Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009: Perbedaan antara revisi

tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 36: Baris 36:
{{:{{PAGENAME}}/BAB I}}
{{:{{PAGENAME}}/BAB I}}


{{Perundangan bab|II|ASAS DAN TUJUAN|
{{:{{PAGENAME}}/BAB II}}
{{Perundangan pasal|2|
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan:


a. asas transparan;
{{:{{PAGENAME}}/BAB II}}


b. asas akuntabel;
{{:{{PAGENAME}}/BAB IV}}


c. asas berkelanjutan;
{{:{{PAGENAME}}/BAB V}}


d. asas partisipatif;
{{:{{PAGENAME}}/BAB VI}}


e. asas bermanfaat;
{{:{{PAGENAME}}/BAB VII}}


f. asas efisien dan efektif;
g. asas seimbang;
h. asas terpadu; dan
i. asas mandiri.
}}
{{Perundangan pasal|3|
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan:
a. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
}}
}}
{{Perundangan bab|III|RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG|
{{Perundangan pasal|4|
Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:
a. kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan;
b. kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}
}}
{{Perundangan bab|IV|PEMBINAAN|
{{Perundangan pasal|5|
{{Perundangan ayat|5|1|Negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|5|2|Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. pengendalian; dan
d. pengawasan.}}
{{Perundangan ayat|5|3|Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh instansi pembina sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang meliputi:
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri;
d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi; dan
e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|6|
{{Perundangan ayat|6|1|Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan oleh instansi pembina sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 5 ayat 3|Pasal 5 ayat (3)]] meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan pengembangan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional;
b. penetapan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku secara nasional;
c. penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara nasional;
d. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, pemberian izin, dan bantuan teknis kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota; dan
e. pengawasan terhadap pelaksanaan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.}}
{{Perundangan ayat|6|2|Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|6|3|Urusan pemerintah provinsi dalam melakukan pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi dan kabupaten/kota yang jaringannya melampaui batas wilayah kabupaten/kota;
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di provinsi; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi.}}
{{Perundangan ayat|6|4|Urusan pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota yang jaringannya berada di wilayah kabupaten/kota;
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di kabupaten/kota; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota.}}
}}}}
{{Perundangan bab|V|PENYELENGGARAAN|
{{Perundangan pasal|7|
{{Perundangan ayat|7|1|Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam kegiatan pelayanan langsung kepada masyarakat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan hukum, dan/atau masyarakat.}}
{{Perundangan ayat|7|2|Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi masing-masing meliputi:
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri;
d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi; dan
e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|8|
Penyelenggaraan di bidang Jalan meliputi kegiatan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan prasarana Jalan sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 7 ayat 2|Pasal 7 ayat (2)]]] huruf a, yaitu:
a. inventarisasi tingkat pelayanan Jalan dan permasalahannya;
b. penyusunan rencana dan program pelaksanaannya serta penetapan tingkat pelayanan Jalan yang diinginkan;
c. perencanaan, pembangunan, dan optimalisasi pemanfaatan ruas Jalan;
d. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan Jalan;
e. penetapan kelas Jalan pada setiap ruas Jalan;
f. uji kelaikan fungsi Jalan sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan berlalu lintas; dan
g. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang prasarana Jalan.
}}
{{Perundangan pasal|9|
Penyelenggaraan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi:
a. penetapan rencana umum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
c. persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor;
d. perizinan angkutan umum;
e. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
f. pembinaan sumber daya manusia penyelenggara sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
g. penyidikan terhadap pelanggaran perizinan angkutan umum, persyaratan teknis dan kelaikan Jalan Kendaraan Bermotor yang memerlukan keahlian dan/atau peralatan khusus yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
}}
{{Perundangan pasal|10|
Penyelenggaraan di bidang industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c meliputi:
a. penyusunan rencana dan program pelaksanaan pengembangan industri Kendaraan Bermotor;
b. pengembangan industri perlengkapan Kendaraan Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. pengembangan industri perlengkapan Jalan yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}
{{Perundangan pasal|11|
Penyelenggaraan di bidang pengembangan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d meliputi:
a. penyusunan rencana dan program pelaksanaan pengembangan teknologi Kendaraan Bermotor;
b. pengembangan teknologi perlengkapan Kendaraan Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. pengembangan teknologi perlengkapan Jalan yang menjamin Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}
{{Perundangan pasal|12|
Penyelenggaraan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e meliputi:
a. pengujian dan penerbitan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor;
b. pelaksanaan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor;
c. pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian data Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
d. pengelolaan pusat pengendalian Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e. pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli Lalu Lintas;
f. penegakan hukum yang meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas;
g. pendidikan berlalu lintas;
h. pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; dan
i. pelaksanaan manajemen operasional Lalu Lintas.
}}
{{Perundangan pasal|13|
{{Perundangan ayat|13|1|Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 7 ayat 1|Pasal 7 ayat (1)]] dilakukan secara terkoordinasi.}}
{{Perundangan ayat|13|2|Koordinasi Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|13|3|Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertugas melakukan koordinasi antarinstansi penyelenggara yang memerlukan keterpaduan dalam merencanakan dan menyelesaikan masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|13|4|Keanggotaan forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat.}}
{{Perundangan ayat|13|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}
{{Perundangan bab|VI|JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|
{{Perundangan pasal|14|
{{Perundangan ayat|14|1|Untuk mewujudkan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terpadu dilakukan pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk menghubungkan semua wilayah di daratan.}}
{{Perundangan ayat|14|2|Pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan kebutuhan.}}
{{Perundangan ayat|14|3|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;
b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; dan
c. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota.}}
}}
{{Perundangan pasal|15|
{{Perundangan ayat|15|1|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 14 ayat 3|Pasal 14 ayat (3)]] huruf a disusun secara berkala dengan mempertimbangkan kebutuhan transportasi dan ruang kegiatan berskala nasional.}}
{{Perundangan ayat|15|2|Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.}}
{{Perundangan ayat|15|3|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional memuat:
a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup nasional;
b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional dalam keseluruhan moda transportasi;
c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul nasional; dan d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas nasional.}}
}}
{{Perundangan pasal|16|
{{Perundangan ayat|16|1|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 14 ayat 3|Pasal 14 ayat (3)]] huruf b disusun secara berkala dengan mempertimbangkan kebutuhan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan ruang kegiatan berskala provinsi.}}
{{Perundangan ayat|16|2|Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan
c. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional.}}
{{Perundangan ayat|16|3|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi memuat:
a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup provinsi;
b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi dalam keseluruhan moda transportasi;
c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul provinsi; dan
d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas provinsi.}}
}}
{{Perundangan pasal|17|
{{Perundangan ayat|17|1|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 14 ayat 3|Pasal 14 ayat (3)]] huruf c disusun secara berkala dengan mempertimbangkan kebutuhan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta ruang kegiatan berskala kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|17|2|Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;
c. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
d. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; dan
e. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.}}
{{Perundangan ayat|17|3|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota memuat:
a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup kabupaten/kota;
b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota dalam keseluruhan moda transportasi;
c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul kabupaten/kota; dan
d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas kabupaten/kota.}}
}}
{{Perundangan pasal|18|
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.
}}<!--/pasal 18-->}}<!--/bagian kesatu-->
{{Perundangan paragraf|1|Kelas Jalan}}
{{Perundangan bagian|Kedua|Ruang Lalu Lintas|
{{Perundangan pasal|19|
{{Perundangan ayat|19|1|Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
a. fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
b. daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|19|2|Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton;
b. jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton;
c. jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan
d. jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.}}
{{Perundangan ayat|19|3|Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan kelas III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8 (delapan) ton.}}
{{Perundangan ayat|19|4|Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Jalan.}}
{{Perundangan ayat|19|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|20|
{{Perundangan ayat|20|1|Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan dilakukan oleh:
a. Pemerintah, untuk jalan nasional;
b. pemerintah provinsi, untuk jalan provinsi;
c. pemerintah kabupaten, untuk jalan kabupaten; atau
d. pemerintah kota, untuk jalan kota.}}
{{Perundangan ayat|20|2|Kelas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|20|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelompokan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan tata cara penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan paragraf|2|Penggunaan dan Perlengkapan Jalan}}
{{Perundangan pasal|21|
{{Perundangan ayat|21|1|Setiap Jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara nasional.}}
{{Perundangan ayat|21|2|Batas kecepatan paling tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kawasan permukiman, kawasan perkotaan, jalan antarkota, dan jalan bebas hambatan.}}
{{Perundangan ayat|21|3|Atas pertimbangan keselamatan atau pertimbangan khusus lainnya, Pemerintah Daerah dapat menetapkan batas kecepatan paling tinggi setempat yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|21|4|Batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas hambatan ditetapkan dengan batas absolut 60 (enam puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas.}}
{{Perundangan ayat|21|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|22|
{{Perundangan ayat|22|1|Jalan yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan laik fungsi Jalan secara teknis dan administratif.}}
{{Perundangan ayat|22|2|Penyelenggara Jalan wajib melaksanakan uji kelaikan fungsi Jalan sebelum pengoperasian Jalan.}}
{{Perundangan ayat|22|3|Penyelenggara Jalan wajib melakukan uji kelaikan fungsi Jalan pada Jalan yang sudah beroperasi secara berkala dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau sesuai dengan kebutuhan.}}
{{Perundangan ayat|22|4|Uji kelaikan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh tim uji laik fungsi Jalan yang dibentuk oleh penyelenggara Jalan.}}
{{Perundangan ayat|22|5|Tim uji laik fungsi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas unsur penyelenggara Jalan, instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|22|6|Hasil uji kelaikan fungsi Jalan wajib dipublikasikan dan ditindaklanjuti oleh penyelenggara Jalan, instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|22|7|Uji kelaikan fungsi Jalan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
}}
{{Perundangan pasal|23|
{{Perundangan ayat|23|1|Penyelenggara Jalan dalam melaksanakan preservasi Jalan dan/atau peningkatan kapasitas Jalan wajib menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|23|2|Penyelenggara Jalan dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|24|
{{Perundangan ayat|24|1|Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|24|2|Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas.}}
}}
{{Perundangan pasal|25|
{{Perundangan ayat|25|1|Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa:
a. Rambu Lalu Lintas;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. alat penerangan Jalan;
e. alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;
f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan
h. fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di Jalan dan di luar badan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|25|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|26|
{{Perundangan ayat|26|1|Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) diselenggarakan oleh:
a. Pemerintah untuk jalan nasional;
b. pemerintah provinsi untuk jalan provinsi;
c. pemerintah kabupaten/kota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa; atau
d. badan usaha jalan tol untuk jalan tol.}}
{{Perundangan ayat|26|2|Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
}}
{{Perundangan pasal|27|
{{Perundangan ayat|27|1|Perlengkapan Jalan pada jalan lingkungan tertentu disesuaikan dengan kapasitas, intensitas, dan volume Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|27|2|Ketentuan mengenai pemasangan perlengkapan Jalan pada jalan lingkungan tertentu diatur dengan peraturan daerah.}}
}}
{{Perundangan pasal|28|
{{Perundangan ayat|28|1|Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan.}}
{{Perundangan ayat|28|2|Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 25 ayat 1|Pasal 25 ayat (1)]].}}
}}}}}}<!--/bagian kedua-->
{{Perundangan bagian|Ketiga|Dana Preservasi Jalan|
{{Perundangan pasal|29|
{{Perundangan ayat|29|1|Untuk mendukung pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar, kondisi Jalan harus dipertahankan.}}
{{Perundangan ayat|29|2|Untuk mempertahankan kondisi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperlukan Dana Preservasi Jalan.}}
{{Perundangan ayat|29|3|Dana Preservasi Jalan digunakan khusus untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi Jalan.}}
{{Perundangan ayat|29|4|Dana Preservasi Jalan dapat bersumber dari Pengguna Jalan dan pengelolaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
}}
{{Perundangan pasal|30|
Pengelolaan Dana Preservasi Jalan harus dilaksanakan berdasarkan prinsip berkelanjutan, akuntabilitas, transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian.
}}
{{Perundangan pasal|31|
Dana Preservasi Jalan dikelola oleh unit pengelola Dana Preservasi Jalan yang bertanggung jawab kepada Menteri di bidang Jalan.
}}
{{Perundangan pasal|32|
Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja unit pengelola Dana Preservasi Jalan diatur dengan peraturan Presiden.
}}}}
{{Perundangan bagian|Keempat|Fungsi, Klasifikasi, dan Tipe Terminal|
{{Perundangan paragraf|1|Fungsi, Klasifikasi, dan Tipe Terminal}}
{{Perundangan pasal|33|
{{Perundangan ayat|33|1|Untuk menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan intramoda dan antarmoda di tempat tertentu, dapat dibangun dan diselenggarakan Terminal.}}
{{Perundangan ayat|33|2|Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Terminal penumpang dan/atau Terminal barang.}}
}}
{{Perundangan pasal|34|
{{Perundangan ayat|34|1|Terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 33 ayat 2|Pasal 33 ayat (2)]] menurut pelayanannya dikelompokkan dalam tipe A, tipe B, dan tipe C.}}
{{Perundangan ayat|34|2|Setiap tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi dalam beberapa kelas berdasarkan intensitas Kendaraan yang dilayani.}}
}}
{{Perundangan pasal|35|
Untuk kepentingan sendiri, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan swasta dapat membangun Terminal barang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
}}
{{Perundangan pasal|36|
Setiap Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib singgah di Terminal yang sudah ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam izin trayek.
}}
{{Perundangan paragraf|2|Penetapan Lokasi Terminal}}
{{Perundangan pasal|37|
{{Perundangan ayat|37|1|Penentuan lokasi Terminal dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan Terminal yang merupakan bagian dari Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|37|2|Penetapan lokasi Terminal dilakukan dengan memperhatikan:
a. tingkat aksesibilitas Pengguna Jasa angkutan;
b. kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
c. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau kinerja jaringan Jalan, jaringan trayek, dan jaringan lintas;
d. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau pusat kegiatan;
e. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain;
f. permintaan angkutan;
g. kelayakan teknis, finansial, dan ekonomi;
h. Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dann Angkutan Jalan; dan/atau
i. kelestarian lingkungan hidup.}}
}}
{{Perundangan paragraf|3|Fasilitas Terminal}}
{{Perundangan pasal|38|
{{Perundangan ayat|38|1|Setiap penyelenggara Terminal wajib menyediakan fasilitas Terminal yang memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan.}}
{{Perundangan ayat|38|2|Fasilitas Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas utama dan fasilitas penunjang.}}
{{Perundangan ayat|38|3|Untuk menjaga kondisi fasilitas Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara Terminal wajib melakukan pemeliharaan.}}
}}
{{Perundangan paragraf|4|Lingkungan Kerja Terminal}}
{{Perundangan pasal|39|
{{Perundangan ayat|39|1|Lingkungan kerja Terminal merupakan daerah yang diperuntukkan bagi fasilitas Terminal.}}
{{Perundangan ayat|39|2|Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh penyelenggara Terminal dan digunakan untuk pelaksanaan pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian fasilitas Terminal.}}
{{Perundangan ayat|39|3|Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota, khusus Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi.}}
}}
{{Perundangan paragraf|5|Pembangunan dan Pengoperasian Terminal}}
{{Perundangan pasal|40|
{{Perundangan ayat|40|1|Pembangunan Terminal harus dilengkapi dengan:
a. rancang bangun;
b. buku kerja rancang bangun;
c. rencana induk Terminal;
d. analisis dampak Lalu Lintas; dan
e. analisis mengenai dampak lingkungan.}}
{{Perundangan ayat|40|2|Pengoperasian Terminal meliputi kegiatan:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan; dan
c. pengawasan operasional Terminal.}}
}}
{{Perundangan pasal|41|
{{Perundangan ayat|41|1|Setiap penyelenggara Terminal wajib memberikan pelayanan jasa Terminal sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan.}}
{{Perundangan ayat|41|2|Pelayanan jasa Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan retribusi yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
}}
{{Perundangan paragraf|6|Pengaturan Lebih Lanjut}}
{{Perundangan pasal|42|
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, klasifikasi, tipe, penetapan lokasi, fasilitas, lingkungan kerja, pembangunan, dan pengoperasian Terminal diatur dengan peraturan pemerintah.
}}}}
{{Perundangan bagian|Kelima|Fasilitas Parkir|
{{Perundangan pasal|43|
{{Perundangan ayat|43|1|Penyediaan fasilitas Parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar Ruang Milik Jalan sesuai dengan izin yang diberikan.}}
{{Perundangan ayat|43|2|Penyelenggaraan fasilitas Parkir di luar Ruang Milik Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berupa:
a. usaha khusus perparkiran; atau
b. penunjang usaha pokok.}}
{{Perundangan ayat|43|3|Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan.}}
{{Perundangan ayat|43|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengguna Jasa fasilitas Parkir, perizinan, persyaratan, dan tata cara penyelenggaraan fasilitas dan Parkir untuk umum diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|44|
Penetapan lokasi dan pembangunan fasilitas Parkir untuk umum dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan:
a. rencana umum tata ruang;
b. analisis dampak lalu lintas; dan
c. kemudahan bagi Pengguna Jasa.
}}}}
{{Perundangan bagian|Keenam|Fasilitas Pendukung|
{{Perundangan pasal|45|
{{Perundangan ayat|45|1|Fasilitas pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. trotoar;
b. lajur sepeda;
c. tempat penyeberangan Pejalan Kaki;
d. Halte; dan/atau
e. fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut.}}
{{Perundangan ayat|45|2|Penyediaan fasilitas pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh:
a. Pemerintah untuk jalan nasional;
b. pemerintah provinsi untuk jalan provinsi;
c. pemerintah kabupaten untuk jalan kabupaten dan jalan desa;
d. pemerintah kota untuk jalan kota; dan
e. badan usaha jalan tol untuk jalan tol.}}
}}
{{Perundangan pasal|46|
{{Perundangan ayat|46|1|Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dapat bekerja sama dengan pihak swasta.}}
{{Perundangan ayat|46|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan, pengelolaan, pemeliharaan, serta spesifikasi teknis fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}}}
{{Perundangan bab|VII|KENDARAAN|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Jenis dan Fungsi Kendaraan|
{{Perundangan pasal|47|
{{Perundangan ayat|47|1|Kendaraan terdiri atas:
a. Kendaraan Bermotor; dan
b. Kendaraan Tidak Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|47|2|Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelompokkan berdasarkan jenis:
a. sepeda motor;
b. mobil penumpang;
c. mobil bus;
d. mobil barang; dan
e. kendaraan khusus.}}
{{Perundangan ayat|47|3|Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d dikelompokkan berdasarkan fungsi:
a. Kendaraan Bermotor perseorangan; dan
b. Kendaraan Bermotor Umum.}}
{{Perundangan ayat|47|4|Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelompokkan dalam:
a. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang; dan
b. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kedua|Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor|
{{Perundangan pasal|48|
{{Perundangan ayat|48|1|Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|48|2|Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. susunan;
b. perlengkapan;
c. ukuran;
d. karoseri;
e. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya;
f. pemuatan;
g. penggunaan;
h. penggandengan Kendaraan Bermotor; dan/atau
i. penempelan Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|48|3|Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan Bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. emisi gas buang;
b. kebisingan suara;
c. efisiensi sistem rem utama;
d. efisiensi sistem rem parkir;
e. kincup roda depan;
f. suara klakson;
g. daya pancar dan arah sinar lampu utama;
h. radius putar;
i. akurasi alat penunjuk kecepatan;
j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan
k. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan.}}
{{Perundangan ayat|48|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketiga|Pengujian Kendaraan Bermotor|
{{Perundangan pasal|49|
{{Perundangan ayat|49|1|Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di Jalan wajib dilakukan pengujian.}}
{{Perundangan ayat|49|2|Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. uji tipe; dan
b. uji berkala.}}
}}
{{Perundangan pasal|50|
{{Perundangan ayat|50|1|Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a wajib dilakukan bagi setiap Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri, serta modifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe.}}
{{Perundangan ayat|50|2|Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pengujian fisik untuk pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan yang dilakukan terhadap landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap; dan
b. penelitian rancang bangun dan rekayasa Kendaraan Bermotor yang dilakukan terhadap rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi tipenya.}}
{{Perundangan ayat|50|3|Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit pelaksana uji tipe Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|50|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai uji tipe dan unit pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|51|
{{Perundangan ayat|51|1|Landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap yang telah lulus uji tipe diberi sertifikat lulus uji tipe.}}
{{Perundangan ayat|51|2|Rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan modifikasi tipe Kendaraan Bermotor yang telah lulus uji tipe diterbitkan surat keputusan pengesahan rancang bangun dan rekayasa.}}
{{Perundangan ayat|51|3|Penanggung jawab pembuatan, perakitan, pengimporan landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap, rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan dan kereta tempelan, serta Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi harus meregistrasikan tipe produksinya.}}
{{Perundangan ayat|51|4|Sebagai bukti telah dilakukan registrasi tipe produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan tanda bukti sertifikat registrasi uji tipe.}}
{{Perundangan ayat|51|5|Sebagai jaminan kesesuaian spesifikasi teknik seri produksinya terhadap sertifikat uji tipe, dilakukan uji sampel oleh unit pelaksana uji tipe Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|51|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai modifikasi dan uji tipe diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|52|
{{Perundangan ayat|52|1|Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dapat berupa modifikasi dimensi, mesin, dan kemampuan daya angkut.}}
{{Perundangan ayat|52|2|Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh membahayakan keselamatan berlalu lintas, mengganggu arus lalu lintas, serta merusak lapis perkerasan/daya dukung jalan yang dilalui.}}
{{Perundangan ayat|52|3|Setiap Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi sehingga mengubah persyaratan konstruksi dan material wajib dilakukan uji tipe ulang.}}
{{Perundangan ayat|52|4|Bagi Kendaraan Bermotor yang telah diuji tipe ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dilakukan registrasi dan identifikasi ulang.}}
}}
{{Perundangan pasal|53|
{{Perundangan ayat|53|1|Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b diwajibkan untuk mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang dioperasikan di Jalan.}}
{{Perundangan ayat|53|2|Pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
a. pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor; dan
b. pengesahan hasil uji.}}
{{Perundangan ayat|53|3|Kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh:
a. unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota;
b. unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang mendapat izin dari Pemerintah; atau
c. unit pelaksana pengujian swasta yang mendapatkan izin dari Pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|54|
{{Perundangan ayat|54|1|Pemeriksaan dan pengujian fisik mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan, dan kereta tempelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a meliputi pengujian terhadap persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|54|2|Pengujian terhadap persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. susunan;
b. perlengkapan;
c. ukuran;
d. karoseri; dan
e. rancangan teknis Kendaraan Bermotor sesuai dengan peruntukannya.}}
{{Perundangan ayat|54|3|Pengujian terhadap persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
a. emisi gas buang Kendaraan Bermotor;
b. tingkat kebisingan;
c. kemampuan rem utama;
d. kemampuan rem parkir;
e. kincup roda depan;
f. kemampuan pancar dan arah sinar lampu utama;
g. akurasi alat penunjuk kecepatan; dan
h. kedalaman alur ban.}}
{{Perundangan ayat|54|4|Pengujian terhadap persyaratan laik jalan kereta gandengan dan kereta tempelan meliputi uji kemampuan rem, kedalaman alur ban, dan uji sistem lampu.}}
{{Perundangan ayat|54|5|Bukti lulus uji berkala hasil pemeriksaan dan pengujian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian kartu uji dan tanda uji.}}
{{Perundangan ayat|54|6|Kartu uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat keterangan tentang identifikasi Kendaraan Bermotor dan identitas pemilik, spesifikasi teknis, hasil uji, dan masa berlaku hasil uji.}}
{{Perundangan ayat|54|7|Tanda uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat keterangan tentang identifikasi Kendaraan Bermotor dan masa berlaku hasil uji.}}
}}
{{Perundangan pasal|55|
{{Perundangan ayat|55|1|Pengesahan hasil uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b diberikan oleh:
a. petugas yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atas usul gubernur untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota; dan
b. petugas swasta yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian agen tunggal pemegang merek dan unit pelaksana pengujian swasta.}}
{{Perundangan ayat|55|2|Kompetensi petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat tanda lulus pendidikan dan pelatihan.}}
}}
{{Perundangan pasal|56|
Ketentuan lebih lanjut mengenai uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 diatur dengan peraturan pemerintah.
}}}}
{{Perundangan bagian|Keempat|Perlengkapan Kendaraan Bermotor|
{{Perundangan pasal|57|
{{Perundangan ayat|57|1|Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|57|2|Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Sepeda Motor berupa helm standar nasional Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|57|3|Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih sekurang- kurangnya terdiri atas:
a. sabuk keselamatan;
b. ban cadangan;
c. segitiga pengaman;
d. dongkrak;
e. pembuka roda;
f. helm dan rompi pemantul cahaya bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak memiliki rumah-rumah; dan
g. peralatan pertolongan pertama pada Kecelakaan Lalu Lintas Lintas.}}
{{Perundangan ayat|57|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|58|
Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas.
}}
{{Perundangan pasal|59|
{{Perundangan ayat|59|1|Untuk kepentingan tertentu, Kendaraan Bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene.}}
{{Perundangan ayat|59|2|Lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas warna:
a. merah;
b. biru; dan
c. kuning.}}
{{Perundangan ayat|59|3|Lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tanda Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama.}}
{{Perundangan ayat|59|4|Lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berfungsi sebagai tanda peringatan kepada Pengguna Jalan lain.}}
{{Perundangan ayat|59|5|Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:
a. lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; dan
c. lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang khusus.}}
{{Perundangan ayat|59|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, prosedur, dan tata cara pemasangan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|59|7|Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kelima|Bengkel Umum Kendaraan Bermotor |
{{Perundangan pasal|60|
{{Perundangan ayat|60|1|Bengkel umum Kendaraan Bermotor berfungsi untuk memperbaiki dan merawat Kendaraan Bermotor, wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|60|2|Bengkel umum yang mempunyai akreditasi dan kualitas tertentu dapat melakukan pengujian berkala Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|60|3|Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang industri.}}
{{Perundangan ayat|60|4|Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan izin dari pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|60|5|Pengawasan terhadap bengkel umum Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|60|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penyelenggaraan bengkel umum diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
}}
{{Perundangan bagian|Keenam|Kendaraan Tidak Bermotor |
{{Perundangan pasal|61|
{{Perundangan ayat|61|1|Setiap Kendaraan Tidak Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib memenuhi persyaratan keselamatan, meliputi:
a. persyaratan teknis; dan
b. persyaratan tata cara memuat barang.}}
{{Perundangan ayat|61|2|Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a sekurang-kurangnya meliputi:
a. konstruksi;
b. sistem kemudi;
c. sistem roda;
d. sistem rem;
e. lampu dan pemantul cahaya; dan
f. alat peringatan dengan bunyi.}}
{{Perundangan ayat|61|3|Persyaratan tata cara memuat barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya meliputi dimensi dan berat.}}
{{Perundangan ayat|61|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|62|
{{Perundangan ayat|62|1|Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda.}}
{{Perundangan ayat|62|2|Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.}}
}}
{{Perundangan pasal|63|
{{Perundangan ayat|63|1|Pemerintah Daerah dapat menentukan jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor di daerahnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah.}}
{{Perundangan ayat|63|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|63|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat lintas kabupaten/kota diatur dengan peraturan daerah provinsi.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketujuh|Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor |
{{Perundangan pasal|64|
{{Perundangan ayat|64|1|Setiap Kendaraan Bermotor wajib diregistrasikan.}}
{{Perundangan ayat|64|2|Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. registrasi Kendaraan Bermotor baru;
b. registrasi perubahan identitas Kendaraan Bermotor dan pemilik;
c. registrasi perpanjangan Kendaraan Bermotor; dan/atau
d. registrasi pengesahan Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|64|3|Registrasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
a. tertib administrasi;
b. pengendalian dan pengawasan Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Indonesia;
c. mempermudah penyidikan pelanggaran dan/atau kejahatan;
d. perencanaan, operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
e. perencanaan pembangunan nasional.}}
{{Perundangan ayat|64|4|Registrasi Kendaraan Bermotor dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui sistem manajemen registrasi Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|64|5|Data registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor merupakan bagian dari Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan digunakan untuk forensik kepolisian.}}
{{Perundangan ayat|64|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|65|
{{Perundangan ayat|65|1|Registrasi Kendaraan Bermotor baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a meliputi kegiatan:
a. registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan pemiliknya;
b. penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor; dan
c. penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|65|2|Sebagai bukti bahwa Kendaraan Bermotor telah diregistrasi, pemilik diberi Buku Pemilik Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.}}
}}
{{Perundangan pasal|66|
Registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor untuk pertama kali harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki sertifikat registrasi uji tipe;
b. memiliki bukti kepemilikan Kendaraan Bermotor yang sah; dan
c. memiliki hasil pemeriksaan cek fisik Kendaraan Bermotor.
}}
{{Perundangan pasal|67|
{{Perundangan ayat|67|1|Registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor, pembayaran pajak Kendaraan Bermotor, dan pembayaran Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan secara terintegrasi dan terkoordinasi dalam Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap.}}
{{Perundangan ayat|67|2|Sarana dan prasarana penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Pemerintah Daerah.}}
{{Perundangan ayat|67|3|Mekanisme penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap dikoordinasikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|67|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan prosedur serta pelaksanaan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Presiden.}}
}}
{{Perundangan pasal|68|
{{Perundangan ayat|68|1|Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|68|2|Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data Kendaraan Bermotor, identitas pemilik, nomor registrasi Kendaraan Bermotor, dan masa berlaku.}}
{{Perundangan ayat|68|3|Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kode wilayah, nomor registrasi, dan masa berlaku.}}
{{Perundangan ayat|68|4|Tanda Nomor Kendaraan Bermotor harus memenuhi syarat bentuk, ukuran, bahan, warna, dan cara pemasangan.}}
{{Perundangan ayat|68|5|Selain Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikeluarkan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor khusus dan/atau Tanda Nomor Kendaraan Bermotor rahasia.}}
{{Perundangan ayat|68|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|69|
{{Perundangan ayat|69|1|Setiap Kendaraan Bermotor yang belum diregistrasi dapat dioperasikan di Jalan untuk kepentingan tertentu dengan dilengkapi Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|69|2|Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada badan usaha di bidang penjualan, pembuatan, perakitan, atau impor Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|69|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemberian dan penggunaan Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|70|
{{Perundangan ayat|70|1|Buku Pemilik Kendaraan Bermotor berlaku selama kepemilikannya tidak dipindahtangankan.}}
{{Perundangan ayat|70|2|Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor berlaku selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun.}}
{{Perundangan ayat|70|3|Sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor wajib diajukan permohonan perpanjangan.}}
}}
{{Perundangan pasal|71|
{{Perundangan ayat|71|1|Pemilik Kendaraan Bermotor wajib melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia jika:
a. bukti registrasi hilang atau rusak;
b. spesifikasi teknis dan/atau fungsi Kendaraan Bermotor diubah;
c. kepemilikan Kendaraan Bermotor beralih; atau
d. Kendaraan Bermotor digunakan secara terus- menerus lebih dari 3 (tiga) bulan di luar wilayah Kendaraan diregistrasi.}}
{{Perundangan ayat|71|2|Pelaporan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c disampaikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia di tempat Kendaraan Bermotor tersebut terakhir diregistrasi.}}
{{Perundangan ayat|71|3|Pelaporan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disampaikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia di tempat Kendaraan Bermotor tersebut dioperasikan.}}
}}
{{Perundangan pasal|72|
{{Perundangan ayat|72|1|Registrasi Kendaraan Bermotor Tentara Nasional Indonesia diatur dengan peraturan Panglima Tentara Nasional Indonesia dan dilaporkan untuk pendataan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|72|2|Registrasi Kendaraan Bermotor Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|72|3|Registrasi Kendaraan Bermotor perwakilan negara asing dan lembaga internasional diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|73|
{{Perundangan ayat|73|1|Kendaraan Bermotor Umum yang telah diregistrasi dapat dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor Umum atas dasar:
a. permintaan pemilik Kendaraan Bermotor Umum; atau
b. usulan pejabat yang berwenang memberi izin angkutan umum.}}
{{Perundangan ayat|73|2|Setiap Kendaraan Bermotor Umum yang tidak lagi digunakan sebagai angkutan umum wajib dihapuskan dari daftar registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor Umum.}}
}}
{{Perundangan pasal|74|
{{Perundangan ayat|74|1|Kendaraan Bermotor yang telah diregistrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dapat dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor atas dasar:
a. permintaan pemilik Kendaraan Bermotor; atau
b. pertimbangan pejabat yang berwenang melaksanakan registrasi Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|74|2|Penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan jika:
a. Kendaraan Bermotor rusak berat sehingga tidak dapat dioperasikan; atau
b. pemilik Kendaraan Bermotor tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun setelah habis masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|74|3|Kendaraan Bermotor yang telah dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diregistrasi kembali.}}
}}
{{Perundangan pasal|75|
Ketentuan lebih lanjut mengenai Buku Pemilik Kendaraan Bermotor, penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, Pasal 73, dan Pasal 74 diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
}}}}
{{Perundangan bagian|Kedelapan|Sanksi Administratif |
{{Perundangan pasal|76|
{{Perundangan ayat|76|1|Setiap orang yang melanggar ketentuan [[#Pasal 53 ayat 1|Pasal 53 ayat (1)]], Pasal 54 ayat (2) atau ayat (3), atau Pasal 60 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembayaran denda;
c. pembekuan izin; dan/atau
d. pencabutan izin.}}
{{Perundangan ayat|76|2|Setiap orang yang menyelenggarakan bengkel umum yang melanggar ketentuan [[#Pasal 60 ayat 3|Pasal 60 ayat (3)]] dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembayaran denda; dan/atau
c. penutupan bengkel umum.}}
{{Perundangan ayat|76|3|Setiap petugas pengesah swasta yang melanggar ketentuan [[#Pasal 54 ayat 2|Pasal 54 ayat (2)]] atau [[#Pasal 54 ayat 3|ayat (3)]] dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembayaran denda;
c. pembekuan sertifikat pengesah; dan/atau
d. pencabutan sertifikat pengesah.}}
{{Perundangan ayat|76|4|Setiap petugas penguji atau pengesah uji berkala yang melanggar ketentuan [[#Pasal 54 ayat 2|Pasal 54 ayat (2)]] atau [[#Pasal 54 ayat 3|ayat (3)]] dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
{{Perundangan ayat|76|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}}}
{{Perundangan bab|VIII|PENGEMUDI|
{{Perundangan bab|VIII|PENGEMUDI|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Surat Izin Mengemudi|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Surat Izin Mengemudi|