Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023/Buku Kesatu/BAB III: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 96: | Baris 96: | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|61| | {{Perundangan pasal|61| | ||
{{Perundangan ayat|61|1|Pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana denda yang dijatuhkan dikurangi seluruh atau sebagian masa penangkapan dan/atau penahanan yang telah dijalani terdakwa sebelum putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.}} | |||
{{Perundangan ayat|61|2|Pengurangan pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepadankan dengan penghitungan pidana penjara pengganti denda.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|62| | {{Perundangan pasal|62| | ||
{{Perundangan ayat|62|1|Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan pidana mati.}} | |||
{{Perundangan ayat|62|2|Ketentuan mengenai syarat dan tata cara permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Undang-Undang.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|63| | {{Perundangan pasal|63| | ||
Baris 120: | Baris 119: | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|65| | {{Perundangan pasal|65| | ||
(1) Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a terdiri atas: | |||
a. pidana penjara; | |||
b. pidana tutupan; | |||
c. pidana pengawasan; | |||
d. pidana denda; dan | |||
e. pidana kerja sosial. | |||
(21 Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan berat atau ringannya pidana. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|66| | {{Perundangan pasal|66| | ||
(1) | |||
Pasal 66 | |||
Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b terdiri atas: | |||
a. pencabutan hak tertentu; | |||
b. perampasan Barang tertentu dan/ atau tagihan; | |||
c. pengumuman putusan hakim; | |||
d. pembayaran ganti rugi; | |||
e. pencabutan izin tertentu; dan | |||
f. pemenuhan kewajiban adat setempat. | |||
(2) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat dikenakan dalam hal penjatuhan pidana pokok saja tidak cukup untuk mencapai tujuan | |||
(3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan 1 (satu) jenis atau lebih. | |||
(41 Pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidananya. | |||
(5) Pidana tambahan bagi anggota Tentara Nasional Indonesia yang melakukan Tindak Pidana dalam perkara koneksitas dikenakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Tentara Nasional Indonesia. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|67| | {{Perundangan pasal|67| | ||
Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|68| | {{Perundangan pasal|68| | ||
(1 Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu. | |||
(21 Pidana penjara untuk waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15 (lima belas) tahun berturut turut atau paling singkat 1 (satu) Hari, kecuali ditentukan minimum | |||
khusus. | |||
(3) Dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan pidana atas Tindak Pidana yang dijatuhi pidana penjara | |||
15 (lima belas) tahun, pidana penjara untuk waktu tertentu dapat dijatuhkan untuk waktu 20 (dua puluh) tahun berturut turut. | |||
(41 Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh dijatuhkan lebih dari 20 (dua puluh) tahun. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|69| | {{Perundangan pasal|69| | ||
(1) Jika narapidana yang menjalani pidana penjara seumur hidup telah menjalani pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun, pidana penjara seumur hidup dapat diubah menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung. | |||
l2l Ketentuan mengenai tata cara perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|70| | {{Perundangan pasal|70| | ||
(1) Dengan tetap mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54, pidana penjara sedapat mungkin tidak | |||
dijatuhkan jika ditemukan keadaan: | |||
a. terdakwa adalah Anak; | |||
b. terdakwa berumur di atas 75 (tujuh puluh lima) tahun; | |||
c. terdakwa baru pertama kali melakukan Tindak Pidana; | |||
d. kerugian dan penderitaan Korban tidak terlalu besar; | |||
e. terdakwa telah membayar ganti rugi kepada Korban; | |||
f. terdakwa tidak menyadari bahwa Tindak Pidana yang dilakukan akan menimbulkan kerugian yang besar; | |||
g. Tindak Pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain; | |||
h. Korban Tindak Pidana mendorong atau menggerakkan terjadinya Tindak Pidana tersebut; | |||
i. Tindak Pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak mungkin terulang lagi; | |||
j. kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan Tindak Pidana yang lain; | |||
k. pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa atau keluarganya; | |||
L pembinaan di luar lemb"ga pemasyarakatan diperkirakan akan berhasil untuk diri terdakwa; | |||
m. penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak akan mengurangi sifat berat Tindak Pidana yang dilakukan terdakwa; | |||
n. Tindak Pidana terjadi di kalangan keluarga; dan/ atau | |||
o. Tindak Pidana terjadi karena kealpaan. (21 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi: | |||
a. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; | |||
b. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus; | |||
c. Tindak Pidana tertentu yang sangat membahayakan atau merugikan masyarakat; atau | |||
d. Tindak Pidana yang merugikan keuangan atau perekonomian negara. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|71| | {{Perundangan pasal|71| | ||
(1) Jika seseorang melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun, sedangkan hakim berpendapat tidak perlu | |||
menjatuhkan pidana penjara setelah mempertimbangkan tujuan pemidanaan dan pedoman | |||
pemidanaan sebagai62na dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54, orang tersebut dapat dijatuhi pidana denda. | |||
(21 Pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dijatuhkan jika: | |||
a. tanpa Korban; | |||
b. Korban tidak mempermasalahkan; atau | |||
c. bukan pengulangan Tindak Pidana. | |||
(3) Pidana denda yang dapat dijatuhkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pidana denda paling banyak kategori V dan pidana denda paling sedikit kategori III. | |||
(41 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf c tidak berlaku bagi orang yang pernah dijatuhi pidana penjara untuk Tindak Pidana yang dilakukan sebelum berumur 18 (delapan belas) tahun. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|72| | {{Perundangan pasal|72| | ||
(1) Narapidana yang telah menjalani paling singkat 2l 3 ldua per tiga) dari pidana penjara yang dijatuhkan dengan ketentuan 213 ldua per tiga) tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) Bulan dapat diberi pembebasan bersyarat. | |||
(21 Narapidana yang menjalani beberapa pidana penjara berturut turut rlianggap jumlah pidananya sebagai 1 (satu) pidana. | |||
(3) Dalam memberikan pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan masa percobaan dan syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan. | |||
(4) Masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani ditambah dengan 1 (satu) tahun. | |||
(5) Narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditahan sebagai tersangka atau terdakwa dalam perkara lain tidak diperhitungkan waktu penahanannya sebagai | |||
masa percobaan. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|73| | {{Perundangan pasal|73| | ||
(l) Syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan sebagaimana dimalsud dalam Pasal 72 ayal (3) terdiri atas: | |||
a. syarat umum berupa narapidana tidak akan melakukan Tindak Pidana; dan | |||
b. syarat khusus berupa narapidana harus melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, tanpa mengurangi kemerdekaan beragama, menganut kepercayaan, dan berpolitik, kecuali ditentukan lain oleh hakim. | |||
(21 Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diubah, dihapus, atau diadakan syarat baru yang semata-mata bertujuan untuk pembimbingan narapidana. | |||
(3) Narapidana yang melanggar syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut pembebasan bersyaratnya. | |||
(4) Pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dicabut setelah melampaui 3 (tiga) Bulan terhitung sejak saat habisnya masa percobaan, kecuali dalam waktu 3 (tiga) Bulan terhitung sejak habisnya masa percobaan, narapidana dituntut karena melakukan Tindak Pidana yang dilakukan dalam masa | |||
percobaan. | |||
(5) Dalam hal narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dijatuhi pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana denda paling sedikit kategori [I, pembebasan bersyarat yang bersangkutan dicabut. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|74| | {{Perundangan pasal|74| | ||
(1) Orang yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara karena keadaan pribadi, perbuatannya dapat dijatuhi pidana tutupan. | |||
(21 Pidana tutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati. | |||
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku, jika cara melakukan atau akibat dari Tindak Pidana tersebut sedemikian rupa sehingga terdakwa lebih tepat untuk dljatuhi pidana penjara. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|75| | {{Perundangan pasal|75| | ||
Terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dapat dijatuhi pidana pengawasan dengan tetap memperhatikan | |||
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54 dan Pasal 70. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|76| | {{Perundangan pasal|76| | ||
(1) Pidana pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dijatuhkan paling lama sama dengan pidana penjara yang diancamkan yang tidak lebih dari 3 (tiga) tahun. | |||
(21 Dalam putusan pidana pengawasan ditetapkan syarat umum, berupa terpidana tidak akan melakukan Tindak Pidana lagi. | |||
(3) Selain syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (21, dalam putusan juga dapat ditetapkan syarat khusus, berupa: | |||
a. terpidana dalam waktu tertentu yang lebih pendek dari masa pidana pengawasan harus mengganti seluruh atau sebagian kemgian yang timbul akibat Tindak Pidana yang dilakukan; dan/atau | |||
b. terpidana harus melakukan atau tidak melakukan sesuatu tanpa mengurangi kemerdekaan beragama, kemerdekaan menganut kepercayaan, dan/atau kemerdekaan berpolitik. | |||
(4) Dalam hal terpidana melanggar syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terpidana wajib menjalani pidana penjara yang lamanya tidak lebih dari ancarnan pidana penjara bagi Tindak Pidana itu. | |||
(5) Dalam hal terpidana melanggar syarat khusus tanpa alasan yang sah, jaksa berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan mengusulkan kepada hakim agar terpidana menjalani pidana penjara atau memperpanjang masa pengawasan yang ditentukan oleh hakim yang lamanya tidak lebih dari pidana pengawasan yang dijatuhkan. | |||
(6) Jaksa dapat mengusulkan pengurangan masa pengawasan kepada hakim jika selama dalam pengawasan terpidana menunjukkan kelakuan yang baik, berdasarkan pertimbangan pembimbing | |||
l7l Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan batas pengurangan dan perpanjangan masa pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|77| | {{Perundangan pasal|77| | ||
(1) Jika terpidana selama menjalani pidana pengawasan melakukan Tindak Pidana dan dijatuhi pidana yang bukan pidana mati atau bukan pidana penjara, pidana pengawasan tetap dilaksanakan. | |||
(21 Jika terpidana dijatuhi pidana penjara, pidana pengawasan ditunda dan dilaksanakan kembali setelah terpidana selesai menjalani pidana penjara. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|78| | {{Perundangan pasal|78| | ||
(1) Pidana denda merupakan sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan. | |||
(21 Jika tidak ditentukan minimum khusus, pidana denda ditetapkan paling sedikit Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah). | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|79| | {{Perundangan pasal|79| | ||
(l) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: | |||
a. kategori I, Rp1.000.00O,0O (satu juta rupiah); | |||
b. kategori II, Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); | |||
c. kategori III, Rp50.0O0.O00,0O (lima puluh juta rupiah); | |||
d. kategori IV, Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); | |||
e. kategori V, Rp500.000.000,O0 (lima ratus juta rupiah); | |||
f. kategori VI, Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); | |||
g. kategori VII, RpS.0O0.O00.0O0,O0 (lima miliar rupiah); dan | |||
h. kategori VIII, Rp5O.0O0.O0O.00O,0O (lima puluh miliar rupiah). | |||
(21 Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan Peraturan | |||
Pemerintah. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|80| | {{Perundangan pasal|80| | ||
(l) Dalam menjatuhkan pidana denda, hakim wajib mempertimbangkan kemampuan terdakwa dengan memperhatikan penghasilan dan pengeluaran terdakwa secara nyata, | |||
(21 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi penerapan minimum khusus pidana denda yang ditetapkan. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|81| | {{Perundangan pasal|81| | ||
(l) Pidana denda wajib dibayar dalam jangka waktu tertentu yang dimuat dalam putusan pengadilan. | |||
(21 Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menentukan pembayaran pidana denda dengan cara mengangsur. | |||
(3) Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kekayaan atau pendapatan terpidana dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|82| | {{Perundangan pasal|82| | ||
(1) Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) tidak cukup atau tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, pidana denda yang tidak dibayar tersebut diganti dengan pidana penjara, pidana pengawasan, atau pidana kerja sosial dengan ketentuan pidana denda tersebut tidak melebihi pidana denda kategori II. | |||
l2l Lama pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada | |||
ayat (r) meliputi: | |||
a. untuk pidana penjara pengganti, paling singkat I (satu) Bulan dan paling lama 1 (satu) tahun yang dapat diperberat paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) Bulan jika ada perbarengan; | |||
b. untuk pidana pengawasan pengganti, paling singkat I (satu) Bulan dan paling lama 1 (satu) tahun, berlaku syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat(21 dan ayat (3); atau | |||
c. untuk pidana kerja sosial pengganti paling singkat 8 (delapan) jam dan paling lama 240 (dua ratus empat puluh) jam. | |||
(3) Jika pada saat menjalani pidana pengganti sebagian pidana denda dibayar, lama pidana pengganti dikurangi menurut ukuran yang sepadan. | |||
l4l Perhitungan lama pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada ukuran untuk setiap pidana denda Rp50.O0O,0O (lima puluh ribu rupiah) atau kurang yang disepadankan dengan: | |||
a. 1 (satu) jam pidana kerja sosial pengganti; atau | |||
b. 1 (satu) Hari pidana pengawasan atau pidana penjara pengganti. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|83| | {{Perundangan pasal|83| |
Revisi per 23 Oktober 2023 13.34
(BAB III)
PEMIDANAAN, PIDANA, DAN TINDAKAN
Bagian Kesatu
Tujuan dan Pedoman Pemidanaan
Paragraf 1 - Tujuan Pemidanaan
Pasal 51
Pemidanaan bertujuan:
a. mencegah dilakukannya Tindak Pidana dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat;
b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna;
c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat Tindak Pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa arnan dan damai dalam masyarakat; dan
d. menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Pasal 52
Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk merendahkan martabat manusia.
Paragraf 2 - Pedoman Pemidanaan
Pasal 53
1 | Dalam mengadili suatu perkara pidana, hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan. |
2 | Jika dalam menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan. |
Pasal 54
1 | Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan:
a. bentuk kesalahan pelaku Tindak Pidana; b. motif dan tujuan melakukan Tindak Pidana; c. sikap batin pelaku Tindak Pidana; d. Tindak Pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak direncanakan; e. cara melakukan Tindak Pidana; f. sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan Tindak Pidana; g. riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pelalu Tindak Pidana; h. pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku Tindak Pidana; i. pengaruh Tindak Pidana terhadap Korban atau keluarga Korban; j. pemaafan dari Korban dan/atau keluarga Korban; dan/ atau k. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat |
2 | Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, atau keadaan pada waktu dilakukan Tindak Pidana serta yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan. |
Pasal 55
Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana tidak dibebaskan dari pertanggungiawaban pidana berdasarkan alasan peniadaan pidana jika orang tersebut telah dengan sengaja menyebabkan terjadinya keadaan yang dapat menjadi alasan peniadaan pidana tersebut.
Pasal 56
Dalam pemidanaan terhadap Korporasi wajib dipertimbangkan:
a. tingkat kerugian atau dampak yang ditimbulkan;
b. tingkat keterlibatan pengunrs yang mempunyai kedudukan fungsional Korporasi dan/ atau peran pemberi perintah, pemegang kendali, dan/ atau pemilik manfaat Korporasi;
c. lamanya Tindak Pidana yang telah dilakukan;
d. frekuensi Tindak Pidana oleh Korporasi;
e. bentuk kesalahan Tindak Pidana;
f. keterlibatan Pejabat;
g. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat;
h. rekam jejak Korporasi dalam melakukan usaha atau kegiatan;
i. pengaruh pemidanaan terhadap Korporasi; dan/ atau
j. kerja sama Korporasi dalam penanganan Tindak Pidana.
Paragraf 3 - Pedoman Penerapan Pidana Penjara dengan Perumusan Tunggal dan Perumusan Alternatif
Pasal 57
Dalam hal Tindak Pidana diancam dengan pidana pokok secara alternatif, penjatuhan pidana pokok yang lebih ringan harus lebih diutamakan, jika hal itu dipertimbangkan telah sesuai dan dapat menunjang tercapainya tujuan pemidanaan.
Paragraf 4 - Pemberatan Pidana
Pasal 58
Faktor yang memperberat pidana meliputi:
a. Pejabat yang melakukan Tindak Pidana sehingga melanggar kewajiban jabatan yang khusus atau melakukan Tindak Pidana dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan;
b. penggunaan bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, atau lambang negara Indonesia pada waktu melakukan Tindak Pidana; atau
c. pengulangan Tindak Pidana.
Pasal 59
Pemberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dapat ditambah paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman pidana.
Paragraf 5 - Ketentuan Lain tentang Pemidanaan
Pasal 60
l | Pidana penjara dan pidana tutupan bagi terpidana yang sudah berada di dalam tahanan mulai berlaku pada saat putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. |
2 | Dalam hal terpidana tidak berada di dalam tahanan, pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pada saat putusan pengadilan mulai dilaksanakan. |
Pasal 61
1 | Pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana denda yang dijatuhkan dikurangi seluruh atau sebagian masa penangkapan dan/atau penahanan yang telah dijalani terdakwa sebelum putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. |
2 | Pengurangan pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepadankan dengan penghitungan pidana penjara pengganti denda. |
Pasal 62
1 | Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan pidana mati. |
2 | Ketentuan mengenai syarat dan tata cara permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Undang-Undang. |
Pasal 63
Jika narapidana melarikan diri, masa selama narapidana melarikan diri tidak diperhitungkan sebagai waktu menjalani pidana penjara
Bagian Kedua
Pidana dan Tindakan
Paragraf 1 - Pidana
Pasal 64
Pidana terdiri atas:
a. pidana pokok;
b. pidana tambahan; dan
c. pidana yang bersifat khusus untuk Tindak Pidana tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang.
Pasal 65
(1) Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a terdiri atas:
a. pidana penjara;
b. pidana tutupan;
c. pidana pengawasan;
d. pidana denda; dan
e. pidana kerja sosial.
(21 Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan berat atau ringannya pidana.
Pasal 66
(1) Pasal 66 Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b terdiri atas:
a. pencabutan hak tertentu;
b. perampasan Barang tertentu dan/ atau tagihan;
c. pengumuman putusan hakim;
d. pembayaran ganti rugi;
e. pencabutan izin tertentu; dan
f. pemenuhan kewajiban adat setempat.
(2) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat dikenakan dalam hal penjatuhan pidana pokok saja tidak cukup untuk mencapai tujuan
(3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan 1 (satu) jenis atau lebih.
(41 Pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidananya.
(5) Pidana tambahan bagi anggota Tentara Nasional Indonesia yang melakukan Tindak Pidana dalam perkara koneksitas dikenakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Tentara Nasional Indonesia.
Pasal 67
Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif.
Pasal 68
(1 Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu.
(21 Pidana penjara untuk waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15 (lima belas) tahun berturut turut atau paling singkat 1 (satu) Hari, kecuali ditentukan minimum khusus.
(3) Dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan pidana atas Tindak Pidana yang dijatuhi pidana penjara 15 (lima belas) tahun, pidana penjara untuk waktu tertentu dapat dijatuhkan untuk waktu 20 (dua puluh) tahun berturut turut.
(41 Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh dijatuhkan lebih dari 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 69
(1) Jika narapidana yang menjalani pidana penjara seumur hidup telah menjalani pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun, pidana penjara seumur hidup dapat diubah menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.
l2l Ketentuan mengenai tata cara perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 70
(1) Dengan tetap mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54, pidana penjara sedapat mungkin tidak dijatuhkan jika ditemukan keadaan:
a. terdakwa adalah Anak;
b. terdakwa berumur di atas 75 (tujuh puluh lima) tahun;
c. terdakwa baru pertama kali melakukan Tindak Pidana;
d. kerugian dan penderitaan Korban tidak terlalu besar;
e. terdakwa telah membayar ganti rugi kepada Korban;
f. terdakwa tidak menyadari bahwa Tindak Pidana yang dilakukan akan menimbulkan kerugian yang besar;
g. Tindak Pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain;
h. Korban Tindak Pidana mendorong atau menggerakkan terjadinya Tindak Pidana tersebut;
i. Tindak Pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak mungkin terulang lagi;
j. kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan Tindak Pidana yang lain;
k. pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa atau keluarganya;
L pembinaan di luar lemb"ga pemasyarakatan diperkirakan akan berhasil untuk diri terdakwa;
m. penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak akan mengurangi sifat berat Tindak Pidana yang dilakukan terdakwa;
n. Tindak Pidana terjadi di kalangan keluarga; dan/ atau
o. Tindak Pidana terjadi karena kealpaan. (21 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus;
c. Tindak Pidana tertentu yang sangat membahayakan atau merugikan masyarakat; atau
d. Tindak Pidana yang merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Pasal 71
(1) Jika seseorang melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun, sedangkan hakim berpendapat tidak perlu menjatuhkan pidana penjara setelah mempertimbangkan tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan sebagai62na dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54, orang tersebut dapat dijatuhi pidana denda.
(21 Pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dijatuhkan jika:
a. tanpa Korban;
b. Korban tidak mempermasalahkan; atau
c. bukan pengulangan Tindak Pidana.
(3) Pidana denda yang dapat dijatuhkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pidana denda paling banyak kategori V dan pidana denda paling sedikit kategori III.
(41 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf c tidak berlaku bagi orang yang pernah dijatuhi pidana penjara untuk Tindak Pidana yang dilakukan sebelum berumur 18 (delapan belas) tahun.
Pasal 72
(1) Narapidana yang telah menjalani paling singkat 2l 3 ldua per tiga) dari pidana penjara yang dijatuhkan dengan ketentuan 213 ldua per tiga) tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) Bulan dapat diberi pembebasan bersyarat.
(21 Narapidana yang menjalani beberapa pidana penjara berturut turut rlianggap jumlah pidananya sebagai 1 (satu) pidana.
(3) Dalam memberikan pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan masa percobaan dan syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.
(4) Masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani ditambah dengan 1 (satu) tahun.
(5) Narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditahan sebagai tersangka atau terdakwa dalam perkara lain tidak diperhitungkan waktu penahanannya sebagai masa percobaan.
Pasal 73
(l) Syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan sebagaimana dimalsud dalam Pasal 72 ayal (3) terdiri atas:
a. syarat umum berupa narapidana tidak akan melakukan Tindak Pidana; dan
b. syarat khusus berupa narapidana harus melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, tanpa mengurangi kemerdekaan beragama, menganut kepercayaan, dan berpolitik, kecuali ditentukan lain oleh hakim.
(21 Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diubah, dihapus, atau diadakan syarat baru yang semata-mata bertujuan untuk pembimbingan narapidana.
(3) Narapidana yang melanggar syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut pembebasan bersyaratnya.
(4) Pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dicabut setelah melampaui 3 (tiga) Bulan terhitung sejak saat habisnya masa percobaan, kecuali dalam waktu 3 (tiga) Bulan terhitung sejak habisnya masa percobaan, narapidana dituntut karena melakukan Tindak Pidana yang dilakukan dalam masa percobaan.
(5) Dalam hal narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dijatuhi pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana denda paling sedikit kategori [I, pembebasan bersyarat yang bersangkutan dicabut.
Pasal 74
(1) Orang yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara karena keadaan pribadi, perbuatannya dapat dijatuhi pidana tutupan.
(21 Pidana tutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku, jika cara melakukan atau akibat dari Tindak Pidana tersebut sedemikian rupa sehingga terdakwa lebih tepat untuk dljatuhi pidana penjara.
Pasal 75
Terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dapat dijatuhi pidana pengawasan dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54 dan Pasal 70.
Pasal 76
(1) Pidana pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dijatuhkan paling lama sama dengan pidana penjara yang diancamkan yang tidak lebih dari 3 (tiga) tahun.
(21 Dalam putusan pidana pengawasan ditetapkan syarat umum, berupa terpidana tidak akan melakukan Tindak Pidana lagi.
(3) Selain syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (21, dalam putusan juga dapat ditetapkan syarat khusus, berupa:
a. terpidana dalam waktu tertentu yang lebih pendek dari masa pidana pengawasan harus mengganti seluruh atau sebagian kemgian yang timbul akibat Tindak Pidana yang dilakukan; dan/atau
b. terpidana harus melakukan atau tidak melakukan sesuatu tanpa mengurangi kemerdekaan beragama, kemerdekaan menganut kepercayaan, dan/atau kemerdekaan berpolitik.
(4) Dalam hal terpidana melanggar syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terpidana wajib menjalani pidana penjara yang lamanya tidak lebih dari ancarnan pidana penjara bagi Tindak Pidana itu.
(5) Dalam hal terpidana melanggar syarat khusus tanpa alasan yang sah, jaksa berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan mengusulkan kepada hakim agar terpidana menjalani pidana penjara atau memperpanjang masa pengawasan yang ditentukan oleh hakim yang lamanya tidak lebih dari pidana pengawasan yang dijatuhkan.
(6) Jaksa dapat mengusulkan pengurangan masa pengawasan kepada hakim jika selama dalam pengawasan terpidana menunjukkan kelakuan yang baik, berdasarkan pertimbangan pembimbing
l7l Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan batas pengurangan dan perpanjangan masa pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 77
(1) Jika terpidana selama menjalani pidana pengawasan melakukan Tindak Pidana dan dijatuhi pidana yang bukan pidana mati atau bukan pidana penjara, pidana pengawasan tetap dilaksanakan.
(21 Jika terpidana dijatuhi pidana penjara, pidana pengawasan ditunda dan dilaksanakan kembali setelah terpidana selesai menjalani pidana penjara.
Pasal 78
(1) Pidana denda merupakan sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan.
(21 Jika tidak ditentukan minimum khusus, pidana denda ditetapkan paling sedikit Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).
Pasal 79
(l) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan:
a. kategori I, Rp1.000.00O,0O (satu juta rupiah);
b. kategori II, Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
c. kategori III, Rp50.0O0.O00,0O (lima puluh juta rupiah);
d. kategori IV, Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
e. kategori V, Rp500.000.000,O0 (lima ratus juta rupiah);
f. kategori VI, Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
g. kategori VII, RpS.0O0.O00.0O0,O0 (lima miliar rupiah); dan
h. kategori VIII, Rp5O.0O0.O0O.00O,0O (lima puluh miliar rupiah).
(21 Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 80
(l) Dalam menjatuhkan pidana denda, hakim wajib mempertimbangkan kemampuan terdakwa dengan memperhatikan penghasilan dan pengeluaran terdakwa secara nyata,
(21 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi penerapan minimum khusus pidana denda yang ditetapkan.
Pasal 81
(l) Pidana denda wajib dibayar dalam jangka waktu tertentu yang dimuat dalam putusan pengadilan.
(21 Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menentukan pembayaran pidana denda dengan cara mengangsur.
(3) Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kekayaan atau pendapatan terpidana dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar.
Pasal 82
(1) Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) tidak cukup atau tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, pidana denda yang tidak dibayar tersebut diganti dengan pidana penjara, pidana pengawasan, atau pidana kerja sosial dengan ketentuan pidana denda tersebut tidak melebihi pidana denda kategori II.
l2l Lama pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (r) meliputi:
a. untuk pidana penjara pengganti, paling singkat I (satu) Bulan dan paling lama 1 (satu) tahun yang dapat diperberat paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) Bulan jika ada perbarengan;
b. untuk pidana pengawasan pengganti, paling singkat I (satu) Bulan dan paling lama 1 (satu) tahun, berlaku syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat(21 dan ayat (3); atau
c. untuk pidana kerja sosial pengganti paling singkat 8 (delapan) jam dan paling lama 240 (dua ratus empat puluh) jam.
(3) Jika pada saat menjalani pidana pengganti sebagian pidana denda dibayar, lama pidana pengganti dikurangi menurut ukuran yang sepadan.
l4l Perhitungan lama pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada ukuran untuk setiap pidana denda Rp50.O0O,0O (lima puluh ribu rupiah) atau kurang yang disepadankan dengan:
a. 1 (satu) jam pidana kerja sosial pengganti; atau
b. 1 (satu) Hari pidana pengawasan atau pidana penjara pengganti.
Pasal 83
Pasal 84
Pasal 85
Pasal 86
Pasal 87
Pasal 88
Pasal 89
Pasal 90
Pasal 91
Pasal 92
Pasal 93
Pasal 94
Pasal 95
Pasal 96
" "=====Pasal 97=====
Pasal 98
Pasal 99
Pasal 100
Pasal 101
Paragraf 2 - Tindakan
Pasal 102
Pasal 103
Pasal 104
Pasal 105
Pasal 106
Pasal 107
Pasal 108
Pasal 109
Pasal 110
Pasal 111
Bagian Ketiga
Diversi, Tindakan, dan Pidana bagi Anak
Paragraf 1 - Diversi
Pasal 112
Paragraf 2 - Tindakan
Pasal 113
Paragraf 3 - Pidana
Pasal 114
Pasal 115
Pasal 116
Pasal 117
Bagian Keempat
Pidana dan Tindakan bagi Korporasi
Paragraf 1 - Pidana
Pasal 118
Pasal 119
Pasal 120
Pasal 121
Pasal 122
Paragraf 2 - Tindakan