Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009: Perbedaan antara revisi

tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(40 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Perundangan judul|{{Perundangan jenis|Undang-undang|{{Perundangan lembaga|Republik Indonesia}}}}<br/>
{{#seo:|image=Cover UU 22 2009.jpg}}
{{Perundangan nomor|22}} {{Perundangan tahun|2009}}<br/>
TENTANG<br/>
{{Perundangan tentang|LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN}}


{{Perundangan uu
|daerah=Republik Indonesia
|nomor=22
|tahun=2009
|tentang=LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
|pejabat=PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
}}


{{Perundangan konsideran|{{Perundangan konsideran isi|a|Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945}}


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
{{Perundangan konsideran isi|b|Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah}}


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,}}
{{Perundangan konsideran isi|c|perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara}}


{{Perundangan konsideran isi|d|[[Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992]] tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saat ini sehingga perlu diganti dengan undang- undang yang baru}}


{{Perundangan konsideran|{{Hanging indent |text=a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;}}
{{Perundangan konsideran isi|e|berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan}}
 
}}
{{Hanging indent |text=b. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah;}}


{{Hanging indent |text=c. bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara;}}


{{Hanging indent |text=d. bahwa [[Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992]] tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saat ini sehingga perlu diganti dengan undang- undang yang baru;
{{Perundangan dasar hukum|{{Perundangan dasar hukum isi||[[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945#Pasal 5 ayat 1|Pasal 5 ayat (1)]] serta Pasal [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945#Pasal 20 ayat 1|20 ayat (1)]] dan [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945#Pasal 20 ayat 2|ayat (2)]] [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945]]}}
}}
}}
{{Hanging indent |text=e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
}}}}
{{Perundangan dasar hukum|Pasal 5 ayat (1) serta Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;}}




Baris 38: Baris 36:
{{Perundangan keputusan|UNDANG-UNDANG TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN.}}
{{Perundangan keputusan|UNDANG-UNDANG TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN.}}


{{Perundangan bab|I|KETENTUAN UMUM|
{{:{{PAGENAME}}/BAB I}}
{{Perundangan pasal|1|
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
 
{{Perundangan ketentuan umum|1|Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|2|Lalu Lintas|gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|3|Angkutan|perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|4|Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|serangkaian Simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|5|Simpul|tempat yang diperuntukkan bagi pergantian antarmoda dan intermoda yang berupa Terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, dan/atau bandar udara.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|6|Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|Ruang Lalu Lintas, Terminal, dan Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|7|Kendaraan|suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|8|Kendaraan Bermotor|setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|9|Kendaraan Tidak Bermotor|setiap Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|10|Kendaraan Bermotor Umum|setiap Kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|11|Ruang Lalu Lintas Jalan|prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|12|Jalan|seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|13|Terminal|pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|14|Halte|tempat pemberhentian Kendaraan Bermotor Umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|15|Parkir|keadaan Kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|16|Berhenti|keadaan Kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak ditinggalkan pengemudinya.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|17|Rambu Lalu Lintas|bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|18|Marka Jalan|suatu tanda yang berada di permukaan Jalan atau di atas permukaan Jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus Lalu Lintas dan membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|19|Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas|perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur Lalu Lintas orang dan/atau Kendaraan di persimpangan atau pada ruas Jalan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|20|Sepeda Motor|Kendaraan Bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau Kendaraan Bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|21|Perusahaan Angkutan Umum|badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|22|Pengguna Jasa|perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|23|Pengemudi|orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|24|Kecelakaan Lalu Lintas|suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|25|Penumpang|orang yang berada di Kendaraan selain Pengemudi dan awak Kendaraan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|26|Pejalan Kaki|setiap orang yang berjalan di Ruang Lalu Lintas Jalan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|27|Pengguna Jalan|orang yang menggunakan Jalan untuk berlalu lintas.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|28|Dana Preservasi Jalan|dana yang khusus digunakan untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi Jalan secara berkelanjutan sesuai dengan standar yang ditetapkan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|29|Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas|serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|30|Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau Kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|31|Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|32|Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|suatu keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna Jalan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|33|Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|suatu keadaan berlalu lintas dan penggunaan angkutan yang bebas dari hambatan dan kemacetan di Jalan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|34|Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|sekumpulan subsistem yang saling berhubungan dengan melalui penggabungan, pemrosesan, penyimpanan, dan pendistribusian data yang terkait dengan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|35|Penyidik|pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|36|Penyidik Pembantu|pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam Undang-Undang ini.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|37|Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,|Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|38|Pemerintah Daerah|gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|39|Menteri|pembantu Presiden yang memimpin kementerian negara dan bertanggung jawab atas urusan pemerintahan di bidang Jalan, bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bidang industri, bidang pengembangan teknologi, atau bidang pendidikan dan pelatihan.}}
 
{{Perundangan ketentuan umum|40|Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia|pemimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.}}
}}
}}
 
{{Perundangan bab|II|ASAS DAN TUJUAN|
{{Perundangan pasal|2|
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan:
 
a. asas transparan;
 
b. asas akuntabel;
 
c. asas berkelanjutan;
 
d. asas partisipatif;
 
e. asas bermanfaat;
 
f. asas efisien dan efektif;
 
g. asas seimbang;
 
h. asas terpadu; dan
 
i. asas mandiri.
}}
{{Perundangan pasal|3|
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan:
 
a. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
 
b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
 
c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
}}
}}
{{Perundangan bab|III|RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG|
{{Perundangan pasal|4|
Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:
 
a. kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan;
 
b. kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
 
c. kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}
}}
{{Perundangan bab|IV|PEMBINAAN|
{{Perundangan pasal|5|
{{Perundangan ayat|5|1|Negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|5|2|Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
 
a. perencanaan;
 
b. pengaturan;
 
c. pengendalian; dan
 
d. pengawasan.}}
 
{{Perundangan ayat|5|3|Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh instansi pembina sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang meliputi:
 
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
 
b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
 
c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri;
 
d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi; dan
 
e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|6|
{{Perundangan ayat|6|1|Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan oleh instansi pembina sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 5 ayat 3|Pasal 5 ayat (3)]] meliputi:
 
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan pengembangan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional;
 
b. penetapan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku secara nasional;
 
c. penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara nasional;
 
d. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, pemberian izin, dan bantuan teknis kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota; dan
 
e. pengawasan terhadap pelaksanaan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.}}
 
{{Perundangan ayat|6|2|Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|6|3|Urusan pemerintah provinsi dalam melakukan pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
 
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi dan kabupaten/kota yang jaringannya melampaui batas wilayah kabupaten/kota;
 
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di provinsi; dan
 
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi.}}
{{Perundangan ayat|6|4|Urusan pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
 
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota yang jaringannya berada di wilayah kabupaten/kota;
 
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di kabupaten/kota; dan
 
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota.}}
}}}}
{{Perundangan bab|V|PENYELENGGARAAN|
{{Perundangan pasal|7|
{{Perundangan ayat|7|1|Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam kegiatan pelayanan langsung kepada masyarakat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan hukum, dan/atau masyarakat.}}
{{Perundangan ayat|7|2|Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi masing-masing meliputi:
 
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
 
b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
 
c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri;
 
d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi; dan
 
e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|8|
Penyelenggaraan di bidang Jalan meliputi kegiatan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan prasarana Jalan sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 7 ayat 2|Pasal 7 ayat (2)]]] huruf a, yaitu:
 
a. inventarisasi tingkat pelayanan Jalan dan permasalahannya;
 
b. penyusunan rencana dan program pelaksanaannya serta penetapan tingkat pelayanan Jalan yang diinginkan;
 
c. perencanaan, pembangunan, dan optimalisasi pemanfaatan ruas Jalan;
 
d. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan Jalan;
 
e. penetapan kelas Jalan pada setiap ruas Jalan;
 
f. uji kelaikan fungsi Jalan sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan berlalu lintas; dan
 
g. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang prasarana Jalan.
}}
{{Perundangan pasal|9|
Penyelenggaraan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi:
 
a. penetapan rencana umum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
 
b. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
 
c. persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor;
 
d. perizinan angkutan umum;
 
e. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
 
f. pembinaan sumber daya manusia penyelenggara sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
 
g. penyidikan terhadap pelanggaran perizinan angkutan umum, persyaratan teknis dan kelaikan Jalan Kendaraan Bermotor yang memerlukan keahlian dan/atau peralatan khusus yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
}}
{{Perundangan pasal|10|
Penyelenggaraan di bidang industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c meliputi:
 
a. penyusunan rencana dan program pelaksanaan pengembangan industri Kendaraan Bermotor;
 
b. pengembangan industri perlengkapan Kendaraan Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
 
c. pengembangan industri perlengkapan Jalan yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}
{{Perundangan pasal|11|
Penyelenggaraan di bidang pengembangan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d meliputi:
 
a. penyusunan rencana dan program pelaksanaan pengembangan teknologi Kendaraan Bermotor;
 
b. pengembangan teknologi perlengkapan Kendaraan Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
 
c. pengembangan teknologi perlengkapan Jalan yang menjamin Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}
{{Perundangan pasal|12|
Penyelenggaraan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e meliputi:
 
a. pengujian dan penerbitan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor;
 
b. pelaksanaan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor;
 
c. pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian data Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
 
d. pengelolaan pusat pengendalian Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
 
e. pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli Lalu Lintas;
 
f. penegakan hukum yang meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas;
 
g. pendidikan berlalu lintas;
 
h. pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; dan
 
i. pelaksanaan manajemen operasional Lalu Lintas.
}}
{{Perundangan pasal|13|
{{Perundangan ayat|13|1|Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 7 ayat 1|Pasal 7 ayat (1)]] dilakukan secara terkoordinasi.}}
{{Perundangan ayat|13|2|Koordinasi Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|13|3|Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertugas melakukan koordinasi antarinstansi penyelenggara yang memerlukan keterpaduan dalam merencanakan dan menyelesaikan masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|13|4|Keanggotaan forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat.}}
{{Perundangan ayat|13|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}
{{Perundangan bab|VI|JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|
{{Perundangan pasal|14|
{{Perundangan ayat|14|1|Untuk mewujudkan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terpadu dilakukan pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk menghubungkan semua wilayah di daratan.}}
{{Perundangan ayat|14|2|Pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan kebutuhan.}}
{{Perundangan ayat|14|3|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
 
a. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;
 
b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; dan
 
c. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota.}}
}}
{{Perundangan pasal|15|
{{Perundangan ayat|15|1|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 14 ayat 3|Pasal 14 ayat (3)]] huruf a disusun secara berkala dengan mempertimbangkan kebutuhan transportasi dan ruang kegiatan berskala nasional.}}
{{Perundangan ayat|15|2|Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.}}
{{Perundangan ayat|15|3|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional memuat:
 
a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup nasional;
 
b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional dalam keseluruhan moda transportasi;
 
c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul nasional; dan d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas nasional.}}
}}
{{Perundangan pasal|16|
{{Perundangan ayat|16|1|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 14 ayat 3|Pasal 14 ayat (3)]] huruf b disusun secara berkala dengan mempertimbangkan kebutuhan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan ruang kegiatan berskala provinsi.}}
{{Perundangan ayat|16|2|Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan:
 
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
 
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan
 
c. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional.}}
 
{{Perundangan ayat|16|3|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi memuat:
 
a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup provinsi;
 
b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi dalam keseluruhan moda transportasi;
 
c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul provinsi; dan
 
d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas provinsi.}}
}}
{{Perundangan pasal|17|
{{Perundangan ayat|17|1|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 14 ayat 3|Pasal 14 ayat (3)]] huruf c disusun secara berkala dengan mempertimbangkan kebutuhan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta ruang kegiatan berskala kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|17|2|Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan:
 
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
 
b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;
 
c. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
 
d. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; dan
 
e. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.}}
{{Perundangan ayat|17|3|Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota memuat:
 
a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup kabupaten/kota;
 
b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota dalam keseluruhan moda transportasi;
 
c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul kabupaten/kota; dan
 
d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas kabupaten/kota.}}
}}
{{Perundangan pasal|18|
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.
{{Perundangan paragraf|1|Kelas Jalan}}
}}<!--/pasal 18-->}}<!--/bagian kesatu-->
{{Perundangan bagian|Kedua|Ruang Lalu Lintas|
{{Perundangan pasal|19|
{{Perundangan ayat|19|1|Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
 
a. fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
 
b. daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.}}
 
{{Perundangan ayat|19|2|Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
 
a. jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton;
 
b. jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton;
 
c. jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan
 
d. jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.}}
 
{{Perundangan ayat|19|3|Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan kelas III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8 (delapan) ton.}}
{{Perundangan ayat|19|4|Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Jalan.}}
{{Perundangan ayat|19|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|20|
{{Perundangan ayat|20|1|Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan dilakukan oleh:
 
a. Pemerintah, untuk jalan nasional;
 
b. pemerintah provinsi, untuk jalan provinsi;
 
c. pemerintah kabupaten, untuk jalan kabupaten; atau
 
d. pemerintah kota, untuk jalan kota.}}
 
{{Perundangan ayat|20|2|Kelas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|20|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelompokan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan tata cara penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan paragraf|2|Penggunaan dan Perlengkapan Jalan}}
{{Perundangan pasal|21|
{{Perundangan ayat|21|1|Setiap Jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara nasional.}}
{{Perundangan ayat|21|2|Batas kecepatan paling tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kawasan permukiman, kawasan perkotaan, jalan antarkota, dan jalan bebas hambatan.}}
{{Perundangan ayat|21|3|Atas pertimbangan keselamatan atau pertimbangan khusus lainnya, Pemerintah Daerah dapat menetapkan batas kecepatan paling tinggi setempat yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|21|4|Batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas hambatan ditetapkan dengan batas absolut 60 (enam puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas.}}
{{Perundangan ayat|21|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|22|
{{Perundangan ayat|22|1|Jalan yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan laik fungsi Jalan secara teknis dan administratif.}}
{{Perundangan ayat|22|2|Penyelenggara Jalan wajib melaksanakan uji kelaikan fungsi Jalan sebelum pengoperasian Jalan.}}
{{Perundangan ayat|22|3|Penyelenggara Jalan wajib melakukan uji kelaikan fungsi Jalan pada Jalan yang sudah beroperasi secara berkala dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau sesuai dengan kebutuhan.}}
{{Perundangan ayat|22|4|Uji kelaikan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh tim uji laik fungsi Jalan yang dibentuk oleh penyelenggara Jalan.}}
{{Perundangan ayat|22|5|Tim uji laik fungsi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas unsur penyelenggara Jalan, instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|22|6|Hasil uji kelaikan fungsi Jalan wajib dipublikasikan dan ditindaklanjuti oleh penyelenggara Jalan, instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|22|7|Uji kelaikan fungsi Jalan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
}}
{{Perundangan pasal|23|
{{Perundangan ayat|23|1|Penyelenggara Jalan dalam melaksanakan preservasi Jalan dan/atau peningkatan kapasitas Jalan wajib menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|23|2|Penyelenggara Jalan dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|24|
{{Perundangan ayat|24|1|Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|24|2|Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas.}}
}}
{{Perundangan pasal|25|
{{Perundangan ayat|25|1|Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa:
 
a. Rambu Lalu Lintas;
 
b. Marka Jalan;
 
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
 
d. alat penerangan Jalan;
 
e. alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;
 
f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
 
g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan
 
h. fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di Jalan dan di luar badan Jalan.}}
 
{{Perundangan ayat|25|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|26|
{{Perundangan ayat|26|1|Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) diselenggarakan oleh:
 
a. Pemerintah untuk jalan nasional;
 
b. pemerintah provinsi untuk jalan provinsi;
 
c. pemerintah kabupaten/kota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa; atau
 
d. badan usaha jalan tol untuk jalan tol.}}
 
{{Perundangan ayat|26|2|Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
}}
{{Perundangan pasal|27|
{{Perundangan ayat|27|1|Perlengkapan Jalan pada jalan lingkungan tertentu disesuaikan dengan kapasitas, intensitas, dan volume Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|27|2|Ketentuan mengenai pemasangan perlengkapan Jalan pada jalan lingkungan tertentu diatur dengan peraturan daerah.}}
}}
{{Perundangan pasal|28|
{{Perundangan ayat|28|1|Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan.}}
{{Perundangan ayat|28|2|Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 25 ayat 1|Pasal 25 ayat (1)]].}}
}}}}}}<!--/bagian kedua-->
{{Perundangan bagian|Ketiga|Dana Preservasi Jalan|
{{Perundangan pasal|29|
{{Perundangan ayat|29|1|Untuk mendukung pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar, kondisi Jalan harus dipertahankan.}}
{{Perundangan ayat|29|2|Untuk mempertahankan kondisi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperlukan Dana Preservasi Jalan.}}
{{Perundangan ayat|29|3|Dana Preservasi Jalan digunakan khusus untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi Jalan.}}
{{Perundangan ayat|29|4|Dana Preservasi Jalan dapat bersumber dari Pengguna Jalan dan pengelolaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
}}
{{Perundangan pasal|30|
Pengelolaan Dana Preservasi Jalan harus dilaksanakan berdasarkan prinsip berkelanjutan, akuntabilitas, transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian.
}}
{{Perundangan pasal|31|
Dana Preservasi Jalan dikelola oleh unit pengelola Dana Preservasi Jalan yang bertanggung jawab kepada Menteri di bidang Jalan.
}}
{{Perundangan pasal|32|
Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja unit pengelola Dana Preservasi Jalan diatur dengan peraturan Presiden.
}}}}
{{Perundangan bagian|Keempat|Fungsi, Klasifikasi, dan Tipe Terminal|
{{Perundangan paragraf|1|Fungsi, Klasifikasi, dan Tipe Terminal}}
{{Perundangan pasal|33|
{{Perundangan ayat|33|1|Untuk menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan intramoda dan antarmoda di tempat tertentu, dapat dibangun dan diselenggarakan Terminal.}}
 
{{Perundangan ayat|33|2|Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Terminal penumpang dan/atau Terminal barang.}}
}}
{{Perundangan pasal|34|
{{Perundangan ayat|34|1|Terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 33 ayat 2|Pasal 33 ayat (2)]] menurut pelayanannya dikelompokkan dalam tipe A, tipe B, dan tipe C.}}
{{Perundangan ayat|34|2|Setiap tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi dalam beberapa kelas berdasarkan intensitas Kendaraan yang dilayani.}}
}}
{{Perundangan pasal|35|
Untuk kepentingan sendiri, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan swasta dapat membangun Terminal barang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
}}
{{Perundangan pasal|36|
Setiap Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib singgah di Terminal yang sudah ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam izin trayek.
}}
{{Perundangan paragraf|2|Penetapan Lokasi Terminal}}
{{Perundangan pasal|37|
{{Perundangan ayat|37|1|Penentuan lokasi Terminal dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan Terminal yang merupakan bagian dari Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|37|2|Penetapan lokasi Terminal dilakukan dengan memperhatikan:
 
a. tingkat aksesibilitas Pengguna Jasa angkutan;
 
b. kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
 
c. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau kinerja jaringan Jalan, jaringan trayek, dan jaringan lintas;
 
d. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau pusat kegiatan;
 
e. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain;
 
f. permintaan angkutan;
 
g. kelayakan teknis, finansial, dan ekonomi;
 
h. Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dann Angkutan Jalan; dan/atau
 
i. kelestarian lingkungan hidup.}}
}}
{{Perundangan paragraf|3|Fasilitas Terminal}}
{{Perundangan pasal|38|
{{Perundangan ayat|38|1|Setiap penyelenggara Terminal wajib menyediakan fasilitas Terminal yang memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan.}}
{{Perundangan ayat|38|2|Fasilitas Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas utama dan fasilitas penunjang.}}
{{Perundangan ayat|38|3|Untuk menjaga kondisi fasilitas Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara Terminal wajib melakukan pemeliharaan.}}
}}
{{Perundangan paragraf|4|Lingkungan Kerja Terminal}}
{{Perundangan pasal|39|
{{Perundangan ayat|39|1|Lingkungan kerja Terminal merupakan daerah yang diperuntukkan bagi fasilitas Terminal.}}
{{Perundangan ayat|39|2|Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh penyelenggara Terminal dan digunakan untuk pelaksanaan pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian fasilitas Terminal.}}
{{Perundangan ayat|39|3|Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota, khusus Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi.}}
}}
{{Perundangan paragraf|5|Pembangunan dan Pengoperasian Terminal}}
{{Perundangan pasal|40|
{{Perundangan ayat|40|1|Pembangunan Terminal harus dilengkapi dengan:
 
a. rancang bangun;
 
b. buku kerja rancang bangun;
 
c. rencana induk Terminal;
 
d. analisis dampak Lalu Lintas; dan
 
e. analisis mengenai dampak lingkungan.}}
{{Perundangan ayat|40|2|Pengoperasian Terminal meliputi kegiatan:
 
a. perencanaan;
 
b. pelaksanaan; dan
 
c. pengawasan operasional Terminal.}}
}}
{{Perundangan pasal|41|
{{Perundangan ayat|41|1|Setiap penyelenggara Terminal wajib memberikan pelayanan jasa Terminal sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan.}}
{{Perundangan ayat|41|2|Pelayanan jasa Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan retribusi yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
}}
{{Perundangan paragraf|6|Pengaturan Lebih Lanjut}}
{{Perundangan pasal|42|
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, klasifikasi, tipe, penetapan lokasi, fasilitas, lingkungan kerja, pembangunan, dan pengoperasian Terminal diatur dengan peraturan pemerintah.
}}}}
{{Perundangan bagian|Kelima|Fasilitas Parkir|
{{Perundangan pasal|43|
{{Perundangan ayat|43|1|Penyediaan fasilitas Parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar Ruang Milik Jalan sesuai dengan izin yang diberikan.}}
{{Perundangan ayat|43|2|Penyelenggaraan fasilitas Parkir di luar Ruang Milik Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berupa:
 
a. usaha khusus perparkiran; atau
 
b. penunjang usaha pokok.}}
{{Perundangan ayat|43|3|Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan.}}
{{Perundangan ayat|43|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengguna Jasa fasilitas Parkir, perizinan, persyaratan, dan tata cara penyelenggaraan fasilitas dan Parkir untuk umum diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|44|
Penetapan lokasi dan pembangunan fasilitas Parkir untuk umum dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan:
 
a. rencana umum tata ruang;
 
b. analisis dampak lalu lintas; dan
 
c. kemudahan bagi Pengguna Jasa.
}}}}
{{Perundangan bagian|Keenam|Fasilitas Pendukung|
{{Perundangan pasal|45|
{{Perundangan ayat|45|1|Fasilitas pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
 
a. trotoar;
 
b. lajur sepeda;
 
c. tempat penyeberangan Pejalan Kaki;
 
d. Halte; dan/atau
 
e. fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut.}}
{{Perundangan ayat|45|2|Penyediaan fasilitas pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh:
 
a. Pemerintah untuk jalan nasional;
 
b. pemerintah provinsi untuk jalan provinsi;
 
c. pemerintah kabupaten untuk jalan kabupaten dan jalan desa;
 
d. pemerintah kota untuk jalan kota; dan
 
e. badan usaha jalan tol untuk jalan tol.}}
}}
{{Perundangan pasal|46|
{{Perundangan ayat|46|1|Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dapat bekerja sama dengan pihak swasta.}}
{{Perundangan ayat|46|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan, pengelolaan, pemeliharaan, serta spesifikasi teknis fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}}}
{{Perundangan bab|VII|KENDARAAN|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Jenis dan Fungsi Kendaraan|
{{Perundangan pasal|47|
{{Perundangan ayat|47|1|Kendaraan terdiri atas:
 
a. Kendaraan Bermotor; dan
 
b. Kendaraan Tidak Bermotor.}}
 
{{Perundangan ayat|47|2|Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelompokkan berdasarkan jenis:
 
a. sepeda motor;
 
b. mobil penumpang;
 
c. mobil bus;
 
d. mobil barang; dan
 
e. kendaraan khusus.}}
{{Perundangan ayat|47|3|Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d dikelompokkan berdasarkan fungsi:
 
a. Kendaraan Bermotor perseorangan; dan
 
b. Kendaraan Bermotor Umum.}}
 
{{Perundangan ayat|47|4|Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelompokkan dalam:
 
a. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang; dan
 
b. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kedua|Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor|
{{Perundangan pasal|48|
{{Perundangan ayat|48|1|Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|48|2|Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
 
a. susunan;
 
b. perlengkapan;
 
c. ukuran;
 
d. karoseri;
 
e. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya;
 
f. pemuatan;
 
g. penggunaan;
 
h. penggandengan Kendaraan Bermotor; dan/atau
 
i. penempelan Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|48|3|Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan Bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas:
 
a. emisi gas buang;
 
b. kebisingan suara;
 
c. efisiensi sistem rem utama;
 
d. efisiensi sistem rem parkir;
 
e. kincup roda depan;
 
f. suara klakson;
 
g. daya pancar dan arah sinar lampu utama;
 
h. radius putar;
 
i. akurasi alat penunjuk kecepatan;
 
j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan
 
k. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan.}}
 
{{Perundangan ayat|48|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketiga|Pengujian Kendaraan Bermotor|
{{Perundangan pasal|49|
{{Perundangan ayat|49|1|Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di Jalan wajib dilakukan pengujian.}}
 
{{Perundangan ayat|49|2|Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
 
a. uji tipe; dan
 
b. uji berkala.}}
}}
{{Perundangan pasal|50|
{{Perundangan ayat|50|1|Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a wajib dilakukan bagi setiap Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri, serta modifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe.}}
{{Perundangan ayat|50|2|Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
 
a. pengujian fisik untuk pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan yang dilakukan terhadap landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap; dan
 
b. penelitian rancang bangun dan rekayasa Kendaraan Bermotor yang dilakukan terhadap rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi tipenya.}}
{{Perundangan ayat|50|3|Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit pelaksana uji tipe Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|50|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai uji tipe dan unit pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|51|
{{Perundangan ayat|51|1|Landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap yang telah lulus uji tipe diberi sertifikat lulus uji tipe.}}
{{Perundangan ayat|51|2|Rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan modifikasi tipe Kendaraan Bermotor yang telah lulus uji tipe diterbitkan surat keputusan pengesahan rancang bangun dan rekayasa.}}
{{Perundangan ayat|51|3|Penanggung jawab pembuatan, perakitan, pengimporan landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap, rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan dan kereta tempelan, serta Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi harus meregistrasikan tipe produksinya.}}
{{Perundangan ayat|51|4|Sebagai bukti telah dilakukan registrasi tipe produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan tanda bukti sertifikat registrasi uji tipe.}}
{{Perundangan ayat|51|5|Sebagai jaminan kesesuaian spesifikasi teknik seri produksinya terhadap sertifikat uji tipe, dilakukan uji sampel oleh unit pelaksana uji tipe Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|51|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai modifikasi dan uji tipe diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|52|
{{Perundangan ayat|52|1|Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dapat berupa modifikasi dimensi, mesin, dan kemampuan daya angkut.}}
{{Perundangan ayat|52|2|Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh membahayakan keselamatan berlalu lintas, mengganggu arus lalu lintas, serta merusak lapis perkerasan/daya dukung jalan yang dilalui.}}
{{Perundangan ayat|52|3|Setiap Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi sehingga mengubah persyaratan konstruksi dan material wajib dilakukan uji tipe ulang.}}
{{Perundangan ayat|52|4|Bagi Kendaraan Bermotor yang telah diuji tipe ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dilakukan registrasi dan identifikasi ulang.}}
}}
{{Perundangan pasal|53|
{{Perundangan ayat|53|1|Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b diwajibkan untuk mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang dioperasikan di Jalan.}}
{{Perundangan ayat|53|2|Pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
 
a. pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor; dan
 
b. pengesahan hasil uji.}}
{{Perundangan ayat|53|3|Kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh:
 
a. unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota;
 
b. unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang mendapat izin dari Pemerintah; atau
 
c. unit pelaksana pengujian swasta yang mendapatkan izin dari Pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|54|
{{Perundangan ayat|54|1|Pemeriksaan dan pengujian fisik mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan, dan kereta tempelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a meliputi pengujian terhadap persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|54|2|Pengujian terhadap persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
 
a. susunan;
 
b. perlengkapan;
 
c. ukuran;
 
d. karoseri; dan
 
e. rancangan teknis Kendaraan Bermotor sesuai dengan peruntukannya.}}
{{Perundangan ayat|54|3|Pengujian terhadap persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
 
a. emisi gas buang Kendaraan Bermotor;
 
b. tingkat kebisingan;
 
c. kemampuan rem utama;
 
d. kemampuan rem parkir;
 
e. kincup roda depan;
 
f. kemampuan pancar dan arah sinar lampu utama;
 
g. akurasi alat penunjuk kecepatan; dan
 
h. kedalaman alur ban.}}
{{Perundangan ayat|54|4|Pengujian terhadap persyaratan laik jalan kereta gandengan dan kereta tempelan meliputi uji kemampuan rem, kedalaman alur ban, dan uji sistem lampu.}}
{{Perundangan ayat|54|5|Bukti lulus uji berkala hasil pemeriksaan dan pengujian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian kartu uji dan tanda uji.}}
{{Perundangan ayat|54|6|Kartu uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat keterangan tentang identifikasi Kendaraan Bermotor dan identitas pemilik, spesifikasi teknis, hasil uji, dan masa berlaku hasil uji.}}
{{Perundangan ayat|54|7|Tanda uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat keterangan tentang identifikasi Kendaraan Bermotor dan masa berlaku hasil uji.}}
}}
{{Perundangan pasal|55|
{{Perundangan ayat|55|1|Pengesahan hasil uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b diberikan oleh:
 
a. petugas yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atas usul gubernur untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota; dan
 
b. petugas swasta yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian agen tunggal pemegang merek dan unit pelaksana pengujian swasta.}}
{{Perundangan ayat|55|2|Kompetensi petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat tanda lulus pendidikan dan pelatihan.}}
}}
{{Perundangan pasal|56|
Ketentuan lebih lanjut mengenai uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 diatur dengan peraturan pemerintah.
}}}}
{{Perundangan bagian|Keempat|Perlengkapan Kendaraan Bermotor|
{{Perundangan pasal|57|
{{Perundangan ayat|57|1|Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|57|2|Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Sepeda Motor berupa helm standar nasional Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|57|3|Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih sekurang- kurangnya terdiri atas:
 
a. sabuk keselamatan;
 
b. ban cadangan;
 
c. segitiga pengaman;
 
d. dongkrak;
 
e. pembuka roda;
 
f. helm dan rompi pemantul cahaya bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak memiliki rumah-rumah; dan
 
g. peralatan pertolongan pertama pada Kecelakaan Lalu Lintas Lintas.}}
{{Perundangan ayat|57|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|58|
Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas.
}}
{{Perundangan pasal|59|
{{Perundangan ayat|59|1|Untuk kepentingan tertentu, Kendaraan Bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene.}}
{{Perundangan ayat|59|2|Lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas warna:
 
a. merah;
 
b. biru; dan
 
c. kuning.}}
{{Perundangan ayat|59|3|Lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tanda Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama.}}
{{Perundangan ayat|59|4|Lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berfungsi sebagai tanda peringatan kepada Pengguna Jalan lain.}}
{{Perundangan ayat|59|5|Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:
 
a. lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
 
b. lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; dan
 
c. lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang khusus.}}
{{Perundangan ayat|59|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, prosedur, dan tata cara pemasangan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|59|7|Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kelima|Bengkel Umum Kendaraan Bermotor |
{{Perundangan pasal|60|
{{Perundangan ayat|60|1|Bengkel umum Kendaraan Bermotor berfungsi untuk memperbaiki dan merawat Kendaraan Bermotor, wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|60|2|Bengkel umum yang mempunyai akreditasi dan kualitas tertentu dapat melakukan pengujian berkala Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|60|3|Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang industri.}}
{{Perundangan ayat|60|4|Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan izin dari pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|60|5|Pengawasan terhadap bengkel umum Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|60|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penyelenggaraan bengkel umum diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
}}
{{Perundangan bagian|Keenam|Kendaraan Tidak Bermotor |
{{Perundangan pasal|61|
{{Perundangan ayat|61|1|Setiap Kendaraan Tidak Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib memenuhi persyaratan keselamatan, meliputi:
 
a. persyaratan teknis; dan
 
b. persyaratan tata cara memuat barang.}}
{{Perundangan ayat|61|2|Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
 
huruf a sekurang-kurangnya meliputi:
 
a. konstruksi;
 
b. sistem kemudi;
 
c. sistem roda;


d. sistem rem;
{{:{{PAGENAME}}/BAB II}}


e. lampu dan pemantul cahaya; dan
{{:{{PAGENAME}}/BAB III}}


f. alat peringatan dengan bunyi.}}
{{:{{PAGENAME}}/BAB IV}}


{{Perundangan ayat|61|3|Persyaratan tata cara memuat barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya meliputi dimensi dan berat.}}
{{:{{PAGENAME}}/BAB V}}
{{Perundangan ayat|61|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|62|
{{Perundangan ayat|62|1|Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda.}}
{{Perundangan ayat|62|2|Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.}}
}}
{{Perundangan pasal|63|
{{Perundangan ayat|63|1|Pemerintah Daerah dapat menentukan jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor di daerahnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah.}}
{{Perundangan ayat|63|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.}}
{{Perundangan ayat|63|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat lintas kabupaten/kota diatur dengan peraturan daerah provinsi.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketujuh|Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor |
{{Perundangan pasal|64|
{{Perundangan ayat|64|1|Setiap Kendaraan Bermotor wajib diregistrasikan.}}
{{Perundangan ayat|64|2|Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


a. registrasi Kendaraan Bermotor baru;
{{:{{PAGENAME}}/BAB VI}}


b. registrasi perubahan identitas Kendaraan Bermotor dan pemilik;
{{:{{PAGENAME}}/BAB VII}}


c. registrasi perpanjangan Kendaraan Bermotor; dan/atau
{{:{{PAGENAME}}/BAB VIII}}


d. registrasi pengesahan Kendaraan Bermotor.}}
{{:{{PAGENAME}}/BAB IX}}


{{Perundangan ayat|64|3|Registrasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
a. tertib administrasi;
b. pengendalian dan pengawasan Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Indonesia;
c. mempermudah penyidikan pelanggaran dan/atau kejahatan;
d. perencanaan, operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
e. perencanaan pembangunan nasional.}}
{{Perundangan ayat|64|4|Registrasi Kendaraan Bermotor dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui sistem manajemen registrasi Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|64|5|Data registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor merupakan bagian dari Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan digunakan untuk forensik kepolisian.}}
{{Perundangan ayat|64|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|65|
{{Perundangan ayat|65|1|Registrasi Kendaraan Bermotor baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a meliputi kegiatan:
a. registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan pemiliknya;
b. penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor; dan
c. penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|65|2|Sebagai bukti bahwa Kendaraan Bermotor telah diregistrasi, pemilik diberi Buku Pemilik Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.}}
}}
{{Perundangan pasal|66|
Registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor untuk pertama kali harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki sertifikat registrasi uji tipe;
b. memiliki bukti kepemilikan Kendaraan Bermotor yang sah; dan
c. memiliki hasil pemeriksaan cek fisik Kendaraan Bermotor.
}}
{{Perundangan pasal|67|
{{Perundangan ayat|67|1|Registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor, pembayaran pajak Kendaraan Bermotor, dan pembayaran Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan secara terintegrasi dan terkoordinasi dalam Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap.}}
{{Perundangan ayat|67|2|Sarana dan prasarana penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Pemerintah Daerah.}}
{{Perundangan ayat|67|3|Mekanisme penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap dikoordinasikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|67|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan prosedur serta pelaksanaan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Presiden.}}
}}
{{Perundangan pasal|68|
{{Perundangan ayat|68|1|Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|68|2|Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data Kendaraan Bermotor, identitas pemilik, nomor registrasi Kendaraan Bermotor, dan masa berlaku.}}
{{Perundangan ayat|68|3|Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kode wilayah, nomor registrasi, dan masa berlaku.}}
{{Perundangan ayat|68|4|Tanda Nomor Kendaraan Bermotor harus memenuhi syarat bentuk, ukuran, bahan, warna, dan cara pemasangan.}}
{{Perundangan ayat|68|5|Selain Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikeluarkan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor khusus dan/atau Tanda Nomor Kendaraan Bermotor rahasia.}}
{{Perundangan ayat|68|6|Ketentuan lebih lanjut mengenai Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|69|
{{Perundangan ayat|69|1|Setiap Kendaraan Bermotor yang belum diregistrasi dapat dioperasikan di Jalan untuk kepentingan tertentu dengan dilengkapi Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|69|2|Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada badan usaha di bidang penjualan, pembuatan, perakitan, atau impor Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|69|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemberian dan penggunaan Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|70|
{{Perundangan ayat|70|1|Buku Pemilik Kendaraan Bermotor berlaku selama kepemilikannya tidak dipindahtangankan.}}
{{Perundangan ayat|70|2|Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor berlaku selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun.}}
{{Perundangan ayat|70|3|Sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor wajib diajukan permohonan perpanjangan.}}
}}
{{Perundangan pasal|71|
{{Perundangan ayat|71|1|Pemilik Kendaraan Bermotor wajib melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia jika:
a. bukti registrasi hilang atau rusak;
b. spesifikasi teknis dan/atau fungsi Kendaraan Bermotor diubah;
c. kepemilikan Kendaraan Bermotor beralih; atau
d. Kendaraan Bermotor digunakan secara terus- menerus lebih dari 3 (tiga) bulan di luar wilayah Kendaraan diregistrasi.}}
{{Perundangan ayat|71|2|Pelaporan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c disampaikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia di tempat Kendaraan Bermotor tersebut terakhir diregistrasi.}}
{{Perundangan ayat|71|3|Pelaporan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disampaikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia di tempat Kendaraan Bermotor tersebut dioperasikan.}}
}}
{{Perundangan pasal|72|
{{Perundangan ayat|72|1|Registrasi Kendaraan Bermotor Tentara Nasional Indonesia diatur dengan peraturan Panglima Tentara Nasional Indonesia dan dilaporkan untuk pendataan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|72|2|Registrasi Kendaraan Bermotor Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|72|3|Registrasi Kendaraan Bermotor perwakilan negara asing dan lembaga internasional diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|73|
{{Perundangan ayat|73|1|Kendaraan Bermotor Umum yang telah diregistrasi dapat dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor Umum atas dasar:
a. permintaan pemilik Kendaraan Bermotor Umum; atau
b. usulan pejabat yang berwenang memberi izin angkutan umum.}}
{{Perundangan ayat|73|2|Setiap Kendaraan Bermotor Umum yang tidak lagi digunakan sebagai angkutan umum wajib dihapuskan dari daftar registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor Umum.}}
}}
{{Perundangan pasal|74|
{{Perundangan ayat|74|1|Kendaraan Bermotor yang telah diregistrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dapat dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor atas dasar:
a. permintaan pemilik Kendaraan Bermotor; atau
b. pertimbangan pejabat yang berwenang melaksanakan registrasi Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|74|2|Penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan jika:
a. Kendaraan Bermotor rusak berat sehingga tidak dapat dioperasikan; atau
b. pemilik Kendaraan Bermotor tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun setelah habis masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|74|3|Kendaraan Bermotor yang telah dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diregistrasi kembali.}}
}}
{{Perundangan pasal|75|
Ketentuan lebih lanjut mengenai Buku Pemilik Kendaraan Bermotor, penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, Pasal 73, dan Pasal 74 diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
}}}}
{{Perundangan bagian|Kedelapan|Sanksi Administratif |
{{Perundangan pasal|76|
{{Perundangan ayat|76|1|Setiap orang yang melanggar ketentuan [[#Pasal 53 ayat 1|Pasal 53 ayat (1)]], Pasal 54 ayat (2) atau ayat (3), atau Pasal 60 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembayaran denda;
c. pembekuan izin; dan/atau
d. pencabutan izin.}}
{{Perundangan ayat|76|2|Setiap orang yang menyelenggarakan bengkel umum yang melanggar ketentuan [[#Pasal 60 ayat 3|Pasal 60 ayat (3)]] dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembayaran denda; dan/atau
c. penutupan bengkel umum.}}
{{Perundangan ayat|76|3|Setiap petugas pengesah swasta yang melanggar ketentuan [[#Pasal 54 ayat 2|Pasal 54 ayat (2)]] atau [[#Pasal 54 ayat 3|ayat (3)]] dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembayaran denda;
c. pembekuan sertifikat pengesah; dan/atau
d. pencabutan sertifikat pengesah.}}
{{Perundangan ayat|76|4|Setiap petugas penguji atau pengesah uji berkala yang melanggar ketentuan [[#Pasal 54 ayat 2|Pasal 54 ayat (2)]] atau [[#Pasal 54 ayat 3|ayat (3)]] dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
{{Perundangan ayat|76|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}}}
{{Perundangan bab|VIII|PENGEMUDI|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Surat Izin Mengemudi|
{{Perundangan paragraf|1|Persyaratan Pengemudi}}
{{Perundangan pasal|77|
{{Perundangan ayat|77|1|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan.}}
{{Perundangan ayat|77|2|Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) jenis:
a. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor perseorangan; dan
b. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum.}}
{{Perundangan ayat|77|3|Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon Pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri.}}
{{Perundangan ayat|77|4|Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum.}}
{{Perundangan ayat|77|5|Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya diikuti oleh orang yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor perseorangan.}}
}}
{{Perundangan paragraf|2|Pendidikan dan Pelatihan Pengemudi}}
{{Perundangan pasal|78|
{{Perundangan ayat|78|1|Pendidikan dan pelatihan mengemudi diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat izin dan terakreditasi dari Pemerintah.}}
{{Perundangan ayat|78|2|Izin penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan mengemudi yang diberikan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.}}
{{Perundangan ayat|78|3|Izin penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan mengemudi yang diberikan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|78|4|Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
}}
{{Perundangan pasal|79|
{{Perundangan ayat|79|1|Setiap calon Pengemudi pada saat belajar mengemudi atau mengikuti ujian praktik mengemudi di Jalan wajib didampingi instruktur atau penguji.}}
{{Perundangan ayat|79|2|Instruktur atau penguji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelanggaran dan/atau Kecelakaan Lalu Lintas yang terjadi saat calon Pengemudi belajar atau menjalani ujian.}}
}}
{{Perundangan paragraf|3|Bentuk dan Penggolongan Surat Izin Mengemudi}}
{{Perundangan pasal|80|
Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) huruf a digolongkan menjadi:
a. Surat Izin Mengemudi A berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram;
b. Surat Izin Mengemudi B I berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram;
c. Surat Izin Mengemudi B II berlaku untuk mengemudikan Kendaraan alat berat, Kendaraan penarik, atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 (seribu) kilogram;
d. Surat Izin Mengemudi C berlaku untuk mengemudikan Sepeda Motor; dan
e. Surat Izin Mengemudi D berlaku untuk mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang cacat.
}}
{{Perundangan pasal|81|
{{Perundangan ayat|81|1|Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, setiap orang harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian.}}
{{Perundangan ayat|81|2|Syarat usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah sebagai berikut:
a. usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D;
b. usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I; dan
c. usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II.}}
{{Perundangan ayat|81|3|Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk;
b. pengisian formulir permohonan; dan
c. rumusan sidik jari.}}
{{Perundangan ayat|81|4|Syarat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter; dan
b. sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis.}}
{{Perundangan ayat|81|5|Syarat lulus ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. ujian teori;
b. ujian praktik; dan/atau
c. ujian keterampilan melalui simulator.}}
{{Perundangan ayat|81|6|Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan mengajukan permohonan:
a. Surat Izin Mengemudi B I harus memiliki Surat Izin Mengemudi A sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan; dan
b. Surat Izin Mengemudi B II harus memiliki Surat Izin Mengemudi B I sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan.}}
}}
{{Perundangan pasal|82|
Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) huruf b digolongkan menjadi:
a. Surat Izin Mengemudi A Umum berlaku untuk mengemudikan kendaraan bermotor umum dan barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram;
b. Surat Izin Mengemudi B I Umum berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang umum dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram; dan
c. Surat Izin Mengemudi B II Umum berlaku untuk mengemudikan Kendaraan penarik atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 (seribu) kilogram.
}}
{{Perundangan pasal|83|
{{Perundangan ayat|83|1|Setiap orang yang mengajukan permohonan untuk dapat memiliki Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor Umum harus memenuhi persyaratan usia dan persyaratan khusus.}}
{{Perundangan ayat|83|2|Syarat usia untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah sebagai berikut:
a. usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A Umum;
b. usia 22 (dua puluh dua) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I Umum; dan
c. usia 23 (dua puluh tiga) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II Umum.}}
{{Perundangan ayat|83|3|Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a. lulus ujian teori yang meliputi pengetahuan mengenai:
1. pelayanan angkutan umum;
2. fasilitas umum dan fasilitas sosial;
3. pengujian Kendaraan Bermotor;
4. tata cara mengangkut orang dan/atau barang;
5. tempat penting di wilayah domisili;
6. jenis barang berbahaya; dan
7. pengoperasian peralatan keamanan.
b. lulus ujian praktik, yang meliputi:
1. menaikkan dan menurunkan penumpang dan/atau barang di Terminal dan di tempat tertentu lainnya;
2. tata cara mengangkut orang dan/atau barang;
3. mengisi surat muatan;
4. etika Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum; dan
5. pengoperasian peralatan keamanan.}}
{{Perundangan ayat|83|4|Dengan memperhatikan syarat usia, setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan mengajukan permohonan:
a. Surat Izin Mengemudi A Umum harus memiliki Surat Izin Mengemudi A sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan;
b. untuk Surat Izin Mengemudi B I Umum harus memiliki Surat Izin Mengemudi B I atau Surat Izin Mengemudi A Umum sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan; dan
c. untuk Surat Izin Mengemudi B II Umum harus memiliki Surat Izin Mengemudi B II atau Surat Izin Mengemudi B I Umum sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan.}}
{{Perundangan ayat|83|5|Selain harus memenuhi persyaratan usia dan persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), setiap orang yang mengajukan permohonan untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) dan ayat (4).}}
}}
{{Perundangan pasal|84|
Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor dapat digunakan sebagai Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor yang jumlah beratnya sama atau lebih rendah, sebagai berikut:
a. Surat Izin Mengemudi A Umum dapat berlaku untuk mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya menggunakan Surat Izin Mengemudi A;
b. Surat Izin Mengemudi B I dapat berlaku untuk mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya menggunakan Surat Izin Mengemudi A;
c. Surat Izin Mengemudi B I Umum dapat berlaku untuk mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya menggunakan Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi A Umum, dan Surat Izin Mengemudi B I;
d. Surat Izin Mengemudi B II dapat berlaku untuk mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya menggunakan Surat Izin Mengemudi A dan Surat Izin Mengemudi B I; atau
e. Surat Izin Mengemudi B II Umum dapat berlaku untuk mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya menggunakan Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi A Umum, Surat Izin Mengemudi B I, Surat Izin Mengemudi B I Umum, dan Surat Izin Mengemudi B II.
}}
{{Perundangan pasal|85|
{{Perundangan ayat|85|1|Surat Izin Mengemudi berbentuk kartu elektronik atau bentuk lain.}}
{{Perundangan ayat|85|2|Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.}}
{{Perundangan ayat|85|3|Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|85|4|Dalam hal terdapat perjanjian bilateral atau multilateral antara Negara Kesatuan Republik Indonesia dan negara lain, Surat Izin Mengemudi yang diterbitkan di Indonesia dapat pula berlaku di negara lain dan Surat Izin Mengemudi yang diterbitkan oleh negara lain berlaku di Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|85|5|Pemegang Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat memperoleh Surat Izin Mengemudi internasional yang diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan paragraf|4|Fungsi Surat Izin Mengemudi}}
{{Perundangan pasal|86|
{{Perundangan ayat|86|1|Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai bukti kompetensi mengemudi.}}
{{Perundangan ayat|86|2|Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai registrasi Pengemudi Kendaraan Bermotor yang memuat keterangan identitas lengkap Pengemudi.}}
{{Perundangan ayat|86|3|Data pada registrasi Pengemudi dapat digunakan untuk mendukung kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan identifikasi forensik kepolisian.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kedua|Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi|
{{Perundangan paragraf|1|Penerbitan Surat Izin Mengemudi}}
{{Perundangan pasal|87|
{{Perundangan ayat|87|1|Surat Izin Mengemudi diberikan kepada setiap calon Pengemudi yang lulus ujian mengemudi.}}
{{Perundangan ayat|87|2|Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|87|3|Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menyelenggarakan sistem informasi penerbitan Surat Izin Mengemudi.}}
{{Perundangan ayat|87|4|Setiap petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang penerbitan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menaati prosedur penerbitan Surat Izin Mengemudi.}}
}}
{{Perundangan pasal|88|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan, pengujian, dan penerbitan Surat Izin Mengemudi diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
}}
{{Perundangan paragraf|2|Pemberian Tanda Pelanggaran pada Surat Izin Mengemudi}}
{{Perundangan pasal|89|
{{Perundangan ayat|89|1|Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang memberikan tanda atau data pelanggaran terhadap Surat Izin Mengemudi milik Pengemudi yang melakukan pelanggaran tindak pidana Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|89|2|Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk menahan sementara atau mencabut Surat Izin Mengemudi sementara sebelum diputus oleh pengadilan.}}
{{Perundangan ayat|89|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian tanda atau data pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketiga|Waktu Kerja Pengemudi|
{{Perundangan pasal|90|
{{Perundangan ayat|90|1|Setiap Perusahaan Angkutan Umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.}}
{{Perundangan ayat|90|2|Waktu kerja bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 8 (delapan) jam sehari.}}
{{Perundangan ayat|90|3|Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum setelah mengemudikan Kendaraan selama 4 (empat) jam berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam.}}
{{Perundangan ayat|90|4|Dalam hal tertentu Pengemudi dapat dipekerjakan paling lama 12 (dua belas) jam sehari termasuk waktu istirahat selama 1 (satu) jam.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Keempat|Sanksi Administratif|
{{Perundangan pasal|91|
{{Perundangan ayat|91|1|Setiap petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang penerbitan Surat Izin Mengemudi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa sanksi disiplin dan/atau etika profesi kepolisian.}}
{{Perundangan ayat|91|2|Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan pasal|92|
{{Perundangan ayat|92|1|Setiap Perusahaan Angkutan Umum yang tidak mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian Pengemudi Kendaraan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dikenai sanksi administratif.}}
{{Perundangan ayat|92|2|Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberian denda administratif;
c. pembekuan izin; dan/atau
d. pencabutan izin.}}
{{Perundangan ayat|92|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}}}
{{Perundangan bab|IX|LALU LINTAS|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas|
{{Perundangan paragraf|1|Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas}}
{{Perundangan pasal|93|
{{Perundangan ayat|93|1|Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|93|2|Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan lajur atau jalur atau jalan khusus;
b. pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan Pejalan Kaki;
c. pemberian kemudahan bagi penyandang cacat;
d. pemisahan atau pemilahan pergerakan arus Lalu Lintas berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas;
e. pemaduan berbagai moda angkutan;
f. pengendalian Lalu Lintas pada persimpangan;
g. pengendalian Lalu Lintas pada ruas Jalan; dan/atau
h. perlindungan terhadap lingkungan.}}
{{Perundangan ayat|93|3|Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas meliputi kegiatan:
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. perekayasaan;
d. pemberdayaan; dan
e. pengawasan.}}
}}
{{Perundangan pasal|94|
{{Perundangan ayat|94|1|Kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf a meliputi:
a. identifikasi masalah Lalu Lintas;
b. inventarisasi dan analisis situasi arus Lalu Lintas;
c. inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang dan barang;
d. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung jalan;
e. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung Kendaraan;
f. inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan Kecelakaan Lalu Lintas;
g. inventarisasi dan analisis dampak Lalu Lintas;
h. penetapan tingkat pelayanan; dan
i. penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|94|2|Kegiatan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b meliputi:
a. penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas pada jaringan Jalan tertentu; dan
b. pemberian informasi kepada masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan.}}
{{Perundangan ayat|94|3|Kegiatan perekayasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf c meliputi:
a. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan serta perlengkapan Jalan yang tidak berkaitan langsung dengan Pengguna Jalan;
b. pengadaan, pemasangan, perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan Jalan yang berkaitan langsung dengan Pengguna Jalan; dan
c. optimalisasi operasional rekayasa Lalu Lintas dalam rangka meningkatkan ketertiban, kelancaran, dan efektivitas penegakan hukum.}}
{{Perundangan ayat|94|4|Kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf d meliputi pemberian:
a. arahan;
b. bimbingan;
c. penyuluhan;
d. pelatihan; dan
e. bantuan teknis.}}
{{Perundangan ayat|94|5|Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf e meliputi:
a. penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan;
b. tindakan korektif terhadap kebijakan; dan
c. tindakan penegakan hukum.}}
}}
{{Perundangan pasal|95|
{{Perundangan ayat|95|1|Penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 94 ayat 2|Pasal 94 ayat (2)]] huruf a yang berupa perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk diatur dengan:
a. peraturan Menteri yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk jalan nasional;
b. peraturan daerah provinsi untuk jalan provinsi;
c. peraturan daerah kabupaten untuk jalan kabupaten dan jalan desa; atau
d. peraturan daerah kota untuk jalan kota.}}
{{Perundangan ayat|95|2|Perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan/atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.}}
}}
{{Perundangan paragraf|2|Tanggung Jawab Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas}}
{{Perundangan pasal|96|
{{Perundangan ayat|96|1|Menteri yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, huruf g, huruf h, dan huruf i, Pasal 94 ayat (2), Pasal 94 ayat (3) huruf b, Pasal 94 ayat (4), serta Pasal 94 ayat (5) huruf a dan huruf b untuk jaringan jalan nasional.}}
{{Perundangan ayat|96|2|Menteri yang membidangi Jalan bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, huruf g, huruf h, dan huruf i, serta Pasal 94 ayat (3) huruf a untuk jalan nasional.}}
{{Perundangan ayat|96|3|Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf f, huruf g, dan huruf i, Pasal 94 ayat (3) huruf c, dan Pasal 94 ayat (5).}}
{{Perundangan ayat|96|4|Gubernur bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk jalan provinsi setelah mendapat rekomendasi dari instansi terkait.}}
{{Perundangan ayat|96|5|Bupati bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk jalan kabupaten dan/atau jalan desa setelah mendapat rekomendasi dari instansi terkait.}}
{{Perundangan ayat|96|6|Walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk jalan kota setelah mendapat rekomendasi dari instansi terkait.}}
}}
{{Perundangan pasal|97|
{{Perundangan ayat|97|1|Dalam hal terjadi perubahan arus Lalu Lintas secara tiba-tiba atau situasional, Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melaksanakan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepolisian.}}
{{Perundangan ayat|97|2|Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Rambu Lalu Lintas, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, serta alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan yang bersifat sementara.}}
{{Perundangan ayat|97|3|Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat memberikan rekomendasi pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepada instansi terkait.}}
}}
{{Perundangan pasal|98|
{{Perundangan ayat|98|1|Penanggung jawab pelaksana Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas wajib berkoordinasi dan membuat analisis, evaluasi, dan laporan pelaksanaan berdasarkan data dan kinerjanya.}}
{{Perundangan ayat|98|2|Laporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kedua|Analisis Dampak Lalu Lintas|
{{Perundangan pasal|99|
{{Perundangan ayat|99|1|Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan wajib dilakukan analisis dampak Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|99|2|Analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. analisis bangkitan dan tarikan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. simulasi kinerja Lalu Lintas tanpa dan dengan adanya pengembangan;
c. rekomendasi dan rencana implementasi penanganan dampak;
d. tanggung jawab Pemerintah dan pengembang atau pembangun dalam penanganan dampak; dan
e. rencana pemantauan dan evaluasi.}}
{{Perundangan ayat|99|3|Hasil analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu syarat bagi pengembang untuk mendapatkan izin Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menurut peraturan perundang-undangan.}}
}}
{{Perundangan pasal|100|
{{Perundangan ayat|100|1|Analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1) dilakukan oleh lembaga konsultan yang memiliki tenaga ahli bersertifikat.}}
{{Perundangan ayat|100|2|Hasil analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3) harus mendapatkan persetujuan dari instansi yang terkait di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
{{Perundangan pasal|101|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 dan Pasal 100 diatur dengan peraturan pemerintah.
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketiga|Pengutamaan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan Petugas yang Berwenang|
{{Perundangan paragraf|1|Syarat dan Prosedur Pemasangan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan Marka Jalan}}
{{Perundangan pasal|102|
{{Perundangan ayat|102|1|Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan yang bersifat perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk pada jaringan atau ruas Jalan pemasangannya harus diselesaikan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pemberlakuan peraturan Menteri yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1).}}
{{Perundangan ayat|102|2|Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang berlaku mengikat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemasangan.}}
{{Perundangan ayat|102|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai kekuatan hukum Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan paragraf|2|Pengutamaan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas}}
{{Perundangan pasal|103|
{{Perundangan ayat|103|1|Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan harus diutamakan daripada Rambu Lalu Lintas dan/atau Marka Jalan.}}
{{Perundangan ayat|103|2|Rambu Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan harus diutamakan daripada Marka Jalan.}}
{{Perundangan ayat|103|3|Dalam hal terjadi kondisi kemacetan Lalu Lintas yang tidak memungkinkan gerak Kendaraan, fungsi marka kotak kuning harus diutamakan daripada Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan.}}
{{Perundangan ayat|103|4|Ketentuan lebih lanjut mengenai Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan/atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
{{Perundangan paragraf|3|Pengutamaan Petugas}}
{{Perundangan pasal|104|
{{Perundangan ayat|104|1|Dalam keadaan tertentu untuk Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melakukan tindakan:
a. memberhentikan arus Lalu Lintas dan/atau Pengguna Jalan;
b. memerintahkan Pengguna Jalan untuk jalan terus;
c. mempercepat arus Lalu Lintas;
d. memperlambat arus Lalu Lintas; dan/atau
e. mengalihkan arah arus Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|104|2|Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diutamakan daripada perintah yang diberikan oleh Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan.}}
{{Perundangan ayat|104|3|Pengguna Jalan wajib mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1).}}
{{Perundangan ayat|104|4|Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Keempat|Tata Cara Berlalu Lintas|
{{Perundangan paragraf|1|Ketertiban dan Keselamatan}}
{{Perundangan pasal|105|
Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib:
a. berperilaku tertib; dan/atau
b. mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan Jalan.
}}
{{Perundangan pasal|106|
{{Perundangan ayat|106|1|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.}}
{{Perundangan ayat|106|2|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda.}}
{{Perundangan ayat|106|3|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.}}
{{Perundangan ayat|106|4|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan:
a. rambu perintah atau rambu larangan;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. gerakan Lalu Lintas;
e. berhenti dan Parkir;
f. peringatan dengan bunyi dan sinar;
g. kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau
h. tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain.}}
{{Perundangan ayat|106|5|Pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan:
a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat
Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
b. Surat Izin Mengemudi;
c. bukti lulus uji berkala; dan/atau d. tanda bukti lain yang sah.}}
{{Perundangan ayat|106|6|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.}}
{{Perundangan ayat|106|7|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|106|8|Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor dan Penumpang Sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.}}
{{Perundangan ayat|106|9|Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta samping dilarang membawa Penumpang lebih dari 1 (satu) orang.}}
}}
{{Perundangan paragraf|2|Penggunaan Lampu Utama}}
{{Perundangan pasal|107|
{{Perundangan ayat|107|1|Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama Kendaraan Bermotor yang digunakan di Jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu.}}
{{Perundangan ayat|107|2|Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.}}
}}
{{Perundangan paragraf|3|Jalur atau Lajur Lalu Lintas}}
{{Perundangan pasal|108|
{{Perundangan ayat|108|1|Dalam berlalu lintas Pengguna Jalan harus menggunakan jalur Jalan sebelah kiri.}}
{{Perundangan ayat|108|2|Penggunaan jalur Jalan sebelah kanan hanya dapat dilakukan jika:
a. Pengemudi bermaksud akan melewati Kendaraan di depannya; atau
b. diperintahkan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk digunakan sementara sebagai jalur kiri.}}
{{Perundangan ayat|108|3|Sepeda Motor, Kendaraan Bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil barang, dan Kendaraan Tidak Bermotor berada pada lajur kiri Jalan.}}
{{Perundangan ayat|108|4|Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi Kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah arah, atau mendahului Kendaraan lain.}}
}}
{{Perundangan pasal|109|
{{Perundangan ayat|109|1|Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan melewati Kendaraan lain harus menggunakan lajur atau jalur Jalan sebelah kanan dari Kendaraan yang akan dilewati, mempunyai jarak pandang yang bebas, dan tersedia ruang yang cukup.}}
{{Perundangan ayat|109|2|Dalam keadaan tertentu, Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan lajur Jalan sebelah kiri dengan tetap memperhatikan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|109|3|Jika Kendaraan yang akan dilewati telah memberi isyarat akan menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan, Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melewati Kendaraan tersebut.}}
}}
{{Perundangan pasal|110|
{{Perundangan ayat|110|1|Pengemudi yang berpapasan dengan Kendaraan lain dari arah berlawanan pada jalan dua arah yang tidak dipisahkan secara jelas wajib memberikan ruang gerak yang cukup di sebelah kanan Kendaraan.}}
{{Perundangan ayat|110|2|Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika terhalang oleh suatu rintangan atau Pengguna Jalan lain di depannya wajib mendahulukan Kendaraan yang datang dari arah berlawanan.}}
}}
{{Perundangan pasal|111|
Pada jalan yang menanjak atau menurun yang tidak memungkinkan bagi Kendaraan untuk saling berpapasan, Pengemudi Kendaraan yang arahnya menurun wajib memberi kesempatan jalan kepada Kendaraan yang mendaki.
}}
{{Perundangan paragraf|4|Belokan atau Simpangan}}
{{Perundangan pasal|112|
{{Perundangan ayat|112|1|Pengemudi Kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan.}}
{{Perundangan ayat|112|2|Pengemudi Kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak ke samping wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat.}}
{{Perundangan ayat|112|3|Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.}}
}}
{{Perundangan pasal|113|
{{Perundangan ayat|113|1|Pada persimpangan sebidang yang tidak dikendalikan dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi wajib memberikan hak utama kepada:
a. Kendaraan yang datang dari arah depan dan/atau dari arah cabang persimpangan yang lain jika hal itu dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas atau Marka Jalan;
b. Kendaraan dari Jalan utama jika Pengemudi tersebut datang dari cabang persimpangan yang lebih kecil atau dari pekarangan yang berbatasan dengan Jalan;
c. Kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan sebelah kiri jika cabang persimpangan 4 (empat) atau lebih dan sama besar;
d. Kendaraan yang datang dari arah cabang sebelah kiri di persimpangan 3 (tiga) yang tidak tegak lurus; atau
e. Kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan yang lurus pada persimpangan 3 (tiga) tegak lurus.}}
{{Perundangan ayat|113|2|Jika persimpangan dilengkapi dengan alat pengendali Lalu Lintas yang berbentuk bundaran, Pengemudi harus memberikan hak utama kepada Kendaraan lain yang datang dari arah kanan.}}
}}
{{Perundangan pasal|114|
Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan, Pengemudi Kendaraan wajib:
a. berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain;
b. mendahulukan kereta api; dan
c. memberikan hak utama kepada Kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
}}
{{Perundangan paragraf|5|Kecepatan}}
{{Perundangan pasal|115|
Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jalan dilarang:
a. mengemudikan Kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; dan/atau
b. berbalapan dengan Kendaran Bermotor lain.
}}
{{Perundangan pasal|116|
{{Perundangan ayat|116|1|Pengemudi harus memperlambat kendaraannya sesuai dengan Rambu Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|116|2|Selain sesuai dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengemudi harus memperlambat kendaraannya jika:
a. akan melewati Kendaraan Bermotor Umum yang sedang menurunkan dan menaikkan Penumpang;
b. akan melewati Kendaraan Tidak Bermotor yang ditarik oleh hewan, hewan yang ditunggangi, atau hewan yang digiring;
c. cuaca hujan dan/atau genangan air;
d. memasuki pusat kegiatan masyarakat yang belum dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas;
e. mendekati persimpangan atau perlintasan sebidang kereta api; dan/atau
f. melihat dan mengetahui ada Pejalan Kaki yang akan menyeberang.}}
}}
{{Perundangan pasal|117|
Pengemudi yang akan memperlambat kendaraannya harus mengamati situasi Lalu Lintas di samping dan di belakang Kendaraan dengan cara yang tidak membahayakan Kendaraan lain.
}}
{{Perundangan paragraf|6|Berhenti}}
{{Perundangan pasal|118|
Selain Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek, setiap Kendaraan Bermotor dapat berhenti di setiap Jalan, kecuali:
a. terdapat rambu larangan berhenti dan/atau Marka Jalan yang bergaris utuh;
b. pada tempat tertentu yang dapat membahayakan keamanan, keselamatan serta mengganggu Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan/atau
c. di jalan tol.
}}
{{Perundangan pasal|119|
{{Perundangan ayat|119|1|Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum atau mobil bus sekolah yang sedang berhenti untuk menurunkan dan/atau menaikkan Penumpang wajib memberi isyarat tanda berhenti.}}
{{Perundangan ayat|119|2|Pengemudi Kendaraan yang berada di belakang Kendaraan Bermotor Umum atau mobil bus sekolah yang sedang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan kendaraannya sementara.}}
}}
{{Perundangan paragraf|7|Parkir}}
{{Perundangan pasal|120|
Parkir Kendaraan di Jalan dilakukan secara sejajar atau membentuk sudut menurut arah Lalu Lintas.
}}
{{Perundangan pasal|121|
{{Perundangan ayat|121|1|Setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau Parkir dalam keadaan darurat di Jalan.}}
{{Perundangan ayat|121|2|Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Pengemudi Sepeda Motor tanpa kereta samping.}}
}}
{{Perundangan paragraf|8|Kendaraan Tidak Bermotor}}
{{Perundangan pasal|122|
{{Perundangan ayat|122|1|Pengendara Kendaraan Tidak Bermotor dilarang:
a. dengan sengaja membiarkan kendaraannya ditarik oleh Kendaraan Bermotor dengan kecepatan yang dapat membahayakan keselamatan;
b. mengangkut atau menarik benda yang dapat merintangi atau membahayakan Pengguna Jalan lain; dan/atau
c. menggunakan jalur jalan Kendaraan Bermotor jika telah disediakan jalur jalan khusus bagi Kendaraan Tidak Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|122|2|Pesepeda dilarang membawa Penumpang, kecuali jika sepeda tersebut telah dilengkapi dengan tempat Penumpang.}}
{{Perundangan ayat|122|3|Pengendara gerobak atau kereta dorong yang berjalan beriringan harus memberikan ruang yang cukup bagi Kendaraan lain untuk mendahului.}}
}}
{{Perundangan pasal|123|
Pesepeda tunarungu harus menggunakan tanda pengenal yang ditempatkan pada bagian depan dan belakang sepedanya.
}}
{{Perundangan paragraf|9|Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum}}
{{Perundangan pasal|124|
{{Perundangan ayat|124|1|Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk angkutan orang dalam trayek wajib:
a. mengangkut Penumpang yang membayar sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan;
b. memindahkan penumpang dalam perjalanan ke Kendaraan lain yang sejenis dalam trayek yang sama tanpa dipungut biaya tambahan jika Kendaraan mogok, rusak, kecelakaan, atau atas perintah petugas;
c. menggunakan lajur Jalan yang telah ditentukan atau menggunakan lajur paling kiri, kecuali saat akan mendahului atau mengubah arah;
d. memberhentikan kendaraan selama menaikkan dan/atau menurunkan Penumpang;
e. menutup pintu selama Kendaraan berjalan; dan
f. mematuhi batas kecepatan paling tinggi untuk angkutan umum.}}
{{Perundangan ayat|124|2|Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk angkutan orang dalam trayek dengan tarif ekonomi wajib mengangkut anak sekolah.}}
}}
{{Perundangan pasal|125|
Pengemudi Kendaraan Bermotor angkutan barang wajib menggunakan jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan.
}}
{{Perundangan pasal|126|
Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang dilarang:
a. memberhentikan Kendaraan selain di tempat yang telah ditentukan;
b. mengetem selain di tempat yang telah ditentukan;
c. menurunkan Penumpang selain di tempat pemberhentian dan/atau di tempat tujuan tanpa alasan yang patut dan mendesak; dan/atau
d. melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek.
}}}}
{{Perundangan bagian|Kelima|Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas|
{{Perundangan paragraf|1|Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas yang Diperbolehkan}}
{{Perundangan pasal|127|
{{Perundangan ayat|127|1|Penggunaan jalan untuk penyelenggaraan kegiatan di luar fungsinya dapat dilakukan pada jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa.}}
{{Perundangan ayat|127|2|Penggunaan jalan nasional dan jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional.}}
{{Perundangan ayat|127|3|Penggunaan jalan kabupaten/kota dan jalan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional, daerah, dan/atau kepentingan pribadi.}}
}}
{{Perundangan paragraf|2|Tata Cara Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas}}
{{Perundangan pasal|128|
{{Perundangan ayat|128|1|Penggunaan jalan sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 127 ayat 1|Pasal 127 ayat (1)]] yang mengakibatkan penutupan Jalan dapat diizinkan jika ada jalan alternatif.}}
{{Perundangan ayat|128|2|Pengalihan arus Lalu Lintas ke jalan alternatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sementara.}}
{{Perundangan ayat|128|3|Izin penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud dalam [[#Pasal 127 ayat 2|Pasal 127 ayat (2)]] dan [[#Pasal 127 ayat 3|ayat (3)]] diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}
{{Perundangan paragraf|3|Tanggung jawab}}
{{Perundangan pasal|129|
{{Perundangan ayat|129|1|Pengguna Jalan di luar fungsi Jalan bertanggung jawab atas semua akibat yang ditimbulkan.}}
{{Perundangan ayat|129|2|Pejabat yang memberikan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (3) bertanggung jawab menempatkan petugas pada ruas Jalan untuk menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
{{Perundangan pasal|130|
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Jalan selain untuk kegiatan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127, Pasal 128, dan Pasal 129 diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
}}}}
{{Perundangan bagian|Keenam|Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki dalam Berlalu Lintas|
{{Perundangan pasal|131|
{{Perundangan ayat|131|1|Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.}}
{{Perundangan ayat|131|2|Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan.}}
{{Perundangan ayat|131|3|Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.}}
}}
{{Perundangan pasal|132|
{{Perundangan ayat|132|1|Pejalan Kaki wajib:
a. menggunakan bagian Jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan Kaki atau Jalan yang paling tepi; atau
b. menyeberang di tempat yang telah ditentukan.}}
{{Perundangan ayat|132|2|Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejalan Kaki wajib memperhatikan Keselamatan dan Kelancaran Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|132|3|Pejalan Kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali Pengguna Jalan lain.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketujuh|Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas|
{{Perundangan pasal|133|
{{Perundangan ayat|133|1|Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan Ruang Lalu Lintas dan mengendalikan pergerakan Lalu Lintas, diselenggarakan manajemen kebutuhan Lalu Lintas berdasarkan kriteria:
a. perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan Bermotor dengan kapasitas Jalan;
b. ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum; dan
c. kualitas lingkungan.}}
{{Perundangan ayat|133|2|Manajemen kebutuhan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
a. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan perseorangan pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan tertentu;
b. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan barang pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan tertentu;
c. pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan tertentu;
d. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan klasifikasi fungsi Jalan;
e. pembatasan ruang Parkir pada kawasan tertentu dengan batasan ruang Parkir maksimal; dan/atau
f. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Tidak Bermotor Umum pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan tertentu.}}
{{Perundangan ayat|133|3|Pembatasan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dapat dilakukan dengan pengenaan retribusi pengendalian Lalu Lintas yang diperuntukkan bagi peningkatan kinerja Lalu Lintas dan peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
{{Perundangan ayat|133|4|Manajemen kebutuhan Lalu Lintas ditetapkan dan dievaluasi secara berkala oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan lingkup kewenangannya dengan melibatkan instansi terkait.}}
{{Perundangan ayat|133|5|Ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen kebutuhan Lalu Lintas diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kedelapan|Hak Utama Pengguna Jalan untuk Kelancaran|
{{Perundangan paragraf|1|Pengguna Jalan yang Memperoleh Hak Utama}}
{{Perundangan pasal|134|
Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut:
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
b. ambulans yang mengangkut orang sakit;
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
f. iring-iringan pengantar jenazah; dan
g. konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
}}
{{Perundangan paragraf|2|Tata Cara Pengaturan Kelancaran}}
{{Perundangan pasal|135|
{{Perundangan ayat|135|1|Kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.}}
{{Perundangan ayat|135|2|Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan pengamanan jika mengetahui adanya Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).}}
{{Perundangan ayat|135|3|Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas tidak berlaku bagi Kendaraan yang mendapatkan hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134.}}
}}
}}
{{Perundangan bagian|Kesembilan|Sanksi Administratif|
{{Perundangan pasal|136|
{{Perundangan ayat|136|1|Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1), Pasal 100 ayat (1), dan Pasal 128 dikenai sanksi administratif.}}
{{Perundangan ayat|136|2|Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara pelayanan umum;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. denda administratif;
e. pembatalan izin; dan/atau
f. pencabutan izin.}}
{{Perundangan ayat|136|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}}}
{{Perundangan bab|X|ANGKUTAN|
{{Perundangan bab|X|ANGKUTAN|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Angkutan Orang dan Barang|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Angkutan Orang dan Barang|
Baris 2.368: Baris 698:
{{Perundangan ayat|208|3|Pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menetapkan kebijakan dan program untuk mewujudkan budaya Keamanan dan Keselamatan berlalu lintas.}}
{{Perundangan ayat|208|3|Pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menetapkan kebijakan dan program untuk mewujudkan budaya Keamanan dan Keselamatan berlalu lintas.}}
}}}}}}
}}}}}}
{{Perundangan bab|XII|DAMPAK LINGKUNGAN|
{{Perundangan bab|XII|DAMPAK LINGKUNGAN|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Perlindungan Kelestarian Lingkungan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Perlindungan Kelestarian Lingkungan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|
Baris 2.404: Baris 733:
{{Perundangan ayat|214|2|Perusahaan Angkutan Umum berhak memperoleh informasi mengenai kelestarian lingkungan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|214|2|Perusahaan Angkutan Umum berhak memperoleh informasi mengenai kelestarian lingkungan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|215|
Perusahaan Angkutan Umum wajib:
a. melaksanakan program pembangunan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang ramah lingkungan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah;
b. menyediakan sarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang ramah lingkungan;
c. memberi informasi yang jelas, benar, dan jujur mengenai kondisi jasa angkutan umum;
d. memberi penjelasan mengenai penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan sarana angkutan umum; dan
e. mematuhi baku mutu lingkungan hidup.
}}
{{Perundangan paragraf|3|Hak dan Kewajiban Masyarakat}}
{{Perundangan pasal|216|
{{Perundangan ayat|216|1|Masyarakat berhak mendapatkan Ruang Lalu Lintas yang ramah lingkungan.}}
{{Perundangan ayat|216|2|Masyarakat berhak memperoleh informasi tentang kelestarian lingkungan bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
{{Perundangan pasal|217|
Masyarakat wajib menjaga kelestarian lingkungan bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}}}}}}}
{{Perundangan bab|XIII|PENGEMBANGAN INDUSTRI DAN TEKNOLOGI SARANA DAN PRASARANA LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Umum|
{{Perundangan pasal|219|
{{Perundangan ayat|219|1|Pengembangan industri dan teknologi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. rancang bangun dan pemeliharaan Kendaraan Bermotor;
b. peralatan penegakan hukum;
c. peralatan uji laik kendaraan;
d. fasilitas Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e. peralatan registrasi dan identifikasi Kendaraan dan Pengemudi;
f. teknologi serta informasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
g. fasilitas pendidikan dan pelatihan personel Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
h. komponen pendukung Kendaraan Bermotor.}}
{{Perundangan ayat|219|2|Pemberdayaan industri dan pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pengembangan riset dan rancang bangun Kendaraan Bermotor;
b. pengembangan standardisasi Kendaraan dan/atau komponen Kendaraan Bermotor;
c. pengalihan teknologi;
d. penggunaan sebanyak-banyaknya muatan lokal;
e. pengembangan industri bahan baku dan komponen;
f. pemberian kemudahan fasilitas pembiayaan dan perpajakan;
g. pemberian fasilitas kerja sama dengan industri sejenis; dan/atau
h. pemberian fasilitas kerja sama pasar pengguna di dalam dan di luar negeri.}}
}}}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kedua|Pengembangan Rancang Bangun Kendaraan Bermotor|
{{Perundangan pasal|220|
{{Perundangan ayat|220|1|Pengembangan rancang bangun Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 ayat (1) huruf a dan pengembangan riset rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan oleh:
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Daerah;
c. badan hukum;
d. lembaga penelitian; dan/atau
e. perguruan tinggi.}}
{{Perundangan ayat|220|2|Pengembangan rancang bangun Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan:
a. dimensi utama dan konstruksi Kendaraan Bermotor;
b. kesesuaian material;
c. kesesuaian motor penggerak;
d. kesesuaian daya dukung jalan;
e. bentuk fisik Kendaraan Bermotor;
f. dimensi, konstruksi, posisi, dan jarak tempat duduk;
g. posisi lampu;
h. jumlah tempat duduk;
i. dimensi dan konstruksi bak muatan/volume tangki;
j. peruntukan Kendaraan Bermotor; dan
k. fasilitas keluar darurat.}}
{{Perundangan ayat|220|3|Rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan pengesahan dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
}}
{{Perundangan pasal|221|
Pemberdayaan industri dan pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 ayat (2) dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber daya nasional, menerapkan standar keamanan dan keselamatan, serta memperhatikan kelestarian lingkungan.
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketiga|Pengembangan Industri dan Teknologi Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|
{{Perundangan pasal|222|
{{Perundangan ayat|222|1|Pemerintah wajib mengembangkan industri dan teknologi prasarana yang menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|222|2|Pengembangan industri dan teknologi Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan secara terpadu dengan dukungan semua sektor terkait.}}
{{Perundangan ayat|222|3|Pengembangan industri dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi modernisasi fasilitas:


-break-
a. pengatur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;


=== BAB XV PERLAKUAN KHUSUS BAGI PENYANDANG CACAT, MANUSIA USIA LANJUT, ANAK-ANAK, WANITA HAMIL, DAN ORANG SAKIT ===
b. penegakan hukum;
{{Perundangan bagian|Kesatu|Ruang Lingkup Perlakuan Khusus|
 
c. uji kelaikan Kendaraan;
 
d. Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, serta Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
 
e. pengawasan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
 
f. registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi;
 
g. Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
 
h. keselamatan Pengemudi dan/atau Penumpang.}}
{{Perundangan ayat|222|4|Metode pengembangan industri dan teknologi meliputi:
 
a. pemahaman teknologi;
 
b. pengalihan teknologi; dan
 
c. fasilitasi riset teknologi.}}
{{Perundangan ayat|222|5|Pengembangan industri dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mendapatkan pengesahan dari instansi terkait.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Keempat|Pemberdayaan Industri Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|
{{Perundangan pasal|223|
{{Perundangan ayat|223|1|Untuk mengembangkan industri Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 ayat (2), Pemerintah mendorong pemberdayaan industri dalam negeri.}}
{{Perundangan ayat|223|2|Untuk mendorong pengembangan industri dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui pemberian fasilitas, insentif bidang tertentu, dan menerapkan standar produk peralatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}
{{Perundangan pasal|224|
{{Perundangan ayat|224|1|Pengembangan industri Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdiri atas:
 
a. rekayasa;
 
b. produksi;
 
c. perakitan; dan/atau
 
d. pemeliharaan dan perbaikan.}}
{{Perundangan ayat|224|2|Pengembangan industri Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mencakup alih teknologi yang disesuaikan dengan kearifan lokal.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kelima|Pengaturan Lebih Lanjut|
{{Perundangan pasal|225|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan industri dan teknologi Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.
}}}}}}
{{Perundangan bab|XIV|KECELAKAAN LALU LINTAS|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas|
{{Perundangan pasal|226|
{{Perundangan ayat|226|1|Untuk mencegah Kecelakaan Lalu Lintas dilaksanakan melalui:
 
a. partisipasi para pemangku kepentingan;
 
b. pemberdayaan masyarakat;
 
c. penegakan hukum; dan


Pasal 242
d. kemitraan global.}}
{{Perundangan ayat|226|2|Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pola penahapan yang meliputi program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.}}
{{Perundangan ayat|226|3|Penyusunan program pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di bawah koordinasi Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kedua|Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas|
{{Perundangan paragraf|1|Tata Cara Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas}}
{{Perundangan pasal|227|
Dalam hal terjadi Kecelakaan Lalu Lintas, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib melakukan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas dengan cara:


(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan perlakuan khusus di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit.
a. mendatangi tempat kejadian dengan segera;


(2) Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
b. menolong korban;


a. aksesibilitas;
c. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara;


b. prioritas pelayanan; dan
d. mengolah tempat kejadian perkara;


c. fasilitas pelayanan.
e. mengatur kelancaran arus Lalu Lintas;


(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian perlakuan khusus di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak- anak, wanita hamil, dan orang sakit diatur dengan peraturan pemerintah.
f. mengamankan barang bukti; dan  


==== Pasal 243 ====
g. melakukan penyidikan perkara.
Masyarakat secara kelompok dapat mengajukan gugatan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengenai pemenuhan perlakuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
}}
{{Perundangan pasal|228|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanganan Kecelakaan Lalu Lintas diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
}}
}}
{{Perundangan paragraf|2|Penggolongan dan Penanganan Perkara Kecelakaan Lalu Lintas}}
{{Perundangan pasal|229|
{{Perundangan ayat|229|1|Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:


Bagian Kedua
a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan;


Sanksi Administratif
b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau


==== Pasal 244 ====
c. Kecelakaan Lalu Lintas berat.}}
(1) Perusahaan Angkutan Umum yang tidak memenuhi kewajiban menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak- anak, wanita hamil, dan orang sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif berupa:
{{Perundangan ayat|229|2|Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.}}
{{Perundangan ayat|229|3|Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.}}
{{Perundangan ayat|229|4|Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.}}
{{Perundangan ayat|229|5|Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.}}
}}
{{Perundangan pasal|230|
Perkara Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
}}
{{Perundangan paragraf|3|Pertolongan dan Perawatan Korban}}
{{Perundangan pasal|231|
{{Perundangan ayat|231|1|Pengemudi Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas, wajib:


a. peringatan tertulis;
a. menghentikan Kendaraan yang dikemudikannya;


b. denda administratif;
b. memberikan pertolongan kepada korban;


c. pembekuan izin; dan/atau d. pencabutan izin.
c. melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat; dan


(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
d. memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.}}
{{Perundangan ayat|231|2|Pengemudi Kendaraan Bermotor, yang karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, segera melaporkan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat.}}
}}
{{Perundangan pasal|232|
Setiap orang yang mendengar, melihat, dan/atau mengetahui terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas wajib:


=== BAB XVI SISTEM INFORMASI DAN KOMUNIKASI LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN ===
a. memberikan pertolongan kepada korban Kecelakaan Lalu Lintas;
{{Perundangan bagian|Kesatu|Penyelenggaraan Sistem Informasi dan Komunikasi|
==== Pasal 245 ====
(1) Untuk mendukung Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan sistem informasi dan komunikasi yang terpadu.


(2) Penyelenggaraan Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. melaporkan kecelakaan tersebut kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau


(3) Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk kegiatan perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan serta operasional Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang meliputi:
c. memberikan keterangan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
}}
{{Perundangan paragraf|4|Pendataan Kecelakaan Lalu Lintas}}
{{Perundangan pasal|233|
{{Perundangan ayat|233|1|Setiap kecelakaan wajib dicatat dalam formulir data Kecelakaan Lalu Lintas.}}
{{Perundangan ayat|233|2|Data Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari data forensik.}}
{{Perundangan ayat|233|3|Data Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan data yang berasal dari rumah sakit.}}
{{Perundangan ayat|233|4|Data Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan dapat dimanfaatkan oleh pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketiga|Kewajiban dan Tanggung Jawab|
{{Perundangan paragraf|1|Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan}}
{{Perundangan pasal|234|
{{Perundangan ayat|233|1|Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.}}
{{Perundangan ayat|233|2|Setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan Pengemudi.}}
{{Perundangan ayat|233|3|Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku jika:


a. bidang prasarana Jalan;
a. adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;


b. bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
b. disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/atau


c. bidang registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, penegakan hukum, operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas.
c. disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.}}
}}
{{Perundangan pasal|235|
{{Perundangan ayat|235|1|Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.}}
{{Perundangan ayat|235|2|Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.}}
}}
{{Perundangan pasal|236|
{{Perundangan ayat|236|1|Pihak yang menyebabkan terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.}}
{{Perundangan ayat|236|2|Kewajiban mengganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2) dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat.}}
}}
{{Perundangan pasal|237|
{{Perundangan ayat|237|1|Perusahaan Angkutan Umum wajib mengikuti program asuransi kecelakaan sebagai wujud tanggung jawabnya atas jaminan asuransi bagi korban kecelakaan.}}
{{Perundangan ayat|237|2|Perusahaan Angkutan Umum wajib mengasuransikan orang yang dipekerjakan sebagai awak kendaraan.}}
}}
{{Perundangan paragraf|2|Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah}}
{{Perundangan pasal|238|
{{Perundangan ayat|238|1|Pemerintah menyediakan dan/atau memperbaiki pengaturan, sarana, dan Prasarana Lalu Lintas yang menjadi penyebab kecelakaan.}}
{{Perundangan ayat|238|2|Pemerintah menyediakan alokasi dana untuk pencegahan dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas.}}
}}
{{Perundangan pasal|239|
{{Perundangan ayat|239|1|Pemerintah mengembangkan program asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|239|2|Pemerintah membentuk perusahaan asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Keempat|Hak Korban|
{{Perundangan pasal|240|
Korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak mendapatkan:


==== Pasal 246 ====
a. pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau Pemerintah;
(1) Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (2) merupakan subsistem dalam Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


(2) Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikendalikan oleh pusat kendali yang mengintegrasikan data, informasi, dan komunikasi dari setiap subsistem.
b. ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas; dan


(3) Data, informasi, dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat diakses oleh setiap pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
c. santunan Kecelakaan Lalu Lintas dari perusahaan asuransi.
}}
}}
{{Perundangan pasal|241|
Setiap korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak memperoleh pengutamaan pertolongan pertama dan perawatan pada rumah sakit terdekat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
}}}}}}
{{Perundangan bab|XV|PERLAKUAN KHUSUS BAGI PENYANDANG CACAT, MANUSIA USIA LANJUT, ANAK-ANAK, WANITA HAMIL, DAN ORANG SAKIT|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Ruang Lingkup Perlakuan Khusus|
{{Perundangan pasal|242|
{{Perundangan ayat|242|1|Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan perlakuan khusus di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit.}}
{{Perundangan ayat|242|2|Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


Bagian Kedua
a. aksesibilitas;


Pengelolaan Sistem Informasi dan Komunikasi
b. prioritas pelayanan; dan  


==== Pasal 247 ====
c. fasilitas pelayanan.}}
(1) Dalam mewujudkan Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 246 ayat (1) setiap pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan wajib mengelola subsistem informasi dan komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan kewenangannya.
{{Perundangan ayat|242|3|Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian perlakuan khusus di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak- anak, wanita hamil, dan orang sakit diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}
{{Perundangan pasal|243|
Masyarakat secara kelompok dapat mengajukan gugatan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengenai pemenuhan perlakuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
}}}}
{{Perundangan bagian|Kedua|Sanksi Administratif|
{{Perundangan pasal|244|
{{Perundangan ayat|244|1|Perusahaan Angkutan Umum yang tidak memenuhi kewajiban menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak- anak, wanita hamil, dan orang sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif berupa:


(2) Subsistem informasi dan komunikasi yang dibangun oleh setiap pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terintegrasi dalam pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
a. peringatan tertulis;


(3) Pusat kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
b. denda administratif;


dikelola oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
c. pembekuan izin; dan/atau


Bagian Ketiga
d. pencabutan izin.}}
{{Perundangan ayat|244|12|Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.}}
}}}}}}
{{Perundangan bab|XVI|SISTEM INFORMASI DAN KOMUNIKASI LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Penyelenggaraan Sistem Informasi dan Komunikasi|
{{Perundangan pasal|245|
{{Perundangan ayat|245|1|Untuk mendukung Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan sistem informasi dan komunikasi yang terpadu.}}
{{Perundangan ayat|245|2|Penyelenggaraan Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
{{Perundangan ayat|245|3|Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk kegiatan perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan serta operasional Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang meliputi:


Pengembangan Sistem Informasi dan Komunikasi
a. bidang prasarana Jalan;


==== Pasal 248 ====
b. bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
(1) Untuk memenuhi tugas pokok dan fungsi berbagai pemangku kepentingan, dikembangkan Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang meliputi sistem terstruktur, jaringan informasi, jaringan komunikasi, dan pusat data.


(2) Sistem terstruktur, jaringan informasi, jaringan komunikasi, dan pusat data meliputi:
c. bidang registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, penegakan hukum, operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas.}}
}}
{{Perundangan pasal|246|
{{Perundangan ayat|246|1|Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (2) merupakan subsistem dalam Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|246|2|Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikendalikan oleh pusat kendali yang mengintegrasikan data, informasi, dan komunikasi dari setiap subsistem.}}
{{Perundangan ayat|246|3|Data, informasi, dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat diakses oleh setiap pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Kedua|Pengelolaan Sistem Informasi dan Komunikasi|
{{Perundangan pasal|247|
{{Perundangan ayat|247|1|Dalam mewujudkan Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 246 ayat (1) setiap pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan wajib mengelola subsistem informasi dan komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan kewenangannya.}}
{{Perundangan ayat|247|2|Subsistem informasi dan komunikasi yang dibangun oleh setiap pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terintegrasi dalam pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
{{Perundangan ayat|247|3|Pusat kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
}}}}
{{Perundangan bagian|Ketiga|Pengembangan Sistem Informasi dan Komunikasi|
{{Perundangan pasal|248|
{{Perundangan ayat|248|1|Untuk memenuhi tugas pokok dan fungsi berbagai pemangku kepentingan, dikembangkan Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang meliputi sistem terstruktur, jaringan informasi, jaringan komunikasi, dan pusat data.}}
{{Perundangan ayat|248|2|Sistem terstruktur, jaringan informasi, jaringan komunikasi, dan pusat data meliputi:


a. perencanaan;
a. perencanaan;
Baris 2.506: Baris 1.088:
j. pengenalan tanda nomor Kendaraan Bermotor; dan/atau
j. pengenalan tanda nomor Kendaraan Bermotor; dan/atau


k. pengidentifikasian Kendaraan Bermotor di Ruang Lalu Lintas.
k. pengidentifikasian Kendaraan Bermotor di Ruang Lalu Lintas.}}
 
}}}}
Bagian Keempat
{{Perundangan bagian|Keempat|Pusat Kendali Sistem Informasi dan Komunikasi|
 
{{Perundangan pasal|249|
Pusat Kendali Sistem Informasi dan Komunikasi
{{Perundangan ayat|249|1|Pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berfungsi sebagai pusat:
 
==== Pasal 249 ====
(1) Pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu
 
Lintas dan Angkutan Jalan berfungsi sebagai pusat:


a. kendali;
a. kendali;
Baris 2.527: Baris 1.104:
e. pelayanan masyarakat; dan
e. pelayanan masyarakat; dan


f. rekam jejak elektronis untuk penegakan hukum.
f. rekam jejak elektronis untuk penegakan hukum.}}
 
{{Perundangan ayat|249|2|Pengelolaan pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mewujudkan pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu.}}
(2) Pengelolaan pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mewujudkan pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu.
{{Perundangan ayat|249|3|Kegiatan pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sekurang-kurangnya meliputi:
 
(3) Kegiatan pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sekurang-kurangnya meliputi:


a. pelayanan kebutuhan data, informasi, dan komunikasi tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
a. pelayanan kebutuhan data, informasi, dan komunikasi tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
Baris 2.551: Baris 1.126:
i. dukungan pengendalian pergerakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
i. dukungan pengendalian pergerakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan


j. pemberian informasi tentang kondisi Jalan dan pelayanan publik.
j. pemberian informasi tentang kondisi Jalan dan pelayanan publik.}}
 
}}
==== Pasal 250 ====
{{Perundangan pasal|250|
Data dan informasi pada pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dapat diakses dan digunakan oleh masyarakat.
Data dan informasi pada pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dapat diakses dan digunakan oleh masyarakat.
 
}}
==== Pasal 251 ====
{{Perundangan pasal|251|
Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat digunakan untuk penegakan hukum yang meliputi:
Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat digunakan untuk penegakan hukum yang meliputi:


Baris 2.564: Baris 1.139:


c. pengejaran, penghadangan, penangkapan, dan penindakan terhadap pelaku dan/atau kendaraan yang terlibat kejahatan atau pelanggaran Lalu Lintas.
c. pengejaran, penghadangan, penangkapan, dan penindakan terhadap pelaku dan/atau kendaraan yang terlibat kejahatan atau pelanggaran Lalu Lintas.
 
}}}}
Bagian Kelima
{{Perundangan bagian|Kelima|Pengaturan Lebih Lanjut|
 
{{Perundangan pasal|252|
Pengaturan Lebih Lanjut
 
Pasal 252
 
Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.
 
}}}}}}
=== BAB XVII SUMBER DAYA MANUSIA ===
{{Perundangan bab|XVII|SUMBER DAYA MANUSIA|
 
{{Perundangan pasal|253|
==== Pasal 253 ====
{{Perundangan ayat|253|1|Pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan wajib mengembangkan sumber daya manusia untuk menghasilkan petugas yang profesional dan memiliki kompetensi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
(1) Pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan wajib mengembangkan sumber daya manusia untuk menghasilkan petugas yang profesional dan memiliki kompetensi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
{{Perundangan ayat|253|2|Pengembangan sumber daya manusia di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan oleh:
 
(2) Pengembangan sumber daya manusia di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan oleh:


a. Pemerintah;
a. Pemerintah;
Baris 2.584: Baris 1.153:
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau  
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau  


c. lembaga swasta yang terakreditasi.
c. lembaga swasta yang terakreditasi.}}
}}
{{Perundangan pasal|254|
{{Perundangan ayat|254|1|Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan dan pelatihan bagi tenaga mekanik dan Pengemudi.}}


==== Pasal 254 ====
{{Perundangan ayat|254|2|Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pembinaan terhadap manajemen Perusahaan Angkutan Umum untuk meningkatkan kualitas pelayanan, Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan dan pelatihan bagi tenaga mekanik dan Pengemudi.
}}
 
{{Perundangan pasal|255|
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pembinaan terhadap manajemen Perusahaan Angkutan Umum untuk meningkatkan kualitas pelayanan, Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
 
==== Pasal 255 ====
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan sumber daya manusia di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan sumber daya manusia di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.
 
}}}}
=== BAB XVIII PERAN SERTA MASYARAKAT ===
{{Perundangan bab|XVIII|PERAN SERTA MASYARAKAT|
 
{{Perundangan pasal|256|
==== Pasal 256 ====
{{Perundangan ayat|256|1|Masyarakat berhak untuk berperan serta dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
(1) Masyarakat berhak untuk berperan serta dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
{{Perundangan ayat|256|2|Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
 
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:


a. pemantauan dan penjagaan Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
a. pemantauan dan penjagaan Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
Baris 2.607: Baris 1.174:
c. pendapat dan pertimbangan kepada instansi pembina dan penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di tingkat pusat dan daerah terhadap kegiatan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menimbulkan dampak lingkungan; dan
c. pendapat dan pertimbangan kepada instansi pembina dan penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di tingkat pusat dan daerah terhadap kegiatan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menimbulkan dampak lingkungan; dan


d. dukungan terhadap penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
d. dukungan terhadap penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
 
{{Perundangan ayat|256|3|Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mempertimbangkan dan menindaklanjuti masukan, pendapat, dan/atau dukungan yang disampaikan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).}}
(3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mempertimbangkan dan menindaklanjuti masukan, pendapat, dan/atau dukungan yang disampaikan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
}}
 
{{Perundangan pasal|257|
==== Pasal 257 ====
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 256 dapat dilakukan secara perseorangan, kelompok, organisasi profesi, badan usaha, atau organisasi kemasyarakatan lain sesuai dengan prinsip keterbukaan dan kemitraan.
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 256 dapat dilakukan secara perseorangan, kelompok,
}}
 
{{Perundangan pasal|258|
organisasi profesi, badan usaha, atau organisasi kemasyarakatan lain sesuai dengan prinsip keterbukaan dan kemitraan.
 
==== Pasal 258 ====
Masyarakat wajib berperan serta dalam pemeliharaan sarana dan prasarana jalan, pengembangan disiplin dan etika berlalu lintas, dan berpartisipasi dalam pemeliharaan Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Masyarakat wajib berperan serta dalam pemeliharaan sarana dan prasarana jalan, pengembangan disiplin dan etika berlalu lintas, dan berpartisipasi dalam pemeliharaan Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
 
}}}}
=== BAB XIX PENYIDIKAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN ===
{{Perundangan bab|XIX|PENYIDIKAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Penyidikan|
{{Perundangan bagian|Kesatu|Penyidikan|
 
{{Perundangan pasal|259|
==== Pasal 259 ====
{{Perundangan ayat|259|1|Penyidikan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan oleh:
(1) Penyidikan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan oleh:


a. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
a. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan


b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus menurut Undang-Undang ini.
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus menurut Undang-Undang ini.}}
 
{{Perundangan ayat|259|2|Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
(2) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:


a. Penyidik; dan
a. Penyidik; dan


b. Penyidik Pembantu.
b. Penyidik Pembantu.}}
 
}}
Paragraf 1
{{Perundangan paragraf|1|Kewenangan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia}}
 
{{Perundangan pasal|260|
Kewenangan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
{{Perundangan ayat|260|1|Dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia selain yang diatur di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berwenang:
 
==== Pasal 260 ====
(1) Dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia selain yang diatur di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berwenang:


a. memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil kejahatan;
a. memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil kejahatan;
Baris 2.658: Baris 1.217:
h. melakukan penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana kejahatan Lalu Lintas; dan/atau
h. melakukan penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana kejahatan Lalu Lintas; dan/atau


i. melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.
i. melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.}}
 
{{Perundangan ayat|260|2|Pelaksanaan penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
(2) Pelaksanaan penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
}}
 
{{Perundangan pasal|261|
==== Pasal 261 ====
Penyidik Pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259 ayat (2) huruf b mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260 ayat (1), kecuali mengenai penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260 ayat (1) huruf h yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Penyidik Pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259 ayat (2) huruf b mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260 ayat (1), kecuali mengenai penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260 ayat (1) huruf h yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
 
}}
Paragraf 2
{{Perundangan paragraf|2|Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil}}
 
{{Perundangan pasal|262|
Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
{{Perundangan ayat|262|1|Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259 ayat (1) huruf b berwenang untuk:
 
==== Pasal 262 ====
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259 ayat (1) huruf b berwenang untuk:


a. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor yang pembuktiannya memerlukan keahlian dan peralatan khusus;
a. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor yang pembuktiannya memerlukan keahlian dan peralatan khusus;
Baris 2.682: Baris 1.237:
e. meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, atau Perusahaan Angkutan Umum atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan, pengujian Kendaraan Bermotor, dan perizinan; dan/atau
e. meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, atau Perusahaan Angkutan Umum atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan, pengujian Kendaraan Bermotor, dan perizinan; dan/atau


f. melakukan penyitaan surat tanda lulus uji dan/atau surat izin penyelenggaraan angkutan umum atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c dengan membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan.
f. melakukan penyitaan surat tanda lulus uji dan/atau surat izin penyelenggaraan angkutan umum atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c dengan membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan.}}
 
{{Perundangan ayat|262|2|Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di Terminal dan/atau tempat alat penimbangan yang dipasang secara tetap.}}
(2) Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di Terminal dan/atau tempat alat penimbangan yang dipasang secara tetap.
{{Perundangan ayat|262|3|Dalam hal kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di Jalan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib berkoordinasi dengan dan harus didampingi oleh Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
 
(3) Dalam hal kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di Jalan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib berkoordinasi dengan dan harus didampingi oleh Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
 
Paragraf 3
 
Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
 
==== Pasal 263 ====
(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, selaku koordinator dan pengawas, melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
 
(2) Dalam melaksanakan kewenangannya Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib berkoordinasi dengan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
 
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan beserta barang bukti kepada pengadilan melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
 
(4) Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
}}
}}
 
{{Perundangan paragraf|3|Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil}}
Bagian Kedua
{{Perundangan pasal|263|
 
{{Perundangan ayat|263|1|Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, selaku koordinator dan pengawas, melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
{{Perundangan ayat|263|2|Dalam melaksanakan kewenangannya Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib berkoordinasi dengan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
 
{{Perundangan ayat|263|3|Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan beserta barang bukti kepada pengadilan melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
Paragraf 1
{{Perundangan ayat|263|4|Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.}}
 
}}}}
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan
{{Perundangan bagian|Kedua|Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan|
 
{{Perundangan paragraf|1|Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan}}
==== Pasal 264 ====
{{Perundangan pasal|264|
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dilakukan oleh:
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dilakukan oleh:


Baris 2.716: Baris 1.256:


b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
 
}}
==== Pasal 265 ====
{{Perundangan pasal|265|
(1) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 264 meliputi pemeriksaan:
{{Perundangan ayat|265|1|Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 264 meliputi pemeriksaan:


a. Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, atau Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
a. Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, atau Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
Baris 2.726: Baris 1.266:
c. fisik Kendaraan Bermotor;
c. fisik Kendaraan Bermotor;


d. daya angkut dan/atau cara pengangkutan barang;
d. daya angkut dan/atau cara pengangkutan barang; dan/atau


dan/atau
e. izin penyelenggaraan angkutan.}}
 
{{Perundangan ayat|265|2|Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara berkala atau insidental sesuai dengan kebutuhan.}}
e. izin penyelenggaraan angkutan.
{{Perundangan ayat|265|3|Untuk melaksanakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk:
 
(2) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara berkala atau insidental sesuai dengan kebutuhan.
 
(3) Untuk melaksanakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk:


a. menghentikan Kendaraan Bermotor;
a. menghentikan Kendaraan Bermotor;
Baris 2.740: Baris 1.276:
b. meminta keterangan kepada Pengemudi; dan/atau
b. meminta keterangan kepada Pengemudi; dan/atau


c. melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.
c. melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.}}
 
}}
==== Pasal 266 ====
{{Perundangan pasal|266|
(1) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 265 ayat (1) dapat dilakukan secara insidental oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
{{Perundangan ayat|266|1|Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 265 ayat (1) dapat dilakukan secara insidental oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
 
{{Perundangan ayat|266|2|Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 265 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf e dapat dilakukan secara insidental oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil.}}
(2) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 265 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf e dapat dilakukan secara insidental oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
{{Perundangan ayat|266|3|Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 265 ayat (2) dalam keadaan tertentu dilakukan secara gabungan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.}}
 
{{Perundangan ayat|266|4|Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib didampingi oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.}}
(3) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 265 ayat (2) dalam keadaan tertentu dilakukan secara gabungan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
}}
 
{{Perundangan paragraf|2|Tata Cara Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan}}
(4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib didampingi oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
{{Perundangan pasal|267|
 
{{Perundangan ayat|267|1|Setiap pelanggaran di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang diperiksa menurut acara pemeriksaan cepat dapat dikenai pidana denda berdasarkan penetapan pengadilan.}}
Paragraf 2
{{Perundangan ayat|267|2|Acara pemeriksaan cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan tanpa kehadiran pelanggar.}}
 
{{Perundangan ayat|267|3|Pelanggar yang tidak dapat hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menitipkan denda kepada bank yang ditunjuk oleh Pemerintah.}}
Tata Cara Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
{{Perundangan ayat|267|4|Jumlah denda yang dititipkan kepada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebesar denda maksimal yang dikenakan untuk setiap pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
 
{{Perundangan ayat|267|5|Bukti penitipan uang denda wajib dilampirkan dalam berkas bukti pelanggaran.}}
==== Pasal 267 ====
}}
(1) Setiap pelanggaran di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang diperiksa menurut acara pemeriksaan cepat dapat dikenai pidana denda berdasarkan penetapan pengadilan.
{{Perundangan pasal|268|
 
{{Perundangan ayat|268|1|Dalam hal putusan pengadilan menetapkan pidana denda lebih kecil daripada uang denda yang dititipkan, sisa uang denda harus diberitahukan kepada pelanggar untuk diambil.}}
(2) Acara pemeriksaan cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan tanpa kehadiran pelanggar.
{{Perundangan ayat|268|2|Sisa uang denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak diambil dalam waktu 1 (satu) tahun sejak penetapan putusan pengadilan disetorkan ke kas negara.}}
 
}}
(3) Pelanggar yang tidak dapat hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menitipkan denda kepada bank yang ditunjuk oleh Pemerintah.
{{Perundangan pasal|269|
 
{{Perundangan ayat|269|1|Uang denda yang ditetapkan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 267 ayat (1) disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak.}}
(4) Jumlah denda yang dititipkan kepada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebesar denda maksimal yang dikenakan untuk setiap pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
{{Perundangan ayat|269|2|Sebagian penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan sebagai insentif bagi petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan penegakan hukum di Jalan yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.}}
 
}}}}
(5) Bukti penitipan uang denda wajib dilampirkan dalam berkas bukti pelanggaran.
{{Perundangan bagian|Ketiga|Penanganan Benda Sitaan|
 
{{Perundangan pasal|270|
==== Pasal 268 ====
{{Perundangan ayat|270|1|Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang melakukan penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan yang diduga berhubungan dengan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.}}
(1) Dalam hal putusan pengadilan menetapkan pidana denda lebih kecil daripada uang denda yang dititipkan, sisa uang denda harus diberitahukan kepada pelanggar untuk diambil.
{{Perundangan ayat|270|2|Benda sitaan disimpan di rumah penyimpanan benda sitaan negara.}}
 
{{Perundangan ayat|270|3|Dalam hal belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan dapat dilakukan di kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di kantor pengadilan negeri, dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain, atau tetap di tempat semula benda itu disita.}}
(2) Sisa uang denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak diambil dalam waktu 1 (satu) tahun sejak penetapan putusan pengadilan disetorkan ke kas negara.
{{Perundangan ayat|270|4|Tata cara penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.}}
 
}}
==== Pasal 269 ====
{{Perundangan pasal|271|
(1) Uang denda yang ditetapkan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 267 ayat (1) disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak.
{{Perundangan ayat|271|1|Penyidik wajib mengidentifikasi dan mengumumkan benda sitaan Kendaraan Bermotor yang belum diketahui pemiliknya melalui media massa.}}
 
{{Perundangan ayat|271|2|Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebutkan ciri-ciri Kendaraan Bermotor, tempat penyimpanan, dan tanggal penyitaan.}}
(2) Sebagian penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan sebagai insentif bagi petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan penegakan hukum di Jalan yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
{{Perundangan ayat|271|3|Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan.}}
 
{{Perundangan ayat|271|4|Benda sitaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah lewat waktu 1 (satu) tahun dan belum diketahui pemiliknya dapat dilelang untuk negara berdasarkan penetapan pengadilan.}}
Bagian Ketiga
}}
 
{{Perundangan pasal|272|
Penanganan Benda Sitaan
{{Perundangan ayat|272|1|Untuk mendukung kegiatan penindakan pelanggaran di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat digunakan peralatan elektronik.}}
 
{{Perundangan ayat|272|2|Hasil penggunaan peralatan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.}}
===== Pasal 270 =====
}}
(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang melakukan penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan yang diduga berhubungan dengan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
}}}}
 
{{Perundangan bab|XX|KETENTUAN PIDANA|
(2) Benda sitaan disimpan di rumah penyimpanan benda sitaan negara.
{{Perundangan pasal|273|
 
{{Perundangan ayat|273|1|Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).}}
(3) Dalam hal belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan dapat dilakukan di kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di kantor pengadilan negeri, dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain, atau tetap di tempat semula benda itu disita.
{{Perundangan ayat|273|2|Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).}}
 
{{Perundangan ayat|273|3|Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).}}
(4) Tata cara penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
{{Perundangan ayat|273|4|Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).}}
 
}}
==== Pasal 271 ====
{{Perundangan pasal|274|
(1) Penyidik wajib mengidentifikasi dan mengumumkan benda sitaan Kendaraan Bermotor yang belum diketahui pemiliknya melalui media massa.
{{Perundangan ayat|274|1|Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).}}
 
{{Perundangan ayat|274|2|Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2).}}
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebutkan ciri-ciri Kendaraan Bermotor, tempat penyimpanan, dan tanggal penyitaan.
}}
 
{{Perundangan pasal|275|
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan.
{{Perundangan ayat|275|1|Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).}}
 
{{Perundangan ayat|275|2|Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).}}
(4) Benda sitaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah lewat waktu 1 (satu) tahun dan belum diketahui pemiliknya dapat dilelang untuk negara berdasarkan penetapan pengadilan.
}}
 
{{Perundangan pasal|276|
==== Pasal 272 ====
(1) Untuk mendukung kegiatan penindakan pelanggaran di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat digunakan peralatan elektronik.
 
(2) Hasil penggunaan peralatan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
 
=== BAB XX KETENTUAN PIDANA ===
 
==== Pasal 273 ====
(1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
 
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
 
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
 
(4) Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
 
==== Pasal 274 ====
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
 
(2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2).
 
==== Pasal 275 ====
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
(2) Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
 
==== Pasal 276 ====
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek tidak singgah di Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek tidak singgah di Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 277 ====
{{Perundangan pasal|277|
Setiap orang yang memasukkan Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Setiap orang yang memasukkan Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
 
}}
==== Pasal 278 ====
{{Perundangan pasal|278|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan berupa ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan berupa ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 279 ====
{{Perundangan pasal|279|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang dipasangi perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang dipasangi perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 280 ====
{{Perundangan pasal|280|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 281 ====
{{Perundangan pasal|281|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
 
}}
==== Pasal 282 ====
{{Perundangan pasal|282|
Setiap Pengguna Jalan yang tidak mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap Pengguna Jalan yang tidak mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 283 ====
{{Perundangan pasal|283|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 284 ====
{{Perundangan pasal|284|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki atau pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki atau pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
}}
{{Perundangan pasal|285|
{{Perundangan ayat|285|1|Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).}}


==== Pasal 285 ====
{{Perundangan ayat|285|2|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).}}
(1) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
}}
 
{{Perundangan pasal|286|
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
 
==== Pasal 286 ====
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 287 ====
{{Perundangan pasal|287|
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
{{Perundangan ayat|287|1|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).}}
 
{{Perundangan ayat|287|2|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).}}
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
{{Perundangan ayat|287|3|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf d atau tata cara berhenti dan Parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf e dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).}}
 
{{Perundangan ayat|287|4|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi Kendaraan Bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau Pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).}}
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf d atau tata cara berhenti dan Parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf e dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
{{Perundangan ayat|287|5|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf g atau Pasal 115 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).}}
 
{{Perundangan ayat|287|6|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf h dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).}}
(4) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi Kendaraan Bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau Pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
}}
 
{{Perundangan pasal|288|
(5) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf g atau Pasal 115 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
{{Perundangan ayat|288|1|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).}}
 
{{Perundangan ayat|288|2|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).}}
(6) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf h dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
{{Perundangan ayat|288|3|Setiap orang yang mengemudikan mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).}}
 
}}
==== Pasal 288 ====
{{Perundangan pasal|289|
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
 
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
(3) Setiap orang yang mengemudikan mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
 
==== Pasal 289 ====
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor atau Penumpang yang duduk di samping Pengemudi yang tidak mengenakan sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (6) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor atau Penumpang yang duduk di samping Pengemudi yang tidak mengenakan sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (6) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 290 ====
{{Perundangan pasal|290|
Setiap orang yang mengemudikan dan menumpang Kendaraan Bermotor selain Sepeda Motor yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah dan tidak mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (7) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1(satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan dan menumpang Kendaraan Bermotor selain Sepeda Motor yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah dan tidak mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (7) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1(satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 291 ====
{{Perundangan pasal|291|
(1) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tidak mengenakan helm standar nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
{{Perundangan ayat|291|1|Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tidak mengenakan helm standar nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).}}
 
{{Perundangan ayat|291|2|Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor yang membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).}}
(2) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor yang membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
}}
 
{{Perundangan pasal|292|
==== Pasal 292 ====
Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta samping yang mengangkut Penumpang lebih dari 1 (satu) orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (9) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1(satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta samping yang mengangkut Penumpang lebih dari 1 (satu) orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (9) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1(satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 293 ====
{{Perundangan pasal|293|
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
{{Perundangan ayat|293|1|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).}}
 
{{Perundangan ayat|293|2|Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).}}
(2) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).
}}
 
{{Perundangan pasal|294|
==== Pasal 294 ====
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang akan membelok atau berbalik arah, tanpa memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang akan membelok atau berbalik arah, tanpa memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 295 ====
{{Perundangan pasal|295|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang akan berpindah lajur atau bergerak ke samping tanpa memberikan isyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang akan berpindah lajur atau bergerak ke samping tanpa memberikan isyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 296 ====
{{Perundangan pasal|296|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor pada perlintasan antara kereta api dan Jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor pada perlintasan antara kereta api dan Jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 297 ====
{{Perundangan pasal|297|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor berbalapan di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor berbalapan di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
 
}}
==== Pasal 298 ====
{{Perundangan pasal|298|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang tidak memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau Parkir dalam keadaan darurat di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang tidak memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau Parkir dalam keadaan darurat di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 299 ====
{{Perundangan pasal|299|
Setiap orang yang mengendarai Kendaraan Tidak Bermotor yang dengan sengaja berpegang pada Kendaraan Bermotor untuk ditarik, menarik benda-benda yang dapat membahayakan Pengguna Jalan lain, dan/atau menggunakan jalur jalan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 huruf a, huruf b, atau huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).
Setiap orang yang mengendarai Kendaraan Tidak Bermotor yang dengan sengaja berpegang pada Kendaraan Bermotor untuk ditarik, menarik benda-benda yang dapat membahayakan Pengguna Jalan lain, dan/atau menggunakan jalur jalan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 huruf a, huruf b, atau huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 300 ====
{{Perundangan pasal|300|
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum yang:
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum yang:


Baris 2.924: Baris 1.424:


c. tidak menutup pintu kendaraan selama Kendaraan berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1) huruf e.
c. tidak menutup pintu kendaraan selama Kendaraan berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1) huruf e.
 
}}
==== Pasal 301 ====
{{Perundangan pasal|301|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor angkutan barang yang tidak menggunakan jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor angkutan barang yang tidak menggunakan jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 302 ====
{{Perundangan pasal|302|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang yang tidak berhenti selain di tempat yang telah ditentukan, mengetem, menurunkan penumpang selain di tempat pemberhentian, atau melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang yang tidak berhenti selain di tempat yang telah ditentukan, mengetem, menurunkan penumpang selain di tempat pemberhentian, atau melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 303 ====
{{Perundangan pasal|303|
Setiap orang yang mengemudikan mobil barang untuk mengangkut orang kecuali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan mobil barang untuk mengangkut orang kecuali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 304 ====
{{Perundangan pasal|304|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan angkutan orang dengan tujuan tertentu yang menaikkan atau menurunkan Penumpang lain di sepanjang perjalanan atau menggunakan Kendaraan angkutan tidak sesuai dengan angkutan untuk keperluan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan angkutan orang dengan tujuan tertentu yang menaikkan atau menurunkan Penumpang lain di sepanjang perjalanan atau menggunakan Kendaraan angkutan tidak sesuai dengan angkutan untuk keperluan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 305 ====
{{Perundangan pasal|305|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus yang tidak memenuhi ketentuan tentang persyaratan keselamatan, pemberian tanda barang, Parkir, bongkar dan muat, waktu operasi dan rekomendasi dari instansi terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus yang tidak memenuhi ketentuan tentang persyaratan keselamatan, pemberian tanda barang, Parkir, bongkar dan muat, waktu operasi dan rekomendasi dari instansi terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 306 ====
{{Perundangan pasal|306|
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan angkutan barang yang tidak dilengkapi surat muatan dokumen perjalanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan angkutan barang yang tidak dilengkapi surat muatan dokumen perjalanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 307 ====
{{Perundangan pasal|307|
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Angkutan Umum Barang yang tidak mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Angkutan Umum Barang yang tidak mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 308 ====
{{Perundangan pasal|308|
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum yang:
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum yang:


a. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf a;
a. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf a;


b. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal
b. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b;


173 ayat (1) huruf b;
c. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan barang khusus dan alat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c; atau
 
c. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan barang khusus dan alat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
 
173 ayat (1) huruf c; atau


d. menyimpang dari izin yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173.
d. menyimpang dari izin yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173.
 
}}
==== Pasal 309 ====
{{Perundangan pasal|309|
Setiap orang yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya untuk penggantian kerugian yang diderita oleh Penumpang, pengirim barang, atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
Setiap orang yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya untuk penggantian kerugian yang diderita oleh Penumpang, pengirim barang, atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 310 ====
{{Perundangan pasal|310|
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
{{Perundangan ayat|310|1|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).}}
 
{{Perundangan ayat|310|2|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).}}
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
{{Perundangan ayat|310|3|Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).}}
 
{{Perundangan ayat|310|4|Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).}}
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
}}
 
{{Perundangan pasal|311|
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
{{Perundangan ayat|311|1|Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).}}
 
{{Perundangan ayat|311|2|Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah).}}
==== Pasal 311 ====
{{Perundangan ayat|311|3|Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah).}}
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
{{Perundangan ayat|311|4|Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).}}
 
{{Perundangan ayat|311|5|Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).}}
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah).
}}
 
{{Perundangan pasal|312|
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah).
 
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
 
229 ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
 
(5) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
 
==== Pasal 312 ====
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
 
}}
==== Pasal 313 ====
{{Perundangan pasal|313|
Setiap orang yang tidak mengasuransikan awak Kendaraan dan penumpangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
Setiap orang yang tidak mengasuransikan awak Kendaraan dan penumpangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
 
}}
==== Pasal 314 ====
{{Perundangan pasal|314|
Selain pidana penjara, kurungan, atau denda, pelaku tindak pidana Lalu Lintas dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi atau ganti kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana lalu lintas.
Selain pidana penjara, kurungan, atau denda, pelaku tindak pidana Lalu Lintas dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi atau ganti kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana lalu lintas.
 
}}
==== Pasal 315 ====
{{Perundangan pasal|315|
(1) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Perusahaan Angkutan Umum, pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap Perusahaan Angkutan Umum dan/atau pengurusnya.
{{Perundangan ayat|315|1|Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Perusahaan Angkutan Umum, pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap Perusahaan Angkutan Umum dan/atau pengurusnya.}}
 
{{Perundangan ayat|315|2|Dalam hal tindak pidana lalu lintas dilakukan Perusahaan Angkutan Umum, selain pidana yang dijatuhkan terhadap pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dijatuhkan pula pidana denda paling banyak dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.}}
(2) Dalam hal tindak pidana lalu lintas dilakukan Perusahaan Angkutan Umum, selain pidana yang dijatuhkan terhadap pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dijatuhkan pula pidana denda paling banyak dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.
{{Perundangan ayat|315|3|Selain pidana denda, Perusahaan Angkutan Umum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembekuan sementara atau pencabutan izin penyelenggaraan angkutan bagi kendaraan yang digunakan.}}
 
}}
(3) Selain pidana denda, Perusahaan Angkutan Umum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembekuan sementara atau pencabutan izin penyelenggaraan angkutan bagi kendaraan yang digunakan.
{{Perundangan pasal|316|
 
{{Perundangan ayat|316|1|Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274, Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 299, Pasal 300, Pasal 301, Pasal 302, Pasal 303, Pasal 304, Pasal 305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308, Pasal 309, dan Pasal 313 adalah pelanggaran.}}
==== Pasal 316 ====
{{Perundangan ayat|316|2|Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273, Pasal 275 ayat (2), Pasal 277, Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 312 adalah kejahatan.}}
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274, Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 299, Pasal 300, Pasal 301, Pasal 302, Pasal 303, Pasal 304, Pasal 305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308, Pasal 309, dan Pasal 313 adalah pelanggaran.
}}
 
{{Perundangan pasal|317|
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273, Pasal 275 ayat (2), Pasal 277, Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 312 adalah kejahatan.
 
==== Pasal 317 ====
Dalam hal nilai tukar mata uang rupiah mengalami penurunan, besaran nilai denda sebagaimana dimaksud dalam Bab XX dapat ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Dalam hal nilai tukar mata uang rupiah mengalami penurunan, besaran nilai denda sebagaimana dimaksud dalam Bab XX dapat ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
 
}}}}
=== BAB XXI KETENTUAN PERALIHAN ===
{{Perundangan bab|XXI|KETENTUAN PERALIHAN|
 
{{Perundangan pasal|318|
==== Pasal 318 ====
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pendidikan dan pelatihan Pengemudi yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan Pengemudi tetap berlangsung sesuai dengan izin yang diberikan dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun wajib disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pendidikan dan pelatihan Pengemudi yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan Pengemudi tetap berlangsung sesuai dengan izin yang diberikan dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun wajib disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
 
}}
==== Pasal 319 ====
{{Perundangan pasal|319|
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, audit yang sedang dilaksanakan oleh auditor Pemerintah tetap dijalankan sampai dengan selesainya audit.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, audit yang sedang dilaksanakan oleh auditor Pemerintah tetap dijalankan sampai dengan selesainya audit.
 
}}}}
=== BAB XXII KETENTUAN PENUTUP ===
{{Perundangan bab|XXII|KETENTUAN PENUTUP|
 
{{Perundangan pasal|320|
==== Pasal 320 ====
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.
 
}}
==== Pasal 321 ====
{{Perundangan pasal|321|
Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dibentuk paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.
Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dibentuk paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.
 
}}
==== Pasal 322 ====
{{Perundangan pasal|322|
Pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dibentuk paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.
Pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dibentuk paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.
 
}}
==== Pasal 323 ====
{{Perundangan pasal|323|
Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan harus berfungsi paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.
Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan harus berfungsi paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.
 
}}
==== Pasal 324 ====
{{Perundangan pasal|324|
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
 
}}
1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
{{Perundangan pasal|325|
 
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
==== Pasal 325 ====
}}
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
{{Perundangan pasal|326|
 
Nomor 3480) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 
==== Pasal 326 ====
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
}}}}


=== Penutup ===
=== Penutup ===
Disahkan di Jakarta
{| style="width:100%;"
|-
|  || style="width:50%;"|Disahkan di Jakarta<br/>pada tanggal 22 Juni 2009<br/><br/>{{center|PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br/><br/>ttd.<br/>DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO}}
|-
| style="width:50%;"|Diundangkan di Jakarta<br/>pada tanggal 22 Juni 2009<br/><br/>{{center|MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,<br/><br/>ttd.<br/>ANDI MATTALATTA}} ||
|}


pada tanggal 22 Juni 2009


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 96
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 96
Baris 3.078: Baris 1.547:


Setio Sapto Nugroho
Setio Sapto Nugroho
{{hr}}
Sumber: {{URL|https://peraturan.bpk.go.id/Details/38654/uu-no-22-tahun-2009}}
Mencabut:
*[[Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992]] tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan