Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009: Perbedaan antara revisi

tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1.721: Baris 1.721:
{{Perundangan bagian|Kesatu|Angkutan Orang dan Barang|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Angkutan Orang dan Barang|
{{Perundangan pasal|137|
{{Perundangan pasal|137|
{{Perundangan pasal|137|1|Angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|137|1|Angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.}}
{{Perundangan pasal|137|2|Angkutan orang yang menggunakan Kendaraan Bermotor berupa Sepeda Motor, Mobil penumpang, atau bus.}}
{{Perundangan ayat|137|2|Angkutan orang yang menggunakan Kendaraan Bermotor berupa Sepeda Motor, Mobil penumpang, atau bus.}}
{{Perundangan pasal|137|3|Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan mobil barang.}}
{{Perundangan ayat|137|3|Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan mobil barang.}}
{{Perundangan pasal|137|4|Mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali:
{{Perundangan ayat|137|4|Mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali:


a. rasio Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai;
a. rasio Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai;
Baris 1.735: Baris 1.735:
{{Perundangan bagian|Kedua|Kewajiban Menyediakan Angkutan Umum|
{{Perundangan bagian|Kedua|Kewajiban Menyediakan Angkutan Umum|
{{Perundangan pasal|138|
{{Perundangan pasal|138|
{{Perundangan pasal|138|1|Angkutan umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau.}}
{{Perundangan ayat|138|1|Angkutan umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau.}}
{{Perundangan pasal|138|2|Pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1).}}
{{Perundangan ayat|138|2|Pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1).}}
{{Perundangan pasal|138|3|Angkutan umum orang dan/atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum.}}
{{Perundangan ayat|138|3|Angkutan umum orang dan/atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|139|
{{Perundangan pasal|139|
{{Perundangan pasal|139|1|Pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota antarprovinsi serta lintas batas negara.}}
{{Perundangan ayat|139|1|Pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota antarprovinsi serta lintas batas negara.}}
{{Perundangan pasal|139|2|Pemerintah Daerah provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota dalam provinsi.}}
{{Perundangan ayat|139|2|Pemerintah Daerah provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota dalam provinsi.}}
{{Perundangan pasal|139|3|Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|139|3|Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota.}}
{{Perundangan pasal|139|4|Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
{{Perundangan ayat|139|4|Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
}}}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketiga|Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum|
{{Perundangan bagian|Ketiga|Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum|
Baris 1.758: Baris 1.758:
{{Perundangan paragraf|2|Standar Pelayanan Angkutan Orang}}
{{Perundangan paragraf|2|Standar Pelayanan Angkutan Orang}}
{{Perundangan pasal|141|
{{Perundangan pasal|141|
{{Perundangan pasal|141|1|Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi:
{{Perundangan pasal|ayat|1|Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi:


a. keamanan;
a. keamanan;
Baris 1.771: Baris 1.771:


f. keteraturan.}}
f. keteraturan.}}
{{Perundangan pasal|141|2|Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan.}}
{{Perundangan pasal|ayat|2|Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan.}}
{{Perundangan pasal|141|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan pasal|ayat|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
}}
{Perundangan paragraf|3|Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek}}
{Perundangan paragraf|3|Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek}}
Baris 1.815: Baris 1.815:
}}
}}
{{Perundangan pasal|145|
{{Perundangan pasal|145|
{{Perundangan pasal|145|1|Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 disusun dalam bentuk rencana umum jaringan trayek.}}
{{Perundangan pasal|ayat|1|Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 disusun dalam bentuk rencana umum jaringan trayek.}}
 
{{Perundangan pasal|ayat|2|Penyusunan rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi terkait.}}
{{Perundangan pasal|145|2|Penyusunan rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi terkait.}}
{{Perundangan pasal|ayat|3|Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
 
{{Perundangan pasal|145|3|Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


a. jaringan trayek lintas batas negara;
a. jaringan trayek lintas batas negara;
Baris 1.830: Baris 1.828:


e. jaringan trayek perdesaan.}}
e. jaringan trayek perdesaan.}}
{{Perundangan pasal|145|1|Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikaji ulang secara berkala paling lama 5 (lima) tahun.}}
{{Perundangan pasal|145|1|Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikaji ulang secara berkala paling lama 5 (lima) tahun.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|146|
{{Perundangan pasal|146|
{{Perundangan pasal|146|1|Jaringan trayek perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3) huruf d disusun berdasarkan kawasan perkotaan.}}
{{Perundangan pasal|ayat|1|Jaringan trayek perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3) huruf d disusun berdasarkan kawasan perkotaan.}}


{{Perundangan pasal|146|2|Kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh:
{{Perundangan pasal|ayat|2|Kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh:


a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah provinsi;
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah provinsi;
Baris 1.845: Baris 1.842:
}}
}}
{{Perundangan pasal|147|
{{Perundangan pasal|147|
{{Perundangan pasal|147|1|Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum lintas batas negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3) huruf a ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan perjanjian antarnegara.}}
{{Perundangan pasal|ayat|1|Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum lintas batas negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3) huruf a ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan perjanjian antarnegara.}}
 
{{Perundangan pasal|ayat|2|Perjanjian antarnegara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.}}
{{Perundangan pasal|147|1|Perjanjian antarnegara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|148|
{{Perundangan pasal|148|
Baris 1.881: Baris 1.877:
}}
}}
{{Perundangan pasal|152|
{{Perundangan pasal|152|
{{Perundangan pasal|152|1|Angkutan orang dengan menggunakan taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf a harus digunakan untuk pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dengan wilayah operasi dalam kawasan perkotaan.}}
{{Perundangan ayat|152|1|Angkutan orang dengan menggunakan taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf a harus digunakan untuk pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dengan wilayah operasi dalam kawasan perkotaan.}}
 
{{Perundangan ayat|152|2|Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:
{{Perundangan pasal|152|2|Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:


a. berada dalam wilayah kota;
a. berada dalam wilayah kota;
Baris 1.893: Baris 1.888:
d. melampaui wilayah provinsi.}}
d. melampaui wilayah provinsi.}}


{{Perundangan pasal|152|3|Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan jumlah maksimal kebutuhan taksi ditetapkan oleh:
{{Perundangan ayat|152|3|Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan jumlah maksimal kebutuhan taksi ditetapkan oleh:


a. walikota untuk taksi yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kota;
a. walikota untuk taksi yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kota;
Baris 1.904: Baris 1.899:
}}
}}
{{Perundangan pasal|153|
{{Perundangan pasal|153|
{{Perundangan pasal|153|1|Angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf b dilarang menaikkan dan/atau menurunkan Penumpang di sepanjang perjalanan untuk keperluan lain di luar pelayanan angkutan orang dalam trayek.}}
{{Perundangan ayat|153|1|Angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf b dilarang menaikkan dan/atau menurunkan Penumpang di sepanjang perjalanan untuk keperluan lain di luar pelayanan angkutan orang dalam trayek.}}
 
{{Perundangan ayat|153|2|Angkutan orang dengan tujuan tertentu diselenggarakan dengan menggunakan mobil penumpang umum atau mobil bus umum.}}
{{Perundangan pasal|153|1|Angkutan orang dengan tujuan tertentu diselenggarakan dengan menggunakan mobil penumpang umum atau mobil bus umum.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|154|
{{Perundangan pasal|154|
{{Perundangan pasal|154|1|Angkutan orang untuk keperluan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf c harus digunakan untuk pelayanan angkutan wisata.}}
{{Perundangan ayat|154|1|Angkutan orang untuk keperluan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf c harus digunakan untuk pelayanan angkutan wisata.}}
 
{{Perundangan ayat|154|2|Penyelenggaraan angkutan orang untuk keperluan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil penumpang umum dan mobil bus umum dengan tanda khusus.}}
{{Perundangan pasal|154|2|Penyelenggaraan angkutan orang untuk keperluan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil penumpang umum dan mobil bus umum dengan tanda khusus.}}
{{Perundangan ayat|154|3|Angkutan orang untuk keperluan pariwisata tidak diperbolehkan menggunakan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek, kecuali di daerah yang belum tersedia angkutan khusus untuk pariwisata.}}
 
{{Perundangan pasal|154|3|Angkutan orang untuk keperluan pariwisata tidak diperbolehkan menggunakan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek, kecuali di daerah yang belum tersedia angkutan khusus untuk pariwisata.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|155|
{{Perundangan pasal|155|
{{Perundangan pasal|155|1|Angkutan di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf d harus dilaksanakan melalui pelayanaan angkutan di jalan lokal dan jalan lingkungan.}}
{{Perundangan ayat|155|1|Angkutan di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf d harus dilaksanakan melalui pelayanaan angkutan di jalan lokal dan jalan lingkungan.}}
 
{{Perundangan ayat|155|2|Angkutan orang di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil penumpang umum.}}
{{Perundangan pasal|155|2|Angkutan orang di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil penumpang umum.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|156|
{{Perundangan pasal|156|
Baris 1.928: Baris 1.919:
{{Perundangan paragraf|5|Angkutan Massal}}
{{Perundangan paragraf|5|Angkutan Massal}}
{{Perundangan pasal|158|
{{Perundangan pasal|158|
{{Perundangan pasal|158|1|Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis Jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum di kawasan perkotaan.}}
{{Perundangan ayat|158|1|Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis Jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum di kawasan perkotaan.}}
 
{{Perundangan ayat|158|2|Angkutan massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung dengan:
{{Perundangan pasal|158|2|Angkutan massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung dengan:


a. mobil bus yang berkapasitas angkut massal;
a. mobil bus yang berkapasitas angkut massal;
Baris 1.962: Baris 1.952:
c. menggunakan mobil barang.
c. menggunakan mobil barang.
}}
}}
{{Perundangan paragraf|3|Angkutan Barang Khusus dan Alat Berat}}
{{Perundangan paragraf|3|Angkutan Barang Khusus dan Alat Berat}}
{{Perundangan pasal|162|
{{Perundangan pasal|162|
{{Perundangan pasal|162|1|Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus wajib:
{{Perundangan ayat|162|1|Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus wajib:


a. memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut;
a. memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut;
Baris 1.978: Baris 1.967:


f. mendapat rekomendasi dari instansi terkait.}}
f. mendapat rekomendasi dari instansi terkait.}}
 
{{Perundangan ayat|162|2|Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut alat berat dengan dimensi yang melebihi dimensi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 harus mendapat pengawalan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan pasal|162|2|Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut alat berat dengan dimensi yang melebihi dimensi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 harus mendapat pengawalan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|162|3|Pengemudi dan pembantu Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut barang khusus wajib memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan bentuk barang khusus yang diangkut.}}
 
{{Perundangan pasal|162|3|Pengemudi dan pembantu Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut barang khusus wajib memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan bentuk barang khusus yang diangkut.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|163|
{{Perundangan pasal|163|
{{Perundangan pasal|163|1|Pemilik, agen ekspedisi muatan angkutan barang, atau pengirim yang menyerahkan barang khusus wajib memberitahukan kepada pengelola pergudangan dan/atau penyelenggara angkutan barang sebelum barang dimuat ke dalam Kendaraan Bermotor Umum.}}
{{Perundangan ayat|163|1|Pemilik, agen ekspedisi muatan angkutan barang, atau pengirim yang menyerahkan barang khusus wajib memberitahukan kepada pengelola pergudangan dan/atau penyelenggara angkutan barang sebelum barang dimuat ke dalam Kendaraan Bermotor Umum.}}
 
{{Perundangan ayat|163|2|Penyelenggara angkutan barang yang melakukan kegiatan pengangkutan barang khusus wajib menyediakan tempat penyimpanan serta bertanggung jawab terhadap penyusunan sistem dan prosedur penanganan barang khusus dan/atau berbahaya selama barang tersebut belum dimuat ke dalam Kendaraan Bermotor Umum.}}
{{Perundangan pasal|163|1|Penyelenggara angkutan barang yang melakukan kegiatan pengangkutan barang khusus wajib menyediakan tempat penyimpanan serta bertanggung jawab terhadap penyusunan sistem dan prosedur penanganan barang khusus dan/atau berbahaya selama barang tersebut belum dimuat ke dalam Kendaraan Bermotor Umum.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|164|
{{Perundangan pasal|164|
Baris 1.993: Baris 1.979:
{{Perundangan bagian|Kelima|Angkutan Multimoda|
{{Perundangan bagian|Kelima|Angkutan Multimoda|
{{Perundangan pasal|165|
{{Perundangan pasal|165|
{{Perundangan pasal|165|1|Angkutan umum di Jalan yang merupakan bagian angkutan multimoda dilaksanakan oleh badan hukum angkutan multimoda.}}
{{Perundangan ayat|165|1|Angkutan umum di Jalan yang merupakan bagian angkutan multimoda dilaksanakan oleh badan hukum angkutan multimoda.}}
 
{{Perundangan ayat|165|2|Kegiatan angkutan umum dalam angkutan multimoda dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat antara badan hukum angkutan Jalan dan badan hukum angkutan multimoda dan/atau badan hukum moda lain.}}
{{Perundangan pasal|165|2|Kegiatan angkutan umum dalam angkutan multimoda dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat antara badan hukum angkutan Jalan dan badan hukum angkutan multimoda dan/atau badan hukum moda lain.}}
{{Perundangan ayat|165|3|Pelayanan angkutan multimoda harus terpadu secara sistem dan mendapat izin dari Pemerintah.}}
 
{{Perundangan ayat|165|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan multimoda, persyaratan, dan tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan pasal|165|3|Pelayanan angkutan multimoda harus terpadu secara sistem dan mendapat izin dari Pemerintah.}}
 
{{Perundangan pasal|165|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan multimoda, persyaratan, dan tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Keenam|Dokumen Angkutan Orang dan Barang dengan Kendaraan Bermotor Umum|
{{Perundangan bagian|Keenam|Dokumen Angkutan Orang dan Barang dengan Kendaraan Bermotor Umum|
{{Perundangan pasal|166|
{{Perundangan pasal|166|
{{Perundangan pasal|166|1|Angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum yang melayani trayek tetap lintas batas negara, antarkota antarprovinsi, dan antarkota dalam provinsi harus dilengkapi dengan dokumen.}}
{{Perundangan ayat|166|1|Angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum yang melayani trayek tetap lintas batas negara, antarkota antarprovinsi, dan antarkota dalam provinsi harus dilengkapi dengan dokumen.}}
 
{{Perundangan ayat|166|2|Dokumen angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
{{Perundangan pasal|166|2|Dokumen angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


a. tiket Penumpang umum untuk angkutan dalam trayek;
a. tiket Penumpang umum untuk angkutan dalam trayek;
Baris 2.012: Baris 1.994:


c. manifes.}}
c. manifes.}}
 
{{Perundangan ayat|166|3|Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi:
{{Perundangan pasal|166|3|Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi:


a. surat perjanjian pengangkutan; dan  
a. surat perjanjian pengangkutan; dan  
Baris 2.020: Baris 2.001:
}}
}}
{{Perundangan pasal|167|
{{Perundangan pasal|167|
{{Perundangan pasal|167|1|Perusahaan Angkutan Umum orang wajib:
{{Perundangan ayat|167|1|Perusahaan Angkutan Umum orang wajib:


a. menyerahkan tiket Penumpang;
a. menyerahkan tiket Penumpang;
Baris 2.031: Baris 2.012:


d. menyerahkan manifes kepada Pengemudi.}}
d. menyerahkan manifes kepada Pengemudi.}}
 
{{Perundangan ayat|167|2|Tiket Penumpang harus digunakan oleh orang yang namanya tercantum dalam tiket sesuai dengan dokumen identitas diri yang sah.}}
{{Perundangan pasal|167|2|Tiket Penumpang harus digunakan oleh orang yang namanya tercantum dalam tiket sesuai dengan dokumen identitas diri yang sah.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|168|
{{Perundangan pasal|168|
{{Perundangan pasal|168|1|Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang wajib membuat surat muatan barang sebagai bagian dokumen perjalanan.}}
{{Perundangan ayat|168|1|Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang wajib membuat surat muatan barang sebagai bagian dokumen perjalanan.}}
 
{{Perundangan ayat|168|2|Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang wajib membuat surat perjanjian pengangkutan barang.}}
{{Perundangan pasal|168|2|Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang wajib membuat surat perjanjian pengangkutan barang.}}
}}}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketujuh|Pengawasan Muatan Barang |
{{Perundangan bagian|Ketujuh|Pengawasan Muatan Barang |
{{Perundangan pasal|169|
{{Perundangan pasal|169|
{{Perundangan pasal|169|1|Pengemudi dan/atau Perusahaan Angkutan Umum barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi Kendaraan, dan kelas jalan.}}
{{Perundangan ayat|169|1|Pengemudi dan/atau Perusahaan Angkutan Umum barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi Kendaraan, dan kelas jalan.}}
 
{{Perundangan ayat|169|2|Untuk mengawasi pemenuhan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan muatan angkutan barang.}}
{{Perundangan pasal|169|2|Untuk mengawasi pemenuhan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan muatan angkutan barang.}}
{{Perundangan ayat|169|3|Pengawasan muatan angkutan barang dilakukan dengan menggunakan alat penimbangan.}}
 
{{Perundangan ayat|169|4|Alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
{{Perundangan pasal|169|3|Pengawasan muatan angkutan barang dilakukan dengan menggunakan alat penimbangan.}}
 
{{Perundangan pasal|169|4|Alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:


a. alat penimbangan yang dipasang secara tetap; atau  
a. alat penimbangan yang dipasang secara tetap; atau  
Baris 2.054: Baris 2.030:
}}
}}
{{Perundangan pasal|170|
{{Perundangan pasal|170|
{{Perundangan pasal|170|1|Alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf a dipasang pada lokasi tertentu.}}
{{Perundangan ayat|170|1|Alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf a dipasang pada lokasi tertentu.}}
 
{{Perundangan ayat|170|2|Penetapan lokasi, pengoperasian, dan penutupan alat penimbangan yang dipasang secara tetap pada Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah.}}
{{Perundangan pasal|170|2|Penetapan lokasi, pengoperasian, dan penutupan alat penimbangan yang dipasang secara tetap pada Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|170|3|Pengoperasian dan perawatan alat penimbangan yang dipasang secara tetap dilakukan oleh unit pelaksana penimbangan yang ditunjuk oleh Pemerintah.}}
 
{{Perundangan ayat|170|4|Petugas alat penimbangan yang dipasang secara tetap wajib mendata jenis barang yang diangkut, berat angkutan, dan asal tujuan.}}
{{Perundangan pasal|170|3|Pengoperasian dan perawatan alat penimbangan yang dipasang secara tetap dilakukan oleh unit pelaksana penimbangan yang ditunjuk oleh Pemerintah.}}
 
{{Perundangan pasal|170|4|Petugas alat penimbangan yang dipasang secara tetap wajib mendata jenis barang yang diangkut, berat angkutan, dan asal tujuan.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|171|
{{Perundangan pasal|171|
{{Perundangan pasal|171|1|Alat penimbangan yang dapat dipindahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf b digunakan dalam pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan penyidikan tindak pidana pelanggaran muatan.}}
{{Perundangan ayat|171|1|Alat penimbangan yang dapat dipindahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf b digunakan dalam pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan penyidikan tindak pidana pelanggaran muatan.}}
 
{{Perundangan ayat|171|2|Pengoperasian alat penimbangan untuk pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh petugas pemeriksa Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan pasal|171|2|Pengoperasian alat penimbangan untuk pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh petugas pemeriksa Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|171|3|Pengoperasian alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama dengan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
 
{{Perundangan pasal|171|3|Pengoperasian alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama dengan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|172|
{{Perundangan pasal|172|
Baris 2.075: Baris 2.046:
{{Perundangan paragraf|1|Perizinan Angkutan}}
{{Perundangan paragraf|1|Perizinan Angkutan}}
{{Perundangan pasal|173|
{{Perundangan pasal|173|
{{Perundangan pasal|173|1|Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib memiliki:
{{Perundangan ayat|173|1|Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib memiliki:


a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek;
a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek;
Baris 2.083: Baris 2.054:
c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat.}}
c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat.}}


{{Perundangan pasal|173|2|Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
{{Perundangan ayat|173|2|Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:


a. pengangkutan orang sakit dengan menggunakan ambulans; atau
a. pengangkutan orang sakit dengan menggunakan ambulans; atau
Baris 2.090: Baris 2.061:
}}
}}
{{Perundangan pasal|174|
{{Perundangan pasal|174|
{{Perundangan pasal|174|1|Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) berupa dokumen kontrak dan/atau kartu elektronik yang terdiri atas surat keputusan, surat pernyataan, dan kartu pengawasan.}}
{{Perundangan ayat|174|1|Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) berupa dokumen kontrak dan/atau kartu elektronik yang terdiri atas surat keputusan, surat pernyataan, dan kartu pengawasan.}}
 
{{Perundangan ayat|174|2|Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui seleksi atau pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.}}
{{Perundangan pasal|174|2|Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui seleksi atau pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.}}
{{Perundangan ayat|174|3|Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa izin pada 1 (satu) trayek atau pada beberapa trayek dalam satu kawasan.}}
 
{{Perundangan pasal|174|3|Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa izin pada 1 (satu) trayek atau pada beberapa trayek dalam satu kawasan.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|175|
{{Perundangan pasal|175|
{{Perundangan pasal|175|1|Izin penyelenggaraan angkutan umum berlaku untuk jangka waktu tertentu.}}
{{Perundangan ayat|175|1|Izin penyelenggaraan angkutan umum berlaku untuk jangka waktu tertentu.}}
 
{{Perundangan ayat|175|2|Perpanjangan izin harus melalui proses seleksi atau pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (2).}}
{{Perundangan pasal|175|2|Perpanjangan izin harus melalui proses seleksi atau pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (2).}}
}}
}}
{{Perundangan paragraf|2|Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang dalam Trayek}}
{{Perundangan paragraf|2|Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang dalam Trayek}}
Baris 2.147: Baris 2.115:
{{Perundangan paragraf|3|Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak dalam Trayek}}
{{Perundangan paragraf|3|Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak dalam Trayek}}
{{Perundangan pasal|179|
{{Perundangan pasal|179|
{{Perundangan pasal|179|1|Izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b diberikan oleh:
{{Perundangan ayat|179|1|Izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b diberikan oleh:


a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang melayani:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang melayani:
Baris 2.163: Baris 2.131:
d. bupati/walikota untuk taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kabupaten/kota.}}
d. bupati/walikota untuk taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kabupaten/kota.}}


{{Perundangan pasal|179|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|179|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
}}
{{Perundangan Paragraf|4|Izin Penyelenggaraan Angkutan Barang Khusus dan Alat Berat}}
{{Perundangan Paragraf|4|Izin Penyelenggaraan Angkutan Barang Khusus dan Alat Berat}}
{{Perundangan pasal|180|
{{Perundangan pasal|180|
(1) Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan rekomendasi dari instansi terkait.
{{Perundangan ayat|180|1|Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan rekomendasi dari instansi terkait.}}
 
{{Perundangan ayat|180|2|Izin penyelenggaraan angkutan alat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
(2) Izin penyelenggaraan angkutan alat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
{{Perundangan ayat|180|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian izin penyelenggaraan angkutan barang khusus dan alat berat diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
 
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian izin penyelenggaraan angkutan barang khusus dan alat berat diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kesembilan|Tarif Angkutan|
{{Perundangan bagian|Kesembilan|Tarif Angkutan|
{{Perundangan pasal|181|
{{Perundangan pasal|181|
(1) Tarif angkutan terdiri atas tarif Penumpang dan tarif barang.
{{Perundangan ayat|181|1|Tarif angkutan terdiri atas tarif Penumpang dan tarif barang.}}
 
{{Perundangan ayat|181|2|Tarif Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:}}
(2) Tarif Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


a. tarif Penumpang untuk angkutan orang dalam trayek; dan
a. tarif Penumpang untuk angkutan orang dalam trayek; dan
Baris 2.184: Baris 2.149:
}}
}}
{{Perundangan pasal|182|
{{Perundangan pasal|182|
(1) Tarif Penumpang untuk angkutan orang dalam trayek terdiri atas:
{{Perundangan ayat|182|1|Tarif Penumpang untuk angkutan orang dalam trayek terdiri atas:}}


a. tarif kelas ekonomi; dan
a. tarif kelas ekonomi; dan
Baris 2.190: Baris 2.155:
b. tarif kelas nonekonomi.
b. tarif kelas nonekonomi.


(2) Penetapan tarif kelas ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
{{Perundangan ayat|182|2|Penetapan tarif kelas ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:


a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang melayani trayek antarkota antarprovinsi, angkutan perkotaan, dan angkutan perdesaan yang wilayah pelayanannya melampaui wilayah provinsi;
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang melayani trayek antarkota antarprovinsi, angkutan perkotaan, dan angkutan perdesaan yang wilayah pelayanannya melampaui wilayah provinsi;
Baris 2.198: Baris 2.163:
c. bupati untuk angkutan orang yang melayani trayek antarkota dalam kabupaten serta angkutan perkotaan dan perdesaan yang wilayah pelayanannya dalam kabupaten; dan
c. bupati untuk angkutan orang yang melayani trayek antarkota dalam kabupaten serta angkutan perkotaan dan perdesaan yang wilayah pelayanannya dalam kabupaten; dan


d. walikota untuk angkutan orang yang melayani trayek angkutan perkotaan yang wilayah pelayanannya dalam kota.
d. walikota untuk angkutan orang yang melayani trayek angkutan perkotaan yang wilayah pelayanannya dalam kota.}}
 
{{Perundangan ayat|182|3|Tarif Penumpang angkutan orang dalam trayek kelas nonekonomi ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum.}}
(3) Tarif Penumpang angkutan orang dalam trayek kelas nonekonomi ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum.


(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
{{Perundangan ayat|182|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|183|
{{Perundangan pasal|183|
(1) Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan menggunakan taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf a ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum atas persetujuan Pemerintah sesuai dengan kewenangan masing-masing berdasarkan standar pelayanan minimal yang ditetapkan.
{{Perundangan ayat|183|1|Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan menggunakan taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf a ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum atas persetujuan Pemerintah sesuai dengan kewenangan masing-masing berdasarkan standar pelayanan minimal yang ditetapkan.}}
 
{{Perundangan ayat|183|2|Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan tujuan tertentu, pariwisata, dan di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum.}}
(2) Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan tujuan tertentu, pariwisata, dan di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum.
}}
}}
{{Perundangan pasal|184|
{{Perundangan pasal|184|
Tarif angkutan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Tarif angkutan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum.
 
181 ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan kesepakatan
 
antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum.
}}}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kesepuluh|Subsidi Angkutan Penumpang Umum|
{{Perundangan bagian|Kesepuluh|Subsidi Angkutan Penumpang Umum|
{{Perundangan pasal|185|
{{Perundangan pasal|185|
(1) Angkutan penumpang umum dengan tarif kelas ekonomi pada trayek tertentu dapat diberi subsidi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
{{Perundangan ayat|185|1|Angkutan penumpang umum dengan tarif kelas ekonomi pada trayek tertentu dapat diberi subsidi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.}}
 
{{Perundangan ayat|185|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian subsidi angkutan Penumpang umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian subsidi angkutan Penumpang umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
}}}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kesebelas|Kewajiban, Hak, dan Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Umum|
{{Perundangan bagian|Kesebelas|Kewajiban, Hak, dan Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Umum|
Baris 2.243: Baris 2.201:
}}
}}
{{Perundangan pasal|192|
{{Perundangan pasal|192|
(1) Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan Penumpang.
{{Perundangan ayat|192|1|Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan Penumpang.}}
 
{{Perundangan ayat|192|2|Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya pelayanan.}}
(2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya pelayanan.
{{Perundangan ayat|192|3|Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak Penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati.}}
 
{{Perundangan ayat|192|4|Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian barang bawaan Penumpang, kecuali jika Penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengangkut.}}
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak Penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati.
{{Perundangan ayat|192|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya ganti kerugian diatur dengan peraturan pemerintah.}}
 
(4) Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian barang bawaan Penumpang, kecuali jika Penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengangkut.
 
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya ganti kerugian diatur dengan peraturan pemerintah.
}}
}}
{{Perundangan pasal|193|
{{Perundangan pasal|193|
(1) Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim.
{{Perundangan ayat|193|1|Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim.}}
 
{{Perundangan ayat|193|2|Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami.}}
(2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami.
{{Perundangan ayat|193|3|Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak barang diangkut sampai barang diserahkan di tempat tujuan yang disepakati.}}
 
{{Perundangan ayat|193|4|Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab jika kerugian disebabkan oleh pencantuman keterangan yang tidak sesuai dengan surat muatan angkutan barang.}}
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak barang diangkut sampai barang diserahkan di tempat tujuan yang disepakati.
{{Perundangan ayat|193|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran ganti kerugian diatur dengan peraturan pemerintah.}}
 
(4) Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab jika kerugian disebabkan oleh pencantuman keterangan yang tidak sesuai dengan surat muatan angkutan barang.
 
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran ganti kerugian diatur dengan peraturan pemerintah.
}}
}}
{{Perundangan pasal|194|
{{Perundangan pasal|194|
(1) Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan Perusahaan Angkutan Umum.
{{Perundangan ayat|194|1|Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan Perusahaan Angkutan Umum.}}
 
{{Perundangan ayat|194|2|Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti kerugian pihak ketiga kepada Perusahaan Angkutan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian.}}
(2) Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti kerugian pihak ketiga kepada Perusahaan Angkutan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian.
}}
}}
{{Perundangan paragraf|2|Hak Perusahaan Angkutan Umum}}
{{Perundangan paragraf|2|Hak Perusahaan Angkutan Umum}}
{{Perundangan pasal|195|
{{Perundangan pasal|195|
(1) Perusahaan Angkutan Umum berhak untuk menahan barang yang diangkut jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian angkutan.
{{Perundangan ayat|195|1|Perusahaan Angkutan Umum berhak untuk menahan barang yang diangkut jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian angkutan.}}
 
{{Perundangan ayat|195|2|Perusahaan Angkutan Umum berhak memungut biaya tambahan atas barang yang disimpan dan tidak diambil sesuai dengan kesepakatan.}}
(2) Perusahaan Angkutan Umum berhak memungut biaya tambahan atas barang yang disimpan dan tidak diambil sesuai dengan kesepakatan.
{{Perundangan ayat|195|3|Perusahaan Angkutan Umum berhak menjual barang yang diangkut secara lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).}}
 
(3) Perusahaan Angkutan Umum berhak menjual barang yang diangkut secara lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
}}
}}
{{Perundangan pasal|196|
{{Perundangan pasal|196|
Baris 2.282: Baris 2.229:
{{Perundangan bagian|Kedua Belas|Tanggung Jawab Penyelenggara|
{{Perundangan bagian|Kedua Belas|Tanggung Jawab Penyelenggara|
{{Perundangan pasal|197|
{{Perundangan pasal|197|
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara angkutan wajib:
{{Perundangan ayat|197|1|Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara angkutan wajib:


a. memberikan jaminan kepada Pengguna Jasa angkutan umum untuk mendapatkan pelayanan;
a. memberikan jaminan kepada Pengguna Jasa angkutan umum untuk mendapatkan pelayanan;
Baris 2.288: Baris 2.235:
b. memberikan perlindungan kepada Perusahaan Angkutan Umum dengan menjaga keseimbangan antara penyediaan dan permintaan angkutan umum; dan
b. memberikan perlindungan kepada Perusahaan Angkutan Umum dengan menjaga keseimbangan antara penyediaan dan permintaan angkutan umum; dan


c. melakukan pemantauan dan pengevaluasian terhadap angkutan orang dan barang.
c. melakukan pemantauan dan pengevaluasian terhadap angkutan orang dan barang.}}
 
{{Perundangan ayat|197|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab penyelenggara angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab penyelenggara angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketiga Belas|Industri Jasa Angkutan Umum|
{{Perundangan bagian|Ketiga Belas|Industri Jasa Angkutan Umum|
{{Perundangan pasal|198|
{{Perundangan pasal|198|
(1) Jasa angkutan umum harus dikembangkan menjadi industri jasa yang memenuhi standar pelayanan dan mendorong persaingan yang sehat.
{{Perundangan ayat|198|1|Jasa angkutan umum harus dikembangkan menjadi industri jasa yang memenuhi standar pelayanan dan mendorong persaingan yang sehat.}}
 
{{Perundangan ayat|198|2|Untuk mewujudkan standar pelayanan dan persaingan yang sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah harus:
(2) Untuk mewujudkan standar pelayanan dan persaingan yang sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah harus:


a. menetapkan segmentasi dan klasifikasi pasar;
a. menetapkan segmentasi dan klasifikasi pasar;
Baris 2.306: Baris 2.251:
d. mendorong terciptanya pasar; dan
d. mendorong terciptanya pasar; dan


e. mengendalikan dan mengawasi pengembangan industri jasa angkutan umum.
e. mengendalikan dan mengawasi pengembangan industri jasa angkutan umum.}}
 
{{Perundangan ayat|198|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan dan persaingan yang sehat diatur dengan peraturan pemerintah.}}
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan dan persaingan yang sehat diatur dengan peraturan pemerintah.
}}}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Keempat Belas|Sanksi Administratif|
{{Perundangan bagian|Keempat Belas|Sanksi Administratif|
{{Perundangan pasal|199|
{{Perundangan pasal|199|
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167, Pasal 168, Pasal 173, Pasal
{{Perundangan ayat|199|1|Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167, Pasal 168, Pasal 173, Pasal 177, Pasal 186, Pasal 187, Pasal 189, Pasal 192, dan Pasal 193 dikenai sanksi administratif berupa:
 
177, Pasal 186, Pasal 187, Pasal 189, Pasal 192, dan
 
Pasal 193 dikenai sanksi administratif berupa:


a. peringatan tertulis;
a. peringatan tertulis;
Baris 2.322: Baris 2.262:
b. denda administratif;
b. denda administratif;


c. pembekuan izin; dan/atau d. pencabutan izin.
c. pembekuan izin; dan/atau d. pencabutan izin.}}
 
{{Perundangan ayat|199|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}}}}}
}}
}}}}