1.295
suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
| (6 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan) | |||
| Baris 1: | Baris 1: | ||
{{center| | |||
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA | |||
NOMOR 6 TAHUN 2014 | |||
TENTANG | |||
DESA | |||
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA | |||
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, | |||
}} | |||
{{Perundangan konsideran| | |||
a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | |||
b. bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera; | |||
c. bahwa Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang; | |||
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Desa; | |||
}} | |||
{{Perundangan dasar hukum| | |||
Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | |||
}} | |||
{{Perundangan bab|I|KETENTUAN UMUM| | {{Perundangan bab|I|KETENTUAN UMUM| | ||
{{Perundangan pasal2|1| | {{Perundangan pasal2|1| | ||
| Baris 19: | Baris 45: | ||
{{Perundangan ketentuan umum|16|Menteri|menteri yang menangani Desa.}} | {{Perundangan ketentuan umum|16|Menteri|menteri yang menangani Desa.}} | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2|2|Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. | {{Perundangan pasal2|2 (diubah)|Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. | ||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|2| | |||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
Desa menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2|3| | {{Perundangan pasal2|3| | ||
| Baris 50: | Baris 81: | ||
m. keberlanjutan. | m. keberlanjutan. | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2|4| | {{Perundangan pasal2|4 (diubah)| | ||
Pengaturan Desa bertujuan: | Pengaturan Desa bertujuan: | ||
| Baris 72: | Baris 103: | ||
i. memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan. | i. memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan. | ||
}}}} | }} | ||
{{Perundangan bab|II|KEDUDUKAN DAN JENIS DESA| | {{Perundangan pasal2|4| | ||
{{Perundangan bagian|Kesatu|Kedudukan| | ''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | ||
{{Perundangan pasal2|5| | |||
Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota. | Pengaturan Desa bertujuan: | ||
}}}} | |||
{{Perundangan bagian|Kedua|Jenis Desa| | a. memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; | ||
{{Perundangan pasal2|6| | |||
(1) Desa terdiri atas Desa dan Desa Adat. | b. memberikan kejelasan kedudukan Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia dalam mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan Desa dan kepentingan masyarakat setempat demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; | ||
c. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa; | |||
d. mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama; | |||
e. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; | |||
f. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesej ahteraan umum; | |||
g. meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; | |||
h. memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan | |||
i. memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bab|II|KEDUDUKAN DAN JENIS DESA| | |||
{{Perundangan bagian|Kesatu|Kedudukan| | |||
{{Perundangan pasal2|5| | |||
Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|5A| | |||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
(1) Desa yang berada di kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, hutan produksi, dan kebun produksi berhak mendapatkan dana konservasi dan/atau dana rehabilitasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. | |||
(2) Ketentuan mengenai dana konservasi dan/atau dana rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bagian|Kedua|Jenis Desa| | |||
{{Perundangan pasal2|6| | |||
(1) Desa terdiri atas Desa dan Desa Adat. | |||
(2) Penyebutan Desa atau Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan penyebutan yang berlaku di daerah setempat. | (2) Penyebutan Desa atau Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan penyebutan yang berlaku di daerah setempat. | ||
| Baris 270: | Baris 331: | ||
}}}} | }}}} | ||
{{Perundangan bagian|Kedua|Kepala Desa| | {{Perundangan bagian|Kedua|Kepala Desa| | ||
{{Perundangan pasal2|26| | {{Perundangan pasal2|26 (diubah)| | ||
(1) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. | (1) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. | ||
| Baris 350: | Baris 411: | ||
p. memberikan informasi kepada masyarakat Desa. | p. memberikan informasi kepada masyarakat Desa. | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2|26| | |||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
(1) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat di Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. | |||
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berwenang: | |||
a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa; | |||
b. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa kepada bupati/wali kota; | |||
Desa | |||
c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Desa dan Aset Desa; | |||
d. menetapkan Peraturan Desa; | |||
e. menetapkan anggaran pendapatan dan belanja Desa; | |||
f. membina kehidupan masyarakat Desa; | |||
g. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; | |||
h. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesarbesarnya kemal.<muran masyarakat Desa; | |||
i. mengembangkan sumber pendapatan Desa; | |||
j. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; | |||
k. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa; | |||
l. memanfaatkan teknologi tepat guna; | |||
m. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif; | |||
n. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan | |||
o. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | |||
( | (3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berhak: | ||
a. mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa; | |||
b. mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa; | |||
c. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan; | |||
( | d. mendapatkan tunjangan purnatugas 1 (satu) kali di akhir masa jabatan sesuai kemampuan Keuangan Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah; | ||
e. mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan | |||
f. memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa. (41 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berkewajiban: | |||
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka T\rnggal lka; | |||
b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; | |||
c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; | |||
d. menaati dan menegakkan peraturan perundangundangan; | |||
e. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender; | |||
f. melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; | |||
g. mengundurkan diri sebagai Kepala Desa apabila mencalonkan diri sebagai anggota lembaga perwakilan rakyat, kepala daerah, atau jabatan politik lain sejak ditetapkan sebagai calon peserta pemilihan yang dinyatakan secara tertulis dan tidak dapat ditarik kembali; | |||
h. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa; | |||
i. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik; | |||
j. mengelola Keuangan Desa dan Aset Desa; | |||
k. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa; | |||
l. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa; | |||
m. mengembangkan perekonomian masyarakat Desa; | |||
n. membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa; | |||
o. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa; | |||
p. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan | |||
q. memberikan informasi kepada masyarakat Desa. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|27 (diubah)| | ||
Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Kepala Desa wajib: | |||
a. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota; | |||
b. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota; | |||
c. memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran; dan | |||
d. memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|27| | |||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Kepala Desa wajib: | |||
a. memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa secara tertulis kepada masyarakat Desa setempat setiap akhir tahun anggaran; | |||
b. menyampaikan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan dalam forum Musyawarah Desa; | |||
c. memberikan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemerintahan Desa secara horizontal dalam bentuk lisan dan tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggAran; | |||
d. menjadi pengayom semua golongan masyarakat; | |||
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran secara vertikal kepada bupati/wali kota; dan | |||
f. menyampaikan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada bupati/wali kota. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|28| | ||
(1) Kepala Desa | (1) Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dan Pasal 27 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. | ||
(2) | (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian. | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2|29| | |||
{{Perundangan pasal2| | Desa dilarang: | ||
a. merugikan kepentingan umum; | |||
b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu; | |||
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya; | |||
d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu; | |||
e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa; | |||
f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; | |||
g. menjadi pengurus partai politik; | |||
h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang; | |||
i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan; | |||
j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah; | |||
k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan | |||
( | l. meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|30| | ||
Kepala Desa | (1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. | ||
(2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bagian|Ketiga|Pemilihan Kepala Desa| | |||
{{Perundangan pasal2|31| | |||
(1) Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten/Kota. | |||
(2) Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. | |||
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Kepala Desa serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|32| | ||
(1) Badan Permusyawaratan Desa memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir. | |||
(1) | |||
(2) | (2) Badan Permusyawaratan Desa membentuk panitia pemilihan Kepala Desa. | ||
(3) Panitia pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat mandiri dan tidak memihak. | |||
(4) Panitia pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur perangkat Desa, lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat Desa. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|33 (diubah)| | ||
Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan: | |||
a. warga negara Republik Indonesia; | |||
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; | |||
c. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; | |||
d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat; | |||
( | e. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat mendaftar; | ||
f. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa; | |||
g. terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran; | |||
h. tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara; | |||
i. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang; | |||
j. tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; | |||
k. berbadan sehat; | |||
l. tidak pernah sebagai Kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan; dan | |||
m. syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|33| | ||
(1) | ''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | ||
Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan: | |||
a. Warga Negara Indonesia; | |||
c. | b. bertakwa kepada Thhan Yang Maha Esa; | ||
c. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; | |||
d. | d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat; | ||
( | e. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat mendaftar; | ||
f. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa; | |||
g. tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara; | |||
h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang; | |||
i. tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; | |||
j. berbadan sehat; | |||
k. tidak pernah sebagai Kepala Desa selama 2 (dua) kali masa jabatan; dan | |||
l. syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah kabupaten/kota. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|34| | |||
(1) Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa. | |||
(2) Pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. | |||
(3) Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan, pemungutan suara, dan penetapan. | |||
(4) Dalam melaksanakan pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibentuk panitia pemilihan Kepala Desa. | |||
(5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertugas mengadakan penjaringan dan penyaringan bakal calon berdasarkan persyaratan yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, menetapkan calon Kepala Desa terpilih, dan melaporkan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa. | |||
(6) Biaya pemilihan Kepala Desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|34A| | ||
(1) | ''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | ||
(2 | (1) Calon Kepala Desa paling sedikit berjumlah 2 (dua) orang. | ||
(2) Dalam hal jumlah calon Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi dan hanya terdapat 1 (satu) calon Kepala Desa terdaftar, panitia pemilihan Kepala Desa memperpanjang masa pendaftaran calon Kepala Desa selama 15 (lima belas) hari. | |||
(3) Dalam hal tidak bertambahnya calon Kepala Desa terdaftar setelah perpanjangan masa pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir, panitia pemilihan Kepala Desa memperpanjang kembali masa pendaftaran selama 10 (sepuluh) hari berikutnya. | |||
(4) Dalam hal perpanjangan kembali masa pendaftaran calon Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir dan hanya terdapat 1 (satu) calon Kepala Desa terdaftar, panitia pemilihan Kepala Desa bersama-sama dengan Badan Permusyawaratan Desa menetapkan calon Kepala Desa terdaftar secara musyawarah untuk mufakat. | |||
( | (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan 1 (satu) calon Kepala Desa diatur dengan Peraturan Pemerintah. | ||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|35| | |||
Penduduk Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) yang pada hari pemungutan suara pemilihan Kepala Desa sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah menikah ditetapkan sebagai pemilih. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|36| | |||
(1) Bakal calon Kepala Desa yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ditetapkan sebagai calon Kepala Desa oleh panitia pemilihan Kepala Desa. | |||
(2) Calon Kepala Desa yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada masyarakat Desa di tempat umum sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa. | |||
(3) Calon Kepala Desa dapat melakukan kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa dan ketentuan peraturan perundang-undangan. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|37| | |||
(1) Calon Kepala Desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang memperoleh suara terbanyak. | |||
(2) Panitia pemilihan Kepala Desa menetapkan calon Kepala Desa terpilih. | |||
(3) Panitia pemilihan Kepala Desa menyampaikan nama calon Kepala Desa terpilih kepada Badan Permusyawaratan Desa paling lama 7 (tujuh) hari setelah penetapan calon Kepala Desa terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | |||
( | (4) Badan Permusyawaratan Desa paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima laporan panitia pemilihan menyampaikan nama calon Kepala Desa terpilih kepada Bupati/Walikota. | ||
( | (5) Bupati/Walikota mengesahkan calon Kepala Desa terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi Kepala Desa paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari panitia pemilihan Kepala Desa dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota. | ||
(1) | (6) Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa, Bupati/Walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5). | ||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|38| | |||
(1) Calon Kepala Desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah penerbitan keputusan Bupati/Walikota. | |||
(2) Sebelum memangku jabatannya, Kepala Desa terpilih bersumpah/berjanji. | |||
(3) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut: | |||
“Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundangundangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi Desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik | |||
Indonesia”. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|39 (diubah)| | |||
(1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. | |||
(2) | (2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. | ||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|39| | |||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
(1) Kepala Desa memegang jabatan selama 8 (delapan) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. | |||
(2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 2 (dua) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bagian|Keempat|Pemberhentian Kepala Desa| | |||
{{Perundangan pasal2|40| | |||
(1) Kepala Desa berhenti karena: | |||
a. meninggal dunia; | |||
b. permintaan sendiri; atau | |||
c. diberhentikan. | |||
( | (2) Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena: | ||
a. berakhir masa jabatannya; | |||
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; | |||
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Kepala Desa; atau | |||
d. melanggar larangan sebagai Kepala Desa. | |||
(1) | (3) Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati/Walikota. | ||
( | (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. | ||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|41| | |||
Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota setelah dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di pengadilan. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|42| | |||
Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|43| | |||
Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42 diberhentikan oleh Bupati/Walikota setelah dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|44| | |||
(1) Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42 setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penetapan putusan pengadilan diterima oleh Kepala Desa, Bupati/Walikota merehabilitasi dan mengaktifkan kembali Kepala Desa yang bersangkutan sebagai Kepala Desa sampai dengan akhir masa jabatannya. | |||
( | (2) Apabila Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa jabatannya, Bupati/Walikota harus merehabilitasi nama baik Kepala Desa yang bersangkutan. | ||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|45| | |||
Dalam hal Kepala Desa diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42, sekretaris Desa melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala Desa sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|46| | ||
(1) Dalam hal sisa masa jabatan Kepala Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 tidak lebih dari 1 (satu) tahun, Bupati/Walikota mengangkat pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai penjabat Kepala Desa sampai dengan terpilihnya Kepala Desa. | |||
(2) Penjabat Kepala Desa melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan hak Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|47| | |||
(1) Dalam hal sisa masa jabatan Kepala Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 lebih dari 1 (satu) tahun, Bupati/Walikota mengangkat pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai penjabat Kepala Desa. | |||
(2) Penjabat Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan hak Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan ditetapkannya Kepala Desa. | |||
(3) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih melalui Musyawarah Desa yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. | |||
(4) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan paling lama 6 (enam) bulan sejak Kepala Desa diberhentikan. | |||
(5) Kepala Desa yang dipilih melalui Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaksanakan tugas Kepala Desa sampai habis sisa masa jabatan Kepala Desa yang diberhentikan. | |||
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bagian|Kelima|Perangkat Desa| | |||
{{Perundangan pasal2|48| | |||
Perangkat Desa terdiri atas: | |||
a. sekretariat Desa; | |||
b. pelaksana kewilayahan; dan | |||
( | c. pelaksana teknis. | ||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|49| | |||
Pasal 49 | |||
(1) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. | |||
( | (2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati/Walikota. | ||
(3) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Kepala Desa. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|50 (diubah)| | ||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
(1) | (1) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diangkat dari warga Desa yang memenuhi persyaratan: | ||
a. berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang sederajat; | |||
( | b. berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun; | ||
c. terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di Desa paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran; dan | |||
d. syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. | |||
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|50| | ||
(1) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diangkat dari warga Desa yang memenuhi persyaratan: | |||
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; | |||
b. berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang sederajat; | |||
c. berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun; dan | |||
d. syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan Daerah kabupaten/ kota. | |||
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah kabupaten/kota berdasarkan Peraturan Pemerintah. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|50A| | ||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
Perangkat Desa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1), berhak: | |||
a. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah; | |||
b. mendapatkan jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan; dan | |||
c. mendapatkan tunjangan purnatugas 1 (satu) kali di akhir masa jabatan sesuai kemampuan Keuangan Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|51| | |||
Perangkat Desa dilarang: | |||
a. merugikan kepentingan umum; | |||
b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu; | |||
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya; | |||
d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu; | |||
e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa; | |||
f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; | |||
g. menjadi pengurus partai politik; | |||
h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang; | |||
i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan; | |||
j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah; | |||
k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan | |||
( | l. meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. | ||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|52| | |||
(1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. | |||
( | (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian. | ||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|53| | |||
(1) Perangkat Desa berhenti karena: | |||
a. meninggal dunia; | |||
b. permintaan sendiri; atau | |||
c. diberhentikan. | |||
(2) Perangkat Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena: | |||
a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun; | |||
b. berhalangan tetap; | |||
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat Desa; atau | |||
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa. | |||
(3) Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati/Walikota. | |||
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|53A| | ||
(1) | ''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | ||
Dalam rangka meningkatkan kompetensi dan akuntabilitas kinerja Pemerintah Desa maka perlu dilakukan penatalaksanaan Pemerintah Desa yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bagian|Keenam|Musyawarah Desa| | |||
{{Perundangan pasal2|54| | |||
(1) Perangkat Desa berhenti karena: | |||
a. meninggal dunia; | |||
b. permintaan sendiri; atau | |||
c. diberhentikan. | |||
2 | (2) Perangkat Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena: | ||
a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun; | |||
b. berhalangan tetap; | |||
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat Desa; atau | |||
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa. | |||
(3) Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati/Walikota. | |||
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bagian|Ketujuh|Badan Permusyawaratan Desa| | |||
{{Perundangan pasal2|55| | |||
Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi: | |||
a. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; | |||
b. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan | |||
( | c. melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. | ||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|56 (diubah)| | |||
(1) Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis. | |||
( | (2) Masa keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji. | ||
( | (3) Anggota Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. | ||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|56| | |||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
( | (1) Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis dengan memperhatikan 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan. | ||
(2) Masa keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa selama 8 (delapan) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama. | |||
(3) Anggota Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 2 (dua) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|57 (diubah)| | |||
Persyaratan calon anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah: | |||
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; | |||
b. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; | |||
( | c. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun atau sudah/pernah menikah; | ||
d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat; | |||
e. bukan sebagai perangkat Pemerintah Desa; | |||
f. bersedia dicalonkan menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa; dan | |||
g. wakil penduduk Desa yang dipilih secara demokratis. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|57| | ||
(1) | ''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | ||
Persyaratan calon anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah: | |||
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; | |||
b. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal lka; | |||
c. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun atau sudah pernah menikah; | |||
d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat; | |||
e. bukan sebagai perangkat Pemerintah Desa; | |||
f. bersedia dicalonkan menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa; dan | |||
g. wakil penduduk Desa yang dipilih secara demokratis. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|58| | |||
(1) Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan Keuangan Desa. | |||
(2) Peresmian anggota Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota. | |||
(3) Anggota Badan Permusyawaratan Desa sebelum memangku jabatannya bersumpah/berjanji secara bersama-sama di hadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati/ Walikota atau pejabat yang ditunjuk. | |||
( | (4) Susunan kata sumpah/janji anggota Badan Permusyawaratan Desa sebagai berikut: | ||
”Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku anggota Badan Permusyawaratan Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara, dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi Desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|59| | |||
( | (1) Pimpinan Badan Permusyawaratan Desa terdiri atas 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua, dan 1 (satu) orang sekretaris. | ||
( | (2) Pimpinan Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa secara langsung dalam rapat Badan Permusyawaratan Desa yang diadakan secara khusus. | ||
( | (3) Rapat pemilihan pimpinan Badan Permusyawaratan Desa untuk pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda. | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|60| | ||
Badan Permusyawaratan Desa menyusun peraturan tata tertib Badan Permusyawaratan Desa. }} | |||
{{Perundangan pasal2|61| | |||
Badan Permusyawaratan Desa berhak: | |||
a. mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa; | |||
b. menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan | |||
c. mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|62 (diubah)| | ||
Badan Permusyawaratan Desa berhak: | |||
a. mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa; | |||
b. menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan | |||
c. mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|62| | ||
(1) | ''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | ||
Anggota Badan Permusyawaratan Desa berhak: | |||
a. mengajukan usul rancangan Peraturan Desa; | |||
b. mengajukan pertanyaan; | |||
c. menyampaikan usul dan/atau pendapat; | |||
d. memilih dan dipilih; | |||
e. mendapatkan tunjangan dari anggaran pendapatan dan belanja Desa yang bersumber dari alokasi dana Desa dan besarannya ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Wali Kota; | |||
f. mendapatkan jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan; dan | |||
g. mendapatkan tunjangan purnatugas 1 (satu) kali di akhir masa jabatan sesuai kemampuan Keuangan Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|63| | |||
Anggota Badan Permusyawaratan Desa wajib: | |||
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; | |||
b. melaksanakan kehidupan demokrasi yang berkeadilan gender dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa; | |||
c. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat Desa; | |||
d. mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan; | |||
e. menghormati nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Desa; dan | |||
f. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan Desa. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|64| | ||
Anggota Badan Permusyawaratan Desa dilarang: | |||
a. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat Desa, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat Desa; | |||
b. melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; | |||
c. menyalahgunakan wewenang; | |||
d. melanggar sumpah/janji jabatan; | |||
e. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa; | |||
f. merangkap sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan; | |||
g. sebagai pelaksana proyek Desa; | |||
h. menjadi pengurus partai politik; dan/atau | |||
( | i. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang. | ||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|65| | |||
(1) Mekanisme musyawarah Badan Permusyawaratan Desa sebagai berikut: | |||
a. musyawarah Badan Permusyawaratan Desa dipimpin oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa; | |||
( | b. musyawarah Badan Permusyawaratan Desa dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa; | ||
c. pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah guna mencapai mufakat; | |||
d. apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan dengan cara pemungutan suara; | |||
( | e. pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d dinyatakan sah apabila disetujui oleh paling sedikit ½ (satu perdua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa yang hadir; dan | ||
f. hasil musyawarah Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan keputusan Badan Permusyawaratan Desa dan dilampiri notulen musyawarah yang dibuat oleh sekretaris Badan Permusyawaratan Desa. | |||
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Permusyawaratan Desa diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bagian|Kedelapan|Penghasilan Pemerintah Desa| | |||
{{Perundangan pasal2|66| | |||
(1) Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh penghasilan tetap setiap bulan. | |||
(2) Penghasilan tetap Kepala Desa dan perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari dana perimbangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diterima oleh Kabupaten/Kota dan ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. | |||
(3) Selain penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dan perangkat Desa menerima tunjangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. | |||
(4) Selain penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh jaminan kesehatan dan dapat memperoleh penerimaan lainnya yang sah. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2| | (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) serta penerimaan lainnya yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah. | ||
(1) | }}}} | ||
{{Perundangan bab|VI|HAK DAN KEWAJIBAN DESA DAN MASYARAKAT DESA| | |||
{{Perundangan pasal2|67 (diubah)| | |||
(1) Desa berhak: | |||
a. mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat Desa; | |||
b. menetapkan dan mengelola kelembagaan Desa; dan | |||
c. mendapatkan sumber pendapatan. | |||
( | (2) Desa berkewajiban: | ||
a. melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan masyarakat Desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; | |||
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Desa; | |||
c. mengembangkan kehidupan demokrasi; | |||
d. mengembangkan pemberdayaan masyarakat Desa; dan | |||
e. memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Desa. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|67| | |||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
( | (1) Desa berhak: | ||
a. | a. mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan hak asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat setempat; | ||
b. | b. menetapkan dan mengelola kelembagaan Desa; dan | ||
c. | c. mendapatkan sumber pendapatan. | ||
(2) Desa berkewajiban: | |||
( | |||
a. melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan masyarakat Desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; | |||
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat setempat; | |||
c. mengembangkan kehidupan demokrasi; | |||
d. mengembangkan pemberdayaan masyarakat setempat; dan | |||
e. memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat setempat. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|68| | |||
{{Perundangan pasal2| | (1) Masyarakat Desa berhak: | ||
(1) Desa berhak | |||
a. meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; | |||
b. memperoleh pelayanan yang sama dan adil; | |||
c. menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; | |||
d. memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi: | |||
1. Kepala Desa; | |||
2. perangkat Desa; | |||
3. anggota Badan Permusyawaratan Desa; atau | |||
4. anggota lembaga kemasyarakatan Desa. | |||
e. mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban di Desa. | |||
( | |||
(2) Masyarakat Desa berkewajiban: | |||
a. membangun diri dan memelihara lingkungan Desa; | |||
b. | b. mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa yang baik; | ||
c. | c. mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram di Desa; | ||
d. memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan di Desa; dan | |||
e. berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di Desa. | |||
( | }}}} | ||
{{Perundangan bab|VII|PERATURAN DESA| | |||
{{Perundangan pasal2|69| | |||
(1) Jenis peraturan di Desa terdiri atas Peraturan Desa, peraturan bersama Kepala Desa, dan peraturan Kepala Desa. | |||
( | (2) Peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. | ||
( | (3) Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. | ||
(4) Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa. | |||
(5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan oleh Bupati/Walikota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan tersebut oleh Bupati/Walikota. | |||
(6) Dalam hal Bupati/Walikota telah memberikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Desa wajib memperbaikinya. | |||
(7) Kepala Desa diberi waktu paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi untuk melakukan koreksi. | |||
(8) Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya. | |||
(9) Rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa. | |||
(10) Masyarakat Desa berhak memberikan masukan terhadap Rancangan Peraturan Desa. | |||
(11) Peraturan Desa dan peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Lembaran Desa dan Berita Desa oleh sekretaris Desa. | |||
( | (12) Dalam pelaksanaan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa sebagai aturan pelaksanaannya. | ||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|70| | |||
(1) Peraturan bersama Kepala Desa merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dari 2 (dua) Desa atau lebih yang melakukan kerja sama antar-Desa. | |||
( | (2) Peraturan bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perpaduan kepentingan Desa masing-masing dalam kerja sama antar-Desa. | ||
}}}} | }}}} | ||
{{Perundangan bagian| | {{Perundangan bab|VIII|KEUANGAN DESA DAN ASET DESA| | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan bagian|Kesatu|Keuangan Desa| | ||
(1) | {{Perundangan pasal2|71| | ||
(1) Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. | |||
(2) | (2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa. | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2|72 (diubah)| | |||
(1) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari: | |||
{{Perundangan pasal2| | |||
(1) Desa | a. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa; | ||
b. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; | |||
c. bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota; | |||
d. alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota; | |||
e. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota; | |||
f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan | |||
g. lain-lain pendapatan Desa yang sah. | |||
(2) Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan. | |||
(3) Bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari pajak dan retribusi daerah. | |||
(4) Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. | |||
( | (5) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa melimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat Desa yang ditunjuk. | ||
(6) Bagi Kabupaten/Kota yang tidak memberikan alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang seharusnya disalurkan ke Desa. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|72| | |||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
(1) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam | |||
Pasal 71 ayat (2) bersumber dari: | |||
a. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, | |||
hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotongroyong, dan lain-lain pendapatan asli Desa; | |||
b. alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara; | |||
c. bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/ kota; | |||
d. alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota; | |||
e. bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/ kota; | |||
f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan | |||
g. lain-lain pendapatan Desa yang sah. | |||
(2) Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersumber dari belanja pusat berupa dana Desa dari dana transfer daerah dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara berkeadilan, dan dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuan keuangan negara. | |||
(3) Bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari pajak daerah dan retribusi daerah. | |||
(4) Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari dana alokasi umum dan dana bagi hasil yang diterima kabupaten/kota dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah. | |||
(5) Besaran loo/o (sepuluh persen) dari dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diprioritaskan untuk pembayaran penghasilan tetap yang diteruskan dari rekening Pemerintah kepada rekening Desa. | |||
(6) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa melimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat Desa yang ditunjuk. | |||
(7) Bagi kabupaten/kota yang tidak memberikan alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4),,Pemerintah dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi dana alokasi khusus yang seharusnya disalurkan ke Desa. | |||
( | |||
( | (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendapatan Desa dan penyaluran dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah. | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|72A| | ||
(1) | ''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | ||
Pendapatan Desa seb aimana dimaksud dalam Pasal 72 dikelola sesuai dengan prioritas Pembangunan Desa, pendidikan, pendidikan kemasyarakatan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat guna menciptakan lapangan kerja yang meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Desa. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|73| | ||
(1) | (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan Desa. | ||
(2) | (2) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa diajukan oleh Kepala Desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Permusyawaratan Desa. | ||
(3) | (3) Sesuai dengan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa. | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|74 (diubah)| | ||
(1) Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah. | |||
(2) Kebutuhan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, tetapi tidak terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|74| | |||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
(1) Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah. | |||
(2) Prioritas kebutuhan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pemberian insentif bagi rukun tetangga dan rukun warga sesuai dengan pertimbangan kemampuan keuangan daerah. | |||
(3) Kebutuhan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, tetapi tidak terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|75| | |||
(1) Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Desa. | |||
(2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa. | |||
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Keuangan Desa diatur dalam Peraturan Pemerintah. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bagian|Kedua|Aset Desa| | |||
{{Perundangan pasal2|76| | |||
(1) Aset Desa dapat berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik Desa. | |||
(2) Aset lainnya milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: | |||
a. kekayaan Desa yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; | |||
b. kekayaan Desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis; | |||
c. kekayaan Desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; | |||
d. hasil kerja sama Desa; dan | |||
e. kekayaan Desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah. | |||
(3) Kekayaan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah berskala lokal Desa yang ada di Desa dapat dihibahkan kepemilikannya kepada Desa. | |||
(4) Kekayaan milik Desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa. | |||
(5) Kekayaan milik Desa yang telah diambil alih oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dikembalikan kepada Desa, kecuali yang sudah digunakan untuk fasilitas umum. | |||
(6) Bangunan milik Desa harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|77| | ||
(1) Pengelolaan kekayaan milik Desa dilaksanakan berdasarkan asas kepentingan umum, fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, dan kepastian nilai ekonomi. | |||
(1) | |||
(2) | (2) Pengelolaan kekayaan milik Desa dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Desa serta meningkatkan pendapatan Desa. | ||
}}}} | |||
{{Perundangan bagian| | (3) Pengelolaan kekayaan milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan tata cara pengelolaan kekayaan milik Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. | ||
{{Perundangan pasal2| | }}}}}} | ||
{{Perundangan bab|IX|PEMBANGUNAN DESA DAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN| | |||
{{Perundangan bagian|Kesatu|Pembangunan Desa| | |||
{{Perundangan pasal2|78 (diubah)| | |||
(1) Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. | |||
(2) Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. | |||
(3) Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|78| | ||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
( | (1) Pembangunan Desa bertujuan menciptakan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kesenjangan sosial ekonomi melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat setempat. | ||
( | (2) Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. | ||
(3) Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|79 (diubah)| | |||
(1) Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. | |||
(2) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjangka meliputi: | |||
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan | |||
b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. | |||
( | (3) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Desa. | ||
(4) Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa. | |||
(5) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. | |||
(6) Program Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang berskala lokal Desa dikoordinasikan dan/atau didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa. | |||
(7) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|79| | |||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
(1) Pemerintah Desa menJrusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota. | |||
(2) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjangka meliputi: | |||
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 8 (delapan) tahun; dan | |||
b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. | |||
(3) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa sebagaimanadimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Desa. | |||
(4) Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa. | |||
(5) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan pedoman dalam penJrusunan anggaran pendapatan dan belanja Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. | |||
(6) Program Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang berskala lokal Desa dikoordinasikan dan/atau didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa. | |||
(7) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan pembangunan kabupaten/kota. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|80| | ||
(1) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat Desa. | |||
(2) Dalam menyusun perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan Pembangunan Desa. | |||
(3) Musyawarah perencanaan Pembangunan Desa menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. | |||
(4) Prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa yang meliputi: | |||
a. peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar; | |||
b. pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia; | |||
c. pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif; | |||
d. pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi; dan | |||
e. peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat Desa berdasarkan kebutuhan masyarakat Desa. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|81| | ||
(1) Pembangunan Desa dilaksanakan sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah Desa. | |||
(2) Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan seluruh masyarakat Desa dengan semangat gotong royong. | |||
(3) Pelaksanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam Desa. | |||
(4) Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa. | |||
(5) Pelaksanaan program sektoral yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk diintegrasikan dengan Pembangunan Desa. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|82| | |||
(1) Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa. | |||
(2) Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa. | |||
(3) Masyarakat Desa melaporkan hasil pemantauan dan berbagai keluhan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa kepada Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. | |||
(4) Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintah Desa, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa kepada masyarakat Desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) tahun sekali. | |||
(5) Masyarakat Desa berpartisipasi dalam Musyawarah Desa untuk menanggapi laporan pelaksanaan Pembangunan Desa. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bagian|Kedua|Pembangunan Kawasan Perdesaan| | |||
{{Perundangan pasal2|83| | |||
(1) Pembangunan Kawasan Perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar-Desa dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota. | |||
(2) Pembangunan Kawasan Perdesaan dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa di Kawasan Perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif. | |||
(3) Pembangunan Kawasan Perdesaan meliputi: | |||
a. penggunaan dan pemanfaatan wilayah Desa dalam rangka penetapan kawasan pembangunan sesuai dengan tata ruang Kabupaten/Kota; | |||
b. pelayanan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan; | |||
c. pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi perdesaan, dan pengembangan teknologi tepat guna; dan | |||
d. pemberdayaan masyarakat Desa untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi. | |||
(4) Rancangan pembangunan Kawasan Perdesaan dibahas bersama oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa. | |||
(5) Rencana pembangunan Kawasan Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Bupati/Walikota sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|84| | |||
(1) Pembangunan Kawasan Perdesaan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan/atau pihak ketiga yang terkait dengan pemanfaatan Aset Desa dan tata ruang Desa wajib melibatkan Pemerintah Desa. | |||
(2) Perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan Aset Desa untuk pembangunan Kawasan Perdesaan merujuk pada hasil Musyawarah Desa. | |||
(3) Pengaturan lebih lanjut mengenai perencanaan, pelaksanaan pembangunan Kawasan Perdesaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|85| | |||
(1) Pembangunan Kawasan Perdesaan dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui satuan kerja perangkat daerah, Pemerintah Desa, dan/atau BUM Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa. | |||
(2) Pembangunan Kawasan Perdesaan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan pihak ketiga wajib mendayagunakan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia serta mengikutsertakan Pemerintah Desa dan masyarakat Desa. | |||
(3) Pembangunan Kawasan Perdesaan yang berskala lokal Desa wajib diserahkan pelaksanaannya kepada Desa dan/atau kerja sama antar-Desa. | |||
}}}} | }}}} | ||
{{Perundangan | {{Perundangan bagian|Ketiga|Sistem Informasi Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan| | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|86 (diubah)| | ||
(1) Desa yang | (1) Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. | ||
(2) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota | |||
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem informasi Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan. | |||
( | |||
(3) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia. | |||
(4) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan Perdesaan, serta informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan. | |||
(5) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat Desa dan semua pemangku kepentingan. | |||
(6) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyediakan informasi perencanaan pembangunan | |||
Kabupaten/Kota untuk Desa. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|86| | |||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
(1) Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota. | |||
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem informasi Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan. | |||
(3) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia. | |||
(4) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (21 meliputi data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan Perdesaan, serta informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan. | |||
(5) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat Desa setempat. | |||
(6) Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyediakan informasi perencanaan pembangunan kabupaten/kota untuk Desa. | |||
}}}}}} | |||
{{Perundangan bab|X|BADAN USAHA MILIK DESA| | |||
{{Perundangan pasal2|87| | |||
(1) Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa. | |||
(4) Paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersama Pemerintah Desa melakukan inventarisasi Aset Desa. | (2) BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. | ||
(3) BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|87A| | |||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
(1) Pengelolaan BUM Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) dilakukan secara profesional untuk mendapatkan keuntungan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. | |||
(2) BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan/atau koperasi. | |||
(3) Kerja sama BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan untuk membentuk kemitraan yang saling menguntungkan antarpelaku ekonomi dan saling menguatkan untuk mewujudkan demokrasi ekonomi dan efisiensi nasional yang berdaya saing tinggi. | |||
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|88| | |||
(1) Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa. | |||
(2) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|89| | |||
Hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk: a. pengembangan usaha; dan | |||
b. Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|90| | |||
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUM Desa dengan: | |||
a. memberikan hibah dan/atau akses permodalan; | |||
b. melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan | |||
c. memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam di Desa. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bab|XI|KERJASAMA DESA| | |||
{{Perundangan pasal2|91| | |||
Desa dapat mengadakan kerja sama dengan Desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. }} | |||
{{Perundangan bagian|Kesatu|Kerja Sama antar-Desa| | |||
{{Perundangan pasal2|92| | |||
(1) Kerja sama antar-Desa meliputi: | |||
a. pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing; | |||
b. kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau | |||
c. bidang keamanan dan ketertiban. | |||
(2) Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui kesepakatan musyawarah antar-Desa. | |||
(3) Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa. | |||
(4) Musyawarah antar-Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membahas hal yang berkaitan dengan: | |||
a. pembentukan lembaga antar-Desa; | |||
b. pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa; | |||
c. perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa; | |||
d. pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan Kawasan Perdesaan; | |||
e. masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada; dan | |||
f. kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa. | |||
(5) Dalam melaksanakan pembangunan antar-Desa, badan kerja sama antar-Desa dapat membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan. | |||
(6) Dalam pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bagian|Kedua|Kerja Sama dengan Pihak Ketiga| | |||
{{Perundangan pasal2|93| | |||
(1) Kerja sama Desa dengan pihak ketiga dilakukan untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. | |||
(2) Kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa. | |||
}}}}}} | |||
{{Perundangan bab|XII|LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN LEMBAGA ADAT DESA| | |||
{{Perundangan bagian|Kesatu|Lembaga Kemasyarakatan Desa| | |||
{{Perundangan pasal2|94| | |||
(1) Desa mendayagunakan lembaga kemasyarakatan Desa yang ada dalam membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. | |||
(2) Lembaga kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wadah partisipasi masyarakat Desa sebagai mitra Pemerintah Desa. | |||
(3) Lembaga kemasyarakatan Desa bertugas melakukan pemberdayaan masyarakat Desa, ikut serta merencanakan dan melaksanakan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat Desa. | |||
(4) Pelaksanaan program dan kegiatan yang bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan lembaga non-Pemerintah wajib memberdayakan dan mendayagunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada di Desa. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bagian|Kedua|Lembaga Adat Desa| | |||
{{Perundangan pasal2|95| | |||
(1) Pemerintah Desa dan masyarakat Desa dapat membentuk lembaga adat Desa. | |||
(2) Lembaga adat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga yang menyelenggarakan fungsi adat istiadat dan menjadi bagian dari susunan asli Desa yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat Desa. | |||
(3) Lembaga adat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu Pemerintah Desa dan sebagai mitra dalam memberdayakan, melestarikan, dan mengembangkan adat istiadat sebagai wujud pengakuan terhadap adat istiadat masyarakat Desa. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bab|XIII|KETENTUAN KHUSUS DESA ADAT| | |||
{{Perundangan bagian|Kesatu|Penataan Desa Adat| | |||
{{Perundangan pasal2|96| | |||
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan penataan kesatuan masyarakat hukum adat dan ditetapkan menjadi Desa | |||
Adat. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|97| | |||
(1) Penetapan Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 memenuhi syarat: | |||
a. kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya secara nyata masih hidup, baik yang bersifat teritorial, genealogis, maupun yang bersifat fungsional; | |||
b. kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat; dan | |||
c. kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. | |||
(2) Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya yang masih hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memiliki wilayah dan paling kurang memenuhi salah satu atau gabungan unsur adanya: | |||
a. masyarakat yang warganya memiliki perasaan bersama dalam kelompok; | |||
b. pranata pemerintahan adat; | |||
c. harta kekayaan dan/atau benda adat; dan/atau | |||
d. perangkat norma hukum adat. | |||
(3) Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat apabila: | |||
a. keberadaannya telah diakui berdasarkan undangundang yang berlaku sebagai pencerminan perkembangan nilai yang dianggap ideal dalam masyarakat dewasa ini, baik undang-undang yang bersifat umum maupun bersifat sektoral; dan | |||
b. substansi hak tradisional tersebut diakui dan dihormati oleh warga kesatuan masyarakat yang bersangkutan dan masyarakat yang lebih luas serta tidak bertentangan dengan hak asasi manusia. | |||
(4) Suatu kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia apabila kesatuan masyarakat hukum adat tersebut tidak mengganggu keberadaan Negara Kesatuan Republik lndonesia sebagai sebuah kesatuan politik dan kesatuan hukum yang: | |||
a. tidak mengancam kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik lndonesia; dan | |||
b. substansi norma hukum adatnya sesuai dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|98| | |||
(1) Desa Adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. | |||
(2) Pembentukan Desa Adat setelah penetapan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan faktor penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, serta pemberdayaan masyarakat Desa dan sarana prasarana pendukung. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|99| | |||
(1) Penggabungan Desa Adat dapat dilakukan atas prakarsa dan kesepakatan antar-Desa Adat. | |||
(2) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memfasilitasi pelaksanaan penggabungan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|100| | |||
(1) Status Desa dapat diubah menjadi Desa Adat, kelurahan dapat diubah menjadi Desa Adat, Desa Adat dapat diubah menjadi Desa, dan Desa Adat dapat diubah menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa masyarakat yang bersangkutan melalui Musyawarah Desa dan disetujui oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. | |||
(2) Dalam hal Desa diubah menjadi Desa Adat, kekayaan Desa beralih status menjadi kekayaan Desa Adat, dalam hal kelurahan berubah menjadi Desa Adat, kekayaan kelurahan beralih status menjadi kekayaan Desa Adat, dalam hal Desa Adat berubah menjadi Desa, kekayaan Desa Adat beralih status menjadi kekayaan Desa, dan dalam hal Desa Adat berubah menjadi kelurahan, kekayaan Desa Adat beralih status menjadi kekayaan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|101| | |||
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan penataan Desa Adat. | |||
(2) Penataan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Daerah. | |||
(3) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai lampiran peta batas wilayah. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|102| | |||
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17. }}}}}} | |||
{{Perundangan bagian|Kedua|Kewenangan Desa Adat| | |||
{{Perundangan pasal2|103| | |||
Kewenangan Desa Adat berdasarkan hak asal usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi: | |||
a. pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli; | |||
b. pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat; | |||
c. pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat; | |||
d. penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah; | |||
e. penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; | |||
f. pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat; dan | |||
g. pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa Adat. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|104| | |||
Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan berskala lokal Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dan huruf b serta Pasal 103 diatur dan diurus oleh Desa Adat dengan memperhatikan prinsip keberagaman. }} | |||
{{Perundangan pasal2|105| | |||
Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dan huruf d diurus oleh Desa Adat. | |||
{{Perundangan pasal2|106| | |||
(1) Penugasan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada Desa Adat meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat, pelaksanaan Pembangunan Desa Adat, pembinaan kemasyarakatan Desa Adat, dan pemberdayaan masyarakat Desa Adat. | |||
(2) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan biaya. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bagian|Ketiga|Pemerintahan Desa Adat| | |||
{{Perundangan pasal2|107| | |||
Pengaturan dan penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat dilaksanakan sesuai dengan hak asal usul dan hukum adat yang berlaku di Desa Adat yang masih hidup serta sesuai dengan perkembangan masyarakat dan tidak bertentangan dengan asas penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat dalam prinsip Negara Kesatuan | |||
Republik Indonesia. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|108| | |||
Pemerintahan Desa Adat menyelenggarakan fungsi permusyawaratan dan Musyawarah Desa Adat sesuai dengan susunan asli Desa Adat atau dibentuk baru sesuai dengan prakarsa masyarakat Desa Adat. }} | |||
{{Perundangan pasal2|109| | |||
Susunan kelembagaan, pengisian jabatan, dan masa jabatan Kepala Desa Adat berdasarkan hukum adat ditetapkan dalam peraturan daerah Provinsi. }}}} | |||
{{Perundangan bagian|Keempat|Peraturan Desa Adat| | |||
{{Perundangan pasal2|110| | |||
Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan hukum adat dan norma adat istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. }} | |||
{{Perundangan pasal2|111| | |||
(1) Ketentuan khusus tentang Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 sampai dengan Pasal 110 hanya berlaku untuk Desa Adat. | |||
(2) Ketentuan tentang Desa berlaku juga untuk Desa Adat sepanjang tidak diatur dalam ketentuan khusus tentang Desa Adat. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bab|XIV|PEMBINAAN DAN PENGAWASAN| | |||
{{Perundangan pasal2|112| | |||
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota membina dan mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa. | |||
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan kepada perangkat daerah. | |||
(3) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberdayakan masyarakat Desa dengan: | |||
a. menerapkan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi tepat guna, dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi dan pertanian masyarakat Desa; | |||
b. meningkatkan kualitas pemerintahan dan masyarakat Desa melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; dan | |||
c. mengakui dan memfungsikan institusi asli dan/atau yang sudah ada di masyarakat Desa. | |||
(4) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|113| | |||
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) meliputi: | |||
a. memberikan pedoman dan standar pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan Desa; | |||
b. memberikan pedoman tentang dukungan pendanaan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa; | |||
c. memberikan penghargaan, pembimbingan, dan pembinaan kepada lembaga masyarakat Desa; | |||
d. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif; | |||
e. memberikan pedoman standar jabatan bagi perangkat Desa; | |||
f. memberikan bimbingan, supervisi, dan konsultasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan lembaga kemasyarakatan; | |||
g. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan lembaga kemasyarakatan Desa; | |||
h. menetapkan bantuan keuangan langsung kepada Desa; | |||
i. melakukan pendidikan dan pelatihan tertentu kepada aparatur Pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa; | |||
j. melakukan penelitian tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Desa tertentu; | |||
k. mendorong percepatan pembangunan perdesaan; | |||
l. memfasilitasi dan melakukan penelitian dalam rangka penentuan kesatuan masyarakat hukum adat sebagai Desa; dan | |||
m. menyusun dan memfasilitasi petunjuk teknis bagi BUM Desa dan lembaga kerja sama Desa. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|114| | |||
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) meliputi: | |||
a. melakukan pembinaan terhadap Kabupaten/Kota dalam rangka penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur Desa; | |||
b. melakukan pembinaan Kabupaten/Kota dalam rangka pemberian alokasi dana Desa; | |||
c. melakukan pembinaan peningkatan kapasitas Kepala Desa dan perangkat Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan lembaga kemasyarakatan; | |||
d. melakukan pembinaan manajemen Pemerintahan Desa; | |||
e. melakukan pembinaan upaya percepatan Pembangunan Desa melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis; | |||
f. melakukan bimbingan teknis bidang tertentu yang tidak mungkin dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; | |||
g. melakukan inventarisasi kewenangan Provinsi yang dilaksanakan oleh Desa; | |||
h. melakukan pembinaan dan pengawasan atas penetapan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dalam pembiayaan Desa; | |||
i. melakukan pembinaan terhadap Kabupaten/Kota dalam rangka penataan wilayah Desa; | |||
j. membantu Pemerintah dalam rangka penentuan kesatuan masyarakat hukum adat sebagai Desa; dan | |||
k. membina dan mengawasi penetapan pengaturan BUM Desa Kabupaten/Kota dan lembaga kerja sama antarDesa. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|115| | |||
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) meliputi: | |||
a. memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Desa; | |||
b. memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa; | |||
c. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif; | |||
d. melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa; | |||
e. melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa; | |||
f. menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk Desa; | |||
g. mengawasi pengelolaan Keuangan Desa dan pendayagunaan Aset Desa; | |||
h. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa; | |||
i. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga adat; | |||
j. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga adat; | |||
k. melakukan upaya percepatan pembangunan perdesaan; | |||
l. melakukan upaya percepatan Pembangunan Desa melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis; | |||
m. melakukan peningkatan kapasitas BUM Desa dan lembaga kerja sama antar-Desa; dan | |||
n. memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bab|XV|KETENTUAN PERALIHAN| | |||
{{Perundangan pasal2|116| | |||
(1) Desa yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap diakui sebagai Desa. | |||
(2) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menetapkan Peraturan Daerah tentang penetapan Desa dan Desa Adat di wilayahnya. | |||
(3) Penetapan Desa dan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. | |||
(4) Paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersama Pemerintah Desa melakukan inventarisasi Aset Desa. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|117| | |||
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang sudah ada wajib menyesuaikannya dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. }} | |||
{{Perundangan pasal2|118 (diubah)| | |||
(1) Masa jabatan Kepala Desa yang ada pada saat ini tetap berlaku sampai habis masa jabatannya. | |||
(2) Periodisasi masa jabatan Kepala Desa mengikuti ketentuan Undang-Undang ini. | |||
(3) Anggota Badan Permusyawaratan Desa yang ada pada saat ini tetap menjalankan tugas sampai habis masa keanggotaanya. | |||
(4) Periodisasi keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa mengikuti ketentuan Undang-Undang ini. | |||
(5) Perangkat Desa yang tidak berstatus pegawai negeri sipil tetap melaksanakan tugas sampai habis masa tugasnya. | |||
(6) Perangkat Desa yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil melaksanakan tugasnya sampai ditetapkan penempatannya yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|118| | |||
Pada saat Undang-Undang ini berlaku: | |||
a. Kepala Desa dan anggota Badan Permusyawaratan Desa yang telah menjabat selama 2 (dua) periode sebelum Undang-Undang ini berlaku dapat mencalonkan diri 1 (satu) periode lagi berdasarkan Undang-Undang ini. | |||
b. Kepala Desa dan anggota Badan Permusyawaratan Desa yang masih menjabat pada periode pertama dan periode kedua menyelesaikan sisa masa jabatannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan dapat mencalonkan diri 1 (satu) periode lagi. | |||
c. Kepala Desa dan anggota Badan Permusyawaratan Desa yang masih menjabat pada periode ketiga menyelesaikan sisa masa jabatannya sesuai UndangUndang ini. | |||
d. Kepala Desa yang sudah terpilih tetapi belum dilantik, masa jabatannya mengikuti ketentuan UndangUndang ini. | |||
e. Kepala Desa yang berakhir masa jabatannya sampai dengan bulan Februari 2024 dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. | |||
f. Perangkat Desa yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil melaksanakan tugasnya sampai ditetapkan penempatannya yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. | |||
}}}} | |||
{{Perundangan bab|XVI|KETENTUAN PENUTUP| | |||
{{Perundangan pasal2|119| | |||
Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan Desa wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya dengan ketentuan Undang-Undang ini. }} | |||
{{Perundangan pasal2|120| | |||
(1) Semua peraturan pelaksanaan tentang Desa yang selama ini ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. | |||
(2) Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UndangUndang ini diundangkan. | |||
}} | |||
{{Perundangan pasal2|121| | |||
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pasal 200 sampai dengan Pasal 216 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|121A| | ||
''(Pasal 1, [[Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024]])'' | |||
(1 | |||
Pemerintah harus melaporkan pelaksanaan UndangUndang ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melalui alat kelengkapan yang menangani urusan di bidang legislasi paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal2| | {{Perundangan pasal2|122| | ||
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. | Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. | ||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | ||
}}}} | }}}} | ||