menginformasikan dan mempublikasikan hasil penelitian kepada masyarakat.
Paragraf 3 Revitalisasi
Pasal 35
(1) Revitalisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf b terhadap potensi Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya memperhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial, dan/atau lanskap budaya asli berdasarkan kajian. (2) Revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menata kembali fungsi ruang, nilai budaya, dan penguatan informasi tentang Cagar Budaya. (3) Revitalisasi Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan manfaat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan ciri budaya lokal dan memperkuat karakter Daerah. (4) Revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun dalam rencana induk yang dikoordinasi oleh
Tenaga Ahli. (5) Revitalisasi dengan menambah bangunan baru pergeseran, perubahan dan/atau pembongkaran,
25 harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. (6) Setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya, baik seluruh maupun sebagian.
Pasal 36
Ketentuan lebih lanjut mengenai Revitalisasi sebagimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur dalam Peraturan Walikota.
Paragraf 4 Adaptasi
Pasal 37
(1) Adaptasi terhadap Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf c dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dengan tetap mempertahankan: a. ciri asli dan/atau muka Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya; dan/ atau b. ciri asli lanskap budaya dan/atau permukaan
tanah Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar
Budaya sebelum dilakukan adaptasi.
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan:
a. mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada
Cagar Budaya;
b. menambahkan fasilitas sesuai kebutuhan.
c. mengubah susunan ruang secara terbatas; dan/atau mempertahankan gaya arsitektur, konstruksi asli, dan keharmonisan estetika lingkungan di sekitarnya.
26 Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diatur dalam Peraturan Walikota.
Bagian Keempat Pemanfaatan
Pasal 39
(1) Pemerintah daerah dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, ekonomi, pendidikan, penelitan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, agama, kebudayaan, dan pariwisata. (2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. (3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Tenaga Ahli. (4) Pemerintah daerah dapat memfasilitasi pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya. (5) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa
izin Pemanfaatan, dukungan Tenaga Ahli, dukungan dana, dan/atau pelatihan. (6) Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh setiap orang baik sendiri atau bekerjasama dengan pihak lain maupun oleh instansi dalam Pemerintah Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi bidang kebudayaan dan pariwisata untuk memperkuat kelestarian Cagar Budaya, identitas budaya, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang dilakukan dengan: a. menyertakan lingkungan sekitar sebagai tujuan kedua atau pelengkap; b. menempatkan Cagar Budaya sebagai poros serta menciptakan obyek dan daya tarik lain di sekitar obyek utama;
27 c. diarahkan untuk menciptakan wisata minat khusus; d. mampu menempatkan wisatawan ikut serta dalam proses Pelestarian Cagar Budaya; dan e. mendasarkan materi promosi pada informasi yang
lengkap, dan akurat bersumber pada hasil kajian.
Pasal 40
Pemanfaatan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan wajib didahului dengan kajian, penelitian, dan/atau analisis mengenai dampak lingkungan.
Pasal 41
(1) Cagar Budaya yang pada saat ditemukan sudah tidak berfungsi seperti semula dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. (2) Pemanfaatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan izin Pemerintah Daerah sesuai dengan peringkat Cagar Budaya.
Pasal 42
(1) Pemanfaatan lokasi temuan yang telah ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya wajib memperhatikan fungsi ruang dan perlindungannya. (2) Pemerintahan Daerah dapat menghentikan pemanfaatan atau membatalkan izin pemanfaatan Cagar Budaya apabila pemilik dan/atau menyebabkan rusaknya Cagar Budaya. (3) Cagar Budaya yang tidak lagi dimanfaatkan harus dikembalikan seperti keadaan semula sebelum dimanfaatkan. (4) Biaya pengembalian seperti keadaan semula
dibebankan kepada yang memanfaatkan Cagar
Budaya.
Pasal 43
Pemanfaatan dengan cara perbanyakan Benda Cagar
Budaya yang tercatat sebagai Cagar Budaya Daerah atau
28 dimiliki dan/atau dikuasai setiap orang atau dikuasai Pemerintah Daerah hanya dapat dilakukan atas izin Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44
Pemanfaatan koleksi berupa Cagar Budaya di museum dilakukan untuk pengembangan pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, sosial, dan/atau pariwisata.
Pasal 45
Setiap orang dilarang:
a. mendokumentasikan Cagar Budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya untuk kepentingan komersial tanpa seizin pemilik dan/atau yang menguasainya; b. memanfaatkan Cagar Budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dengan cara perbanyakan, kecuali dengan seizin Walikota.
Pasal 46
(1) Warga Negara asing dan/atau badan hukum asing tidak dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya, kecuali warga negara asing dan/atau badan hukum asing yang tinggal atau menetap di Daerah. (2) Warga negara asing dan/atau badan hukum asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang membawa Cagar Budaya, baik seluruh maupun sebagian, keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 47
(1) Setiap orang dilarang mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya Peringkat Kota baik seluruh maupun sebagian, kecuali atas izin Walikota. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota.
29 Pasal 48
(1) Setiap orang yang membawa cagar budaya keluar
Daerah dalam Provinsi Jawa Timur wajib memiliki Izin. (2) Izin membawa cagar budaya keluar Daerah dalam Provinsi Jawa Timur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
(3) Tata cara pemberian Izin membawa Cagar budaya keluar Daerah dalam Provinsi Jawa Timur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.
Pasal 49
(1) Setiap orang dilarang membawa cagar budaya keluar Daerah dalam Provinsi Jawa Timur kecuali memiliki Izin membawa Cagar Budaya Keluar daerah dalam Provinsi Jawa Timur. (2) Setiap orang dilarang membawa cagar budaya keluar Daerah dalam Provinsi Jawa Timur tidak sesuai obyek, tujuan yang tertera dalam Izin membawa Cagar Budaya Keluar daerah dalam Provinsi Jawa Timur.
BAB IV REGISTRASI DAERAH
Bagian Kesatu Umum
Pasal 50
Registrasi Daerah Cagar Budaya meliputi:
a. Pendaftaran;
b. Pengkajian;
c. Penetapan; dan d. Pelaporan.
Bagian Kedua Pendaftaran
Pasal 51
Pendaftaran Cagar Budaya dilakukan dengan tahapan:
a. pra pendaftaran;
30 b. pendaftaran c. klarifikasi; dan d. verifikasi.
Pasal 52
Pra pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dilakukan dengan cara: a. mendiskripsikan dan mendokumentasikan objek yang diduga Cagar Budaya berdasarkan usianya, kelangkaan jenisnya, keunikan rancangannya, keterbatasan jumlahnya, dan/atau kepentingan nilainya bagi masyarakat; b. pengumpulan data objek atau objek yang diduga
sebagai Cagar Budaya meliputi: nama, bentuk, jenis, ukuran, bahan, warna, satuan ruang, wilayah administrasi, pemilik/ yang menguasai, pemanfaatan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan deskripsi; c. pengumpulan data lokasi dan satuan ruang geografis yang diduga sebagai Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan: 1. sifat benda, bangunan, atau struktur di dalamnya yang bergerak atau tidak bergerak; 2. hubungan historis antara benda, bangunan, atau struktur yang menunjukkan kegiatan manusia di masa lampau, baik pada masa yang akan bersamaan maupun pada masa yang berbeda; 3. kepadatan dan persebaran benda, bangunan, atau
struktur; dan
4. kebutuhan ruang bagi Pelestarian.
Pasal 53
Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 54
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar
Budaya wajib mendaftarkan kepada Pemerintah
Daerah tanpa dipungut biaya.
31 (2) Setiap orang dapat berpartisipasi dalam melakukan pendaftaran terhadap benda, bangunan, struktur, dan lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya meskipun tidak memiliiki atau menguasainya. (3) Pemerintah Daerah melaksanakan pendaftaran Cagar
Budaya yang dikuasai oleh negara atau yang tidak dketahui pemiliknya sesuai dengan tingkat kewenangannya. (4) Hasil pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak didaftarkan oleh pemiliknya dapat diambil oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 55
Pemerintah Daerah membantu pendaftaran Cagar Budaya dalam sistem dan jejaring Pendaftaran Cagar Budaya secara digital dan/atau nondigital.
Pasal 56
(1) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dilakukan dengan cara: a. menyerahkan berkas pendaftaran kepada petugas penerima pendaftaran berupa data objek dan/atau objek yang diduga Cagar Budaya beserta dokumen pendukung, identitas diri pendaftar atau kuasa pendaftar; dan b. petugas penerima pendaftaran melakukan klarifikasi terhadap deskripsi, klarifikasi, dan kelengkapan data. (2) Pendaftar dapat menitipkan objek dan/atau objek yang diduga Cagar budaya kepada instansi yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang kebudayaan. (3) Petugas penerima pendaftaran dapat mengembalikan data objek dan/atau objek yang diduga Cagar Budaya apabila terdapat kekurangan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
32 Pasal 57
(1) Objek dan/atau obyek yang diduga Cagar Budaya yang telah didaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dilakukan verifikasi oleh Tenaga Ahli. (2) Verifikasi sebgaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap:
a. data objek dan/atau objek yang diduga Cagar
Budaya;
b. keasliannya;
c. asal usul kepemilikannya; dan d. perolehannya (3) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara hasil verifikasi yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari berkas pendaftaran.
Bagian Ketiga Pengkajian
Pasal 58
(1) Hasil pendaftaran diserahkan kepada Tim Ahli untuk dikaji kelayakannya sebagai Cagar Budaya atau bukan Cagar Budaya. (2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya. (3) Tim Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan keputusan Walikota.
(4) Dalam melakukan kajian, Tim Ahli dapat dibantu oleh Perangkat Daerah yang membidangi Cagar Budaya dan Perangkat Daerah lain yang terkait. (5) Selama proses pengkajian, benda, bangunan, struktur,
atau hasil penemuan atau yang didaftarkan, dilindungi dan diperlakukan sebagai Cagar Budaya.
Pasal 59
Pengkajian terhadap koleksi museum yang didaftarkan
33 dilakukan oleh Kurator dan selanjutnya diserahkan kepada Tim Ahli.
Pasal 60
(1) Pengkajian atas hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) dilakukan oleh Tim Ahli untuk menghasilkan rekomendasi tentang status dan peringkat Cagar Budaya. (2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. identifikasi dan klasifikasi Cagar Budaya;
b. penilaian status Cagar Budaya; dan c. penilaian peringkat Cagar Budaya.
Pasal 61
(1) Pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf a dan huruf b untuk menentukan status Cagar Budaya berdasarkan kriteria: a. berusia 50 (lima puluh) tahun dan/atau lebih;
b. mewakili karakter masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; c. mewakili arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/ atau kebudayaan; d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian
bangsa;
e. memiliki nilai penting bagi pembentuk citra keistimewaan Daerah; f. nilai keaslian; dan g. nilai kemanfaatan. (2) Hasil pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam dokumen pengkajian yang disetujui dengan musyawarah mufakat oleh Tim Ahli. (3) Dalam hal kajian berupa kesimpulan bahwa Cagar Budaya dinyatakan layak untuk ditetapkan, Tim Ahli menyampaikan surat rekomendasi status kepada Walikota. (4) Dalam hal kajian berupa kesimpulan bahwa Cagar
Budaya dinyatakan tidak layak untuk ditetapkan, Tim
34 Ahli menyampaikan surat pemberitahuan ketidaklayakan kepada Pendaftar melalui Petugas Pendaftar.
Pasal 62
(1) Pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf c dilakukan terhadap: a. hasil pengkajian status; b. usulan dari Pemerintah Kota. (2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. nilai keistimewaan di Daerah; b. karya kreatif yang khas di Daerah; c. kelangkaan jenis, keunikan rancangan, dan jumlah keberadaannya di Daerah; d. bukti evolusi peradaban bangsa dan pertukaran budaya, baik yang telah punah maupun yang masih hidup di masyarakat; dan/atau e. asosiasi dengan tradisi yang masih berlangsung. (3) Hasil pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam dokumen pengkajian yang disetujui dengan musyawarah mufakat oleh Tim Ahli. (4) Dokumen pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dalam bentuk surat rekomendasi kepada Walikota untuk ditetapkan peringkatnya.
Bagian Keempat Penetapan
Pasal 63
(1) Penetapan benda, bangunan, struktur, situs dan kawasan Cagar Budaya didasarkan pada pertimbangan dari Tim Ahli. (2) Walikota mengeluarkan penetapan status Cagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah rekomendasi diterima dari Tim Ahli yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis yang didaftarkan layak sebagai Cagar Budaya.
35 Pasal 64
(1) Walikota melalui pejabat yang ditunjuk memberitahukan tentang penetapan kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) kepada pemilik Cagar Budaya dimaksud. (2) Penetapan benda, bangunan, struktur, situs dan kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
Bagian Kelima Pelaporan
Pasal 65
Walikota atau pejabat yang ditunjuk melaporkan keputusan penetapan cagar budaya ke kementerian yang membidangi urusan pemerintahan bidang kebudayaan.
Pasal 66
Setelah tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya, pemilik Cagar Budaya berhak memperoleh jaminan hukum berupa: a. surat keterangan status Cagar Budaya; dan
b. surat keterangan kepemilikan berdasarkan bukti yang sah. (diusulkan untuk dihapuskan)
BAB V PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA
Bagian Kesatu Umum
Pasal 67
(1) Pengelolaan Cagar Budaya dilakukan pihak terkait melalui perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan berdasarkan peringkat dan jenis objek cagar budaya. (2) Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dilakukan Badan Pengelola yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat hukum adat.
36 (3) Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur Pemeritah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang pembentukan Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Walikota.
Bagian Kedua Perencanaan
Pasal 68
(1) Pengelolaan Cagar Budaya dilakukan berdasarkan dokumen perencanaan Pelestarian Cagar Budaya. (2) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan studi kelayakan. (3) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. rencana Pelestarian untuk Benda Cagar Budaya;
b. rancangan detail teknis untuk Bangunan dan
Struktur Cagar Budaya; dan
c. rencana induk Pelestarian untuk Situs dan
Kawasan Cagar Budaya.
(4) Rancangan detail teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diajukan dalam bentuk proposal yang berisi: a. latar belakang;
b. maksud dan tujuan;
c. rencana perubahan;
d. rencana pelaksanaan;
e. rencana pengawasan; dan f. gambar teknis. (5) Rencana Induk Pelestarian sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf c paling sedikit memuat:
a. latar belakang sejarah Cagar Budaya;
b. deskripsi Cagar Budaya;
c. identifikasi permasalahan jangka pendek, menengah dan panjang; d. maksud dan tujuan Pelestarian Cagar Budaya;
e. kajian Pelestarian Cagar Budaya;
f. konsep Pelestarian Cagar Budaya;
37 g. kebijakan jangka pendek, menengah, dan pajang;
h. strategi dan program pelaksanaan;
i. manajemen perencanaan; dan j. aturan pelaksanaan.
Pasal 69
(1) Rencana Induk Pelestarian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (2) Rencana Induk Pelestarian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menjadi panduan bagi Daerah.
Bagian Ketiga Pelaksanaan
Pasal 70
(1) Setiap orang yang melakukan Pengelolaan Cagar Budaya berkewajiban menyampaikan laporan perkembangan Pengelolaan kepada Instansi yang menangani Cagar Budaya. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan pelaksanaan
Pengelolaan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota.
Bagian Keempat Pembinaan
Pasal 71
(1) Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan perlindungan dan pemanfaatan benda cagar budaya dan situs yang dilaksanakan oleh Perangkat Derah yang membidangi Cagar Budaya Bekerjasama dengan instansi terkait yang berwenang dalam pelestarian Cagar Budaya. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. Pembinaan terhadap pemilik atau yang menguasai benda cagar budaya berkenaan dengan tata cara perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatannya; dan b. Pembinaan peran serta masyarakat.
38 (3) Pembinaan dapat dilakukan melalui :
a. Bimbingan dan penyuluhan;
b. Pemberian bantuan tenaga ahli atau bentuk lainnya; dan c. Peningkatan peran serta masyarakat.
Bagian Kelima Pengawasan
Pasal 72
(1) Pengawasan pelestarian Cagar Budaya dilakukan secara berkala oleh instansi yang menangani Cagar Budaya melalui pemantauan dan evaluasi. (2) Pengawasan, pengendalian dan evaluasi terhadap
Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya dilakukan oleh Walikota. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan, pengendalian dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dalam Peraturan Walikota. (4) Walikota melalui Perangkat Daerah yang membidangi
Cagar Budaya atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab terhadap pengawasan Pelestarian Cagar Budaya sesuai dengan kewenangannya. (5) Untuk pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Perangkat Daerah yang membidangi Cagar Budaya atau pejabat yang ditunjuk berwenang mengadakan pemeriksaan dan pengawasan terhadap berbagai kegiatan menyangkut kawasan dan/atau bagunan Cagar Budaya. (6) Walikota dapat meminta pertimbangan Tim Ahli guna
menunjang tugas dan efektifitas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan (5). (7) Masyarakat turut berperan serta dalam pengawasan
Pelestarian Cagar Budaya.
39 BAB VI PERANAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu Hak dan Kewajiban Masyarakat
Paragraf 1 Hak Masyarakat
Pasal 73
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk:
a. menikmati keberadaan kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya; b. memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya; dan c. berperan serta dalam rangka pengelolaan kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai
Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau situs Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan daerah ini. (3) Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya apabila jenis dan jumlah Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya tersebut telah memenuhi kebutuhan Pemerintah Daerah. (4) Kepemilikan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian, dan/atau putusan atau penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah. (5) Pemilik benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya yang tidak ada ahli warisnya atau tidak menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan wasiat, hibah, atau hadiah setelah pemiliknya
40 meninggal, kepemilikannya diambil alih oleh Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2 Kewajiban Masyarakat
Pasal 74
(1) Pencarian Cagar Budaya atau diduga Cagar Budaya dapat dilakukan oleh setiap orang dengan penggalian, dan/atau pengangkatan di darat dan/atau air. (2) Pecarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan melalui penelitian dengan tetap memperhatikan hak kepemilikan dan/atau penguasaan lokasi. (3) Setiap orang dilarang melakukan pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya dengan penggalian, dan/atau pengangkatan di darat dan/atau di air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali dengan izin Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencarian Cagar
Budaya atau yang diduga Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Walikota (5) Tata Cara pemberian izin sebagimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Walikota.
Pasal 75
(1) Setiap orang yang menemukan benda yang diduga Benda Cagar Budaya, bangunan yang diduga Bangunan Cagar Budaya, struktur yang diduga Struktur Cagar Budaya, dan/atau lokasi yang diduga Situs Cagar Budaya wajib melaporkannya kepada dinas yang bertanggung jawab di bidang Cagar Budaya, Kepolisian Negara Republik Indonesia. dan/atau instansi terkait paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditemukannya. (2) Temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dilaporkan penemunya dapat diambil alih oleh Pemeritah Daerah.
41 (3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perangkat Daerah yang membidangi Cagar Budaya melakukan pengkajian terhadap temuan.
Pasal 76
(1) Setiap orang berkewajiban menjaga kelestarian dan mencegah serta menanggulangi kerusakan Cagar Budaya. (2) Setiap orang yang memiliki, menghuni dan/atau mengelola bangunan Cagar Budaya, situs dan/atau kawasan Cagar Budaya wajib melindungi, memelihara, melestarikan lingkungan dan bangunan Cagar Budaya tersebut.
Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Pemilik, Penghuni, dan Pengelola
Paragraf 1 Hak Pemilik, Penghuni, dan Pengelola
Pasal 77
(1) Pemilik, penghuni dan/atau pengelola yang melaksanakan pelestarian Cagar Budaya berhak mendapatkan insentif dari Pemerintah Daerah. (2) Insentif berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dapat diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada pemilik Cagar Budaya yang telah melakukan pelindungan Cagar Budaya. (3) Pemilik, penghuni dan/atau pengelola bangunan, situs dan/atau kawasan Cagar Budaya yang melaksanakan pemugaran sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, berhak mendapatkan kemudahan perizinan dan/atau insentif pembangunan lainnya.
Pasal 78
(1) Setiap orang berhak memperoleh kompensasi apabila benda, bangunan, struktur, atau lokasi yang ditemukannya ditetapkan sebagai Cagar Budaya. (2) Apabila temuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar
Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sangat
42 langka jenisnya, untuk rancangannya, dan sedikit jumlahnya di Indonesia, dikuasai oleh negara. (3) Apabila temuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak langka jenisnya, tidak unik rancangannya, dan jumlahnya telah memenuhi kebutuhan Negara, dapat dimiliki oleh penemu.
Pasal 79
(1) Pemberian kompensasi atas penemuan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota.
Paragraf 2 Kewajiban Pemilik, Penghuni dan Pengelola
Pasal 80
(1) Pemilik, penghuni dan/atau pengelola yang memiliki, menguasai dan/atau memanfaatkan Benda, Struktur, Bangunan, Situs dan/atau Kawasan Cagar Budaya wajib memelihara kelestariannya. (2) Setiap orang yang memiliki, menghuni dan/mengelola Bangunan Cagar Budaya, Situs dan/atau Kawasan Cagar Budaya wajib melindungi, memelihara, melestarikan lingkungan dan bangunan Cagar Budaya tersebut. (3) Pemilik, penghuni dan/atau pengelola Kawasan dan/atau Bangunan Cagar Budaya wajib melaksanakan pemeliharaan atau pemugaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 81
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau
43 dikuasainya rusak, hilang atau musnah wajib melaporkannya kepada dinas yang bertanggungjawab di bidang Cagar Budaya, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait. (2) Setiap orang yang tidak melapor rusaknya Cagar
Budaya yang dikuasai dan/atau dimilikinya kepada dinas yang bertanggungjawab dibidang Cagar Budaya, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Cagar Budaya yang dikuasai dan/atau dimilikinya rusak dapat diambil alih oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 82
(1) Setiap orang yang akan melakukan pemugaran dan/atau pembongkaran terhadap kewasan maupun bangunan Cagar Budaya harus mendapat izin dari Walikota. (2) Apabila pemilik, penghuni dan/atau pengelola kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya dengan sengaja menerlantarkan bangunannya sehingga mengakibatkan kerusakan baik ringan maupun berat, yang bersangkutan berkewajiban untuk memulihkan keadaan bangunannya seperti semula. (3) Pemilik, penghuni dan/atau pengelolaan kawasan
dan/atau bangunan Cagar Budaya yang melakukan perubahan kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini diwajibkan memulihkan kawasan dan/atau bangunan ke keadaan semula dengan biaya sendiri. (4) Apabila pemulihan tidak dilaksanakan maka tidak akan diterbitkan Izin Mendirikan Bangunan dan akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (5) Bangunan Cagar Budaya yang telah mengalami pemulihan tetap mempunyai golongan sama seperti sebelumnya.
44 Pasal 83
(1) Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang dapat disimpan dan/atau dirawat di museum. (2) Museum sebagimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat; (3) Pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan koleksi Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah tanggung jawab pengelola museum; (4) Dalam pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Museum wajib memiliki kurator. (5) Ketentuan lebih lanjut megenai Museum diatur dalam
Peraturan Walikota.
Bagian Ketiga Peningkatan Kesadaran dan Peran Serta Masyarakat
Pasal 84
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam Pelestarian
Cagar Budaya.
(2) Peningkatan kesadaran dan peranan masyarakat dalam pelestarian dan pengelolaan Cagar Budaya meliputi: a. membantu upaya Perlindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan Cagar Budaya; b. memberikan batuan pendanaan yang syah dan tidak mengikat bagi Pelestarian Cagar Budaya; c. melalukan pengamanan sementara Cagar Budaya
dalam keadaan darurat dan kondisi tertentu;
45 d. melakukan advokasi, publikasi serta sosialisasi upaya Pelestarian Cagar Budaya bersama Pemerintah Daerah; e. memberikan masukan dalam penetapan batas situs dan kawasan Cagar Budaya kepada
Pemerintah Daerah; f. melaporkan kepada instansi yang berwewenang di bidang Cagar Budaya apabila terjadi indikasi kemusnahan, kerusakan dan kehilangan Cagar Budaya; g. melaporkan temuan obyek yang diduga Cagar Budaya kepada instansi yang berwewenang di bidang Cagar Budaya; dan h. mendaftarkan obyek yang diduga Cagar Budaya;
i. melakukan pengawasan Pelestarian Cagar Budaya. j. pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan kepariwisataan di Daerah; dan k. peningkatan kuantitas dan kualitas informasi mengenai Cagar Budaya; l. peningkatan kualitas jejaring media, komunitas, dan pemerhati dalam mendukung upaya pemberdayaan masyarakat. (3) Peningkatan kesadaran dan peranan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan dapat dilakukan bersama lembaga lainnya.
Pasal 85
(1) Pemerintah Daerah dapat melalukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam Pelestarian Cagar Budaya. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan degan perjanjian kerjasama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII PENGHARGAAN
Pasal 86
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya yang dengan sukarela melakukan Pelestarian
46 secara konsisten dan berkelanjutan serta memenuhi kaidah Pelestarian terhadap Cagar Budaya dapat menerima penghargaan dari Pemerintah Daerah. (2) Penghargaan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian insentif dan/atau kompensasi. (3) Penerima penghargaan Cagar Budaya harus mentaati ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, yang tertuang dalam hak dan kewajiban dari penerima penghargaan. (4) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar
Budaya yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah karena sebab tertentu terpaksa harus mengalihkan kepada Pemerintah Daerah bersangkutan dapat memberikan imbalan sesuai peraturan perundang- undangan. (5) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
dapat mencabut dan meminta kembali penghargaan yang telah diterima oleh setiap orang. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, tata cara, prosedur penilaian dan penetapan, serta pencabutan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota.
BAB VIII PEMBIAYAAN
Pasal 87
(1) Pembiayaan Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah dan masyarakat. (2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
d. Hasil pemanfaatan Cagar Budaya; dan/atau e. Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
47 (3) Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran untuk pelestarian dan Pengolahan Cagar Budaya dengan memperhatikan prinsip proporsional dan keuangan Daerah.
BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 88 (1) Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) dikenakan sanksi administrasi.
(2) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran
b. peringatan tertulis;
c. penghentian kegiatan;
d. pembekuan izin;dan/atau e. pencabutan izin. (3) Ketentuan mengenai Tata Cara Pengenaan Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.
Pasal 89
(1) Walikota atau Pejabat yang ditunjuk wajib mencabut izin yang terkait dengan dengan izin pemanfaatan, pemugaran dan pembongkaran apabila pemegang izin tidak memenuhi ketentuan dalam izin dan/atau peraturan perundang-undangan. (2) Keputusan pencabutan izin sebagimana dimaksud pada ayat (1) memuat dengan jelas dan tegas: a. alasan-alasan hukum sehingga dilakukan pencabutan; b. uraian fakta-fakta yang menunjukkan pelanggaran; dan c. akibat hukum dari pencabutan ini.
48 BAB X KETENTUAN PENUTUP
Pasal 90
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Malang.
Ditetapkan di Malang pada tanggal 16 Januari 2018
WALIKOTA MALANG, ttd. MOCH. ANTON
Diundangkan di Malang pada tanggal 16 Januari 2018 SEKRETARIS DAERAH KOTA MALANG, ttd.
WASTO
LEMBARAN DAERAH KOTA MALANG TAHUN 2018 NOMOR 1
NOREG PERATURAN DAERAH KOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR : NOMOR : 08 -1/2018
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM,
TABRANI, SH, M.Hum. Pembina NIP. 19650302 199003 1 019
49 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG
CAGAR BUDAYA
I. UMUM
Pengelolaan Cagar Budaya melalui upaya pelestariannya mencakup tujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Hal itu berarti bahwa upaya pelestarian perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan dan wisata. Sebagai karya warisan budaya masa lalu, Cagar Budaya menjadi penting perannya untuk dipertahankan keberadaannya. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang jelas mengenai pengelolaan Cagar Budaya tersebut. Oleh karena itu Penyusunan Peraturan Daerah ini tidak hanya mengatur pelestarian Benda Cagar Budaya, tetapi juga berbagai aspek lain secara keseluruhan berhubungan dengan tinggalan budaya masa lalu, seperti bangunan dan struktur, situs dan kawasan, serta lanskap budaya yang pada regulasi sebelumnya tidak secara jelas dimunculkan. Di samping itu, nama Cagar Budaya juga mengandung pengertian mendasar sebagai pelindungan warisan hasil budaya masa lalu yang merupakan penyesuaian terhadap pandangan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dan partisipasi masyarakat dalam mengelola Cagar Budaya, dibutuhkan sistem manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang baik berkaitan dengan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya sebagai sumber daya budaya bagi kepentingan yang luas.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
50 Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Toponimi adalah bahasan ilmiah tentang nama tempat, asal usul, arti, penggunaan, dan tipologinya. Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
51 Huruf i
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
52 Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Lanskap adalah bentang alam hasil bertukan manusia yang mencerminkan pemanfaatan situs atau kawasan pada masa lalu. Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
53 Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
54 Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup Jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup Jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
55 Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan sebab tertentu adalah melepaskan hak kepemilikan Cagar Budaya dengan sukarela. Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 35
56