Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009: Perbedaan antara revisi

tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 633: Baris 633:
{{Perundangan ayat|46|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan, pengelolaan, pemeliharaan, serta spesifikasi teknis fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|46|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan, pengelolaan, pemeliharaan, serta spesifikasi teknis fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}}}
}}}}}}
{{Perundangan bab|VII|KENDARAAN|
{{Perundangan bab|VII|KENDARAAN|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Jenis dan Fungsi Kendaraan|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Jenis dan Fungsi Kendaraan|
Baris 654: Baris 653:


e. kendaraan khusus.}}
e. kendaraan khusus.}}
{{Perundangan ayat|47|3|Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d dikelompokkan berdasarkan fungsi:
{{Perundangan ayat|47|3|Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d dikelompokkan berdasarkan fungsi:


Baris 666: Baris 664:


b. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan.}}
b. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan.}}
}}
}}}}
}}
{{Perundangan bagian|Kedua|Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor|
{{Perundangan bagian|Kedua|Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor|
{{Perundangan pasal|48|
{{Perundangan pasal|48|
{{Perundangan ayat|48|1|Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|48|1|Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|48|2|Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
{{Perundangan ayat|48|2|Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


Baris 691: Baris 687:


i. penempelan Kendaraan Bermotor.}}
i. penempelan Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|48|3|Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan Bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas:
{{Perundangan ayat|48|3|Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan Bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas:


Baris 717: Baris 712:


{{Perundangan ayat|48|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|48|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
}}}}
}}
{{Perundangan bagian|Ketiga|Pengujian Kendaraan Bermotor|
{{Perundangan bagian|Ketiga|Pengujian Kendaraan Bermotor|
{{Perundangan pasal|49|
{{Perundangan pasal|49|
Baris 731: Baris 725:
{{Perundangan pasal|50|
{{Perundangan pasal|50|
{{Perundangan ayat|50|1|Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a wajib dilakukan bagi setiap Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri, serta modifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe.}}
{{Perundangan ayat|50|1|Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a wajib dilakukan bagi setiap Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri, serta modifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe.}}
{{Perundangan ayat|50|2|Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
{{Perundangan ayat|50|2|Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


Baris 737: Baris 730:


b. penelitian rancang bangun dan rekayasa Kendaraan Bermotor yang dilakukan terhadap rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi tipenya.}}
b. penelitian rancang bangun dan rekayasa Kendaraan Bermotor yang dilakukan terhadap rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi tipenya.}}
{{Perundangan ayat|50|3|Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit pelaksana uji tipe Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|50|3|Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit pelaksana uji tipe Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|50|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai uji tipe dan unit pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|50|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai uji tipe dan unit pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|51|
{{Perundangan pasal|51|
{{Perundangan ayat|51|1|Landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap yang telah lulus uji tipe diberi sertifikat lulus uji tipe.}}
{{Perundangan ayat|51|1|Landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap yang telah lulus uji tipe diberi sertifikat lulus uji tipe.}}
{{Perundangan ayat|51|2|Rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan modifikasi tipe Kendaraan Bermotor yang telah lulus uji tipe diterbitkan surat keputusan pengesahan rancang bangun dan rekayasa.}}
{{Perundangan ayat|51|2|Rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan modifikasi tipe Kendaraan Bermotor yang telah lulus uji tipe diterbitkan surat keputusan pengesahan rancang bangun dan rekayasa.}}
{{Perundangan ayat|51|3|Penanggung jawab pembuatan, perakitan, pengimporan landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap, rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan dan kereta tempelan, serta Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi harus meregistrasikan tipe produksinya.}}
{{Perundangan ayat|51|3|Penanggung jawab pembuatan, perakitan, pengimporan landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap, rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan dan kereta tempelan, serta Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi harus meregistrasikan tipe produksinya.}}
{{Perundangan ayat|51|4|Sebagai bukti telah dilakukan registrasi tipe produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan tanda bukti sertifikat registrasi uji tipe.}}
{{Perundangan ayat|51|4|Sebagai bukti telah dilakukan registrasi tipe produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan tanda bukti sertifikat registrasi uji tipe.}}
{{Perundangan ayat|51|5|Sebagai jaminan kesesuaian spesifikasi teknik seri produksinya terhadap sertifikat uji tipe, dilakukan uji sampel oleh unit pelaksana uji tipe Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|51|5|Sebagai jaminan kesesuaian spesifikasi teknik seri produksinya terhadap sertifikat uji tipe, dilakukan uji sampel oleh unit pelaksana uji tipe Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|51|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai modifikasi dan uji tipe diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|51|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai modifikasi dan uji tipe diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|52|
{{Perundangan pasal|52|
{{Perundangan ayat|52|1|Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dapat berupa modifikasi dimensi, mesin, dan kemampuan daya angkut.}}
{{Perundangan ayat|52|1|Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dapat berupa modifikasi dimensi, mesin, dan kemampuan daya angkut.}}
{{Perundangan ayat|52|2|Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh membahayakan keselamatan berlalu lintas, mengganggu arus lalu lintas, serta merusak lapis perkerasan/daya dukung jalan yang dilalui.}}
{{Perundangan ayat|52|2|Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh membahayakan keselamatan berlalu lintas, mengganggu arus lalu lintas, serta merusak lapis perkerasan/daya dukung jalan yang dilalui.}}
{{Perundangan ayat|52|3|Setiap Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi sehingga mengubah persyaratan konstruksi dan material wajib dilakukan uji tipe ulang.}}
{{Perundangan ayat|52|3|Setiap Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi sehingga mengubah persyaratan konstruksi dan material wajib dilakukan uji tipe ulang.}}
{{Perundangan ayat|52|4|Bagi Kendaraan Bermotor yang telah diuji tipe ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dilakukan registrasi dan identifikasi ulang.}}
{{Perundangan ayat|52|4|Bagi Kendaraan Bermotor yang telah diuji tipe ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dilakukan registrasi dan identifikasi ulang.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|53|
{{Perundangan pasal|53|
{{Perundangan ayat|53|1|Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b diwajibkan untuk mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang dioperasikan di Jalan.}}
{{Perundangan ayat|53|1|Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b diwajibkan untuk mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang dioperasikan di Jalan.}}
{{Perundangan ayat|53|2|Pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
{{Perundangan ayat|53|2|Pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:


Baris 772: Baris 754:


b. pengesahan hasil uji.}}
b. pengesahan hasil uji.}}
{{Perundangan ayat|53|3|Kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh:
{{Perundangan ayat|53|3|Kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh:


Baris 783: Baris 764:
{{Perundangan pasal|54|
{{Perundangan pasal|54|
{{Perundangan ayat|54|1|Pemeriksaan dan pengujian fisik mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan, dan kereta tempelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a meliputi pengujian terhadap persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|54|1|Pemeriksaan dan pengujian fisik mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan, dan kereta tempelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a meliputi pengujian terhadap persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|54|2|Pengujian terhadap persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
{{Perundangan ayat|54|2|Pengujian terhadap persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


Baris 795: Baris 775:


e. rancangan teknis Kendaraan Bermotor sesuai dengan peruntukannya.}}
e. rancangan teknis Kendaraan Bermotor sesuai dengan peruntukannya.}}
{{Perundangan ayat|54|3|Pengujian terhadap persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
{{Perundangan ayat|54|3|Pengujian terhadap persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:


Baris 809: Baris 788:


h. kedalaman alur ban.}}
h. kedalaman alur ban.}}
{{Perundangan ayat|54|4|Pengujian terhadap persyaratan laik jalan kereta gandengan dan kereta tempelan meliputi uji kemampuan rem, kedalaman alur ban, dan uji sistem lampu.}}
{{Perundangan ayat|54|4|Pengujian terhadap persyaratan laik jalan kereta gandengan dan kereta tempelan meliputi uji kemampuan rem, kedalaman alur ban, dan uji sistem lampu.}}
{{Perundangan ayat|54|5|Bukti lulus uji berkala hasil pemeriksaan dan pengujian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian kartu uji dan tanda uji.}}
{{Perundangan ayat|54|5|Bukti lulus uji berkala hasil pemeriksaan dan pengujian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian kartu uji dan tanda uji.}}
{{Perundangan ayat|54|6|Kartu uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat keterangan tentang identifikasi Kendaraan Bermotor dan identitas pemilik, spesifikasi teknis, hasil uji, dan masa berlaku hasil uji.}}
{{Perundangan ayat|54|6|Kartu uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat keterangan tentang identifikasi Kendaraan Bermotor dan identitas pemilik, spesifikasi teknis, hasil uji, dan masa berlaku hasil uji.}}
{{Perundangan ayat|54|7|Tanda uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat keterangan tentang identifikasi Kendaraan Bermotor dan masa berlaku hasil uji.}}
{{Perundangan ayat|54|7|Tanda uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat keterangan tentang identifikasi Kendaraan Bermotor dan masa berlaku hasil uji.}}
}}
}}
Baris 824: Baris 799:


b. petugas swasta yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian agen tunggal pemegang merek dan unit pelaksana pengujian swasta.}}
b. petugas swasta yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian agen tunggal pemegang merek dan unit pelaksana pengujian swasta.}}
{{Perundangan ayat|55|2|Kompetensi petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat tanda lulus pendidikan dan pelatihan.}}
{{Perundangan ayat|55|2|Kompetensi petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat tanda lulus pendidikan dan pelatihan.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|56|
{{Perundangan pasal|56|
Ketentuan lebih lanjut mengenai uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 diatur dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 diatur dengan peraturan pemerintah.
}}
}}}}
}}
{{Perundangan bagian|Keempat|Perlengkapan Kendaraan Bermotor|
{{Perundangan bagian|Keempat|Perlengkapan Kendaraan Bermotor|
{{Perundangan pasal|57|
{{Perundangan pasal|57|
{{Perundangan ayat|57|1|Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|57|1|Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|57|2|Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Sepeda Motor berupa helm standar nasional Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|57|2|Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Sepeda Motor berupa helm standar nasional Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|57|3|Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih sekurang- kurangnya terdiri atas:
{{Perundangan ayat|57|3|Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih sekurang- kurangnya terdiri atas:


Baris 852: Baris 823:


g. peralatan pertolongan pertama pada Kecelakaan Lalu Lintas Lintas.}}
g. peralatan pertolongan pertama pada Kecelakaan Lalu Lintas Lintas.}}
{{Perundangan ayat|57|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|57|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
}}
Baris 860: Baris 830:
{{Perundangan pasal|59|
{{Perundangan pasal|59|
{{Perundangan ayat|59|1|Untuk kepentingan tertentu, Kendaraan Bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene.}}
{{Perundangan ayat|59|1|Untuk kepentingan tertentu, Kendaraan Bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene.}}
{{Perundangan ayat|59|2|Lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas warna:
{{Perundangan ayat|59|2|Lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas warna:


Baris 868: Baris 837:


c. kuning.}}
c. kuning.}}
{{Perundangan ayat|59|3|Lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tanda Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama.}}
{{Perundangan ayat|59|3|Lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tanda Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama.}}
{{Perundangan ayat|59|4|Lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berfungsi sebagai tanda peringatan kepada Pengguna Jalan lain.}}
{{Perundangan ayat|59|4|Lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berfungsi sebagai tanda peringatan kepada Pengguna Jalan lain.}}
{{Perundangan ayat|59|5|Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:
{{Perundangan ayat|59|5|Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:


Baris 880: Baris 846:


c. lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang khusus.}}
c. lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang khusus.}}
{{Perundangan ayat|59|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, prosedur, dan tata cara pemasangan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|59|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, prosedur, dan tata cara pemasangan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|59|7|Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|59|7|Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
}}}}
}}
{{Perundangan bagian|Kelima|Bengkel Umum Kendaraan Bermotor |
{{Perundangan bagian|Kelima|Bengkel Umum Kendaraan Bermotor |
{{Perundangan pasal|60|
{{Perundangan pasal|60|
{{Perundangan ayat|60|1|Bengkel umum Kendaraan Bermotor berfungsi untuk memperbaiki dan merawat Kendaraan Bermotor, wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|60|1|Bengkel umum Kendaraan Bermotor berfungsi untuk memperbaiki dan merawat Kendaraan Bermotor, wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|60|2|Bengkel umum yang mempunyai akreditasi dan kualitas tertentu dapat melakukan pengujian berkala Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|60|2|Bengkel umum yang mempunyai akreditasi dan kualitas tertentu dapat melakukan pengujian berkala Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|60|3|Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang industri.}}
{{Perundangan ayat|60|3|Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang industri.}}
{{Perundangan ayat|60|4|Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan izin dari pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|60|4|Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan izin dari pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|60|5|Pengawasan terhadap bengkel umum Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|60|5|Pengawasan terhadap bengkel umum Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|60|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penyelenggaraan bengkel umum diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|60|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penyelenggaraan bengkel umum diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
}}
Baris 908: Baris 866:


b. persyaratan tata cara memuat barang.}}
b. persyaratan tata cara memuat barang.}}
{{Perundangan ayat|61|2|Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
{{Perundangan ayat|61|2|Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


Baris 926: Baris 883:


{{Perundangan ayat|61|3|Persyaratan tata cara memuat barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya meliputi dimensi dan berat.}}
{{Perundangan ayat|61|3|Persyaratan tata cara memuat barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya meliputi dimensi dan berat.}}
{{Perundangan ayat|61|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|61|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|62|
{{Perundangan pasal|62|
{{Perundangan ayat|62|1|Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda.}}
{{Perundangan ayat|62|1|Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda.}}
{{Perundangan ayat|62|2|Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.}}
{{Perundangan ayat|62|2|Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|63|
{{Perundangan pasal|63|
{{Perundangan ayat|63|1|Pemerintah Daerah dapat menentukan jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor di daerahnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah.}}
{{Perundangan ayat|63|1|Pemerintah Daerah dapat menentukan jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor di daerahnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah.}}
{{Perundangan ayat|63|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|63|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|63|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat lintas kabupaten/kota diatur dengan peraturan daerah provinsi.}}
{{Perundangan ayat|63|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat lintas kabupaten/kota diatur dengan peraturan daerah provinsi.}}
}}
}}}}
}}
{{Perundangan bagian|Ketujuh|Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor |
{{Perundangan bagian|Ketujuh|Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor |
{{Perundangan pasal|64|
{{Perundangan pasal|64|
{{Perundangan ayat|64|1|Setiap Kendaraan Bermotor wajib diregistrasikan.}}
{{Perundangan ayat|64|1|Setiap Kendaraan Bermotor wajib diregistrasikan.}}
{{Perundangan ayat|64|2|Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
{{Perundangan ayat|64|2|Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


Baris 967: Baris 918:


e. perencanaan pembangunan nasional.}}
e. perencanaan pembangunan nasional.}}
{{Perundangan ayat|64|4|Registrasi Kendaraan Bermotor dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui sistem manajemen registrasi Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|64|4|Registrasi Kendaraan Bermotor dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui sistem manajemen registrasi Kendaraan Bermotor.}}


{{Perundangan ayat|64|5|Data registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor merupakan bagian dari Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan digunakan untuk forensik kepolisian.}}
{{Perundangan ayat|64|5|Data registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor merupakan bagian dari Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan digunakan untuk forensik kepolisian.}}
{{Perundangan ayat|64|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|64|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
}}
Baris 1.050: Baris 999:


b. pertimbangan pejabat yang berwenang melaksanakan registrasi Kendaraan Bermotor.}}
b. pertimbangan pejabat yang berwenang melaksanakan registrasi Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|74|2|Penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan jika:
{{Perundangan ayat|74|2|Penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan jika:


Baris 1.056: Baris 1.004:


b. pemilik Kendaraan Bermotor tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun setelah habis masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.}}
b. pemilik Kendaraan Bermotor tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun setelah habis masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|74|3|Kendaraan Bermotor yang telah dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diregistrasi kembali.}}
{{Perundangan ayat|74|3|Kendaraan Bermotor yang telah dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diregistrasi kembali.}}
}}
}}
Baris 1.103: Baris 1.050:
b. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum.}}
b. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum.}}
{{Perundangan ayat|77|3|Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon Pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri.}}
{{Perundangan ayat|77|3|Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon Pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri.}}
{{Perundangan ayat|77|4|Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum.}}
{{Perundangan ayat|77|4|Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum.}}
{{Perundangan ayat|77|5|Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya diikuti oleh orang yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor perseorangan.}}
{{Perundangan ayat|77|5|Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya diikuti oleh orang yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor perseorangan.}}
Baris 1.293: Baris 1.239:
{{Perundangan bab|IX|LALU LINTAS|
{{Perundangan bab|IX|LALU LINTAS|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas|
 
{{Perundangan paragraf|1|Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas}}
Paragraf 1
 
Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
 
{{Perundangan pasal|93|
{{Perundangan pasal|93|
{{Perundangan ayat|93|1|Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|93|1|Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|93|2|Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
{{Perundangan ayat|93|2|Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:


Baris 1.351: Baris 1.292:


i. penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas.}}
i. penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|94|2|Kegiatan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b meliputi:
{{Perundangan ayat|94|2|Kegiatan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b meliputi:


Baris 1.357: Baris 1.297:


b. pemberian informasi kepada masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan.}}
b. pemberian informasi kepada masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan.}}
{{Perundangan ayat|94|3|Kegiatan perekayasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf c meliputi:
{{Perundangan ayat|94|3|Kegiatan perekayasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf c meliputi:


Baris 1.365: Baris 1.304:


c. optimalisasi operasional rekayasa Lalu Lintas dalam rangka meningkatkan ketertiban, kelancaran, dan efektivitas penegakan hukum.}}
c. optimalisasi operasional rekayasa Lalu Lintas dalam rangka meningkatkan ketertiban, kelancaran, dan efektivitas penegakan hukum.}}
{{Perundangan ayat|94|4|Kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf d meliputi pemberian:
{{Perundangan ayat|94|4|Kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf d meliputi pemberian:


Baris 1.399: Baris 1.337:
{{Perundangan ayat|95|2|Perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan/atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|95|2|Perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan/atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.}}
}}
}}
 
{{Perundangan paragraf|2|Tanggung Jawab Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas}}
Paragraf 2
 
Tanggung Jawab Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
 
{{Perundangan pasal|96|
{{Perundangan pasal|96|
{{Perundangan ayat|96|1|Menteri yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, huruf g, huruf h, dan huruf i, Pasal 94 ayat (2), Pasal 94 ayat (3) huruf b, Pasal 94 ayat (4), serta Pasal 94 ayat (5) huruf a dan huruf b untuk jaringan jalan nasional.}}
{{Perundangan ayat|96|1|Menteri yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, huruf g, huruf h, dan huruf i, Pasal 94 ayat (2), Pasal 94 ayat (3) huruf b, Pasal 94 ayat (4), serta Pasal 94 ayat (5) huruf a dan huruf b untuk jaringan jalan nasional.}}
{{Perundangan ayat|96|2|Menteri yang membidangi Jalan bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, huruf g, huruf h, dan huruf i, serta Pasal 94 ayat (3) huruf a untuk jalan nasional.}}
{{Perundangan ayat|96|2|Menteri yang membidangi Jalan bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, huruf g, huruf h, dan huruf i, serta Pasal 94 ayat (3) huruf a untuk jalan nasional.}}
{{Perundangan ayat|96|3|Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf f, huruf g, dan huruf i, Pasal 94 ayat (3) huruf c, dan Pasal 94 ayat (5).}}
{{Perundangan ayat|96|3|Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf f, huruf g, dan huruf i, Pasal 94 ayat (3) huruf c, dan Pasal 94 ayat (5).}}
{{Perundangan ayat|96|4|Gubernur bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk jalan provinsi setelah mendapat rekomendasi dari instansi terkait.}}
{{Perundangan ayat|96|4|Gubernur bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk jalan provinsi setelah mendapat rekomendasi dari instansi terkait.}}
{{Perundangan ayat|96|5|Bupati bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk jalan kabupaten dan/atau jalan desa setelah mendapat rekomendasi dari instansi terkait.}}
{{Perundangan ayat|96|5|Bupati bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk jalan kabupaten dan/atau jalan desa setelah mendapat rekomendasi dari instansi terkait.}}
{{Perundangan ayat|96|6|Walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk jalan kota setelah mendapat rekomendasi dari instansi terkait.}}
{{Perundangan ayat|96|6|Walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk jalan kota setelah mendapat rekomendasi dari instansi terkait.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|97|
{{Perundangan pasal|97|
{{Perundangan ayat|97|1|Dalam hal terjadi perubahan arus Lalu Lintas secara tiba-tiba atau situasional, Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melaksanakan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepolisian.}}
{{Perundangan ayat|97|1|Dalam hal terjadi perubahan arus Lalu Lintas secara tiba-tiba atau situasional, Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melaksanakan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepolisian.}}
{{Perundangan ayat|97|2|Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Rambu Lalu Lintas, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, serta alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan yang bersifat sementara.}}
{{Perundangan ayat|97|2|Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Rambu Lalu Lintas, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, serta alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan yang bersifat sementara.}}
{{Perundangan ayat|97|3|Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat memberikan rekomendasi pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepada instansi terkait.}}
{{Perundangan ayat|97|3|Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat memberikan rekomendasi pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepada instansi terkait.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|98|
{{Perundangan pasal|98|
{{Perundangan ayat|98|1|Penanggung jawab pelaksana Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas wajib berkoordinasi dan membuat analisis, evaluasi, dan laporan pelaksanaan berdasarkan data dan kinerjanya.}}
{{Perundangan ayat|98|1|Penanggung jawab pelaksana Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas wajib berkoordinasi dan membuat analisis, evaluasi, dan laporan pelaksanaan berdasarkan data dan kinerjanya.}}
{{Perundangan ayat|98|2|Laporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|98|2|Laporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
}}}}}}
}}
}}
{{Perundangan bagian|Kedua|Analisis Dampak Lalu Lintas|
{{Perundangan bagian|Kedua|Analisis Dampak Lalu Lintas|
{{Perundangan pasal|99|
{{Perundangan pasal|99|
{{Perundangan ayat|99|1|Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan wajib dilakukan analisis dampak Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|99|1|Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan wajib dilakukan analisis dampak Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|99|2|Analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
{{Perundangan ayat|99|2|Analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:


Baris 1.451: Baris 1.374:
{{Perundangan pasal|100|
{{Perundangan pasal|100|
{{Perundangan ayat|100|1|Analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1) dilakukan oleh lembaga konsultan yang memiliki tenaga ahli bersertifikat.}}
{{Perundangan ayat|100|1|Analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1) dilakukan oleh lembaga konsultan yang memiliki tenaga ahli bersertifikat.}}
{{Perundangan ayat|100|2|Hasil analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3) harus mendapatkan persetujuan dari instansi yang terkait di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|100|2|Hasil analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3) harus mendapatkan persetujuan dari instansi yang terkait di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|101|
{{Perundangan pasal|101|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 dan Pasal 100 diatur dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 dan Pasal 100 diatur dengan peraturan pemerintah.
}}
}}}}
}}
{{Perundangan bagian|Ketiga|Pengutamaan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan Petugas yang Berwenang|
{{Perundangan bagian|Ketiga|Pengutamaan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan Petugas yang Berwenang|
 
{{Perundangan paragraf|1|Syarat dan Prosedur Pemasangan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan Marka Jalan}}
Paragraf 1
 
Syarat dan Prosedur Pemasangan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan Marka Jalan
 
{{Perundangan pasal|102|
{{Perundangan pasal|102|
{{Perundangan ayat|102|1|Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan yang bersifat perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk pada jaringan atau ruas Jalan pemasangannya harus diselesaikan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pemberlakuan peraturan Menteri yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1).}}
{{Perundangan ayat|102|1|Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan yang bersifat perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk pada jaringan atau ruas Jalan pemasangannya harus diselesaikan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pemberlakuan peraturan Menteri yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1).}}
{{Perundangan ayat|102|2|Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang berlaku mengikat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemasangan.}}
{{Perundangan ayat|102|2|Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang berlaku mengikat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemasangan.}}
{{Perundangan ayat|102|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai kekuatan hukum Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|102|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai kekuatan hukum Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
}}
 
{{Perundangan paragraf|2|Pengutamaan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas}}
Paragraf 2
 
Pengutamaan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas
 
{{Perundangan pasal|103|
{{Perundangan pasal|103|
{{Perundangan ayat|103|1|Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan harus diutamakan daripada Rambu Lalu Lintas dan/atau Marka Jalan.}}
{{Perundangan ayat|103|1|Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan harus diutamakan daripada Rambu Lalu Lintas dan/atau Marka Jalan.}}
{{Perundangan ayat|103|2|Rambu Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan harus diutamakan daripada Marka Jalan.}}
{{Perundangan ayat|103|2|Rambu Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan harus diutamakan daripada Marka Jalan.}}
{{Perundangan ayat|103|3|Dalam hal terjadi kondisi kemacetan Lalu Lintas yang tidak memungkinkan gerak Kendaraan, fungsi marka kotak kuning harus diutamakan daripada Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan.}}
{{Perundangan ayat|103|3|Dalam hal terjadi kondisi kemacetan Lalu Lintas yang tidak memungkinkan gerak Kendaraan, fungsi marka kotak kuning harus diutamakan daripada Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan.}}
{{Perundangan ayat|103|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan/atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|103|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan/atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
}}
 
{{Perundangan paragraf|3|Pengutamaan Petugas}}
Paragraf 3
 
Pengutamaan Petugas
 
{{Perundangan pasal|104|
{{Perundangan pasal|104|
{{Perundangan ayat|104|1|Dalam keadaan tertentu untuk Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melakukan tindakan:
{{Perundangan ayat|104|1|Dalam keadaan tertentu untuk Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melakukan tindakan:
Baris 1.502: Baris 1.406:


e. mengalihkan arah arus Lalu Lintas.}}
e. mengalihkan arah arus Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|104|2|Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diutamakan daripada perintah yang diberikan oleh Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan.}}
{{Perundangan ayat|104|2|Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diutamakan daripada perintah yang diberikan oleh Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan.}}
{{Perundangan ayat|104|3|Pengguna Jalan wajib mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1).}}
{{Perundangan ayat|104|3|Pengguna Jalan wajib mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1).}}
{{Perundangan ayat|104|4|Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|104|4|Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
}}}}
}}
{{Perundangan bagian|Keempat|Tata Cara Berlalu Lintas|
{{Perundangan bagian|Keempat|Tata Cara Berlalu Lintas|
 
{{Perundangan paragraf|1|Ketertiban dan Keselamatan}}
Paragraf 1
 
Ketertiban dan Keselamatan
 
{{Perundangan pasal|105|
{{Perundangan pasal|105|
Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib:
Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib:
Baris 1.525: Baris 1.421:
{{Perundangan pasal|106|
{{Perundangan pasal|106|
{{Perundangan ayat|106|1|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.}}
{{Perundangan ayat|106|1|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.}}
{{Perundangan ayat|106|2|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda.}}
{{Perundangan ayat|106|2|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda.}}
{{Perundangan ayat|106|3|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|106|3|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|106|4|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan:
{{Perundangan ayat|106|4|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan:


Baris 1.547: Baris 1.440:


h. tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain.}}
h. tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain.}}
{{Perundangan ayat|106|5|Pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan:
{{Perundangan ayat|106|5|Pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan:


Baris 1.557: Baris 1.449:


c. bukti lulus uji berkala; dan/atau d. tanda bukti lain yang sah.}}
c. bukti lulus uji berkala; dan/atau d. tanda bukti lain yang sah.}}
{{Perundangan ayat|106|6|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.}}
{{Perundangan ayat|106|6|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.}}
{{Perundangan ayat|106|7|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|106|7|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|106|8|Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor dan Penumpang Sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|106|8|Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor dan Penumpang Sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|106|9|Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta samping dilarang membawa Penumpang lebih dari 1 (satu) orang.}}
{{Perundangan ayat|106|9|Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta samping dilarang membawa Penumpang lebih dari 1 (satu) orang.}}
}}
}}
 
{{Perundangan paragraf|2|Penggunaan Lampu Utama}}
Paragraf 2
 
Penggunaan Lampu Utama
 
{{Perundangan pasal|107|
{{Perundangan pasal|107|
{{Perundangan ayat|107|1|Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama Kendaraan Bermotor yang digunakan di Jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu.}}
{{Perundangan ayat|107|1|Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama Kendaraan Bermotor yang digunakan di Jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu.}}
{{Perundangan ayat|107|2|Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.}}
{{Perundangan ayat|107|2|Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.}}
}}
}}
 
{{Perundangan paragraf|3|Jalur atau Lajur Lalu Lintas}}
Paragraf 3
 
Jalur atau Lajur Lalu Lintas
 
{{Perundangan pasal|108|
{{Perundangan pasal|108|
{{Perundangan ayat|108|1|Dalam berlalu lintas Pengguna Jalan harus menggunakan jalur Jalan sebelah kiri.}}
{{Perundangan ayat|108|1|Dalam berlalu lintas Pengguna Jalan harus menggunakan jalur Jalan sebelah kiri.}}
{{Perundangan ayat|108|2|Penggunaan jalur Jalan sebelah kanan hanya dapat dilakukan jika:
{{Perundangan ayat|108|2|Penggunaan jalur Jalan sebelah kanan hanya dapat dilakukan jika:


Baris 1.589: Baris 1.467:


b. diperintahkan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk digunakan sementara sebagai jalur kiri.}}
b. diperintahkan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk digunakan sementara sebagai jalur kiri.}}
{{Perundangan ayat|108|3|Sepeda Motor, Kendaraan Bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil barang, dan Kendaraan Tidak Bermotor berada pada lajur kiri Jalan.}}
{{Perundangan ayat|108|3|Sepeda Motor, Kendaraan Bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil barang, dan Kendaraan Tidak Bermotor berada pada lajur kiri Jalan.}}
{{Perundangan ayat|108|4|Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi Kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah arah, atau mendahului Kendaraan lain.}}
{{Perundangan ayat|108|4|Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi Kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah arah, atau mendahului Kendaraan lain.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|109|
{{Perundangan pasal|109|
{{Perundangan ayat|109|1|Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan melewati Kendaraan lain harus menggunakan lajur atau jalur Jalan sebelah kanan dari Kendaraan yang akan dilewati, mempunyai jarak pandang yang bebas, dan tersedia ruang yang cukup.}}
{{Perundangan ayat|109|1|Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan melewati Kendaraan lain harus menggunakan lajur atau jalur Jalan sebelah kanan dari Kendaraan yang akan dilewati, mempunyai jarak pandang yang bebas, dan tersedia ruang yang cukup.}}
{{Perundangan ayat|109|2|Dalam keadaan tertentu, Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan lajur Jalan sebelah kiri dengan tetap memperhatikan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|109|2|Dalam keadaan tertentu, Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan lajur Jalan sebelah kiri dengan tetap memperhatikan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|109|3|Jika Kendaraan yang akan dilewati telah memberi isyarat akan menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan, Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melewati Kendaraan tersebut.}}
{{Perundangan ayat|109|3|Jika Kendaraan yang akan dilewati telah memberi isyarat akan menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan, Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melewati Kendaraan tersebut.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|110|
{{Perundangan pasal|110|
{{Perundangan ayat|110|1|Pengemudi yang berpapasan dengan Kendaraan lain dari arah berlawanan pada jalan dua arah yang tidak dipisahkan secara jelas wajib memberikan ruang gerak yang cukup di sebelah kanan Kendaraan.}}
{{Perundangan ayat|110|1|Pengemudi yang berpapasan dengan Kendaraan lain dari arah berlawanan pada jalan dua arah yang tidak dipisahkan secara jelas wajib memberikan ruang gerak yang cukup di sebelah kanan Kendaraan.}}
{{Perundangan ayat|110|2|Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika terhalang oleh suatu rintangan atau Pengguna Jalan lain di depannya wajib mendahulukan Kendaraan yang datang dari arah berlawanan.}}
{{Perundangan ayat|110|2|Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika terhalang oleh suatu rintangan atau Pengguna Jalan lain di depannya wajib mendahulukan Kendaraan yang datang dari arah berlawanan.}}
}}
}}
Baris 1.609: Baris 1.482:
Pada jalan yang menanjak atau menurun yang tidak memungkinkan bagi Kendaraan untuk saling berpapasan, Pengemudi Kendaraan yang arahnya menurun wajib memberi kesempatan jalan kepada Kendaraan yang mendaki.
Pada jalan yang menanjak atau menurun yang tidak memungkinkan bagi Kendaraan untuk saling berpapasan, Pengemudi Kendaraan yang arahnya menurun wajib memberi kesempatan jalan kepada Kendaraan yang mendaki.
}}
}}
 
{{Perundangan paragraf|4|Belokan atau Simpangan}}
Paragraf 4
 
Belokan atau Simpangan
 
{{Perundangan pasal|112|
{{Perundangan pasal|112|
{{Perundangan ayat|112|1|Pengemudi Kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan.}}
{{Perundangan ayat|112|1|Pengemudi Kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan.}}
{{Perundangan ayat|112|2|Pengemudi Kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak ke samping wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat.}}
{{Perundangan ayat|112|2|Pengemudi Kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak ke samping wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat.}}
{{Perundangan ayat|112|3|Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|112|3|Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.}}
}}
}}
Baris 1.633: Baris 1.500:


e. Kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan yang lurus pada persimpangan 3 (tiga) tegak lurus.}}
e. Kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan yang lurus pada persimpangan 3 (tiga) tegak lurus.}}
{{Perundangan ayat|113|2|Jika persimpangan dilengkapi dengan alat pengendali Lalu Lintas yang berbentuk bundaran, Pengemudi harus memberikan hak utama kepada Kendaraan lain yang datang dari arah kanan.}}
{{Perundangan ayat|113|2|Jika persimpangan dilengkapi dengan alat pengendali Lalu Lintas yang berbentuk bundaran, Pengemudi harus memberikan hak utama kepada Kendaraan lain yang datang dari arah kanan.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|114|
{{Perundangan pasal|114|
}}
Paragraf 5
Kecepatan
{{Perundangan pasal|115|
}}
{{Perundangan pasal|116|
}}
{{Perundangan pasal|117|
}}
Paragraf 6
Berhenti
{{Perundangan pasal|118|
}}
{{Perundangan pasal|119|
}}
Paragraf 7
Parkir
{{Perundangan pasal|120|
}}
{{Perundangan pasal|121|
}}
Paragraf 8
Kendaraan Tidak Bermotor
{{Perundangan pasal|122|
}}
{{Perundangan pasal|123|
}}
Paragraf 9
Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum
{{Perundangan pasal|124|
}}
{{Perundangan pasal|125|
}}
{{Perundangan pasal|126|
}}
}}
{{Perundangan bagian|Kelima|Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas|
{{Perundangan pasal|127|
}}
{{Perundangan pasal|128|
}}
{{Perundangan pasal|129|
}}
{{Perundangan pasal|130|
}}
}}
{{Perundangan bagian|Keenam|Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki dalam Berlalu Lintas|
{{Perundangan pasal|131|
}}
{{Perundangan pasal|132|
}}
}}
{{Perundangan bagian|Ketujuh|Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas|
{{Perundangan pasal|133|
}}
}}
{{Perundangan bagian|Kedelapan|Hak Utama Pengguna Jalan untuk Kelancaran|
{{Perundangan pasal|134|
}}
{{Perundangan pasal|135|
}}
}}
{{Perundangan bagian|Kesembilan|Sanksi Administratif|
{{Perundangan pasal|136|
}}
}}
}}
-break-
====Pasal 114====
Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan, Pengemudi Kendaraan wajib:
Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan, Pengemudi Kendaraan wajib:


Baris 1.754: Baris 1.510:


c. memberikan hak utama kepada Kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
c. memberikan hak utama kepada Kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
 
}}
 
{{Perundangan paragraf|5|Kecepatan}}
 
{{Perundangan pasal|115|
====Pasal 115====
Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jalan dilarang:
Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jalan dilarang:


Baris 1.763: Baris 1.518:


b. berbalapan dengan Kendaran Bermotor lain.
b. berbalapan dengan Kendaran Bermotor lain.
 
}}
====Pasal 116====
{{Perundangan pasal|116|
{{Perundangan pasal|116|1|Pengemudi harus memperlambat kendaraannya sesuai dengan Rambu Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|116|1|Pengemudi harus memperlambat kendaraannya sesuai dengan Rambu Lalu Lintas.}}
 
{{Perundangan ayat|116|2|Selain sesuai dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengemudi harus memperlambat kendaraannya jika:
{{Perundangan pasal|116|2|Selain sesuai dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengemudi harus memperlambat kendaraannya jika:


a. akan melewati Kendaraan Bermotor Umum yang sedang menurunkan dan menaikkan Penumpang;
a. akan melewati Kendaraan Bermotor Umum yang sedang menurunkan dan menaikkan Penumpang;
Baris 1.780: Baris 1.534:


f. melihat dan mengetahui ada Pejalan Kaki yang akan menyeberang.}}
f. melihat dan mengetahui ada Pejalan Kaki yang akan menyeberang.}}
 
}}
====Pasal 117====
{{Perundangan pasal|117|
 
Pengemudi yang akan memperlambat kendaraannya harus mengamati situasi Lalu Lintas di samping dan di belakang Kendaraan dengan cara yang tidak membahayakan Kendaraan lain.
Pengemudi yang akan memperlambat kendaraannya harus mengamati situasi Lalu Lintas di samping dan di belakang Kendaraan dengan cara yang tidak membahayakan Kendaraan lain.
 
}}
 
{{Perundangan paragraf|6|Berhenti}}
 
{{Perundangan pasal|118|
====Pasal 118====
Selain Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek, setiap Kendaraan Bermotor dapat berhenti di setiap Jalan, kecuali:
Selain Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek, setiap
 
Kendaraan Bermotor dapat berhenti di setiap Jalan, kecuali:


a. terdapat rambu larangan berhenti dan/atau Marka Jalan yang bergaris utuh;
a. terdapat rambu larangan berhenti dan/atau Marka Jalan yang bergaris utuh;
Baris 1.797: Baris 1.547:


c. di jalan tol.
c. di jalan tol.
 
}}
====Pasal 119====
{{Perundangan pasal|119|
{{Perundangan pasal|119|1|Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum atau mobil bus sekolah yang sedang berhenti untuk menurunkan dan/atau menaikkan Penumpang wajib memberi isyarat tanda berhenti.}}
{{Perundangan ayat|119|1|Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum atau mobil bus sekolah yang sedang berhenti untuk menurunkan dan/atau menaikkan Penumpang wajib memberi isyarat tanda berhenti.}}
 
{{Perundangan ayat|119|1|Pengemudi Kendaraan yang berada di belakang Kendaraan Bermotor Umum atau mobil bus sekolah yang sedang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan kendaraannya sementara.}}
{{Perundangan pasal|119|1|Pengemudi Kendaraan yang berada di belakang Kendaraan Bermotor Umum atau mobil bus sekolah yang sedang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan kendaraannya sementara.}}
}}
 
{{Perundangan paragraf|7|Parkir}}
 
{{Perundangan pasal|120|
 
====Pasal 120====
Parkir Kendaraan di Jalan dilakukan secara sejajar atau membentuk sudut menurut arah Lalu Lintas.
Parkir Kendaraan di Jalan dilakukan secara sejajar atau membentuk sudut menurut arah Lalu Lintas.
 
}}
====Pasal 121====
{{Perundangan pasal|121|
{{Perundangan pasal|121|1|Setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau Parkir dalam keadaan darurat di Jalan.}}
{{Perundangan ayat|121|1|Setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau Parkir dalam keadaan darurat di Jalan.}}
 
{{Perundangan ayat|121|2|Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Pengemudi Sepeda Motor tanpa kereta samping.}}
{{Perundangan pasal|121|2|Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Pengemudi Sepeda Motor tanpa kereta samping.}}
}}
 
{{Perundangan paragraf|8|Kendaraan Tidak Bermotor}}
 
{{Perundangan pasal|122|
 
{{Perundangan ayat|122|1|Pengendara Kendaraan Tidak Bermotor dilarang:
====Pasal 122====
{{Perundangan pasal|122|1|Pengendara Kendaraan Tidak Bermotor dilarang:


a. dengan sengaja membiarkan kendaraannya ditarik oleh Kendaraan Bermotor dengan kecepatan yang dapat membahayakan keselamatan;
a. dengan sengaja membiarkan kendaraannya ditarik oleh Kendaraan Bermotor dengan kecepatan yang dapat membahayakan keselamatan;
Baris 1.824: Baris 1.570:
c. menggunakan jalur jalan Kendaraan Bermotor jika telah disediakan jalur jalan khusus bagi Kendaraan Tidak Bermotor.}}
c. menggunakan jalur jalan Kendaraan Bermotor jika telah disediakan jalur jalan khusus bagi Kendaraan Tidak Bermotor.}}


{{Perundangan pasal|122|2|Pesepeda dilarang membawa Penumpang, kecuali jika sepeda tersebut telah dilengkapi dengan tempat Penumpang.}}
{{Perundangan ayat|122|2|Pesepeda dilarang membawa Penumpang, kecuali jika sepeda tersebut telah dilengkapi dengan tempat Penumpang.}}
 
{{Perundangan ayat|122|3|Pengendara gerobak atau kereta dorong yang berjalan beriringan harus memberikan ruang yang cukup bagi Kendaraan lain untuk mendahului.}}
{{Perundangan pasal|122|3|Pengendara gerobak atau kereta dorong yang berjalan beriringan harus memberikan ruang yang cukup bagi Kendaraan lain untuk mendahului.}}
}}
 
{{Perundangan pasal|123|
====Pasal 123====
Pesepeda tunarungu harus menggunakan tanda pengenal yang ditempatkan pada bagian depan dan belakang sepedanya.
Pesepeda tunarungu harus menggunakan tanda pengenal yang ditempatkan pada bagian depan dan belakang sepedanya.
 
}}
 
{{Perundangan paragraf|9|Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum}}
 
{{Perundangan pasal|124|
====Pasal 124====
{{Perundangan ayat|124|1|Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk angkutan orang dalam trayek wajib:
{{Perundangan pasal|124|1|Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk angkutan orang dalam trayek wajib:


a. mengangkut Penumpang yang membayar sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan;
a. mengangkut Penumpang yang membayar sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan;
Baris 1.848: Baris 1.592:
f. mematuhi batas kecepatan paling tinggi untuk angkutan umum.}}
f. mematuhi batas kecepatan paling tinggi untuk angkutan umum.}}


{{Perundangan pasal|124|2|Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk angkutan orang dalam trayek dengan tarif ekonomi wajib mengangkut anak sekolah.}}
{{Perundangan ayat|124|2|Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk angkutan orang dalam trayek dengan tarif ekonomi wajib mengangkut anak sekolah.}}
 
}}
====Pasal 125====
{{Perundangan pasal|125|
Pengemudi Kendaraan Bermotor angkutan barang wajib menggunakan jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan.
Pengemudi Kendaraan Bermotor angkutan barang wajib menggunakan jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan.
 
}}
====Pasal 126====
{{Perundangan pasal|126|
Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang dilarang:
Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang dilarang:


Baris 1.863: Baris 1.607:


d. melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek.
d. melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek.
}}}}
{{Perundangan bagian|Kelima|Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas|
{{Perundangan paragraf|1|Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas yang Diperbolehkan}}
{{Perundangan pasal|127|
{{Perundangan ayat|127|1|Penggunaan jalan untuk penyelenggaraan kegiatan di luar fungsinya dapat dilakukan pada jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa.}}
{{Perundangan ayat|127|2|Penggunaan jalan nasional dan jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional.}}
{{Perundangan ayat|127|3|Penggunaan jalan kabupaten/kota dan jalan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional, daerah, dan/atau kepentingan pribadi.}}
}}
{{Perundangan paragraf|2|Tata Cara Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas}}
{{Perundangan pasal|128|
{{Perundangan ayat|128|1|Penggunaan jalan sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 127 ayat 1|Pasal 127 ayat (1)]] yang mengakibatkan penutupan Jalan dapat diizinkan jika ada jalan alternatif.}}
{{Perundangan ayat|128|2|Pengalihan arus Lalu Lintas ke jalan alternatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sementara.}}
{{Perundangan ayat|128|3|Izin penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 127 ayat 2|Pasal 127 ayat (2)]] dan [[#Pasal 127 ayat 3|ayat (3)]] diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan paragraf|3|Tanggung jawab}}
{{Perundangan pasal|129|
{{Perundangan ayat|129|1|Pengguna Jalan di luar fungsi Jalan bertanggung jawab atas semua akibat yang ditimbulkan.}}
{{Perundangan ayat|129|2|Pejabat yang memberikan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (3) bertanggung jawab menempatkan petugas pada ruas Jalan untuk menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
}}
 
{{Perundangan pasal|130|
{{Perundangan bagian|Kelima|Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas|
 
Paragraf 1
 
Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas yang Diperbolehkan
 
====Pasal 127====
{{Perundangan pasal|127|1|Penggunaan jalan untuk penyelenggaraan kegiatan di luar fungsinya dapat dilakukan pada jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa.}}
 
{{Perundangan pasal|127|2|Penggunaan jalan nasional dan jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional.}}
 
{{Perundangan pasal|127|3|Penggunaan jalan kabupaten/kota dan jalan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional, daerah, dan/atau kepentingan pribadi.}}
 
Paragraf 2
 
Tata Cara Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas
 
====Pasal 128====
{{Perundangan pasal|128|1|Penggunaan jalan sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 127 ayat 1|Pasal 127 ayat (1)]] yang mengakibatkan penutupan Jalan dapat diizinkan jika ada jalan alternatif.}}
 
{{Perundangan pasal|128|2|Pengalihan arus Lalu Lintas ke jalan alternatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sementara.}}
 
{{Perundangan pasal|128|3|Izin penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 127 ayat 2|Pasal 127 ayat (2)]] dan [[#Pasal 127 ayat 3|ayat (3)]] diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
 
Paragraf 3
 
Tanggung jawab
 
====Pasal 129====
{{Perundangan pasal|129|1|Pengguna Jalan di luar fungsi Jalan bertanggung jawab atas semua akibat yang ditimbulkan.}}
 
{{Perundangan pasal|129|2|Pejabat yang memberikan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (3) bertanggung jawab menempatkan petugas pada ruas Jalan untuk menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
 
====Pasal 130====
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Jalan selain untuk kegiatan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127, Pasal 128, dan Pasal 129 diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Jalan selain untuk kegiatan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127, Pasal 128, dan Pasal 129 diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
}}}}
{{Perundangan bagian|Keenam|Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki dalam Berlalu Lintas|
{{Perundangan pasal|131|
{{Perundangan ayat|131|1|Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.}}
{{Perundangan ayat|131|2|Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan.}}
{{Perundangan ayat|131|3|Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.}}
}}
}}
 
{{Perundangan pasal|132|
{{Perundangan bagian|Keenam|Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki dalam Berlalu Lintas|
{{Perundangan ayat|132|1|Pejalan Kaki wajib:
 
====Pasal 131====
{{Perundangan pasal|131|1|Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.}}
 
{{Perundangan pasal|131|2|Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan.}}
 
{{Perundangan pasal|131|3|Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.}}
 
==== Pasal 132 ====
{{Perundangan pasal|132|1|Pejalan Kaki wajib:


a. menggunakan bagian Jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan Kaki atau Jalan yang paling tepi; atau
a. menggunakan bagian Jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan Kaki atau Jalan yang paling tepi; atau


b. menyeberang di tempat yang telah ditentukan.}}
b. menyeberang di tempat yang telah ditentukan.}}
 
{{Perundangan ayat|132|2|Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejalan Kaki wajib memperhatikan Keselamatan dan Kelancaran Lalu Lintas.}}
{{Perundangan pasal|132|2|Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejalan Kaki wajib memperhatikan Keselamatan dan Kelancaran Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|132|3|Pejalan Kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali Pengguna Jalan lain.}}
 
}}}}
{{Perundangan pasal|132|3|Pejalan Kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali Pengguna Jalan lain.}}
}}
 
{{Perundangan bagian|Ketujuh|Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas|
{{Perundangan bagian|Ketujuh|Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas|
====Pasal 133====
{{Perundangan pasal|133|
{{Perundangan pasal|133|1|Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan Ruang Lalu Lintas dan mengendalikan pergerakan Lalu Lintas, diselenggarakan manajemen kebutuhan Lalu Lintas berdasarkan kriteria:
{{Perundangan ayat|133|1|Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan Ruang Lalu Lintas dan mengendalikan pergerakan Lalu Lintas, diselenggarakan manajemen kebutuhan Lalu Lintas berdasarkan kriteria:


a. perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan Bermotor dengan kapasitas Jalan;
a. perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan Bermotor dengan kapasitas Jalan;
Baris 1.933: Baris 1.654:
c. kualitas lingkungan.}}
c. kualitas lingkungan.}}


{{Perundangan pasal|133|2|Manajemen kebutuhan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
{{Perundangan ayat|133|2|Manajemen kebutuhan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:


a. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan perseorangan pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan tertentu;
a. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan perseorangan pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan tertentu;
Baris 1.946: Baris 1.667:


f. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Tidak Bermotor Umum pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan tertentu.}}
f. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Tidak Bermotor Umum pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan tertentu.}}
 
{{Perundangan ayat|133|3|Pembatasan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dapat dilakukan dengan pengenaan retribusi pengendalian Lalu Lintas yang diperuntukkan bagi peningkatan kinerja Lalu Lintas dan peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
{{Perundangan pasal|133|3|Pembatasan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dapat dilakukan dengan pengenaan retribusi pengendalian Lalu Lintas yang diperuntukkan bagi peningkatan kinerja Lalu Lintas dan peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
{{Perundangan ayat|133|4|Manajemen kebutuhan Lalu Lintas ditetapkan dan dievaluasi secara berkala oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan lingkup kewenangannya dengan melibatkan instansi terkait.}}
 
{{Perundangan ayat|133|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen kebutuhan Lalu Lintas diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan pasal|133|4|Manajemen kebutuhan Lalu Lintas ditetapkan dan dievaluasi secara berkala oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan lingkup kewenangannya dengan melibatkan instansi terkait.}}
}}}}
 
{{Perundangan pasal|133|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen kebutuhan Lalu Lintas diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
 
{{Perundangan bagian|Kedelapan|Hak Utama Pengguna Jalan untuk Kelancaran|
{{Perundangan bagian|Kedelapan|Hak Utama Pengguna Jalan untuk Kelancaran|
 
{{Perundangan paragraf|1|Pengguna Jalan yang Memperoleh Hak Utama}}
Paragraf 1
{{Perundangan pasal|134|
 
Pengguna Jalan yang Memperoleh Hak Utama
 
====Pasal 134====
Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut:
Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut:


Baris 1.967: Baris 1.680:
b. ambulans yang mengangkut orang sakit;
b. ambulans yang mengangkut orang sakit;


c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
 
Kecelakaan Lalu Lintas;


d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
Baris 1.978: Baris 1.689:


g. konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
g. konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Paragraf 2
Tata Cara Pengaturan Kelancaran
====Pasal 135====
{{Perundangan pasal|135|1|Kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.}}
{{Perundangan pasal|135|2|Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan pengamanan jika mengetahui adanya Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).}}
{{Perundangan pasal|135|3|Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas tidak berlaku bagi Kendaraan yang mendapatkan hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134.}}
}}
}}
 
{{Perundangan paragraf|2|Tata Cara Pengaturan Kelancaran}}
{{Perundangan pasal|135|
{{Perundangan ayat|135|1|Kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.}}
{{Perundangan ayat|135|2|Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan pengamanan jika mengetahui adanya Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).}}
{{Perundangan ayat|135|3|Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas tidak berlaku bagi Kendaraan yang mendapatkan hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134.}}
}}
}}
{{Perundangan bagian|Kesembilan|Sanksi Administratif|
{{Perundangan bagian|Kesembilan|Sanksi Administratif|
====Pasal 136====
{{Perundangan pasal|136|
{{Perundangan pasal|136|1|Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1), Pasal 100 ayat (1), dan Pasal 128 dikenai sanksi administratif.}}
{{Perundangan ayat|136|1|Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1), Pasal 100 ayat (1), dan Pasal 128 dikenai sanksi administratif.}}
 
{{Perundangan ayat|136|2|Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
{{Perundangan pasal|136|2|Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:


a. peringatan tertulis;
a. peringatan tertulis;
Baris 2.009: Baris 1.714:
f. pencabutan izin.}}
f. pencabutan izin.}}


{{Perundangan pasal|136|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|136|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
}}}}}}
 
 
-break-
 


===BAB X ANGKUTAN===
===BAB X ANGKUTAN===