Jabatan Politik

Revisi sejak 16 September 2023 19.06 oleh Adminjavasatu (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi ''''Jabatan Politik''' dalam administrasi publik adalah pejabat publik hasil dari sebuah pemilu atau pemilukada. Jabatan politik, merupakan jabatan yang dihasilkan oleh proses politik, misal, Gubernur, wakil gubernur, Presiden/ wakil Presiden, beserta para menterinya, DPRD Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Jabatan Karir ialah para birokrat yang secara normatif melaksanak...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Jabatan Politik dalam administrasi publik adalah pejabat publik hasil dari sebuah pemilu atau pemilukada. Jabatan politik, merupakan jabatan yang dihasilkan oleh proses politik, misal, Gubernur, wakil gubernur, Presiden/ wakil Presiden, beserta para menterinya, DPRD Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Jabatan Karir ialah para birokrat yang secara normatif melaksanakan kebijakan pembuat kebijakan oleh pejabat publik yang berasal dari politik, jabatan karir merupakan jabatan yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil, biasanya dalam birokrasi Pemerintah Wilayah dan Pemerintah Daerah, jabatan karir tertinggi dipegang oleh Sekretaris Daerah[1].

Yang termasuk Jabatan Politik: UU no. 43 tahun 1999, Perubahan atas UU No. 08 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Pasal 11

Pasal 11

  • (1) Pejabat Negara terdiri atas

Presiden dan Wakil Presiden;

  1. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  2. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
  3. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan;
  4. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;
  5. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
  6. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri;
  7. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
  8. Gubenur dan Wakil Gubenur;
  9. Bupati/Wali kota dan Wakil Bupati/Wakil Wali kota; dan
  10. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.
  • (2) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri.
  • (3) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya.
  • (4) Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), setelah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan organiknya”[2][3]

Referensi (Karell Yusdygo)Sunting