Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023/Buku Kesatu/BAB IV

Dari Wiki Javasatu
Revisi sejak 25 Oktober 2023 05.28 oleh Adminjavasatu (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

(BAB IV)
GUGURNYA KEWENANGAN PENUNTUTAN DAN PELAKSANAAN PIDANA

Bagian Kesatu
Gugurnya Kewenangan Penuntutan

Pasal 132
1 Kewenangan penuntutan dinyatakan gugur jika:

a. ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Setiap Orang atas perkara yang sama;

b. tersangka atau terdakwa meninggal dunia;

c. kedaluwarsa;

d. maksimum pidana denda dibayar dengan sukarela bagi Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II;

e. maksimum pidana denda kategori IV dibayar dengan sukarela bagi Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III;

f. ditariknya pengaduan bagi Tindak Pidana aduan;

g. telah ada penyelesaian di luar proses peradilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang; atau

h. diberikannya amnesti atau abolisi.


2 Ketentuan mengenai gugurnya kewenangan penuntutan bagi Korporasi memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121.

Pasal 133
1 Pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1) huruf d dan huruf e serta biaya yang telah dikeluarkan jika penuntutan telah dimulai, dibayarkan kepada Pejabat yang berwenang dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

2 Jika diancamkan pula pidana tambahan berupa perampasan Barang atau tagihan, Barang dan/ atau tagihan yang dirampas harus diserahkan atau harus dibayar menurut taksiran Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal Barang dan/atau tagihan tersebut sudah tidak berada dalam kekuasaan terpidana.

3 Jika pidana diperberat karena pengulangan, pemberatan tersebut tetap berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap Tindak Pidana yang dilakukan lebih dahulu gugur berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1) huruf d dan huruf e.

Pasal 134

Seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam 1 (satu) perkara yang samajika untuk perkara tersebut telah ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 135

Jika putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 berasal dari pengadilan luar negeri, terhadap Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana yang sama tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal:

a. putusan bebas dari tuduhan atau lepas dari segala tuntutan hukum; atau

b. putusan berupa pemidanaan dan pidananya telah dijalani seluruhnya, telah diberi ampun, atau pelaksanaan pidana tersebut kedaluwarsa.

Pasal 136
1 Kewenangan penuntutan dinyatakan gugur karena kedaluwarsa apabila:

a. setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau hanya denda paling banyak kategori III;

b. setelah melampaui waktu 6 (enam) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. setelah melampaui waktu 12 (dua belas) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 3 (tiga) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun;

d. setelah melampaui waktu 18 (delapan belas) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun; dan

e. setelah melampaui waktu 20 (dua puluh) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati.


2 Dalam hal Tindak Pidana dilakukan oleh Anak, tenggang waktu gugurnya kewenangan untuk menuntut karena kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikurangi menjadi 1/3 (satu per tiga).

Pasal 137

Jangka waktu kedaluwarsa dihitung mulai keesokan hari setelah perbuatan dilakukan, kecuali bagi:

a. Tindak Pidana pemalsuan dan Tindak Pidana perusakan mata uang, kedaluwarsa dihitung mulai keesokan harinya setelah Barang yang dipalsukan atau mata uang yang dirusak digunakan; atau

b. Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 450, Pasal 451, dan Pasal 452 kedaluwarsa dihitung mulai keesokan harinya setelah Korban Tindak Pidana dilepaskan atau mati sebagai akibat langsung dari Tindak Pidana tersebut.

Pasal 138
1 Tindakan penuntutan Tindak Pidana menghentikan tenggang waktu kedaluwarsa.

2 Penghentian tenggang waktu kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung keesokan hari setelah tersangka atau terdakwa mengetahui atau diberitahukan mengenai penuntutan terhadap dirinya yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3 Setelah kedaluwarsa dihentikan karena tindakan penuntutan, mulai diberlakukan tenggang waktu kedaluwarsa baru.

Pasal 139

Apabila penuntutan dihentikan untuk sementara waktu karena ada sengketa hukum yang harus diputuskan lebih dahulu, tenggang waktu kedaluwarsa penuntutan menjadi tertunda sampai sengketa tersebut mendapatkan putusan.

Bagian Kedua
Gugurnya Kewenangan Pelaksanaan Pidana

Pasal 140

Kewenangan pelaksanaan pidana dinyatakan gugur, jika:

a. terpidana meninggal dunia;

b. kedaluwarsa;

c. terpidana mendapat grasi atau amnesti; atau

d. penyerahan untuk pelaksanaan pidana ke negara lain.

Pasal 141

Jika terpidana meninggal dunia, pidana perampasan Barang tertentu dan/ atau tagihan yang telah disita tetap dapat dilaksanakan.

Pasal 142
1 Kewenangan pelaksanaan pidana gugur karena kedaluwarsa setelah berlaku tenggang waktu yang sama dengan tenggang waktu kedaluwarsa kewenangan menuntut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ditambah 1/3 (satu per tiga).

2 Tenggang waktu kedaluwarsa pelaksanaan pidana harus melebihi lama pidana yang dijatuhkan kecuali untuk pidana penjara seumur hidup.

3 Pelaksanaan pidana mati tidak mempunyai tenggang waktu kedaluwarsa.

4 Jika pidana mati diubah menjadi pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101, kewenangan pelaksanaan pidana gugur karena kedaluwarsa setelah lewat waktu yang sama dengan tenggang waktu kedaluwarsa kewenangan menuntut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1) huruf e ditambah 1/3 (satu per tiga) dari tenggang waktu kedaluwarsa tersebut.

Pasal 143
1 Tenggang waktu kedaluwarsa pelaksanaan pidana dihitung keesokan harinya sejak putusan pengadilan dapat dilaksanakan.

2 Apabila terpidana melarikan diri sewaktu menjalani pidana maka tenggang waktu kedaluwarsa dihitung keesokan harinya sejak tanggal terpidana tersebut melarikan diri.

3 Apabila pembebasan bersyarat terhadap narapidana dicabut, tenggang waktu kedaluwarsa dihitung keesokan harinya sejak tanggal pencabutan.

4 Tenggang waktu kedaluwarsa pelaksanaan pidana ditunda selama:

a. pelaksanaan pidana tersebut ditunda berdasarkan peraturan perundang-undangan; atau

b. terpidana dirampas kemerdekaannya meskipun perampasan kemerdekaan tersebut berkaitan dengan putusan pengadilan untuk Tindak Pidana lain.