11.314
suntingan
(←Membuat halaman berisi 'PRESIDEN REPLJBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME MENJADI UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tindak pidana terorisme yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan kejahatan yang seriu...') |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
| Baris 14: | Baris 14: | ||
serta keterlibatan warga negara Indonesia dalam organisasi di dalam dan/ atau di luar negen yang bermaksud mclakukan permufakatan jahat yang mengarah pada tindak pidana terorisme, berpotensi mengancam keamanan dan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara, serta perdamaian dunia; | serta keterlibatan warga negara Indonesia dalam organisasi di dalam dan/ atau di luar negen yang bermaksud mclakukan permufakatan jahat yang mengarah pada tindak pidana terorisme, berpotensi mengancam keamanan dan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara, serta perdamaian dunia; | ||
c. bahwa untuk memberikan landasan hukum yang lebih kukuh guna menjamin pelindungan dan kepastian hukum dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, serta untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang; | c. bahwa untuk memberikan landasan hukum yang lebih kukuh guna menjamin pelindungan dan kepastian hukum dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, serta untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang; | ||
| Baris 33: | Baris 27: | ||
Indonesia Nomor 4284); | Indonesia Nomor 4284); | ||
Dengan Persetujuan Bersama | Dengan Persetujuan Bersama | ||
| Baris 61: | Baris 49: | ||
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: | Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: | ||
1. Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. | 1. Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. | ||
2. Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/ atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. | 2. Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/ atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. | ||
| Baris 74: | Baris 56: | ||
rneledak, semua jenis mesiu, born, born pembakar, ranjau, granat tangan, atau semua Bahan Peledak dari bahan kimia atau bahan lain yang dipergunakan untuk rnenimbulkan ledakan. | rneledak, semua jenis mesiu, born, born pembakar, ranjau, granat tangan, atau semua Bahan Peledak dari bahan kimia atau bahan lain yang dipergunakan untuk rnenimbulkan ledakan. | ||
6. Harta Kekayaan adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. | 6. Harta Kekayaan adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. | ||
7. Objek Vital yang Strategis adalah kawasan, tempat, lokasi, bangunan, atau instalasi yang: | 7. Objek Vital yang Strategis adalah kawasan, tempat, lokasi, bangunan, atau instalasi yang: | ||
| Baris 97: | Baris 73: | ||
14. Organisasi lnternasional adalah organisasi yang berada dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi internasional lainnya di luar Perserikatan Bangsa Bangsa, atau organisasi yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan Bangsa-Bangsa. | 14. Organisasi lnternasional adalah organisasi yang berada dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi internasional lainnya di luar Perserikatan Bangsa Bangsa, atau organisasi yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan Bangsa-Bangsa. | ||
2. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: | 2. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||
| Baris 117: | Baris 87: | ||
4. Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 1 0A sehingga berbunyi sebagai berikut: | 4. Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 1 0A sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||
Pasal 10A | Pasal 10A | ||
| Baris 131: | Baris 94: | ||
memperdagangkan bahan potensial sebagai Bahan Peledak atau memperdagangkan senjata kimia, senjata biologi, radiologi, mikroorganisme, bahan nuklir, radioaktif atau komponennya untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 atau Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun. | memperdagangkan bahan potensial sebagai Bahan Peledak atau memperdagangkan senjata kimia, senjata biologi, radiologi, mikroorganisme, bahan nuklir, radioaktif atau komponennya untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 atau Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun. | ||
(3) Dalam hal bahan potensial atau komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terbukti digunakan dalam Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. | (3) Dalam hal bahan potensial atau komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terbukti digunakan dalam Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. | ||
(4) Setiap Orang yang memasukkan ke dan/atau mengeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia suatu barang selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang dapat dipergunakan untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun. | (4) Setiap Orang yang memasukkan ke dan/atau mengeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia suatu barang selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang dapat dipergunakan untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun. | ||
| Baris 150: | Baris 107: | ||
mengendalikan Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun. | mengendalikan Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun. | ||
Pasal 12B | Pasal 12B | ||
Orang yang dengan sengaja | (1) Setiap Orang yang dengan sengaja | ||
menyelenggarakan, memberikan, atau mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan Tindak Pidana Terorisme, dan/ atau ikut berperang di luar negeri untuk Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. | menyelenggarakan, memberikan, atau mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan Tindak Pidana Terorisme, dan/ atau ikut berperang di luar negeri untuk Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. | ||
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja merekrut, | (2) Setiap Orang yang dengan sengaja merekrut, | ||
| Baris 175: | Baris 125: | ||
(4) dilakukan setelah | (4) dilakukan setelah | ||
terpidana selesai menjalani pidana pokok. | terpidana selesai menjalani pidana pokok. | ||
6. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 13A sehingga berbunyi sebagai berikut: | 6. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 13A sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||
| Baris 202: | Baris 146: | ||
8. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: | 8. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||
Pasal 15 | |||
Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat, | Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat, | ||
| Baris 229: | Baris 169: | ||
pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang | pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang | ||
Undang ini. | Undang ini. | ||
(2) | (2) | ||
| Baris 252: | Baris 186: | ||
(8) Setiap penyidik yang melanggar ketentuan | (8) Setiap penyidik yang melanggar ketentuan | ||
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. | sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. | ||
11. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: | 11. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||
| Baris 278: | Baris 206: | ||
Penuntut umum melakukan penelitian berkas perkara Tindak Pidana Terorisme dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak berkas perkara dari penyidik diterima. | Penuntut umum melakukan penelitian berkas perkara Tindak Pidana Terorisme dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak berkas perkara dari penyidik diterima. | ||
13. Ke ten tuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi se bagai berikut: | 13. Ke ten tuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi se bagai berikut: | ||
| Baris 297: | Baris 219: | ||
(4) Hasil penyadapan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penyidikan Tindak Pidana Terorisme. | (4) Hasil penyadapan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penyidikan Tindak Pidana Terorisme. | ||
(5) Penyadapan wajib dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik dan dilaporkan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika. | (5) Penyadapan wajib dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik dan dilaporkan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika. | ||
| Baris 319: | Baris 235: | ||
(2) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) | (2) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) | ||
dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. | dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||
16. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: | 16. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: | ||
| Baris 350: | Baris 260: | ||
a. pelindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental; | a. pelindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental; | ||
b. kerahasiaan identitas; | b. kerahasiaan identitas; | ||
c. pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan terdakwa; dan | c. pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan terdakwa; dan | ||
| Baris 385: | Baris 289: | ||
(3) Karban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh penyidik berdasarkan hasil olah tempat kejadian Tindak Pidana Terorisme. | (3) Karban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh penyidik berdasarkan hasil olah tempat kejadian Tindak Pidana Terorisme. | ||
(4) Bentuk tanggung jawab negara sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) berupa: | (4) Bentuk tanggung jawab negara sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) berupa: | ||
| Baris 418: | Baris 316: | ||
35A ayat (4} huruf d diberikan kepada Korban atau ahli warisnya. | 35A ayat (4} huruf d diberikan kepada Korban atau ahli warisnya. | ||
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembiayaannya dibebankan kepada negara. | (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembiayaannya dibebankan kepada negara. | ||
| Baris 438: | Baris 330: | ||
(9) Dalam hal pelaku Tindak Pidana Terorisme | (9) Dalam hal pelaku Tindak Pidana Terorisme | ||
meninggal dunia atau tidak ditemukan siapa pelakunya, Korban dapat diberikan kompensasi berdasarkan penetapan pengadilan. | meninggal dunia atau tidak ditemukan siapa pelakunya, Korban dapat diberikan kompensasi berdasarkan penetapan pengadilan. | ||
(10) Pembayaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban. | (10) Pembayaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban. | ||
| Baris 464: | Baris 350: | ||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan, penentuan jumlah kerugian, pembayaran kompensasi dan restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 36A diatur dengan Peraturan Pemerintah. | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan, penentuan jumlah kerugian, pembayaran kompensasi dan restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 36A diatur dengan Peraturan Pemerintah. | ||
22. Pasal 37 dihapus. | 22. Pasal 37 dihapus. | ||
| Baris 500: | Baris 380: | ||
(2) Dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme, Pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan prinsip pelindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian. | (2) Dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme, Pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan prinsip pelindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian. | ||
(3) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) | (3) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) | ||
| Baris 530: | Baris 404: | ||
pelaksanaan kesiapsiagaan nasional diatur dengan | pelaksanaan kesiapsiagaan nasional diatur dengan | ||
Peraturan Pemerintah. | Peraturan Pemerintah. | ||
Bagian Ketiga | Bagian Ketiga | ||
| Baris 559: | Baris 427: | ||
( 1) Deradikalisasi merupakan suatu proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang dilaksanakan untuk menghilangkan atau mengurangi dan membalikkan pemahaman radikal Terorisme yang telah terjadi. | ( 1) Deradikalisasi merupakan suatu proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang dilaksanakan untuk menghilangkan atau mengurangi dan membalikkan pemahaman radikal Terorisme yang telah terjadi. | ||
(2) Deradikalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat | (2) Deradikalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat | ||
| Baris 595: | Baris 457: | ||
dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan identifikasi dan penilaian. | dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan identifikasi dan penilaian. | ||
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan deradikalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. | (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan deradikalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. | ||
| Baris 630: | Baris 486: | ||
a. menyusun dan menetapkan kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan Terorisme; | a. menyusun dan menetapkan kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan Terorisme; | ||
b. menyelenggarakan koordinasi kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan Terorisme; dan | b. menyelenggarakan koordinasi kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan Terorisme; dan | ||
| Baris 658: | Baris 508: | ||
(1) Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi aksi Terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang. | (1) Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi aksi Terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang. | ||
(2) Dalam mengatasi aksi Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia. | (2) Dalam mengatasi aksi Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia. | ||
| Baris 687: | Baris 531: | ||
Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme | Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme | ||
menjadi Undang-Undang. | menjadi Undang-Undang. | ||
Pasal43L | Pasal43L | ||
| Baris 703: | Baris 541: | ||
yang menyelenggarakan urusan di bidang | yang menyelenggarakan urusan di bidang | ||
pelindungan saksi dan korban. | pelindungan saksi dan korban. | ||
(6) Besaran kompensasi kepada Korban dihitung dan ditetapkan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban setelah mendapatkan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. | (6) Besaran kompensasi kepada Korban dihitung dan ditetapkan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban setelah mendapatkan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. | ||
| Baris 727: | Baris 559: | ||
Pasal II | Pasal II | ||
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. | Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. | ||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | ||
| Baris 763: | Baris 589: | ||
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA | PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA | ||