Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018/Penjelasan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 2018

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003

TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME MENJADI UNDANG-UNDANG

I. UMUM

Tindak Pidana Terorisme merupakan kejahatan senus yang dilakukan dengan menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dengan sengaja, sistematis, dan terencana, yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas dengan target aparat negara, penduduk sipil secara acak atau tidak terseleksi, serta Objek Vital yang Strategis, lingkungan hidup, dan Fasilitas Publik atau fasilitas internasional dan cenderung tumbuh menjadi bahaya simetrik yang membahayakan keamanan dan kedaulatan negara, integritas teritorial, perdamaian, kesejahteraan dan keamanan manusia, baik nasional, regional, maupun internasional.

Tindak Pidana Terorisme pada dasarnya bersifat transnasional dan terorganisasi karena memiliki kekhasan yang bersifat klandestin yaitu rahasia, diam-diam, atau gerakan bawah tanah, lintas negara yang didukung oleh pendayagunaan teknologi modern di bidang komunikasi, informatika, transportasi, dan persenjataan modern sehingga memerlukan kerja sama di tingkat internasional untuk menanggulanginya.

Tindak ...

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA

- 2

Tindak Pidana Terorisme dapat disertai dengan motif ideologi atau motif politik, atau tujuan tertentu serta tujuan lain yang bersifat pribadi, ekonomi, dan radikalisme yang membahayakan ideologi negara dan keamanan negara. Oleh karena itu, Tindak Pidana Terorisme selalu diancam dengan pidana berat oleh hukum pidana dalam yurisdiksi negara.

Dengan adanya rangkaian peristiwa yang melibatkan warga negara Indonesia bergabung dengan organisasi tertentu yang radikal dan telah ditetapkan sebagai organisasi atau kelompok teroris, atau organisasi lain yang bermaksud melakukan permufakatan jahat yang mengarah pada Tindak Pidana Terorisme, baik di dalam maupun di luar negeri, telah menimbulkan ketakutan masyarakat dan berdampak pada kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan dan ketertiban masyarakat, ketahanan nasional, serta hubungan internasional. Organisasi tertentu yang radikal dan mengarah pada Tindak Pidana Terorisme tersebut merupakan kejahatan lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas yang secara nyata telah menimbulkan terjadinya Tindak Pidana Terorisme yang bersifat masif jika tidak segera diatasi mengancam perdamaian dan keamanan, baik nasional maupun internasional.

Sejalan dengan salah satu tujuan negara yang tercantum dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang berbunyi bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, perubahan Undang Undang ini memberikan landasan normatif bahwa negara bertanggung jawab dalam melindungi Karban dalam bentuk bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis, dan santunan bagi yang meninggal dunia serta kompensasi. Namun bentuk tanggung jawab negara dalam melindungi Karban tidak menghilangkan hak Karban untuk mendapatkan restitusi sebagai ganti kerugian oleh pelaku kepada Karban.

Dalam ...

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA

- 3

Dalam pemberantasan Tindak Pidana Terorisme aspek pencegahan secara simultan, terencana dan terpadu perlu dikedepankan untuk meminimalisasi terjadinya Tindak Pidana Terorisme. Pencegahan secara optimal dilakukan dengan melibatkan kementerian atau lembaga terkait serta seluruh komponen bangsa melalui upaya kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi yang dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Untuk mengoptimalkan pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, perlu penguatan fungsi kelembagaan khususnya fungsi koordinasi yang diselenggarakan dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme berikut mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh lembaga perwakilan dalam hal ini badan kelengkapan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang melaksanakan tugas di bidang penanggulangan Terorisme. Selain itu, penanganan Tindak Pidana Terorisme juga merupakan tanggung jawab bersama lembaga-lembaga yang terkait, termasuk Tentara Nasional Indonesia yang memiliki tugas pokok dan fungsi dalam mengatasi aksi Terorisme. Peran Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi aksi Terorisme tetap dalam koridor pelaksanaan tugas dan fungsi Tentara Nasional Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Tentara Nasional Indonesia dan Pertahanan Negara.

Dalam rangka memberikan landasan hukum yang lebih kukuh guna menjamin pelindungan dan kepastian hukum dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, serta untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat, perlu dilakukan perubahan secara proporsional dengan tetap menjaga keseimbangan antara kebutuhan penegakan hukum, pelindungan hak asasi manusia, dan kondisi sosial politik di Indonesia.

Berdasarkan . . .

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA

- 4

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang. Beberapa materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang ini, antara lain: a. kriminalisasi baru terhadap berbagai modus baru Tindak Pidana Terorisme seperti jenis Bahan Peledak, mengikuti pelatihan militer/ paramiliter/ pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dengan maksud melakukan Tindak Pidana Terorisme; b. pemberatan sanksi pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Terorisme, baik permufakatan jahat, persiapan, percobaan, dan pembantuan untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme; c. perluasan sanksi pidana terhadap Korporasi yang dikenakan kepada pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang yang mengarahkan Korporasi; d. penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk memiliki paspor dalam jangka waktu tertentu; e. kekhususan terhadap hukum acara pidana seperti penambahan waktu penangkapan, penahanan, dan perpanjangan penangkapan dan penahanan untuk kepentingan penyidik dan penuntut umum, serta penelitian berkas perkara Tindak Pidana Terorisme oleh penuntut umum; f. pelindungan Korban sebagai bentuk tanggung jawab negara; g. pencegahan Tindak Pidana Terorisme dilaksanakan oleh instansi terkait sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; dan h. kelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, peran Tentara Nasional Indonesia, dan pengawasannya.

II. PASAL ...

PRES I DEN REPUBLI K INDONESIA

-5

II. PASAL DEMI PASAL

PasalI

Angka 1

Pasal 1

Cukup jelas.

Angka 2

Pasal5

Cukup jelas.

Angka 3

Pasal6

Yang dimaksud dengan "korban yang bersifat massal" adalah korban yang berjumlah banyak.

Angka 4

Pasal 10A Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "barang adalah

barang bergerak atau tidak bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, antara lain informasi, peta, gambar, dan citra.

Angka 5 ...

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA

-6

Angka 5

Pasal 12A Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Organisasi Terorisme dalam ketentuan ini antara lain organisasi yang bersifat klandestin yaitu rahasia, diam-diam atau gerakan bawah tanah. Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 12B Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pelatihan lain" misalnya pelatihan teknologi informasi dan pelatihan merakit born. Yang dimaksud dengan "ikut berperang" antara lain ikut membantu, baik langsung maupun tidak langsung dalam perang, contohnya sebagai tenaga medis, logistik, dan kurir. Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.

Angka 6 ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -7 Angka 6 Pasal 13A Yang dimaksud dengan "dapat mengakibatkan" dalam ketentuan ini ditujukan bagi Setiap Orang yang terdeteksi dan/ atau memiliki hubungan dengan organisasi Terorisme dan dengan sengaja mengucapkan ucapan, sikap atau perilaku dengan tujuan menghasut melakukan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan.

Angka 7 Pasal 14 Ketentuan ini ditujukan terhadap aktor intelektual. Yang dimaksud dengan "menggerakkan antara lain melakukan hasutan dan provokasi, memberikan hadiah, uang, atau janji.

Angka 8 Pasal 15 Ketentuan ini merupakan aturan khusus, karena itu tidak berlaku ancaman pidana pada permufakatan jahat, persiapan, percobaan dan pembantuan tindak pidana yang lebih rendah daripada ancaman tindak pidana yang telah selesai. Yang dimaksud dengan "persiapan dalam ketentuan ini jika pembuat berusaha untuk mendapatkan atau menyiapkan sarana berupa alat, mengumpulkan informasi, atau menyusun perencanaan tindakan, atau melakukan tindakan serupa yang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi dilakukannya perbuatan yang secara langsung ditujukan bagi penyelesaian Tindak Pidana Terorisme.

Angka 9 ...

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 8 Angka 9

Pasal 16A

Cukup jelas.

Angka 10

Pasal25

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas.

Ayat (7)

Dalam ketentuan ini, penahanan dilakukan dengan tetap mendasarkan pada hak asasi manusia antara lain tersangka diperlakukan secara manusiawi, tidak disiksa, tidak diperlakukan secara kejam, dan tidak direndahkan martabatnya sebagai manusia. Ayat (8)

Cukup jelas.

Angka 11

Pasal28

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) ...

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA

- 9

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3) Dalam ketentuan ini, penangkapan dilakukan dengan tetap mendasarkan pada hak asasi manusia antara lain diperlakukan secara manusiawi, tidak disiksa, tidak diperlakukan secara kejam, dan tidak direndahkan martabatnya sebagai manusa. Ayat (4)

Cukup jelas.

Angka 12

Pasal28A Cukup jelas.

Angka 13

Pasal 31

Cukup jelas.

Angka 14

Pasal31A Cukup jelas.

Angka 15

Pasal33

Cukup jelas.

Angka 16 Pasal34 Cukup jelas.

Angka 17 ...

PRES I DEN REPUBLI K INDONESIA - 10 Angka 17

Pasal 34A

Cukup jelas.

Angka 18

Cukup jelas.

Angka 19

Pasal35A Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a

Yang dimaksud dengan "Korban langsung" adalah Korban yang langsung mengalami dan merasakan akibat Tindak Pidana Terorisme, misalnya Korban meninggal atau Iuka berat karena ledakan born. Huruf b

Yang dimaksud dengan "Korban tidak langsung adalah mereka yang menggantungkan hidupnya kepada Korban langsung, misalnya istri yang kehilangan suami yang merupakan Korban langsung atau sebaliknya.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan penyidik adalah penyidik yang melakukan olah tempat kejadian perkara. Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 35B ...

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 11 Pasal35B

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan instansi/lembaga terkait antara lain kementerian/lembaga, pemerintah daerah, swasta, dan organisasi nonpemerintah. Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.

Angka 20

Pasal36

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3)

Dalam ketentuan 1n1, mekanisme pengajuan kompensasi dilaksanakan sejak tahap penyidikan. Selanjutnya penuntut umum menyampaikan jumlah kerugian yang diderita Korban akibat Tindak Pidana Terorisme bersama dengan tuntutan. Jumlah kompensasi dihitung secara proporsional dan rasional dengan mendasarkan pada kerugian materiel dan imateriel. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup j elas.

Ayat (6) ...

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA

- 12

Angka 21 Ayat (6)

Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas.

Ayat (10)

Cukup jelas.

Pasal36A

Cukup jelas.

Pasal36B

Cukup jelas.

Angka 22

Pasal 37

Dihapus.

Angka 23

Pasal38

Dihapus.

Angka 24

Pasal39

Dihapus.

Angka 25

Pasal40

Dihapus.

Angka 26...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 13 Angka 26

Pasal 41

Dihapus.

Angka 27

Pasal 42

Dihapus.

Angka 28

Pasal43 Ketentuan ini dimaksudkan untuk efisiensi dan efektivitas pencegahan, penegakan hukum, dan pemulihan Korban.

Angka 29

Pasal43A Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "prinsip kehati-hatian" adalah suatu asas yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan tugas pencegahan, pejabat yang berwenang selalu bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka memberikan pelindungan hukum dan hak perseorangan atau kelompok orang yang dipercayakan kepada pejabat tersebut. Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 43B Cukup jelas.

Pasal 43C ...

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA

- 14

Pasal 43C Ayat ( 1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "kontra narasi, kontra propaganda, atau kontra ideologi" adalah berbagai upaya untuk melawan paham radikal Terorisme dalam bentuk lisan, tulisan, dan media literasi lainnya. Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 430 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "terencana" adalah berdasarkan kebijakan dan rencana strategis nasional. Yang dimaksud dengan "terpadu" adalah dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait. Yang dimaksud dengan "sistematis" adalah melalui tahapan dan program tertentu. Yang dimaksud dengan "berkesinambungan" adalah dilakukan secara terus-menerus. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas.

Huruf c ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 15 Huruf c

Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "orang atau kelompok orang yang sudah terpapar paham radikal Terorisme adalah orang atau kelompok orang yang memiliki paham radikal Terorisme dan berpotensi melakukan Tindak Pidana Terorisme.

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a

Yang dimaksud dengan "identifikasi dan penilaian" adalah penggambaran secara rinci tingkat keterpaparan seseorang mengenai peran atau keterlibatannya dalam kelompok atau jaringan sehingga dapat diketahui tingkat radikal Terorismenya. Huruf b Yang dimaksud dengan "rehabilitasi" adalah pemulihan atau penyembuhan untuk menurunkan tingkat radikal Terorisme seseorang.

Huruf c ...

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA

- 16

Huruf c

Yang dimaksud dengan "reedukasi" adalah pembinaan atau penguatan kepada seseorang agar meninggalkan paham radikal Terorisme. Huruf d

Yang dimaksud dengan "reintegrasi sosial" adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan orang yang terpapar paham radikal Terorisme agar dapat kembali ke dalam keluarga dan masyarakat.

Ayat (5)

Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.

Pasal 43E Ayat(l) Penyebutan "badan" yang ditentukan dalam pasal-pasal sebelumnya dimaknai sebagai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 43F

Huruf a Cukup jelas.

Hurufb ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 17 Huruf b

Dalam ketentuan ini "menyelenggarakan koordinasi" dimaksudkan untuk mencapai sinergi antarlembaga terkait. Huruf c Cukup jelas.

Pasal 43G Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "mengoordinasikan antarpenegak hukum" adalah koordinasi yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dengan penyidik, penuntut umum, dan petugas pemasyarakatan termasuk instansi lain yang menunjang pelaksanaan penegakan hukum yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas.

Pasal 43H

Cukup jelas.

Pasal 431 Ayat(l) Cukup jelas.

Ayat (2) ...

PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA

- 18

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia" adalah tugas pokok dan fungsi sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang yang mengatur mengenai Pertahanan Negara. Ayat (3)

Pembentukan Peraturan Presiden dalam ketentuan ini dilakukan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Pasal43J Cukup jelas.

Pasal 43K

Cukup jelas.

Pasal43L Ayat(l) Yang dimaksud dengan "Korban langsung yang diakibatkan dari Tindak Pidana Terorisme sebelum Undang-Undang ini mulai berlaku" adalah Karban yang diakibatkan dari Tindak Pidana Terorisme yang terjadi sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Ayat (2) ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 19

Angka 30 Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.

Pasal46

Dihapus.

Angka 31

Pasal46A

Cukup jelas.

Pasal 46B

Cukup jelas.

Pasal II

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6216