11.314
suntingan
(←Membuat halaman berisi '{{center|UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011<br/> TENTANG<br/> PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,}} Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakya...') |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
| Baris 6: | Baris 6: | ||
Menimbang | {| class="wikitable" | ||
|+ | |||
|Menimbang: | |||
|a. bahwa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | |||
b. bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan; | b. bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan; | ||
c. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik sehingga perlu diganti; | c. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik sehingga perlu diganti; | ||
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan | d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan | ||
Peraturan Perundang-undangan; | Peraturan Perundang-undangan; | ||
|- | |||
Mengingat | |Mengingat: | ||
|Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22A Undang-Undang Dasar | |||
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | ||
|} | |||
Dengan Persetujuan Bersama | Dengan Persetujuan Bersama | ||
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA | DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA | ||
dan | dan | ||
== BAB I KETENTUAN UMUM | PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA | ||
MEMUTUSKAN: | |||
{| class="wikitable" | |||
|+ | |||
|Menetapkan: | |||
|UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. | |||
|} | |||
==BAB I: KETENTUAN UMUM == | |||
=== Pasal 1 === | |||
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: | Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: | ||
1. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. | 1. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. | ||
2. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. | 2. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. | ||
3. Undang-Undang adalah Peraturan Perundang- undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. | 3. Undang-Undang adalah Peraturan Perundang- undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. | ||
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan | 4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan | ||
yang memaksa. | yang memaksa. | ||
5. Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang- undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. | 5. Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang- undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. | ||
6. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang- undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. | 6. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang- undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. | ||
7. Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. | 7. Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. | ||
8. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. | 8. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. | ||
9. Program Legislasi Nasional yang selanjutnya disebut Prolegnas adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. | 9. Program Legislasi Nasional yang selanjutnya disebut Prolegnas adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. | ||
10. Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. | 10. Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. | ||
11. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. | 11. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. | ||
12. Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah. | 12. Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah. | ||
13. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. | 13. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. | ||
14. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 | 14. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 | ||
15. Dewan Perwakilan Daerah yang selanjutnya disingkat DPD adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. | 15. Dewan Perwakilan Daerah yang selanjutnya disingkat DPD adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. | ||
Pasal 2 | 16. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. | ||
=== Pasal 2 === | |||
Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara. | Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara. | ||
Pasal 3 | === Pasal 3 === | ||
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. | (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. | ||
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | ||
(3) Penempatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tidak merupakan dasar pemberlakuannya. | (3) Penempatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tidak merupakan dasar pemberlakuannya. | ||
Pasal 4 | === Pasal 4 === | ||
Peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan di bawahnya. | Peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan di bawahnya. | ||
== BAB II | ==BAB II: ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN== | ||
ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN | |||
Pasal 5 | === Pasal 5 === | ||
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: | Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: | ||
a. kejelasan tujuan; | a. kejelasan tujuan; | ||
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; | b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; | ||
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; | c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; | ||
d. dapat dilaksanakan; | d. dapat dilaksanakan; | ||
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; | e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; | ||
Pasal 6 | f. kejelasan rumusan; dan | ||
g. keterbukaan. | |||
=== Pasal 6 === | |||
(1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: | (1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: | ||
a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; | |||
a. pengayoman; | |||
b. kemanusiaan; | |||
c. kebangsaan; | |||
d. kekeluargaan; | |||
e. kenusantaraan; | e. kenusantaraan; | ||
f. bhinneka tunggal ika; | f. bhinneka tunggal ika; | ||
g. keadilan; | g. keadilan; | ||
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; | h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; | ||
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. | |||
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau | |||
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. | |||
(2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. | (2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. | ||
== BAB III | ==BAB III: JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN== | ||
JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN | |||
Pasal 7 | === Pasal 7 === | ||
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: | (1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: | ||
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia | |||
Tahun 1945; | a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | ||
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; | b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; | ||
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti | c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti | ||
Undang-Undang; | Undang-Undang; | ||
d. Peraturan Pemerintah; | d. Peraturan Pemerintah; | ||
e. Peraturan Presiden; | e. Peraturan Presiden; | ||
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan | f. Peraturan Daerah Provinsi; dan | ||
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. | g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. | ||
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | (2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||
Pasal 8 | === Pasal 8 === | ||
(1) Jenis | (1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. | ||
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. | (2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. | ||
Pasal 9 | === Pasal 9 === | ||
(1) Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. | (1) Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. | ||
(2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. | (2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. | ||
Pasal 10 | === Pasal 10 === | ||
(1) Materi muatan yang harus diatur dengan Undang- Undang berisi: | (1) Materi muatan yang harus diatur dengan Undang- Undang berisi: | ||
a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | ||
b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang; | b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang; | ||
c. pengesahan perjanjian internasional tertentu; | c. pengesahan perjanjian internasional tertentu; | ||
d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; | |||
dan/atau | d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau | ||
e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat. | e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat. | ||
(2) Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden. | (2) Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden. | ||
Pasal 11 | === Pasal 11 === | ||
Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang. | Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang. | ||
Pasal 12 | === Pasal 12 === | ||
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. | Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. | ||
Pasal 13 | === Pasal 13 === | ||
Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. | Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. | ||
Pasal 14 | === Pasal 14 === | ||
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi. | Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi. | ||
Pasal 15 | === Pasal 15 === | ||
(1) Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam: | (1) Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam: | ||
a. Undang-Undang; | a. Undang-Undang; | ||
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau | b. Peraturan Daerah Provinsi; atau | ||
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. | c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. | ||
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh | |||
juta rupiah). | (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). | ||
(3) Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya. | (3) Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya. | ||
== BAB IV == | ==BAB IV== | ||
PERENCANAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN | PERENCANAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN | ||
| Baris 314: | Baris 381: | ||
(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh lembaga, komisi, atau instansi masing-masing untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. | (2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh lembaga, komisi, atau instansi masing-masing untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. | ||
== BAB V == | ==BAB V== | ||
PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN | PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN | ||
| Baris 452: | Baris 519: | ||
Ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 62 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. | Ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 62 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. | ||
== BAB VI == | ==BAB VI== | ||
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 64 | TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 64 | ||
(1) Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang- undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan. | (1) Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang- undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan. | ||
| Baris 458: | Baris 525: | ||
(3) Ketentuan mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden. | (3) Ketentuan mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden. | ||
== BAB VII == | ==BAB VII== | ||
PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG | PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG | ||
| Baris 548: | Baris 615: | ||
(2) Penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak atas perintah suatu Undang- Undang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | (2) Penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak atas perintah suatu Undang- Undang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||
== BAB VIII == | ==BAB VIII== | ||
PEMBAHASAN DAN PENETAPAN | PEMBAHASAN DAN PENETAPAN | ||
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA | RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA | ||
| Baris 594: | Baris 661: | ||
Ketentuan mengenai penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dan Pasal 79 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penetapan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. | Ketentuan mengenai penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dan Pasal 79 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penetapan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. | ||
== BAB IX == | ==BAB IX== | ||
PENGUNDANGAN | PENGUNDANGAN | ||
| Baris 634: | Baris 701: | ||
Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. | Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. | ||
== BAB X == | ==BAB X== | ||
PENYEBARLUASAN | PENYEBARLUASAN | ||
| Baris 691: | Baris 758: | ||
Naskah Peraturan Perundang-undangan yang disebarluaskan harus merupakan salinan naskah yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, dan Berita Daerah. | Naskah Peraturan Perundang-undangan yang disebarluaskan harus merupakan salinan naskah yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, dan Berita Daerah. | ||
== BAB XI == | ==BAB XI== | ||
PARTISIPASI MASYARAKAT | PARTISIPASI MASYARAKAT | ||
| Baris 707: | Baris 774: | ||
(4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. | (4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. | ||
== BAB XII == | ==BAB XII== | ||
KETENTUAN LAIN-LAIN | KETENTUAN LAIN-LAIN | ||
| Baris 721: | Baris 788: | ||
Selain Perancang Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), tahapan pembentukan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mengikutsertakan peneliti dan tenaga ahli. | Selain Perancang Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), tahapan pembentukan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mengikutsertakan peneliti dan tenaga ahli. | ||
== BAB XIII == | ==BAB XIII== | ||
KETENTUAN PENUTUP | KETENTUAN PENUTUP | ||