Nurul Taufiqu: Perbedaan antara revisi

Dari Wiki Javasatu
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
(Terdapat biodata orang lain)
 
k (1 revisi diimpor)
 
(Tidak ada perbedaan)

Revisi terkini sejak 7 Oktober 2023 05.48

Nurul Taufiqu Rochman
Lahir15 Agustus 1970
Malang
Tempat tinggalIndonesia
Warga negaraIndonesia
PekerjaanIlmuwan

Riwayat Singkat[sunting | sunting sumber]

Prof. Dr. Nurul Taufiqu Rochman Bekerja di Pusat Penelitian Fisika-LIPI sejak 1989 dan menjadi Kepala Bidang Sarana Penelitian, Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI pada 2010, kemudian menjadi Kepala Pusat Inovasi sejak Januari 2014 hingga 30 April 2018 dan kembali menjadi Peneliti Utama (Profesor Riset) sejak 1 Mei 2018. Pada 1 Agustus 2019, Prof. Nurul diangkat menjadi Kepala Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI. Tugas belajar ke Jepang sejak tahun 1990 melalui Program Pak Habibie (STMPD II: Science and Technology Man Power Development Program). Lulus dari Kagoshima University, Jepang untuk S1, S2, S3 dalam bidang Ilmu Material dan Rekayasa Produksi. Pada tahun 2000, bekerja di Industri Jepang sebagai konsultan R & D selama 1 tahun dan Pusat Penelitian Daerah sebagai peneliti istimewa selama 3 tahun. Menjadi Advisor pada Proyek Konsorsium Daerah di Khusyu tahun 2002-2003. Telah mempublikasikan 45 Paten (5 diantaranya terpilih dalam buku 100(x) Inovasi Indonesia) dan Hak Cipta (di antaranya 1 Paten Jepang yang telah di-granted dan diterapkan di Perusahaan Kyushu Tabuchi sejak 2003) dan lebih dari 100 publikasi dan pemakalah internasional dan 180 publikasi dan pemakalah nasional. Mendapat Penghargaan Hatakeyama Award sebagai mahasiswa terbaik dan Fuji Sankei Award sebagai peneliti terbaik tahun 1995. Setelah pulang, pada 2004 mendapat penghargaan dari LIPI sebagai Peneliti Muda Terbaik dan Penghargaan dari Persatuan Insinyur Indonesia (Adhidarma Profesi) tahun 2005 dan The Best Innovation and Idea Award dari Majalah SWA. Delegasi Indonesia untuk menghadiri pertemuan Pemenang Nobel di Lindau Jerman, 2005. Tahun 2009 memperoleh perhargaan ITSF-Science and Technology Award dari Industri Toray Indonesia sebagai Outstanding Scientist dan Ganesha Widya Adiutama dari ITB pada Dies Natalis ke-50 serta menerima Habibie Award di bidang Ilmu Rekayasa 11 November 2009. Pada 2010, Prof. Dr. Nurul menerima penghargaan Inovasi Award I pada ulang tahun HKI ke-10 sedunia yang diselenggarakan oleh Dirjen HKI, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Prof. Dr. Nurul mendapat anugerah iptek Widyasilpawijana, sebagai Duta IPTEK pada Hakteknas dari Kementrian Riset dan Teknologi, Puspiptek, Serpong pada 2011 dan AKIL (Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa) dari Mendiknas pada 2012. Pada 2014 mendapat Anugerah BJ Habibie Technology Award dari Kepala BPPT atas Karya Nyata di Bidang Penerapan Teknologi industri dan mendapat Medali WIPO katagori Inventor dari World Intelectual Property Organization, Jeneva pada 2016. Pada Juli 2011 Prof. Dr. Nurul menyelesaikan kembali Program Doktor pada Bidang Manajemen dan Bisnis di Institut Pertanian Bogor. Prof. Dr. Nurul pendiri dan sekaligus ketua Masyarakat Nano Indonesia sejak tahun 2005 dan menginisiasi Nano Center Indonesia bersama ilmuwan muda sebagai platform yang mempertemukan kalangan ilmuwan dan intepreneur muda untuk mendirikan startup /industri pemula berbasis teknologi hasil litbang. Menjadi co-founder Nanotech Indonesia Group (lebih dari 10 start up) serta menjadi mentor bisnis di kalangan ilmuwan muda.

Kembali Ke Indonesia Mengembangkan Nanoteknologi Untuk Kemandirian Bangsa[sunting | sunting sumber]

Nurul Taufiqu Rochman atau dikenal dengan sebutan Nurul, dilahirkan di Malang pada tanggal 5 Agustus 1970 dari keluarga yang sangat sederhana. Sejak kecil, orangtuanya tidak mengajarinya untuk berleha-leha apalagi hidup penuh kemanjaan. Membuat es lilin, kripik pedas, berjualan buah kupas, memasak dan membersihkan rumah adalah pekerjaan sehari-hari yang ditugaskan orang tuanya supaya Nurul kelak terbiasa hidup mandiri dan menikmati hasil dari keringat sendiri. Semangat belajar tidak dibiarkan padam oleh keterbatasan fasilitas. Sambil bekerja Nurul masih bisa bermain dengan teman sebayanya dan juga mencuri waktu untuk terus belajar. Maka sambil jualan gorengan dan membungkus es lilin dia simpan buku di sampingnya supaya bisa terus membaca. Sejak kecil Nurul sudah menyadari bahwa membaca adalah instrumen utama untuk meraih pengetahuan. Nurul belajar tidak hanya di bangku sekolah akan tetapi juga belajar langsung dari kehidupan yang penuh dengan peluh dan kesah.

Setelah lulus SMA Nurul harus hijrah ke Bandung karena diterima di jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB). Waktu itu, bisa kuliah di ITB adalah suatu prestasi yang luar biasa karena ITB adalah salah satu perguruan tinggi yang sangat prestisius di tanah air. Berkat keuletan dan keenceran otaknya Nurul bisa dengan mudah menembusnya. Akan tetapi kuliah di ITB hanya dijalaninya selama tiga bulan saja karena Nurul beruntung mendapatkan kesempatan mengikuti program BJ Habibie yang bernama STMDP II (Science and Technology Man Power Development Program) untuk sekolah di Jepang. Setelah belajar Bahasa Jepang selama 6 bulan di Jakarta, pada tahun 1990 Nurul berangkat ke Negeri Sakura.

Tahun pertama di Jepang, Nurul melanjutkan belajar bahasa Jepang di Tokyo selama satu tahun. Kemudian, pada tahun 1991, Nurul pindah ke Propinsi Kagoshima karena diterima di Universitas Kagoshima dalam bidang Teknik Mesin dengan penjurusan Teknik Material dan Rekayasa Produksi. Nurul dapat menyelesaikan kuliah S-1 (1995), S-2 (1997) dan S-3 (2000) di Universitas Kagoshima dengan predikat cum laude.

Menurut Nurul, Habibie lah yang telah mengubah jalan kehidupannya. Nurul menganggap Bapak Teknologi Indonesia itulah yang memberi segala inspirasi serta membuka jalan hidupnya. Ia juga ingin seperti Habibie. "Beberapa waktu lalu, ketika ada perkumpulan di rumah Beliau, Beliau (Habibie) menerangkan tentang teknologi pesawat benar-benar sangat detail. Pak presiden ke-3 kita ini memang benar-benar scientist banget" ujar Nurul.

Keuletannya sebagai peneliti nano dan menyalurkan hasil karyanya di dunia industri sudah terlihat sejak Nurul masih menempuh studi di Jepang. Nurul mulai meneliti nanoteknologi pada semester VII program sarjana di Kagoshima University. Sebagaimana prinsip dasar nanoteknologi untuk mengendalikan sifat material, Nurul juga gigih berusaha mengendalikan hidupnya. Setamat program doktor di Jepang, dia tak langsung pulang ke Indonesia. Ia lalu memutuskan bekerja dulu di Pusat Penelitian Daerah Propinsi Kagoshima, Jepang, guna mengumpulkan modal sekaligus membina jaringan. Misi lain bekerja di tempat tersebut adalah untuk menyelami dan memahami budaya kerja juga untuk mempelajari bagaimana peneliti berinteraksi dengan industri. ”Saya ingin tinggal di Jepang dulu. Mempelajari bagaimana budaya hidup mereka sehingga bisa menjadi negara maju.”

Nurul bekerja di industri Jepang sebagai konsultan riset dan pengembangan (research and development) selama setahun dan bekerja selama tiga tahun di Pusat Penelitian Daerah Jepang sebagai peneliti istimewa. ”Selama tiga tahun saya bekerja seperti PNS (pegawai negeri sipil) di sana,” kenang pria yang bertampang serius tapi suka humor ini. Selain itu, Nurul menjadi advisor (Pembina) pada proyek Konsorsium Daerah di Khusyu, Jepang 2002-2003. Statusnya waktu itu semi pegawai negeri pusat Jepang yang ditempatkan di Kagoshima, daerah yang memiliki 5.000 industri kecil dan menengah. Tugasnya sebagai konsultan atas permasalahan dunia industri Propinsi Kagoshima.

Selama bekerja di Kagoshima prestasinya dinilai mencengangkan. Dia menemukan cara membersihkan logam berat timbal (Pb: timah hitam) dari paduan tembaga termasuk kuningan. Dengan temuan ini, Nurul bisa membuat jutaan meter limbah kuningan di Jepang menjadi bernilai tinggi. Nurul mengatakan, di Jepang ada regulasi yang mengatur bahwa logam yang dijual di pasaran harus bebas dari kandungan timah hitam. Di Indonesia regulasi seperti itu belum ada. Padahal, kandungan timah hitam dalam besi sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dalam jangka panjang. Dampaknya, bisa mengakibatkan gangguan kesuburan, parkinson, dan gangguan otak. Temuan ini dipatenkan, dengan namanya tercantum sebagai penemu utama, membawahi dua profesor dan empat anggota peneliti lain. Di Jepang, temuan-temuan Nurul diapresiasi sangat baik. Tawaran menetap dan menjadi pegawai dengan iming-iming gaji jauh lebih besar terus menghampirinya, tetapi dia tak bergeming pada pendiriannya untuk memilih pulang.

Pada saat bekerja di Jepang tersebut, kebetulan Nurul masuk ke tim projek divisi material. Dia bekerja dengan sebuah team work yang kuat yang tertata dalam bentuk sistem yang terintigrasi. “Begitu saya masuk ke dunia sistem yang sudah terintigrasi yang mapan kita langsung unggul di situ. Nilai-nilai kita dengan yang lain sebagai sebuah sistem jauh melebihi nilai sebagai individu. Di Jepang terkenal dengan istilah “Medatsu tataki” yang artinya adalah yang muncul di pukuli. Intinya mereka mengajak kesiapan dari team work supaya selalu bekerja bersama-sama, maju bersama-sama. Inilah nilai keunggulan mereka. Tetapi person to person kita bisa saja jauh lebih handal dibanding mereka.” Lembaga riset dan pengembangan tempat bekerja Nurul adalah gudangnya peneliti untuk melakukan segala bentuk penelitian. Mereka ditarget membuat penelitian yang bisa disalurkan ke 5.000 unit usaha kecil dan menengah (UKM) di seantero Kagoshima.

Setelah cukup lama studi dan mencari pengalaman kerja di Negeri Matahari Terbit, Nurul menyimpulkan, banyak budaya masyarakat Jepang yang patut ditiru. Misalnya budaya kesolidan tim. Juga soal bekerja yang efektif dan efisien. ”Di sana kalau kita menonjol sendiri malah dipentungi (dipukuli, Red),” ungkapnya.

Bekerja di lembaga riset Jepang membuat Nurul hafal strategi menyalurkan hasil penelitiannya ke dunia industri. Dia berharap rencana pemerintah Indonesia membuat Science Techno Park (STP) di beberapa daerah bisa menjembatani kegiatan penelitian dengan kebutuhan industri di daerah setempat. Sehingga hasil penelitian dari para ahli dapat lebih berdaya guna. Tidak seperti sekarang, yang banyak berhenti menjadi paper dan laporan hasil penelitian yang menumpuk di rak-rak perpustakaan.

Tahun 2004, Nurul berkeinginan untuk kembali ke Indonesia. Niatnya itu menjadi bahan cibiran beberapa teman yang sudah merasakan nikmatnya bekerja di Jepang. Temannya mengingatkan tentang kurangnya penghargaan pemerintah terhadap para ilmuwan dan juga sedikitnya perhatian pemerintah Indonesia terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga terjadi fenomena brain drain. Temannya juga mengingatkan tentang kedudukan Nurul yang sudah mapan dengan gaji yang cukup besar. Selain itu dia mendapat tawaran visa tinggal tetap (seumur hidup). Namun, tekad kuat untuk mengabdi di Indonesia mengalahkan berbagai tawaran kenyamanan tersebut. Pada akhirnya Nurul meninggalkan Jepang dan mulai mengabdi di Indonesia. Dirinya menilai Indonesia mempunyai potensi alam yang luar biasa besar. Potensi tesebut, jika diolah tentu bisa menghasilkan produk yang mampu menciptakaan kesejahteraan.

Nurul kembali ke tanah air setelah 14 tahun belajar dan berkarya di Jepang. Di Jepang, dia pun menggoreskan tinta emas sejarah inovasi karena nama Nurul dicatat sebagai “pembongkar” paten pemurnian logam yang dipegang perusahaan manufaktur besar, Perusahaan Kobe Steel. Berbagai godaan yang menawarkan kenyamam hidup tidak berhasil untuk mencegah dirinya untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Pada akhirnya, dengan tekad yang sudah bulat, ia memilih untuk pulang dengan satu alasan, “Sedih saya, Indonesia kerap diberitakan buruk,” ujarnya singkat namun cukup mengharukan.

Dia memiliki sedikit tabungan pada saat pulang. Sebagai bekal mengawali merealisasikan idealisme untuk membangun nanoteknologi di Indonesia. Nurul telah siap berjuang dari awal di negeri sendiri. Tantangan pertama langsung menyambutnya begitu tiba di kantornya. Di sana ia hanya mendapatkan fasilitas meja dan kursi plus mesin bubut. Berbeda dengan ketika di Jepang yang fasilitas penelitiannya sangat lengkap, alat karakterisasi yang canggih dan mahal. Disambut dengan fasilitas yang seperti itu Nurul tidak berkecil hati, malah dianggapnya sebagai sebuah bentuk penghormatan karena dirinya sudah beruntung disekolahkan oleh pemerintah ke salah satu negara maju dan mendapat beasiswa dari Pemerintah Jepang untuk melanjutkan sampai jenjang yang paling tinggi. “Tapi saya rasa itu tantangannya” gumannya.

Sekali layar terkembang, pantang surut kembali. Dengan hanya membeli komponen di Glodok, Jakarta ia berhasil menciptakan alat pembuat partikel nano. “Seperti latihan pedang si Zorro. Fokus dan konsisten.” Tegasnya.

Bermodal sebuah bengkel yang ada di kantornya, Nurul pun berpikir untuk memulai penelitian dengan membuat alat-alat penelitian seperti high energy milling untuk memproses sumber daya alam Indonesia menjadi partikel nano. Dengan semangat “bushido” yang diwarisinya dari budaya Jepang, dia bekerja siang malam demi menggapai obsesinya. Sampai sekarang Nurul dan timnya terbiasa pulang malam dari kantornya yang senyap. Ruang kerja yang lausnya hanya sekitar 40 meter persegi ia bagi bersama rekan-rekannya. Dari segala keterbatasan itulah Nurul dan timnya bisa menghasilkan alat yang dapat memproduksi partikel nano. Dia mematenkan alatnya dengan tujuan hanya melindungi temuannya dan membebaskan peneliti lain untuk memanfaatkannya. “Dulu di Jepang saya terbiasa membuat berbagai alat, tapi tidak saya patenkan karena untuk keperluan penelitian sendiri. Tapi ketika di Indonesia, saya patenkan karena untuk melindungi dari jiplakan orang lain.” katanya. Dia juga sudah memantapkan diri untuk penghasilkan penelitian-penelitian yang membumi. Memang, untuk semua itu “Tetap butuh penelitian terdepan, kira-kira 50%-lah frontier. Itu pun harus dengan arah yang jelas. Kalau saya, kira-kira two step ahead. Enggak ketinggian banget, tapi masih bisa diaplikasikan”.

Nurul masih terus teringat dengan pesan-pesan dari profesornya sebelum pulang ke Indonesia, “Pekerjaan yang akan kamu lakukan itu banyak sekali (Yaru koto ha takusan aru), makanya harus dimulai dari yang kecil (cisai koto kara hajimaru). Jadi, kita harus memulai dari yang kecil-kecil untuk bisa menciptakan kesuksesan-kesuksesan yang akan terus menjadi pijakan-pijakan menuju pencapaian kesuksesan-kesuksesan yang lebih besar.” Itulah pesan sang profesor yang terus diingatnya sampai sekarang. Nurul mengawali pekerjaan-pekerjaannya dari hal-hal yang sederhana. Langkah pertama yang dilakukan Nurul adalah membuat tim yang solid, karena tanpa tim dia tidak akan menghasilkan pekerjaan-pekerjaan yang besar. Urgensi pembentukan tim itulah yang dia pelajari di Jepang dan ingin diterapkannya di Indonesia. Suasana kerja tim di Jepang masih terasa.

Dahulu dia datang ke Jepang seperti memasuki belantara dan ternyata ketika pulangpun Nurul juga seperti memasuki hutan yang lebih lebat lagi karena tantangan yang lebih besar. Berbagai macam konsep dan teori yang dia miliki tidak dengan mudah bisa langsung diaplikasikan (diadopsi) akan tetapi harus ada sebuah proses adaptasi terlebih dahulu.

Setelah kembali ke Indonesia Nurul tidak pernah diam. Kesehariannya diisi dengan kerja, kerja, dan kerja. Hal pertama yang dia pikirkan adalah bagaimana membuat alat dengan mesin-mesin yang ada dibengkelnya. Beruntung dia memiliki banyak teman yang ahli dalam bidang perbengkelan. Berdiskusi di setiap waktu dan di setiap tempat, akhirnya terciptalah berbagai macam peralatan pembuatan partikel nano. Sementara dia bersikap realistis, kalau dahulu dia selalu berorientasi menciptakan produk-produk riset yang high value, dengan melihat kondisi industri di Indonesia akhirnya dia berkompromi dengan realitas. “Gak usah yang canggih-canggih dulu,” ujarnya. Maka lahirlah peralatan-peralatan “sederhana” yang penting dapat bermanfaat bagi dirinya, para peneliti, dan terutama untuk industri. Dan dimulai dari peralatan inilah akhirnya Nurul menuai banyak pencapaian. Alat yang dia ciptakatan berupa mesin pembuat powder (partikel) dengan ukuran nanometer. Powder samacam inilah yang banyak diperlukan oleh industri.

Dari porses ini juga Nurul semakin tersadarkan bahwa apa yang dia pelajari di Jepang ternyata benar. Semuanya bermula dari material. “Ketika saya mempelajari material di Kagoshima University, saya baru memahami semuanya bermuara di penguasaan material. Saya perdalam ilmu material dan saya melihat ternyata ilmu material di Indonesia itu sangat lemah sekali. Apalagi di industri-industri, bahan bakunya pasti impor. Pada akhirnya yang muncul adalah memang material yang berkualitas yang memliki nilai tambah sangat tinggi yaitu material yang diproses dengan nanoteknologi.” ungkapnya

Ilmu yang dipelajari oleh Nurul sebenarnya bukan hanya nanoteknologi, akan tetapi dia melihat bahwa sekarang ini yang sangat potensial untuk dikembangkan dan dapat berinteraksi langsung dengan industri adalah nanoteknologi. Bukan hanya industri dalam negeri, akan tetapi juga dengan industri luar negeri dimana kita bisa menjadi leading sector-nya. Oleh karena itu, Nurul semakin giat menciptakan peralatan-peralatan yang mengarah kepada keunggulan nanoteknologi. Dari 19 paten dan hak cipta yang dimilikinya, separuhnya adalah berkenaan dengan bagaimana menciptakan material berkarakter nano.

Untuk meraih obsesi itu maka Nurul menggerakkan timnya untuk berevolusi menuju ke arah sana. Nurul tidak mau hasil-hasil penelitian atau paten-patennya hanya sekadar bermuara di kertas tulisan yang menghiasi perpustakaan. Itu yang membedakan Nurul dan timnya dari peneliti lainnya. “Pokoknya apa yang sudah kami patenkan itu harus menjadi produk, harus ada di market, harus bisa digunakan atau dirasakan oleh masyarakat. Itulah kebanggaan kita, baru kita mengatakan kita sukses.”

Tak hanya menghidupkan laboratorium nanoteknologi di LIPI, dia pun berusaha membangkitkan nanoteknologi di Indonesia. Ia mendirikan Masyarakat Nano Indonesia (MNI) dan menggandeng universitas, lembaga penelitian, hingga industri untuk mengembangkan nanoteknologi.

Ia juga menciptakan Nano-Edu, paket pengajaran nanoteknologi untuk pelajar, berisi buku dan alat peraga. Menurutnya, anak-anak harus dikenalkan sejak dini nanoteknologi. Alat peraga Nano-Edu sudah dibeli Jepang sebanyak 300 paket untuk menunjang pendidikan di sana, tetapi di Indonesia belum sepenuhnya dipakai.

Nurul menganalisis bahwa dalam struktur Gross National Product Indonesia sejak tahun 2008 impor bahan baku setengah jadi yang diimpor dari China nilainya melebihi angka 100 triliun rupiah. Itu adalah impor bahan baku setengah jadi yaitu bahan olahan dari sumber-sumber bahan baku yang berasal dari negara kita, seperti mineral dan tumbuhan herbal seperti tanaman kunyit. Kunyit, dan juga jahe, kita ekspor dalam bentuk yang sudah dikeringkan dengan harga hanya sekitar Rp 6000 sampai Rp10.000 per kilogram dengan proses yang panjang. Di negeri China bahan tersebut diproses untuk dijadikan powder. Kemudian powder tersebut dijual kembali ke Indonesia dengan harga relatif mahal mencapai 10 bahkan 100 kali lipat dari harga bahan bakunya. Keuntungan yang sangat luar biasa besarnya bagi China.

 “Inilah yang ingin saya lakukan untuk Indonesia”  kata Nurul untuk menjelaskan bahwa hanya sekadar membuat powder tidak usah lagi sampai menggunakan jasa teknologi luar ngeri. Menurut Nurul pengolahan sumber daya hayati yang kita miliki jauh lebih simple, tidak membutuhkan biaya terlalu besar dengan menghasilkan nilai tambah yang sangat luar biasa. “Itulah yang akan saya beresin.”  Nurul mengatakan bahwa seandainya dia diberi kesempatan untuk mengelola sumber daya alam Indonesia, maka langkah pertama yang akan dilakukan adalah nanoisasi sumber daya alam Indonesia. Dia beralasan karena produk-produk yang dihasilkannya sudah memiliki pasarnya yang jelas. Bahkan dia menjamin, di dunia kita bisa menjadi the number one karena kita menjadi penguasa sumber bahan baku. Kita tinggal menguasai teknologinya saja. Bahkan dibanding dengan negara lain dari segi teknologi pun kita bisa lebih unggul karena bahan bakunya ada di kita semua. Bahkan yang dapat dilakukan oleh mereka adalah hanya dalam bentuk kerja sama. Jangan sampai terjadi lagi tragedi seperti ini: kita disuruh mengidentifikasi ini-itu begitu ditemukan mereka yang menciptakan produk-produknya. Janganlah kita sampai ketinggalan, kita masih sangat bisa mengejar ketertinggalan terutama dalam bidang herbal nano, dan juga yang lainnya.

Di awal fajar abad ke-20 para pemuda Indonesia harus berani tampil sebagai penggerak perubahan bangsa di garda depan. Di rumah sang Guru Pergerakan yang dijuluki juga Raja Tanpa Tahta, HOS Tjokro Aminoto, hampir semua pemuda tokoh pergerakan seperti Soekarno, Hatta, dan lain-lain berhimpun untuk kemudian menjadi tokoh muda yang kelak dengan gagah berani berjuang untuk meraih Kemerdekaan Indonesia. Maka, para pemuda Indonesia pada zaman kiwari harus tampil lebih berani lagi dalam mengisi Kemerdekaan Indonesia. Salah satu caranya adalah terus berkreasi melalui inovasi ilmu pengetahuan dan tektologi.“Berkreasilah menjadi dirimu yang terbaik! Dan berhimpunlah untuk membangkitkan kembali bangsa ini!” Itulah pesan penting Nurul yang ditegaskan dalam buku berjudul Surat Dari Dan Untuk Pemimpin terbitan Tempo Institute.

Melalui inovasi Iptek inilah Nurul telah memberi contoh baik dengan sejumlah karya Iptek inovatif di bidang nanoteknologi. Berkat karya Iptek bidang nanoteknologi pula Nurul mampu meraih berbagai penghargaan bergengsi. Mendapat Penghargaan Hatakeyama Award sebagai mahasiswa terbaik dan Fuji Sankei Award sebagai peneliti terbaik tahun 1995 di Jepang. Setelah pulang, pada 2004 mendapat penghargaan dari LIPI sebagai Peneliti Muda Terbaik dan Penghargaan dari Persatuan Insinyur Indonesia (Adhidarma Profesi) tahun 2005 dan The Best Innovation and Idea Award dari Majalah SWA. Delegasi Indonesia untuk menghadiri pertemuan Pemenang Nobel di Lindau Jerman, 2005. Tahun 2009 memperoleh perhargaan ITSF-Science and Technology Award dari Industri Toray Indonesia sebagai Outstanding Scientist dan Ganesha Widya Adiutama dari ITB pada Dies Natalis ke-50 serta menerima Habibie Award di bidang Ilmu Rekayasa dari The Habibie Center. Selain itu juga, Nurul mendapat penghargaan sebagai presenter terbaik di berapa seminar. Nurul menjabat sebagai ketua Masyarakat Nano Indonesia pada 2005-2018. Pada tahun 2014 Nurul kembali menyabet penghargaan BJ Habibie Technology Awards (BJHTA) berkat capaiannya diterapkan di Industri dalam bidang Nanoteknologi dan Rekayasa Produksi. Ditetapkannya Nurul sebagai peraih penghargaan prestisius di ranah teknologi tersebut setelah melewati seleksi ketat yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai penyelenggara. Menurut BPPT, Nurul telah lolos menjadi terbaik melalui penilaian dalam kategori: aspek penemuan (invention), aspek kreatif, aspek efisien dan efektif, aspek nilai tambah, serta aspek manfaat. Tak hanya itu saja, ada kriteria tambahan seperti 10 poin kriteria penilaian seperti state of the art, size of impact, degree of complexity, amount of effort, degree of maturity, originality, uniqueness, degree of advantage, completeness of action, dan amount of result.

Hasil temuan Nurul di bidang nanoteknologi ini juga mendapatkan penghargaan dari World Intelectual Property Organization (WIPO) yang berbasis di Jenewa pada tahun 2016. Karya besarnya bukan hanya memberikan keuntungan ekonomi pada pribadinya saja, tapi juga ikut memperkuat pembangunan Bangsa Indonesia. Tak aneh, jika kini nama Nurul banyak dikenal para ilmuwan dan pelaku industri baik sebagai ilmuwan dan inovator maupun sebagai pengusaha teknologi yang berbakat.

Dirinya berharap ada payung hukum yang mengarahkan nanoteknologi sebagai isu aktual dalam upaya meningkatkan daya saing industri nasional. Sehingga, pengembangan sumber daya alam (bahan baku lokal) yang diberi nilai tambah dapat meningkatkan daya saing industri nasional.

Nurul telah mempublikasikan 19 Paten dan Hak Cipta (di antaranya 1 Paten Jepang yang telah di-granted dan diterapkan di Perusahaan Kyushu Tabuchi sejak 2003) dan lebih dari 100 publikasi dan pemakalah internasional dan 140 publikasi dan pemakalah nasional.

Itulah prestasi Nurul dalam pengkajian dan penerapan nanoteknologi yang telah mendongkrak antusiasme peneliti pada umumnya. Sebab, selama ini peneliti Indonesia hanya dikenal jago membuat konsep atau menelurkan teori dan teknologi baru, tapi kesulitan menembus kalangan industri. Tidak ada proses hilirisasi karya penelitian mereka ke dunia industri.

“Saya ingin memaknai dari konteks ini bahwa membangun bangsa ini seharusnya menjadi peran kita. Ini sudah jelas! Mari kita sedikit agak peras otak kita ini. Masa sih kita gak bisa mengangkat satu atau dua produk yang bisa berkontibrusi terhadap negara kita.” Itulah Sang Revolusioner Prof. Dr. Nurul Taufiqu Rochman, B. Eng., M.Eng. Ph.D.

Penghargaan dan Tanda Kehormatan[sunting | sunting sumber]

1. 18 Juli 2016, Medali WIPO Award Kategori Inventor, oleh Wakil Presiden Yusuf Kalla dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Dr. Yasonna Hamonangan Laoly, diselenggarakan, Kementrian Humham dan World Intellectual Property Organization atas hasil temuan yang berdampak nyata secara nasional.

2. August 24th, 2015, Technology Transfer Award LIPI, Awarded by Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain, Chairman of Indonesian Institute of Sciences (LIPI) atas Lisensi Pemanfaatan Teknologi Nano oleh PT GIZI Indonesia.

3. August 23th, 2014, Anugerah BJ Habibie Technology Award, Awarded by Dr. Ir. Unggul Priyanto, M.Sc., Chairman of Agency For The Assessment And Application Of Technology (BPPT) atas Karya Nyata dalam bidang Penerapan Teknologi pada Industri.

4. August, 2014, Inovator Paten dalam Buku 106 Inovasi Indonesia, “Mesin Pembuat Nanopropolis: Sebuah Inovasi Menembus Jenuhnya Pasar Propolis”, Kementrian Riset dan Teknologi-BIC, Jakarta.

5. August, 2014, Inovator Paten dalam Buku 106 Inovasi Indonesia, “Pengolahan Material Besi Oksida menjadi Pigmen Merah, Hitam dan Kuning”, Kementrian Riset dan Teknologi-BIC, Jakarta.

6. August 26th, 2013, Anugerah Innovator Award, Awarded by Prof. Dr. Lukman Hakim , Chairman of Indonesian Insstitute of Sciences (LIPI) untuk Paten Granted terbaik dengan judul “Alat Pengharcur Partikel Berenergi Tinggi dan Metode Geraknya”.

7. June 30th, 3013, Anugerah Teknopreneur, Awarded by Dr. Marzan A. Iskandar, Chairman of Agency for Assessment and Application of Technology (BPPT) atas kelulusan Tenan Perusahaan Nanotech Indonesia.

8. May 22th, 2013, Juara I Tingkat Propinsi Banten Awarded by Ratu Atut Chosiyah, pada Gelar Teknologi Tepat Guna Banten.

9. November 20th, 2012, Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa (AKIL 2012), Awarded by Prof. Dr. Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan Nasional, Kategori Teknologi, Kemetrian Pendidikan Nasional.

10. August, 2012, Inovator Paten dalam Buku 104 Inovasi Indonesia, “Metode Dan Alat Untuk Memproduksi Nanopartikel Oksida Seng (ZnO) Dengan Teknologi Busur Api (Arc) Plasma Listrik”, KNRT-BIC, Jakarta.

11. August 10th, 2011, Duta IPTEK, Anugerah Iptek Widyasilpawijana, Awarded by Suharna Surapranata, Menteri Negara Riset dan Teknologi pada Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, Kementrian Riset dan Teknologi, Puspiptek.

12. July 20th, 2010, Satyalancana Karyasatya XX Tahun, Tanda Kehormatan, Presiden Republik Indonesia, Jakarta.

13. May 27th, 2010, Inovasi Award I, Awarded by Dr. Patrialis Akbar, Menteri Hukum dan Ham, kategori Kimia, Lomba Inovasi dalam Rangka Hari Kekayaan Intelektual Sedunia ke-10 Tahun 2010, Kementrian Hum dan Ham, Jakarta.

14. May 13-15th, 2010, Delegation for Wallacea Young Scientists Conference-US Social Envoy for Visit To Ternate, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Wallacea Foundation, dan LIPI.

15. March 11th, 2010, 40 Sosok Terpilih, dalam rangka ulang tahun ke-40 Media Indonesia.

16. November 11th, 2009, Habibie Award for Engineering Science, Awarded by Prof. Dr. BJ habibie, The 10th Anniversary of The Habibie Center.

17. April 2009, Excellent Researcher selected for The Project SEA-EU-NET that published in The booklet on “Excellent Researcher from Southeast Asia”, the 7th Framework Programme.

18. March 2nd, 2009, Ganesha Widya Jasa Adiutama Award, Awarded by Prof. Dr. Joko Djoko Santoso, Rektor ITB, The 50th Anniversary Celebrations of the Bandung Institute of Technology (ITB).

19. February 12th, 2009, Science and Technology Award 2008 Awarded by Prof Dr Soefjan Tsauri Ketua ITSF, from INDONESIA TORAY SCIENCE FONDATION (ITSF).

20. October 28th, 2008, Tokoh Nasional Terpilih, Buku Manapaki Bangsa, Catatan 80 Tokoh Nasional, diselenggarakan oleh Lembaga Jangka Indonesia bekerjasama dengan Menegpora.

21. August 8th, 2008, Inovator Paten dalam Buku 100 Inovasi Indonesia, “Mesin Penghancur Partikel dengan Gerak Planet yang Memiliki Sudut dengan Wadah yang dikondisikan”, KNRT-BIC, Jakarta.

22. August 8th, 2008, Inovator Paten dalam Buku 100 Inovasi Indonesia, “Metoda Penguatan Beton dengan Mineral Alam”, KNRT-BIC, Jakarta.

23. March 31st, 2008, The 3rd Best Presenter at Presentasi Hasil DIPA IPT LIPI, “Pengembangan Nanoteknologi Berbasis Ball Mill dan Aplikasinya pada Pembuatan Nanosilika untuk Beton Berkekuatan Tinggi”, LIPI, Bandung.

24. February 12th, 2008, The Best Presenter at the ITSF Seminar on Science and Technology, Indonesian Toray Science Foundation, Jakarta.

25. August 7-9th, 2007, The Best Paper in The Field of Manufacture, Seminar Nasional Metalurgi dan Material (SENAMM) I 2007, “Pengaruh Penambahan Cr pada Lapisan Intermetalik Al-Fe dengan Ball Mill”, Universitas Indonesia, Depok.

26. December 6th, 2005, The Best Innovations & The Best Ideas In Business Award 2005, Awarded by Dr. Kusmayanto Kadiman, Menteri Negara Riset dan Teknologi, SWA magazine- Ristek.

27. August 12th, 2005, PII Engineering Award 2005 (ADHIDARMA PROFESI AWARD peringkat I) from Persatuan Insinyur Indonesia.

28. June 26th – July 2nd, 2005, Five Best Researchers Selected by RISTEK for Attending The 55th Nobel Laureates Meeting in Lindau, Germany.

29. July 20th, 2005, Satyalancana Karyasatya X Tahun, Tanda Kehormatan, Presiden Republik Indonesia, Jakarta.

30. December 15, 2004, the Best Researcher Award in the 12th Indonesian Young Researcher Competition (Pemilihan Peneliti Muda Indonesia ke-12) LIPI, Awarded by Prof. Dr. Umar Anggara Jenie, Kepala LIPI, Jakarta.

31. March 29, 1995, Fuji-Sankei Award: Award from Sankei News Paper Company, Japan Foreign Ministry and Higashi Nihon House Company as 40 best researchers in Japan.

32. March 24, 1995, Hatakeyama Award: Award from The Japan Society for Mechanical Engineering (JSME) as the best student at Department of Mechanical Engineering, Kagoshima University, Japan.

33. September 1993, University ROBOCON’93, TECHNO SOCCER: Award Runner-up in the Third Asia-Pacific Broadcasting Union Robot Contest representative for Kagoshima University, Japan.

34. May 20, 1989, The best student Award from Head of Senior High School Negeri Lawang, Malang.

Pendidikan[sunting | sunting sumber]

  • 1990-1995: S1 Teknik Mesin Kagoshima University Jepang dengan Gelar B. Eng.
  • 1995-1997: S2 Teknik Mesin Kagoshima University Jepang dengan Gelar M. Eng.
  • 1997-2000: S3 Teknik Material dan Proses Produksi, Kagoshima University Jepang dengan Gelar PnD.
  • 2007-2011: S3 Manajemen Bisnis, IPB dengan Gelar Dr.

Penemuan Bidang Nano[sunting | sunting sumber]

Nurul Taufiqu Rahman, peneliti senior di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dikenal sebagai pakar nanoteknologi terkemuka di negeri ini. Nanoteknologi adalah teknologi yang mengontrol zat untuk menghasilkan fungsi baru dengan menggunakan skala nanometer (nm), yaitu ukuran satu per satu miliar meter. Ketua Masyarakat [[Nanoteknologi Indonesia LIPI itu menghasilkan nanosilika tahun 2004, dan dipatenkan atas namanya pada Juli 2006 dari Direktorat Jenderal Haki. Bila dicampur dalam adonan semen, nanosilika ini dapat memperkuat beton dua kali lipat. Temuannya yang lain adalah mesin penggiling nanopartikel High Milling 3D Motion pada 2005.

Mesin penggiling ciptakannya mampu mencacah besi sampai bahan organik ukuran nanometer atau sepermilimeter. Dengan alatnya itu, Nurul bisa berkreasi lebih jauh, misalnya menciptakan tinta spidol berbahan dasar arang kelapa dengan alat tersebut. Tanpa zat kimia dan berbahan organik, tinta Nurul juga ramah lingkungan. Produksi massal tinta nano itu mulai dipasarkan di sekolah-sekolah di Tangerang. Total Nurul punya 12 paten untuk beragam ciptaannya, nanokopi, nanoherbal, nanosabun, nanosampo.

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]


Referensi[sunting | sunting sumber]

Lua error in Modul:Authority_control at line 1174: attempt to index field 'wikibase' (a nil value).