UU RI Nomor 12 Tahun 2011/sandbox: Perbedaan antara revisi

tidak ada ringkasan suntingan
(←Membuat halaman berisi '{{center|UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011<br/> TENTANG<br/> PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,}} Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakya...')
 
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 6: Baris 6:




Menimbang   : a. bahwa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
{| class="wikitable"
 
|+
|Menimbang:
|a. bahwa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan;
b. bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan;
c. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik sehingga perlu diganti;
c. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik sehingga perlu diganti;
d. bahwa    berdasarkan    pertimbangan    sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk  Undang-Undang  tentang  Pembentukan
d. bahwa    berdasarkan    pertimbangan    sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk  Undang-Undang  tentang  Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan;
Peraturan Perundang-undangan;
 
|-
Mengingat     : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22A Undang-Undang Dasar
|Mengingat:
|Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22A Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|}




Dengan Persetujuan Bersama
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
Menetapkan  :  UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.


== BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 ==
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
 
MEMUTUSKAN:
{| class="wikitable"
|+
|Menetapkan:
|UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
|}
 
==BAB I: KETENTUAN UMUM ==


=== Pasal 1 ===
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:


1.  Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
1.  Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
2. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur  yang  ditetapkan  dalam  Peraturan Perundang-undangan.
2. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur  yang  ditetapkan  dalam  Peraturan Perundang-undangan.
3. Undang-Undang  adalah  Peraturan  Perundang- undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
3. Undang-Undang  adalah  Peraturan  Perundang- undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan
yang memaksa.
yang memaksa.
5.  Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang- undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
5.  Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang- undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
6. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang- undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
6. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang- undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
7. Peraturan  Daerah  Provinsi  adalah  Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
7. Peraturan  Daerah  Provinsi  adalah  Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
8.  Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.
8.  Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.
9.  Program Legislasi Nasional yang selanjutnya disebut Prolegnas adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.
9.  Program Legislasi Nasional yang selanjutnya disebut Prolegnas adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.
10. Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.
10. Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.
11. Naskah  Akademik  adalah  naskah  hasil  penelitian atau pengkajian hukum dan hasil  penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan  masalah  tersebut  dalam  suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
11. Naskah  Akademik  adalah  naskah  hasil  penelitian atau pengkajian hukum dan hasil  penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan  masalah  tersebut  dalam  suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
12. Pengundangan    adalah    penempatan    Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik  Indonesia,  Berita  Negara  Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah,  Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
12. Pengundangan    adalah    penempatan    Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik  Indonesia,  Berita  Negara  Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah,  Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
13. Materi    Muatan    Peraturan    Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan  sesuai  dengan  jenis,  fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.
13. Materi    Muatan    Peraturan    Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan  sesuai  dengan  jenis,  fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.
14. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
14. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
15. Dewan Perwakilan Daerah yang selanjutnya disingkat DPD adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
15. Dewan Perwakilan Daerah yang selanjutnya disingkat DPD adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
16. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun
1945.


Pasal 2
16. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun 1945.
 
=== Pasal 2 ===
Pancasila  merupakan  sumber    segala  sumber  hukum negara.
Pancasila  merupakan  sumber    segala  sumber  hukum negara.


Pasal 3
=== Pasal 3 ===
(1) Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia Tahun  1945  merupakan  hukum  dasar  dalam Peraturan Perundang-undangan.
(1) Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia Tahun  1945  merupakan  hukum  dasar  dalam Peraturan Perundang-undangan.
(2) Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia Tahun 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
(2) Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia Tahun 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
(3) Penempatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tidak merupakan dasar pemberlakuannya.
(3) Penempatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tidak merupakan dasar pemberlakuannya.


Pasal 4
=== Pasal 4 ===
Peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan di bawahnya.
Peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan di bawahnya.


== BAB II ==
==BAB II: ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN==
ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


Pasal 5
=== Pasal 5 ===
Dalam  membentuk  Peraturan  Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan  Perundang-undangan  yang  baik,  yang meliputi:
Dalam  membentuk  Peraturan  Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan  Perundang-undangan  yang  baik,  yang meliputi:
a.  kejelasan tujuan;
a.  kejelasan tujuan;
b.  kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
b.  kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c.  kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
c.  kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d.  dapat dilaksanakan;
d.  dapat dilaksanakan;
e.  kedayagunaan dan kehasilgunaan;
e.  kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f.  kejelasan rumusan; dan g.  keterbukaan.


Pasal 6
f.  kejelasan rumusan; dan
 
g.  keterbukaan.
 
=== Pasal 6 ===
(1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
(1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a.  pengayoman; b.  kemanusiaan; c.  kebangsaan; d.  kekeluargaan;
 
a.  pengayoman;  
 
b.  kemanusiaan;  
 
c.  kebangsaan;  
 
d.  kekeluargaan;
 
e.  kenusantaraan;
e.  kenusantaraan;
f.  bhinneka tunggal ika;
f.  bhinneka tunggal ika;
g.  keadilan;
g.  keadilan;
h.  kesamaan    kedudukan    dalam    hukum    dan pemerintahan;
h.  kesamaan    kedudukan    dalam    hukum    dan pemerintahan;
i.  ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j.    keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
 
i.  ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau  
 
j.    keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
 
(2) Selain  mencerminkan  asas  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
(2) Selain  mencerminkan  asas  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.


== BAB III ==
==BAB III: JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN==
JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


Pasal 7
=== Pasal 7 ===
(1) Jenis  dan  hierarki  Peraturan  Perundang-undangan terdiri atas:
(1) Jenis  dan  hierarki  Peraturan  Perundang-undangan terdiri atas:
a.  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
 
Tahun 1945;
a.  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
 
b.  Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
b.  Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.  Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
c.  Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
Undang-Undang;
d.  Peraturan Pemerintah;
d.  Peraturan Pemerintah;
e.  Peraturan Presiden;
e.  Peraturan Presiden;
f.  Peraturan Daerah Provinsi; dan
f.  Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.  Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
g.  Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan  hukum  Peraturan  Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(2) Kekuatan  hukum  Peraturan  Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 8
=== Pasal 8 ===
(1) Jenis     Peraturan     Perundang-undangan     selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
 
(2) Peraturan      Perundang-undangan      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
(2) Peraturan      Perundang-undangan      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.


Pasal 9
=== Pasal 9 ===
(1) Dalam      hal      suatu      Undang-Undang    diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
(1) Dalam      hal      suatu      Undang-Undang    diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
(2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.


Pasal 10
=== Pasal 10 ===
(1) Materi muatan yang harus diatur dengan Undang- Undang berisi:
(1) Materi muatan yang harus diatur dengan Undang- Undang berisi:
a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c.  pengesahan perjanjian internasional tertentu;
c.  pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d.  tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi;
 
dan/atau
d.  tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
 
e. pemenuhan    kebutuhan    hukum    dalam masyarakat.
e. pemenuhan    kebutuhan    hukum    dalam masyarakat.
(2) Tindak  lanjut  atas  putusan  Mahkamah  Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden.
(2) Tindak  lanjut  atas  putusan  Mahkamah  Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden.


Pasal 11
=== Pasal 11 ===
Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang.  
Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang.  


Pasal 12
=== Pasal 12 ===
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.


Pasal 13
=== Pasal 13 ===
Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.


Pasal 14
=== Pasal 14 ===
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi.
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi.


Pasal 15
=== Pasal 15 ===
(1) Materi  muatan  mengenai  ketentuan  pidana  hanya dapat dimuat dalam:
(1) Materi  muatan  mengenai  ketentuan  pidana  hanya dapat dimuat dalam:
a.  Undang-Undang;
a.  Undang-Undang;
b.  Peraturan Daerah Provinsi; atau
b.  Peraturan Daerah Provinsi; atau
c.  Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
c.  Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.


(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda  paling  banyak Rp50.000.000,00 (lima  puluh
 
juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda  paling  banyak Rp50.000.000,00 (lima  puluh juta rupiah).
 
(3) Peraturan  Daerah  Provinsi  dan  Peraturan  Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada  ayat  (2)  sesuai  dengan  yang  diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya.
(3) Peraturan  Daerah  Provinsi  dan  Peraturan  Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada  ayat  (2)  sesuai  dengan  yang  diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya.


== BAB IV ==
==BAB IV==
PERENCANAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PERENCANAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


Baris 314: Baris 381:
(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1) ditetapkan  oleh  lembaga,  komisi,  atau  instansi masing-masing untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1) ditetapkan  oleh  lembaga,  komisi,  atau  instansi masing-masing untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.


== BAB V ==
==BAB V==
PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


Baris 452: Baris 519:
Ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 62 berlaku secara mutatis mutandis terhadap  penyusunan Peraturan  Daerah Kabupaten/Kota.
Ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 62 berlaku secara mutatis mutandis terhadap  penyusunan Peraturan  Daerah Kabupaten/Kota.


== BAB VI ==
==BAB VI==
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 64
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 64
(1) Penyusunan    Rancangan    Peraturan    Perundang- undangan  dilakukan  sesuai  dengan  teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
(1) Penyusunan    Rancangan    Peraturan    Perundang- undangan  dilakukan  sesuai  dengan  teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
Baris 458: Baris 525:
(3) Ketentuan  mengenai  perubahan  terhadap  teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
(3) Ketentuan  mengenai  perubahan  terhadap  teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.


== BAB VII ==
==BAB VII==
PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG


Baris 548: Baris 615:
(2) Penetapan  Peraturan  Pemerintah  dan  peraturan lainnya yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak atas perintah suatu Undang- Undang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(2) Penetapan  Peraturan  Pemerintah  dan  peraturan lainnya yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak atas perintah suatu Undang- Undang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


== BAB VIII ==
==BAB VIII==
PEMBAHASAN DAN PENETAPAN
PEMBAHASAN DAN PENETAPAN
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
Baris 594: Baris 661:
Ketentuan mengenai penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dan Pasal 79 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penetapan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Ketentuan mengenai penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dan Pasal 79 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penetapan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.


== BAB IX ==
==BAB IX==
PENGUNDANGAN
PENGUNDANGAN


Baris 634: Baris 701:
Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai  kekuatan  mengikat  pada  tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai  kekuatan  mengikat  pada  tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.


== BAB X ==
==BAB X==
PENYEBARLUASAN
PENYEBARLUASAN


Baris 691: Baris 758:
Naskah Peraturan Perundang-undangan yang disebarluaskan harus merupakan salinan naskah yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, dan Berita Daerah.
Naskah Peraturan Perundang-undangan yang disebarluaskan harus merupakan salinan naskah yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, dan Berita Daerah.


== BAB XI ==
==BAB XI==
PARTISIPASI MASYARAKAT
PARTISIPASI MASYARAKAT


Baris 707: Baris 774:
(4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
(4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.


== BAB XII ==
==BAB XII==
KETENTUAN LAIN-LAIN
KETENTUAN LAIN-LAIN


Baris 721: Baris 788:
Selain Perancang Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), tahapan pembentukan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mengikutsertakan peneliti dan tenaga ahli.
Selain Perancang Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), tahapan pembentukan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mengikutsertakan peneliti dan tenaga ahli.


== BAB XIII ==
==BAB XIII==
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP