Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018: Perbedaan antara revisi

tidak ada ringkasan suntingan
(←Membuat halaman berisi 'PRESIDEN REPLJBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME MENJADI UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tindak pidana terorisme yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan kejahatan yang seriu...')
 
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 14: Baris 14:


serta keterlibatan warga negara Indonesia dalam organisasi di dalam dan/ atau di luar negen yang bermaksud mclakukan permufakatan jahat yang mengarah pada tindak pidana terorisme, berpotensi mengancam keamanan dan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara, serta perdamaian dunia;
serta keterlibatan warga negara Indonesia dalam organisasi di dalam dan/ atau di luar negen yang bermaksud mclakukan permufakatan jahat yang mengarah pada tindak pidana terorisme, berpotensi mengancam keamanan dan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara, serta perdamaian dunia;
c. bahwa ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 2


c. bahwa untuk memberikan landasan hukum yang lebih kukuh guna menjamin pelindungan dan kepastian hukum dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, serta untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang;
c. bahwa untuk memberikan landasan hukum yang lebih kukuh guna menjamin pelindungan dan kepastian hukum dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, serta untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang;
Baris 33: Baris 27:


Indonesia Nomor 4284);
Indonesia Nomor 4284);
Dengan ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 3


Dengan Persetujuan Bersama
Dengan Persetujuan Bersama
Baris 61: Baris 49:
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
1. Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
2. Terorisme . . .
PRESIDEN REPLBLIK INDONESIA
- 4


2. Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/ atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
2. Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/ atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Baris 74: Baris 56:
rneledak, semua jenis mesiu, born, born pembakar, ranjau, granat tangan, atau semua Bahan Peledak dari bahan kimia atau bahan lain yang dipergunakan untuk rnenimbulkan ledakan.
rneledak, semua jenis mesiu, born, born pembakar, ranjau, granat tangan, atau semua Bahan Peledak dari bahan kimia atau bahan lain yang dipergunakan untuk rnenimbulkan ledakan.
6. Harta Kekayaan adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
6. Harta Kekayaan adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
7. Objek ...
PRES ID EN REPUBLIK INOONESIA
-5


7. Objek Vital yang Strategis adalah kawasan, tempat, lokasi, bangunan, atau instalasi yang:
7. Objek Vital yang Strategis adalah kawasan, tempat, lokasi, bangunan, atau instalasi yang:
Baris 97: Baris 73:


14. Organisasi lnternasional adalah organisasi yang berada dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi internasional lainnya di luar Perserikatan Bangsa Bangsa, atau organisasi yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan Bangsa-Bangsa.
14. Organisasi lnternasional adalah organisasi yang berada dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi internasional lainnya di luar Perserikatan Bangsa Bangsa, atau organisasi yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Ketentuan . . .
R ESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 6


2. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Baris 117: Baris 87:


4. Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 1 0A sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 1 0A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal l0A ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7


Pasal 10A
Pasal 10A
Baris 131: Baris 94:
memperdagangkan bahan potensial sebagai Bahan Peledak atau memperdagangkan senjata kimia, senjata biologi, radiologi, mikroorganisme, bahan nuklir, radioaktif atau komponennya untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 atau Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun.
memperdagangkan bahan potensial sebagai Bahan Peledak atau memperdagangkan senjata kimia, senjata biologi, radiologi, mikroorganisme, bahan nuklir, radioaktif atau komponennya untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 atau Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun.
(3) Dalam hal bahan potensial atau komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terbukti digunakan dalam Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.
(3) Dalam hal bahan potensial atau komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terbukti digunakan dalam Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.
(4) Setiap ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
-8


(4) Setiap Orang yang memasukkan ke dan/atau mengeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia suatu barang selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang dapat dipergunakan untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.
(4) Setiap Orang yang memasukkan ke dan/atau mengeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia suatu barang selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang dapat dipergunakan untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.
Baris 150: Baris 107:
mengendalikan Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.
mengendalikan Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.


Pasal 12B ...
Pasal 12B
 
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
 
- 9
 
(1) Setiap
Pasal 128


Orang yang dengan sengaja
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja
menyelenggarakan, memberikan, atau mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan Tindak Pidana Terorisme, dan/ atau ikut berperang di luar negeri untuk Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.
menyelenggarakan, memberikan, atau mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan Tindak Pidana Terorisme, dan/ atau ikut berperang di luar negeri untuk Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja merekrut,
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja merekrut,
Baris 175: Baris 125:
(4) dilakukan setelah
(4) dilakukan setelah
terpidana selesai menjalani pidana pokok.
terpidana selesai menjalani pidana pokok.
6. Di antara ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 10


6. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 13A sehingga berbunyi sebagai berikut:
6. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 13A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Baris 202: Baris 146:
8. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
8. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 15 ...
Pasal 15
 
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
 
- 11 Pasal 15
Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat,
Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat,


Baris 229: Baris 169:
pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang
pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang
Undang ini.
Undang ini.
(2) Untuk ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 12


(2)
(2)
Baris 252: Baris 186:
(8) Setiap penyidik yang melanggar ketentuan
(8) Setiap penyidik yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
11. Ketentuan . . .
PRESIDEN REPLUBLIK INDONESIA
- 13


11. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
11. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Baris 278: Baris 206:


Penuntut umum melakukan penelitian berkas perkara Tindak Pidana Terorisme dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak berkas perkara dari penyidik diterima.
Penuntut umum melakukan penelitian berkas perkara Tindak Pidana Terorisme dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak berkas perkara dari penyidik diterima.
13. Ketentuan . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 14


13. Ke ten tuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi se bagai berikut:
13. Ke ten tuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi se bagai berikut:
Baris 297: Baris 219:


(4) Hasil penyadapan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penyidikan Tindak Pidana Terorisme.
(4) Hasil penyadapan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penyidikan Tindak Pidana Terorisme.
(5) Penyadapan ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 15


(5) Penyadapan wajib dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik dan dilaporkan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
(5) Penyadapan wajib dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik dan dilaporkan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
Baris 319: Baris 235:
(2) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(2) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
16. Ketentuan ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 16


16. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
16. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Baris 350: Baris 260:
a. pelindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental;
a. pelindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental;
b. kerahasiaan identitas;
b. kerahasiaan identitas;
c. pemberian ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
-17


c. pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan terdakwa; dan
c. pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan terdakwa; dan
Baris 385: Baris 289:


(3) Karban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh penyidik berdasarkan hasil olah tempat kejadian Tindak Pidana Terorisme.
(3) Karban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh penyidik berdasarkan hasil olah tempat kejadian Tindak Pidana Terorisme.
(4) Bentuk ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 18


(4) Bentuk tanggung jawab negara sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) berupa:
(4) Bentuk tanggung jawab negara sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) berupa:
Baris 418: Baris 316:


35A ayat (4} huruf d diberikan kepada Korban atau ahli warisnya.
35A ayat (4} huruf d diberikan kepada Korban atau ahli warisnya.
(2) Kompensasi ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 19


(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembiayaannya dibebankan kepada negara.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembiayaannya dibebankan kepada negara.
Baris 438: Baris 330:
(9) Dalam hal pelaku Tindak Pidana Terorisme
(9) Dalam hal pelaku Tindak Pidana Terorisme
meninggal dunia atau tidak ditemukan siapa pelakunya, Korban dapat diberikan kompensasi berdasarkan penetapan pengadilan.
meninggal dunia atau tidak ditemukan siapa pelakunya, Korban dapat diberikan kompensasi berdasarkan penetapan pengadilan.
(10) Pembayaran ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 20


(10) Pembayaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban.
(10) Pembayaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban.
Baris 464: Baris 350:


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan, penentuan jumlah kerugian, pembayaran kompensasi dan restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 36A diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan, penentuan jumlah kerugian, pembayaran kompensasi dan restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 36A diatur dengan Peraturan Pemerintah.
22. Pasal 37 ...
PRES I DEN REPLBLIK INDONESIA
-21


22. Pasal 37 dihapus.
22. Pasal 37 dihapus.
Baris 500: Baris 380:


(2) Dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme, Pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan prinsip pelindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian.
(2) Dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme, Pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan prinsip pelindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian.
(3) Pencegahan ...
PRES!DEN REPUBLIK INDONESIA
- 22


(3) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
(3) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
Baris 530: Baris 404:
pelaksanaan kesiapsiagaan nasional diatur dengan
pelaksanaan kesiapsiagaan nasional diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah.
Bagian ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 23


Bagian Ketiga
Bagian Ketiga
Baris 559: Baris 427:


( 1) Deradikalisasi merupakan suatu proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang dilaksanakan untuk menghilangkan atau mengurangi dan membalikkan pemahaman radikal Terorisme yang telah terjadi.
( 1) Deradikalisasi merupakan suatu proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang dilaksanakan untuk menghilangkan atau mengurangi dan membalikkan pemahaman radikal Terorisme yang telah terjadi.
(2) Deradikalisasi ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 24


(2) Deradikalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Deradikalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
Baris 595: Baris 457:


dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan identifikasi dan penilaian.
dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan identifikasi dan penilaian.
(7) Ke tentuan . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 25


(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan deradikalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan deradikalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Baris 630: Baris 486:


a. menyusun dan menetapkan kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan Terorisme;
a. menyusun dan menetapkan kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan Terorisme;
b. menyelenggarakan ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 26


b. menyelenggarakan koordinasi kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan Terorisme; dan
b. menyelenggarakan koordinasi kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan Terorisme; dan
Baris 658: Baris 508:


(1) Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi aksi Terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang.
(1) Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi aksi Terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang.
(2) Dalam ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 27


(2) Dalam mengatasi aksi Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia.
(2) Dalam mengatasi aksi Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia.
Baris 687: Baris 531:
Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
menjadi Undang-Undang.
menjadi Undang-Undang.
Pasal 43L ...
PRESIDEN REPUBLI K INDONESIA
- 28


Pasal43L
Pasal43L
Baris 703: Baris 541:
yang menyelenggarakan urusan di bidang
yang menyelenggarakan urusan di bidang
pelindungan saksi dan korban.
pelindungan saksi dan korban.
(6) Besaran ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
-29


(6) Besaran kompensasi kepada Korban dihitung dan ditetapkan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban setelah mendapatkan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(6) Besaran kompensasi kepada Korban dihitung dan ditetapkan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban setelah mendapatkan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Baris 727: Baris 559:
Pasal II
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 30


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Baris 763: Baris 589:


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2018
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME MENJADI UNDANG-UNDANG
I. UMUM
Tindak Pidana Terorisme merupakan kejahatan senus yang dilakukan dengan menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dengan sengaja, sistematis, dan terencana, yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas dengan target aparat negara, penduduk sipil secara acak atau tidak terseleksi, serta Objek Vital yang Strategis, lingkungan hidup, dan Fasilitas Publik atau fasilitas internasional dan cenderung tumbuh menjadi bahaya simetrik yang membahayakan keamanan dan kedaulatan negara, integritas teritorial, perdamaian, kesejahteraan dan keamanan manusia, baik nasional, regional, maupun internasional.
Tindak Pidana Terorisme pada dasarnya bersifat transnasional dan terorganisasi karena memiliki kekhasan yang bersifat klandestin yaitu rahasia, diam-diam, atau gerakan bawah tanah, lintas negara yang didukung oleh pendayagunaan teknologi modern di bidang komunikasi, informatika, transportasi, dan persenjataan modern sehingga memerlukan kerja sama di tingkat internasional untuk menanggulanginya.
Tindak ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 2
Tindak Pidana Terorisme dapat disertai dengan motif ideologi atau motif politik, atau tujuan tertentu serta tujuan lain yang bersifat pribadi, ekonomi, dan radikalisme yang membahayakan ideologi negara dan keamanan negara. Oleh karena itu, Tindak Pidana Terorisme selalu diancam dengan pidana berat oleh hukum pidana dalam yurisdiksi negara.
Dengan adanya rangkaian peristiwa yang melibatkan warga negara Indonesia bergabung dengan organisasi tertentu yang radikal dan telah ditetapkan sebagai organisasi atau kelompok teroris, atau organisasi lain yang bermaksud melakukan permufakatan jahat yang mengarah pada Tindak Pidana Terorisme, baik di dalam maupun di luar negeri, telah menimbulkan ketakutan masyarakat dan berdampak pada kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan dan ketertiban masyarakat, ketahanan nasional, serta hubungan internasional. Organisasi tertentu yang radikal dan mengarah pada Tindak Pidana Terorisme tersebut merupakan kejahatan lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas yang secara nyata telah menimbulkan terjadinya Tindak Pidana Terorisme yang bersifat masif jika tidak segera diatasi mengancam perdamaian dan keamanan, baik nasional maupun internasional.
Sejalan dengan salah satu tujuan negara yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang berbunyi bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, perubahan Undang Undang ini memberikan landasan normatif bahwa negara bertanggung jawab dalam melindungi Karban dalam bentuk bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis, dan santunan bagi yang meninggal dunia serta kompensasi. Namun bentuk tanggung jawab negara dalam melindungi Karban tidak menghilangkan hak Karban untuk mendapatkan restitusi sebagai ganti kerugian oleh pelaku kepada Karban.
Dalam ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 3
Dalam pemberantasan Tindak Pidana Terorisme aspek pencegahan secara simultan, terencana dan terpadu perlu dikedepankan untuk meminimalisasi terjadinya Tindak Pidana Terorisme. Pencegahan secara optimal dilakukan dengan melibatkan kementerian atau lembaga terkait serta seluruh komponen bangsa melalui upaya kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi yang dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Untuk mengoptimalkan pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, perlu penguatan fungsi kelembagaan khususnya fungsi koordinasi yang diselenggarakan dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme berikut mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh lembaga perwakilan dalam hal ini badan kelengkapan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang melaksanakan tugas di bidang penanggulangan Terorisme. Selain itu, penanganan Tindak Pidana Terorisme juga merupakan tanggung jawab bersama lembaga-lembaga yang terkait, termasuk Tentara Nasional Indonesia yang memiliki tugas pokok dan fungsi dalam mengatasi aksi Terorisme. Peran Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi aksi Terorisme tetap dalam koridor pelaksanaan tugas dan fungsi Tentara Nasional Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Tentara Nasional Indonesia dan Pertahanan Negara.
Dalam rangka memberikan landasan hukum yang lebih kukuh guna menjamin pelindungan dan kepastian hukum dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, serta untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat, perlu dilakukan perubahan secara proporsional dengan tetap menjaga keseimbangan antara kebutuhan penegakan hukum, pelindungan hak asasi manusia, dan kondisi sosial politik di Indonesia.
Berdasarkan . . .
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 4
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang.
Beberapa materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang ini, antara lain:
a. kriminalisasi baru terhadap berbagai modus baru Tindak Pidana Terorisme seperti jenis Bahan Peledak, mengikuti pelatihan militer/ paramiliter/ pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dengan maksud melakukan Tindak Pidana Terorisme;
b. pemberatan sanksi pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Terorisme, baik permufakatan jahat, persiapan, percobaan, dan pembantuan untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme;
c. perluasan sanksi pidana terhadap Korporasi yang dikenakan kepada pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang yang mengarahkan Korporasi;
d. penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk memiliki paspor dalam jangka waktu tertentu;
e. kekhususan terhadap hukum acara pidana seperti penambahan waktu penangkapan, penahanan, dan perpanjangan penangkapan dan penahanan untuk kepentingan penyidik dan penuntut umum, serta penelitian berkas perkara Tindak Pidana Terorisme oleh penuntut umum;
f. pelindungan Korban sebagai bentuk tanggung jawab negara;
g. pencegahan Tindak Pidana Terorisme dilaksanakan oleh instansi terkait sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; dan
h. kelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, peran
Tentara Nasional Indonesia, dan pengawasannya.
II. PASAL ...
PRES I DEN REPUBLI K INDONESIA
-5
II. PASAL DEMI PASAL
PasalI
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal5
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal6
Yang dimaksud dengan "korban yang bersifat massal" adalah korban yang berjumlah banyak.
Angka 4
Pasal 10A Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "barang'' adalah
barang bergerak atau tidak bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, antara lain informasi, peta, gambar, dan citra.
Angka 5 ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
-6
Angka 5
Pasal 12A Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Organisasi Terorisme dalam ketentuan ini antara lain organisasi yang bersifat klandestin yaitu rahasia, diam-diam atau gerakan bawah tanah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12B Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pelatihan lain" misalnya pelatihan teknologi informasi dan pelatihan merakit born.
Yang dimaksud dengan "ikut berperang" antara lain ikut membantu, baik langsung maupun tidak langsung dalam perang, contohnya sebagai tenaga medis, logistik, dan kurir.
Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4)
Cukup jelas. Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 6 ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
-7 Angka 6
Pasal 13A
Yang dimaksud dengan "dapat mengakibatkan" dalam ketentuan ini ditujukan bagi Setiap Orang yang terdeteksi dan/ atau memiliki hubungan dengan organisasi Terorisme dan dengan sengaja mengucapkan ucapan, sikap atau perilaku dengan tujuan menghasut melakukan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan.
Angka 7
Pasal 14
Ketentuan ini ditujukan terhadap aktor intelektual.
Yang dimaksud dengan "menggerakkan antara
lain melakukan hasutan dan provokasi, memberikan hadiah, uang, atau janji.
Angka 8
Pasal 15
Ketentuan ini merupakan aturan khusus, karena itu tidak berlaku ancaman pidana pada permufakatan jahat, persiapan, percobaan dan pembantuan tindak pidana yang lebih rendah daripada ancaman tindak pidana yang telah selesai.
Yang dimaksud dengan "persiapan dalam
ketentuan ini jika pembuat berusaha untuk mendapatkan atau menyiapkan sarana berupa alat, mengumpulkan informasi, atau menyusun perencanaan tindakan, atau melakukan tindakan serupa yang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi dilakukannya perbuatan yang secara langsung ditujukan bagi penyelesaian Tindak Pidana Terorisme.
Angka 9 ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 8 Angka 9
Pasal 16A
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal25
Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas. Ayat (5)
Cukup jelas. Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Dalam ketentuan ini, penahanan dilakukan dengan tetap mendasarkan pada hak asasi manusia antara lain tersangka diperlakukan secara manusiawi, tidak disiksa, tidak diperlakukan secara kejam, dan tidak direndahkan martabatnya sebagai manusia.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 9
Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Dalam ketentuan ini, penangkapan
dilakukan dengan tetap mendasarkan pada hak asasi manusia antara lain diperlakukan secara manusiawi, tidak disiksa, tidak diperlakukan secara kejam, dan tidak direndahkan martabatnya sebagai manusa.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal28A
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 31
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal31A
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal33
Cukup jelas.
Angka 16
Pasal34
Cukup jelas.
Angka 17 ...
PRES I DEN REPUBLI K INDONESIA
- 10 Angka 17
Pasal 34A
Cukup jelas.
Angka 18
Cukup jelas.
Angka 19
Pasal35A Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "Korban langsung" adalah Korban yang langsung mengalami dan merasakan akibat Tindak Pidana Terorisme, misalnya Korban meninggal atau Iuka berat karena ledakan born.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "Korban tidak langsung'' adalah mereka yang menggantungkan hidupnya kepada Korban langsung, misalnya istri yang kehilangan suami yang merupakan
Korban langsung atau sebaliknya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penyidik adalah penyidik yang melakukan olah tempat kejadian perkara.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 35B ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 11 Pasal35B
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan instansi/lembaga terkait antara lain kementerian/lembaga, pemerintah daerah, swasta, dan organisasi nonpemerintah.
Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 20
Pasal36
Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam ketentuan 1n1, mekanisme pengajuan kompensasi dilaksanakan sejak tahap penyidikan. Selanjutnya penuntut umum menyampaikan jumlah kerugian yang diderita Korban akibat Tindak Pidana Terorisme bersama dengan tuntutan. Jumlah kompensasi dihitung secara proporsional dan rasional dengan mendasarkan pada kerugian materiel dan imateriel.
Ayat (4)
Cukup jelas. Ayat (5)
Cukup j elas.
Ayat (6) ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 12
Angka 21
Ayat (6)
Cukup jelas. Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas. Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal36A
Cukup jelas.
Pasal36B
Cukup jelas.
Angka 22
Pasal 37
Dihapus.
Angka 23
Pasal38
Dihapus.
Angka 24
Pasal39
Dihapus.
Angka 25
Pasal40
Dihapus.
Angka 26...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 13 Angka 26
Pasal 41
Dihapus.
Angka 27
Pasal 42
Dihapus.
Angka 28
Pasal43
Ketentuan ini dimaksudkan untuk efisiensi dan efektivitas pencegahan, penegakan hukum, dan pemulihan Korban.
Angka 29
Pasal43A Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "prinsip kehati-hatian" adalah suatu asas yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan tugas pencegahan, pejabat yang berwenang selalu bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka memberikan pelindungan hukum dan hak perseorangan atau kelompok orang yang dipercayakan kepada pejabat tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 43B
Cukup jelas.
Pasal 43C ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 14
Pasal 43C Ayat ( 1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kontra narasi, kontra propaganda, atau kontra ideologi" adalah berbagai upaya untuk melawan paham radikal Terorisme dalam bentuk lisan, tulisan, dan media literasi lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 430
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "terencana" adalah berdasarkan kebijakan dan rencana strategis nasional.
Yang dimaksud dengan "terpadu" adalah dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait.
Yang dimaksud dengan "sistematis" adalah melalui tahapan dan program tertentu.
Yang dimaksud dengan
"berkesinambungan" adalah dilakukan secara terus-menerus.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 15 Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas. Huruf f
Yang dimaksud dengan "orang atau kelompok orang yang sudah terpapar paham radikal Terorisme adalah orang atau kelompok orang yang memiliki paham radikal Terorisme dan berpotensi melakukan Tindak
Pidana Terorisme.
Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "identifikasi dan penilaian" adalah penggambaran secara rinci tingkat keterpaparan seseorang mengenai peran atau keterlibatannya dalam kelompok atau jaringan sehingga dapat diketahui tingkat radikal Terorismenya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "rehabilitasi" adalah pemulihan atau penyembuhan untuk menurunkan tingkat radikal Terorisme seseorang.
Huruf c ...
PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA
- 16
Huruf c
Yang dimaksud dengan "reedukasi" adalah pembinaan atau penguatan kepada seseorang agar meninggalkan paham radikal Terorisme.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "reintegrasi sosial" adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan orang yang terpapar paham radikal Terorisme agar dapat kembali ke dalam keluarga
dan masyarakat.
Ayat (5)
Cukup jelas. Ayat (6)
Cukup jelas. Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 43E
Ayat(l)
Penyebutan "badan" yang ditentukan dalam pasal-pasal sebelumnya dimaknai sebagai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 43F
Huruf a
Cukup jelas.
Hurufb ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 17 Huruf b
Dalam ketentuan ini "menyelenggarakan koordinasi" dimaksudkan untuk mencapai sinergi antarlembaga terkait.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 43G Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "mengoordinasikan antarpenegak hukum" adalah koordinasi yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dengan penyidik, penuntut umum, dan petugas pemasyarakatan termasuk instansi lain yang menunjang pelaksanaan penegakan hukum yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 43H
Cukup jelas.
Pasal 431
Ayat(l)
Cukup jelas.
Ayat (2) ...
PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA
- 18
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia" adalah tugas pokok dan fungsi sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang yang mengatur mengenai Pertahanan Negara.
Ayat (3)
Pembentukan Peraturan Presiden dalam ketentuan ini dilakukan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal43J
Cukup jelas.
Pasal 43K
Cukup jelas.
Pasal43L Ayat(l)
Yang dimaksud dengan "Korban langsung yang diakibatkan dari Tindak Pidana Terorisme sebelum Undang-Undang ini mulai berlaku" adalah Karban yang diakibatkan dari Tindak Pidana Terorisme
yang terjadi sejak berlakunya Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Ayat (2) ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 19
Angka 30
Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4)
Cukup jelas. Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas. Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal46
Dihapus.
Angka 31
Pasal46A
Cukup jelas.
Pasal 46B
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6216