Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023/Buku Kesatu/BAB III: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 313: | Baris 313: | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|83| | {{Perundangan pasal|83| | ||
{{Perundangan ayat|83|1|Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) tidak dapat dilakukan, pidana denda di atas kategori II yang tidak dibayar diganti dengan pidana penjara paling singkat I (satu) tahun dan paling lama sebagaimana diancamkan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.}} | |||
{{Perundangan ayat|83|2|Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) berlaku juga untuk ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai pidana penjara pengganti.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|84| | {{Perundangan pasal|84| | ||
Baris 321: | Baris 320: | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|85| | {{Perundangan pasal|85| | ||
{{Perundangan ayat|85|1|Pidana kerja sosial dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.}} | |||
menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. | {{Perundangan ayat|85|2|Dalam menjatuhkan pidana kerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib mempertimbangkan: | ||
a. pengakuan terdakwa terhadap Tindak Pidana yang dilakukan; | a. pengakuan terdakwa terhadap Tindak Pidana yang dilakukan; | ||
Baris 338: | Baris 335: | ||
f. agama, kepercayaan, dan keyakinan politik terdakwa; dan | f. agama, kepercayaan, dan keyakinan politik terdakwa; dan | ||
g. kemampuan terdakwa membayar pidana denda. | g. kemampuan terdakwa membayar pidana denda.}} | ||
{{Perundangan ayat|85|3|Pelaksanaan pidana kerja sosial tidak boleh dikomersialkan.}} | |||
{{Perundangan ayat|85|4|Pidana kerja sosial dijatuhkan paling singkat 8 (delapan) jam dan paling lama 24O (dua ratus empat puluh) jam.}} | |||
{{Perundangan ayat|85|5|Pidana kerja sosial dilaksanakan paling lama 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) Hari dan dapat diangsur dalam waktu paling lama 6 (enam) Bulan dengan memperhatikan kegiatan terpidana dalam menjalankan mata pencahariannya dan/ atau kegiatan lain yang bermanfaat.}} | |||
{{Perundangan ayat|85|6|Pelaksanaan pidana kerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dimuat dalam putusan pengadilan.}} | |||
{{Perundangan ayat|85|7|Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) juga memuat perintah jika terpidana tanpa alasan yang sah tidak melaksanakan seluruh atau sebagian pidana kerja sosial, terpidana wajib: | |||
a. mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebut; | a. mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebut; | ||
Baris 354: | Baris 346: | ||
b. menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut; atau | b. menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut; atau | ||
c. membayar seluruh atau sebagran pidana denda yang diganti dengan pidana keda sosial atau menjalani pidana penjara sebagai pengganti pidana denda yang tidak dibayar. | c. membayar seluruh atau sebagran pidana denda yang diganti dengan pidana keda sosial atau menjalani pidana penjara sebagai pengganti pidana denda yang tidak dibayar.}} | ||
{{Perundangan ayat|85|8|Pengawasan terhadap pelaksanaan pidana kerja sosial dilakukan oleh jaksa dan pembimbingan dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.}} | |||
{{Perundangan ayat|85|9|Putusan pengadilan mengenai pidana kerja sosial juga harus memuat: | |||
a. lama pidana penjara atau besarnya denda yang sesungguhnya dijatuhkan oleh hakim; | a. lama pidana penjara atau besarnya denda yang sesungguhnya dijatuhkan oleh hakim; | ||
Baris 364: | Baris 354: | ||
b. lama pidana kerja sosial harus dijalani, dengan mencantumkan jumlah jam per Hari dan jangka aktu penyelesaian pidana kerja sosial; dan | b. lama pidana kerja sosial harus dijalani, dengan mencantumkan jumlah jam per Hari dan jangka aktu penyelesaian pidana kerja sosial; dan | ||
c. sanksi jika terpidana tidak menjalani pidana kerja sosial yang dijatuhkan. | c. sanksi jika terpidana tidak menjalani pidana kerja sosial yang dijatuhkan.}} | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|86| | {{Perundangan pasal|86| | ||
Baris 409: | Baris 399: | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|90| | {{Perundangan pasal|90| | ||
{{Perundangan ayat|90|1|Jika pidana pencabutan hak dijatuhkan, lama pencabutan wajib ditentukan jika: | |||
a. dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pencabutan hak dilakukan untuk selamanya; | a. dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pencabutan hak dilakukan untuk selamanya; | ||
Baris 415: | Baris 405: | ||
b. dijatuhi pidana penjara, pidana tutupan, atau pidana pengawasan untuk waktu tertentu, pencabutan hak dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang diiatuhkan; atau | b. dijatuhi pidana penjara, pidana tutupan, atau pidana pengawasan untuk waktu tertentu, pencabutan hak dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang diiatuhkan; atau | ||
c. dijatuhi pidana denda, pencabutan hak dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun. | c. dijatuhi pidana denda, pencabutan hak dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.}} | ||
{{Perundangan ayat|90|2|Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku jika yang dicabut adalah hak memperoleh pembebasan bersyarat.}} | |||
{{Perundangan ayat|90|3|Pidana pencabutan hak mulai berlaku pada tanggal putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|91| | {{Perundangan pasal|91| | ||
Baris 437: | Baris 425: | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|92| | {{Perundangan pasal|92| | ||
{{Perundangan ayat|92|1|Pidana tambahan berupa perampasan Barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dapat dijatuhkan atas Barang yang tidak disita dengan menentukan bahwa Barang tersebut harus diserahkan atau diganti dengan sejumlah uang menurut taksiran hakim sesuai dengan harga pasar.}} | |||
hakim sesuai dengan harga pasar. | {{Perundangan ayat|92|2|Dalam hal Barang yang tidak disita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diserahkan, Barang tersebut diganti dengan sejumlah uang menurut taksiran hakim sesuai dengan harga pasar.}} | ||
{{Perundangan ayat|92|3|Jika terpidana tidak mampu membayar seluruh atau sebagian harga pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (21, diberlakukan ketentuan pidana pengganti untuk pidana denda.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|93| | {{Perundangan pasal|93| | ||
{{Perundangan ayat|93|1|Jika dalam putusan pengadilan diperintahkan supaya putusan diumumkan, harus ditetapkan cara melaksanakan pengumuman tersebut dengan biaya yang ditanggung oleh terpidana.}} | |||
{{Perundangan ayat|93|2|Jika biaya pengumumuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar oleh terpidana, diberlakukan ketentuan pidana pengganti untuk pidana denda.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|94| | {{Perundangan pasal|94| | ||
{{Perundangan ayat|94|1|Dalam putusan pengadilan dapat ditetapkan kewajiban terpidana untuk melaksanakan pembayaran ganti rugi kepada Korban atau ahli waris sebagai pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d.}} | |||
{{Perundangan ayat|94|2|Jika kewajiban pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, diberlakukan ketentuan tentang pelaksanaan pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 sampai dengan Pasal 83 secara mutatis mutandis.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|95| | {{Perundangan pasal|95| | ||
{{Perundangan ayat|95|1|Pidana tambahan berupa pencabutan izin dikenakan kepada pelaku dan pembantu Tindak Pidana yang melakukan Tindak Pidana yang berkaitan dengan izin yang dimiliki.}} | |||
{{Perundangan ayat|95|2|Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan: | |||
a. keadaan yang menyertai Tindak Pidana yang dilakukan; | a. keadaan yang menyertai Tindak Pidana yang dilakukan; | ||
Baris 461: | Baris 445: | ||
b. keadaan yang menyertai pelaku dan pembantu Tindak Pidana; dan | b. keadaan yang menyertai pelaku dan pembantu Tindak Pidana; dan | ||
c. keterkaitan kepemilikan izin dengan usaha atau kegiatan yang dilakukan. | c. keterkaitan kepemilikan izin dengan usaha atau kegiatan yang dilakukan.}} | ||
{{Perundangan ayat|95|3|Dalam hal dijatuhi pidana penjara, pidana tutupan, tau pidana pengawasan untuk waktu tertentu, pencabutan izin dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang dijatuhkan.}} | |||
{{Perundangan ayat|95|4|Dalam hal dijatuhi pidana denda, pencabutan izin berlaku paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.}} | |||
{{Perundangan ayat|95|5|Pidana pencabutan izin mulai berlaku pada tanggal putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|96| | {{Perundangan pasal|96| | ||
{{Perundangan ayat|96|1|Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat diutamakan jika Tindak Pidana yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).}} | |||
{{Perundangan ayat|96|2|Pemenuhan kewajiban adat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebanding dengan pidana denda kategori II.}} | |||
{{Perundangan ayat|96|3|Dalam hal kewajiban adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, pemenuhan kewajiban adat diganti dengan ganti rugi yang nilainya setara dengan pidana denda kategori II.}} | |||
{{Perundangan ayat|96|4|Dalam hal ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, ganti rugi diganti dengan pidana pengawasan atau pidana kerja sosial.}} | |||
pidana denda kategori II. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|97| | {{Perundangan pasal|97| | ||
Baris 486: | Baris 463: | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|99| | {{Perundangan pasal|99| | ||
{{Perundangan ayat|99|1|Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden.}} | |||
{{Perundangan ayat|99|2|Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan Di Muka Umum.}} | |||
{{Perundangan ayat|99|3|Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu tembak atau dengan cara lain yang ditentukan dalam Undang-Undang.}} | |||
{{Perundangan ayat|99|4|Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan hamil, perempuan yang sedang menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai perempuan tersebut melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|100| | {{Perundangan pasal|100| | ||
{{Perundangan ayat|100|1|Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan: | |||
a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau | a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau | ||
b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana. | b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.}} | ||
{{Perundangan ayat|100|2|Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.}} | |||
{{Perundangan ayat|100|3|Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.}} | |||
{{Perundangan ayat|100|4|Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.}} | |||
{{Perundangan ayat|100|5|Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan.}} | |||
{{Perundangan ayat|100|6|Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|101| | {{Perundangan pasal|101| | ||
Baris 519: | Baris 488: | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|103| | {{Perundangan pasal|103| | ||
{{Perundangan ayat|103|1|Tindakan yang dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana pokok berupa: | |||
a. konseling; | a. konseling; | ||
Baris 529: | Baris 498: | ||
d. perawatan di lembaga; dan/ atau | d. perawatan di lembaga; dan/ atau | ||
e. perbaikan akibat Tindak Pidana. | e. perbaikan akibat Tindak Pidana.}} | ||
{{Perundangan ayat|103|2|Tindakan yang dapat dikenakan kepada Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39 berupa: | |||
a. rehabilitasi; | a. rehabilitasi; | ||
Baris 541: | Baris 509: | ||
d. penyerahan kepada pemerintah; dan/ atau | d. penyerahan kepada pemerintah; dan/ atau | ||
e. perawatan di rumah sakit jiwa. | e. perawatan di rumah sakit jiwa.}} | ||
{{Perundangan ayat|103|3|Jenis, jangka waktu, tempat, dan/ atau pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam putusan pengadilan.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|104| | {{Perundangan pasal|104| | ||
Baris 549: | Baris 516: | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|105| | {{Perundangan pasal|105| | ||
{{Perundangan ayat|105|1|Tindakan rehabilitasi dikenalan kepada terdakwa yang: | |||
a. kecanduan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/ atau | a. kecanduan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/ atau | ||
b. menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual. | b. menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual.}} | ||
{{Perundangan ayat|105|2|Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: | |||
a. rehabilitasi medis; | a. rehabilitasi medis; | ||
Baris 561: | Baris 527: | ||
b. rehabilitasi sosial; dan | b. rehabilitasi sosial; dan | ||
c. rehabilitasi psikososial. | c. rehabilitasi psikososial.}} | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|106| | {{Perundangan pasal|106| | ||
{{Perundangan ayat|106|1|Dalam mengenakan tindakan pelatihan kerja, hakim wajib mempertimbangkan : | |||
a. kemanfaatan bagi terdakwa; | a. kemanfaatan bagi terdakwa; | ||
Baris 570: | Baris 536: | ||
b. kemampuan terdakwa; dan | b. kemampuan terdakwa; dan | ||
c. jenis pelatihan kerja. | c. jenis pelatihan kerja.}} | ||
{{Perundangan ayat|106|2|Dalam menentukan jenis pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, hakim wajib memperhatikan pengalaman kerja dan tempat tinggal terdakwa.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|107| | {{Perundangan pasal|107| | ||
Baris 585: | Baris 549: | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|110| | {{Perundangan pasal|110| | ||
{{Perundangan ayat|110|1|Tindakan perawatan di rumah sakit jiwa dikenakan terhadap terdakwa yang dilepaskan dari segala tuntutan hukum dan masih dianggap berbahaya berdasarkan hasil penilaian dokter jiwa. }} | |||
{{Perundangan ayat|110|2|Penghentian tindakan perawatan di rumah sakit jiwa dilakukan jika yang bersangkutan tidak memerlukan perawatan lebih lanjut berdasarkan hasil penilaian dokter jiwa. | |||
{{Perundangan ayat|110|3|Penghentian tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan penetapan halim yang memeriksa perkara pada tingkat pertama yang diusulkan oleh jaksa.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|111| | {{Perundangan pasal|111| | ||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana dan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 110 diatur dengan Peraturan Pemerintah. | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana dan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 110 diatur dengan Peraturan Pemerintah. | ||
}} | }}}} | ||
}} | |||
{{Perundangan bagian|Ketiga|Diversi, Tindakan, dan Pidana bagi Anak| | {{Perundangan bagian|Ketiga|Diversi, Tindakan, dan Pidana bagi Anak| | ||
{{Perundangan paragraf|1|Diversi}} | {{Perundangan paragraf|1|Diversi}} | ||
Baris 602: | Baris 563: | ||
{{Perundangan paragraf|2|Tindakan}} | {{Perundangan paragraf|2|Tindakan}} | ||
{{Perundangan pasal|113| | {{Perundangan pasal|113| | ||
{{Perundangan ayat|113|1|Setiap Anak dapat dikenai tindakan berupa: | |||
a. pengembalian kepada Orang Tua/wali; | a. pengembalian kepada Orang Tua/wali; | ||
Baris 616: | Baris 577: | ||
f. pencabutan Surat izin mengemudi; dan/ atau | f. pencabutan Surat izin mengemudi; dan/ atau | ||
g. perbaikan akibat Tindak Pidana. | g. perbaikan akibat Tindak Pidana.}} | ||
{{Perundangan ayat|113|2|Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.}} | |||
{{Perundangan ayat|113|3|Anak di bawah umur 14 (empat belas) tahun tidak dapat dijatuhi pidana dan hanya dapat dikenai tindakan.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan paragraf|3|Pidana}} | {{Perundangan paragraf|3|Pidana}} | ||
Baris 658: | Baris 617: | ||
{{Perundangan pasal|117| | {{Perundangan pasal|117| | ||
Ketentuan mengenai diversi, tindakan, dan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 116 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | Ketentuan mengenai diversi, tindakan, dan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 116 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||
}} | }}}} | ||
}} | |||
{{Perundangan bagian|Keempat|Pidana dan Tindakan bagi Korporasi| | {{Perundangan bagian|Keempat|Pidana dan Tindakan bagi Korporasi| | ||
{{Perundangan paragraf|1|Pidana}} | {{Perundangan paragraf|1|Pidana}} | ||
Baris 673: | Baris 631: | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|120| | {{Perundangan pasal|120| | ||
{{Perundangan ayat|120|1|Pidana tambahan bagi Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 huruf b terdiri atas: | |||
a. pembayaran ganti rugi; | a. pembayaran ganti rugi; | ||
Baris 697: | Baris 655: | ||
k. pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan usaha Korporasi; dan | k. pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan usaha Korporasi; dan | ||
l. pembubaran Korporasi. | l. pembubaran Korporasi.}} | ||
{{Perundangan ayat|120|2|Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, huruf j, dan huruf k dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.}} | |||
{{Perundangan ayat|120|3|Dalam hal Korporasi tidak melaksanakan pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a sampai dengan huruf e, kekayaan atau pendapatan | |||
Korporasi dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk memenuhi pidana tambahan yang tidak dipenuhi.}} | |||
Korporasi dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk memenuhi pidana tambahan yang tidak dipenuhi. | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|121| | {{Perundangan pasal|121| | ||
{{Perundangan ayat|121|1|Pidana denda untuk Korporasi dljatuhi paling sedikit kategori IV, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.}} | |||
{{Perundangan ayat|121|2|Dalam hal Tindak Pidana yang dilakukan diancam dengan: | |||
a. pidana penjara di bawah 7 (tqiuh) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VI; | a. pidana penjara di bawah 7 (tqiuh) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VI; | ||
b. pidana penjara paling lama 7 ( | b. pidana penjara paling lama 7 (tujuh) sampai dengan paling lama 15 (lima belas) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VII; atau | ||
c. pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VIII. | c. pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VIII.}} | ||
}} | }} | ||
{{Perundangan pasal|122| | {{Perundangan pasal|122| | ||
{{Perundangan ayat|122|1|Pidana denda wajib dibayar dalam jangka waktu tertentu yang dimuat dalam putusan pengadilan.}} | |||
{{Perundangan ayat|122|2|Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menentukan pembayaran pidana denda dengan cara mengangsur.}} | |||
{{Perundangan ayat|122|3|Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kekayaan atau pendapatan Korporasi dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar.}} | |||
{{Perundangan ayat|122|4|Dalam hal kekayaan atau pendapatan Korporasi tidak mencukupi untuk melunasi pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Korporasi dikenai pidana pengganti berupa pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi.}} | |||
}} | }} | ||
{{Perundangan paragraf|2|Tindakan}} | {{Perundangan paragraf|2|Tindakan}} | ||
Baris 736: | Baris 688: | ||
{{Perundangan pasal|124| | {{Perundangan pasal|124| | ||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana dan tindakan bagi Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 sampai dengan Pasal 123 diatur dengan Peraturan Pemerintah. | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana dan tindakan bagi Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 sampai dengan Pasal 123 diatur dengan Peraturan Pemerintah. | ||
}} | }}}} | ||
}} | |||
{{Perundangan bagian|Kelima|Perbarengan| | {{Perundangan bagian|Kelima|Perbarengan| | ||
{{Perundangan ayat|124|1|Suatu perbuatan yang memenuhi lebih dari 1 (satu) ketentuan pidana yang diancam dengan ancaman pidana yang sama hanya dijatuhi 1 (satu) pidana, sedangkan jika ancaman pidananya berbeda dijatuhi pidana pokok yang paling berat.}} | |||
{{Perundangan ayat|124|2|Suatu perbuatan yang diatur dalam aturan pidana mum dan aturan pidana khusus hanya dijatuhi aturan pidana khusus, kecuali Undang-Undang menentukan lain.}} | |||
}}}} | |||
}} | |||
}} |
Revisi per 23 Oktober 2023 21.58
{{Perundangan bab|III|PEMIDANAAN, PIDANA, DAN TINDAKAN|
Bagian Kesatu
Tujuan dan Pedoman Pemidanaan
Paragraf 1 - Tujuan Pemidanaan
Pasal 51
Pemidanaan bertujuan:
a. mencegah dilakukannya Tindak Pidana dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat;
b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna;
c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat Tindak Pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa arnan dan damai dalam masyarakat; dan
d. menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Pasal 52
Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk merendahkan martabat manusia.
Paragraf 2 - Pedoman Pemidanaan
Pasal 53
1 | Dalam mengadili suatu perkara pidana, hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan. |
2 | Jika dalam menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan. |
Pasal 54
1 | Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan:
a. bentuk kesalahan pelaku Tindak Pidana; b. motif dan tujuan melakukan Tindak Pidana; c. sikap batin pelaku Tindak Pidana; d. Tindak Pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak direncanakan; e. cara melakukan Tindak Pidana; f. sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan Tindak Pidana; g. riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pelalu Tindak Pidana; h. pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku Tindak Pidana; i. pengaruh Tindak Pidana terhadap Korban atau keluarga Korban; j. pemaafan dari Korban dan/atau keluarga Korban; dan/ atau k. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat |
2 | Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, atau keadaan pada waktu dilakukan Tindak Pidana serta yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan. |
Pasal 55
Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana tidak dibebaskan dari pertanggungiawaban pidana berdasarkan alasan peniadaan pidana jika orang tersebut telah dengan sengaja menyebabkan terjadinya keadaan yang dapat menjadi alasan peniadaan pidana tersebut.
Pasal 56
Dalam pemidanaan terhadap Korporasi wajib dipertimbangkan:
a. tingkat kerugian atau dampak yang ditimbulkan;
b. tingkat keterlibatan pengunrs yang mempunyai kedudukan fungsional Korporasi dan/ atau peran pemberi perintah, pemegang kendali, dan/ atau pemilik manfaat Korporasi;
c. lamanya Tindak Pidana yang telah dilakukan;
d. frekuensi Tindak Pidana oleh Korporasi;
e. bentuk kesalahan Tindak Pidana;
f. keterlibatan Pejabat;
g. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat;
h. rekam jejak Korporasi dalam melakukan usaha atau kegiatan;
i. pengaruh pemidanaan terhadap Korporasi; dan/ atau
j. kerja sama Korporasi dalam penanganan Tindak Pidana.
Paragraf 3 - Pedoman Penerapan Pidana Penjara dengan Perumusan Tunggal dan Perumusan Alternatif
Pasal 57
Dalam hal Tindak Pidana diancam dengan pidana pokok secara alternatif, penjatuhan pidana pokok yang lebih ringan harus lebih diutamakan, jika hal itu dipertimbangkan telah sesuai dan dapat menunjang tercapainya tujuan pemidanaan.
Paragraf 4 - Pemberatan Pidana
Pasal 58
Faktor yang memperberat pidana meliputi:
a. Pejabat yang melakukan Tindak Pidana sehingga melanggar kewajiban jabatan yang khusus atau melakukan Tindak Pidana dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan;
b. penggunaan bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, atau lambang negara Indonesia pada waktu melakukan Tindak Pidana; atau
c. pengulangan Tindak Pidana.
Pasal 59
Pemberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dapat ditambah paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman pidana.
Paragraf 5 - Ketentuan Lain tentang Pemidanaan
Pasal 60
1 | Pidana penjara dan pidana tutupan bagi terpidana yang sudah berada di dalam tahanan mulai berlaku pada saat putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. |
2 | Dalam hal terpidana tidak berada di dalam tahanan, pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pada saat putusan pengadilan mulai dilaksanakan. |
Pasal 61
1 | Pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana denda yang dijatuhkan dikurangi seluruh atau sebagian masa penangkapan dan/atau penahanan yang telah dijalani terdakwa sebelum putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. |
2 | Pengurangan pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepadankan dengan penghitungan pidana penjara pengganti denda. |
Pasal 62
1 | Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan pidana mati. |
2 | Ketentuan mengenai syarat dan tata cara permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Undang-Undang. |
Pasal 63
Jika narapidana melarikan diri, masa selama narapidana melarikan diri tidak diperhitungkan sebagai waktu menjalani pidana penjara
Bagian Kedua
Pidana dan Tindakan
Paragraf 1 - Pidana
Pasal 64
Pidana terdiri atas:
a. pidana pokok;
b. pidana tambahan; dan
c. pidana yang bersifat khusus untuk Tindak Pidana tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang.
Pasal 65
1 | Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a terdiri atas:
a. pidana penjara; b. pidana tutupan; c. pidana pengawasan; d. pidana denda; dan e. pidana kerja sosial. |
2 | Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan berat atau ringannya pidana. |
Pasal 66
1 | Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b terdiri atas:
a. pencabutan hak tertentu; b. perampasan Barang tertentu dan/ atau tagihan; c. pengumuman putusan hakim; d. pembayaran ganti rugi; e. pencabutan izin tertentu; dan f. pemenuhan kewajiban adat setempat. |
2 | Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat dikenakan dalam hal penjatuhan pidana pokok saja tidak cukup untuk mencapai tujuan. |
3 | Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan 1 (satu) jenis atau lebih. |
4 | Pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidananya. |
5 | Pidana tambahan bagi anggota Tentara Nasional Indonesia yang melakukan Tindak Pidana dalam perkara koneksitas dikenakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Tentara Nasional Indonesia. |
Pasal 67
Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif.
Pasal 68
1 | Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu. |
2 | Pidana penjara untuk waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15 (lima belas) tahun berturut turut atau paling singkat 1 (satu) Hari, kecuali ditentukan minimum khusus. |
3 | Dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan pidana atas Tindak Pidana yang dijatuhi pidana penjara 15 (lima belas) tahun, pidana penjara untuk waktu tertentu dapat dijatuhkan untuk waktu 20 (dua puluh) tahun berturut turut. |
4 | Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh dijatuhkan lebih dari 20 (dua puluh) tahun. |
Pasal 69
1 | Jika narapidana yang menjalani pidana penjara seumur hidup telah menjalani pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun, pidana penjara seumur hidup dapat diubah menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung. |
2 | Ketentuan mengenai tata cara perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Pasal 70
1 | Dengan tetap mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54, pidana penjara sedapat mungkin tidak dijatuhkan jika ditemukan keadaan:
a. terdakwa adalah Anak; b. terdakwa berumur di atas 75 (tujuh puluh lima) tahun; c. terdakwa baru pertama kali melakukan Tindak Pidana; d. kerugian dan penderitaan Korban tidak terlalu besar; e. terdakwa telah membayar ganti rugi kepada Korban; f. terdakwa tidak menyadari bahwa Tindak Pidana yang dilakukan akan menimbulkan kerugian yang besar; g. Tindak Pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain; h. Korban Tindak Pidana mendorong atau menggerakkan terjadinya Tindak Pidana tersebut; i. Tindak Pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak mungkin terulang lagi; j. kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan Tindak Pidana yang lain; k. pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa atau keluarganya; l. pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan diperkirakan akan berhasil untuk diri terdakwa; m. penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak akan mengurangi sifat berat Tindak Pidana yang dilakukan terdakwa; n. Tindak Pidana terjadi di kalangan keluarga; dan/ atau o. Tindak Pidana terjadi karena kealpaan. |
2 | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; b. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus; c. Tindak Pidana tertentu yang sangat membahayakan atau merugikan masyarakat; atau d. Tindak Pidana yang merugikan keuangan atau perekonomian negara. |
Pasal 71
1 | Jika seseorang melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun, sedangkan hakim berpendapat tidak perlu menjatuhkan pidana penjara setelah mempertimbangkan tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan sebagai62na dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54, orang tersebut dapat dijatuhi pidana denda. |
2 | Pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dijatuhkan jika:
a. tanpa Korban; b. Korban tidak mempermasalahkan; atau c. bukan pengulangan Tindak Pidana. |
3 | Pidana denda yang dapat dijatuhkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pidana denda paling banyak kategori V dan pidana denda paling sedikit kategori III. |
4 | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf c tidak berlaku bagi orang yang pernah dijatuhi pidana penjara untuk Tindak Pidana yang dilakukan sebelum berumur 18 (delapan belas) tahun. |
Pasal 72
1 | Narapidana yang telah menjalani paling singkat 2/3 (dua per tiga) dari pidana penjara yang dijatuhkan dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) Bulan dapat diberi pembebasan bersyarat. |
2 | Narapidana yang menjalani beberapa pidana penjara berturut turut dianggap jumlah pidananya sebagai 1 (satu) pidana. |
3 | Dalam memberikan pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan masa percobaan dan syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan. |
4 | Masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani ditambah dengan 1 (satu) tahun. |
5 | Narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditahan sebagai tersangka atau terdakwa dalam perkara lain tidak diperhitungkan waktu penahanannya sebagai masa percobaan. |
Pasal 73
1 | Syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayal (3) terdiri atas:
a. syarat umum berupa narapidana tidak akan melakukan Tindak Pidana; dan b. syarat khusus berupa narapidana harus melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, tanpa mengurangi kemerdekaan beragama, menganut kepercayaan, dan berpolitik, kecuali ditentukan lain oleh hakim. |
2 | Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diubah, dihapus, atau diadakan syarat baru yang semata-mata bertujuan untuk pembimbingan narapidana. |
3 | Narapidana yang melanggar syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut pembebasan bersyaratnya. |
4 | Pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dicabut setelah melampaui 3 (tiga) Bulan terhitung sejak saat habisnya masa percobaan, kecuali dalam waktu 3 (tiga) Bulan terhitung sejak habisnya masa percobaan, narapidana dituntut karena melakukan Tindak Pidana yang dilakukan dalam masa
percobaan. |
5 | Dalam hal narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dijatuhi pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana denda paling sedikit kategori [I, pembebasan bersyarat yang bersangkutan dicabut. |
Pasal 74
1 | Orang yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara karena keadaan pribadi, perbuatannya dapat dijatuhi pidana tutupan. |
2 | Pidana tutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati. |
3 | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku, jika cara melakukan atau akibat dari Tindak Pidana tersebut sedemikian rupa sehingga terdakwa lebih tepat untuk dljatuhi pidana penjara. |
Pasal 75
Terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dapat dijatuhi pidana pengawasan dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54 dan Pasal 70.
Pasal 76
1 | Pidana pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dijatuhkan paling lama sama dengan pidana penjara yang diancamkan yang tidak lebih dari 3 (tiga) tahun. |
2 | Dalam putusan pidana pengawasan ditetapkan syarat umum, berupa terpidana tidak akan melakukan Tindak Pidana lagi. |
3 | Selain syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (21, dalam putusan juga dapat ditetapkan syarat khusus, berupa:
a. terpidana dalam waktu tertentu yang lebih pendek dari masa pidana pengawasan harus mengganti seluruh atau sebagian kemgian yang timbul akibat Tindak Pidana yang dilakukan; dan/atau b. terpidana harus melakukan atau tidak melakukan sesuatu tanpa mengurangi kemerdekaan beragama, kemerdekaan menganut kepercayaan, dan/atau kemerdekaan berpolitik. |
4 | Dalam hal terpidana melanggar syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terpidana wajib menjalani pidana penjara yang lamanya tidak lebih dari ancarnan pidana penjara bagi Tindak Pidana itu. |
5 | Dalam hal terpidana melanggar syarat khusus tanpa alasan yang sah, jaksa berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan mengusulkan kepada hakim agar terpidana menjalani pidana penjara atau memperpanjang masa pengawasan yang ditentukan oleh hakim yang lamanya tidak lebih dari pidana pengawasan yang dijatuhkan. |
6 | Jaksa dapat mengusulkan pengurangan masa pengawasan kepada hakim jika selama dalam pengawasan terpidana menunjukkan kelakuan yang baik, berdasarkan pertimbangan pembimbing |
7 | Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan batas pengurangan dan perpanjangan masa pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Pasal 77
1 | Jika terpidana selama menjalani pidana pengawasan melakukan Tindak Pidana dan dijatuhi pidana yang bukan pidana mati atau bukan pidana penjara, pidana pengawasan tetap dilaksanakan. |
2 | Jika terpidana dijatuhi pidana penjara, pidana pengawasan ditunda dan dilaksanakan kembali setelah terpidana selesai menjalani pidana penjara. |
Pasal 78
1 | Pidana denda merupakan sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan. |
2 | Jika tidak ditentukan minimum khusus, pidana denda ditetapkan paling sedikit Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah). |
Pasal 79
1 | Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan:
a. kategori I, Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori II, Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori III, Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori IV, Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori V, Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori VI, Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori VII, Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori VIII, Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). |
2 | Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. |
Pasal 80
1 | Dalam menjatuhkan pidana denda, hakim wajib mempertimbangkan kemampuan terdakwa dengan memperhatikan penghasilan dan pengeluaran terdakwa secara nyata, |
2 | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi penerapan minimum khusus pidana denda yang ditetapkan. |
Pasal 81
1 | Pidana denda wajib dibayar dalam jangka waktu tertentu yang dimuat dalam putusan pengadilan. |
2 | Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menentukan pembayaran pidana denda dengan cara mengangsur. |
3 | Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kekayaan atau pendapatan terpidana dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar. |
Pasal 82
1 | Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) tidak cukup atau tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, pidana denda yang tidak dibayar tersebut diganti dengan pidana penjara, pidana pengawasan, atau pidana kerja sosial dengan ketentuan pidana denda tersebut tidak melebihi pidana denda kategori II. |
2 | Lama pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (r) meliputi:
a. untuk pidana penjara pengganti, paling singkat 1 (satu) Bulan dan paling lama 1 (satu) tahun yang dapat diperberat paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) Bulan jika ada perbarengan; b. untuk pidana pengawasan pengganti, paling singkat 1 (satu) Bulan dan paling lama 1 (satu) tahun, berlaku syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat(21 dan ayat (3); atau c. untuk pidana kerja sosial pengganti paling singkat 8 (delapan) jam dan paling lama 240 (dua ratus empat puluh) jam. |
3 | Jika pada saat menjalani pidana pengganti sebagian pidana denda dibayar, lama pidana pengganti dikurangi menurut ukuran yang sepadan. |
4 | Perhitungan lama pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada ukuran untuk setiap pidana denda Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) atau kurang yang disepadankan dengan:
a. 1 (satu) jam pidana kerja sosial pengganti; atau b. 1 (satu) Hari pidana pengawasan atau pidana penjara pengganti. |
Pasal 83
1 | Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) tidak dapat dilakukan, pidana denda di atas kategori II yang tidak dibayar diganti dengan pidana penjara paling singkat I (satu) tahun dan paling lama sebagaimana diancamkan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan. |
2 | Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) berlaku juga untuk ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai pidana penjara pengganti. |
Pasal 84
Setiap Orang yang telah berulang kali dijatuhi pidana denda untuk Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II dapat dijatuhi pidana pengawasan paling lama 6 (enam) Bulan dan pidana denda yang diperberat paling banyak 1/3 (satu per tiga).
Pasal 85
1 | Pidana kerja sosial dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. |
2 | Dalam menjatuhkan pidana kerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib mempertimbangkan:
a. pengakuan terdakwa terhadap Tindak Pidana yang dilakukan; b. kemampuan kerja terdakwa; c. persetejuan terdakwa sesudah dijelaskan mengenai tujuan dan segala hal yang berhubungan dengan pidana kerja sosial; d. riwayat sosial terdakwa; e. pelindungan keselamatan kerja terdalwa; f. agama, kepercayaan, dan keyakinan politik terdakwa; dan g. kemampuan terdakwa membayar pidana denda. |
3 | Pelaksanaan pidana kerja sosial tidak boleh dikomersialkan. |
4 | Pidana kerja sosial dijatuhkan paling singkat 8 (delapan) jam dan paling lama 24O (dua ratus empat puluh) jam. |
5 | Pidana kerja sosial dilaksanakan paling lama 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) Hari dan dapat diangsur dalam waktu paling lama 6 (enam) Bulan dengan memperhatikan kegiatan terpidana dalam menjalankan mata pencahariannya dan/ atau kegiatan lain yang bermanfaat. |
6 | Pelaksanaan pidana kerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dimuat dalam putusan pengadilan. |
7 | Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) juga memuat perintah jika terpidana tanpa alasan yang sah tidak melaksanakan seluruh atau sebagian pidana kerja sosial, terpidana wajib:
a. mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebut; b. menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut; atau c. membayar seluruh atau sebagran pidana denda yang diganti dengan pidana keda sosial atau menjalani pidana penjara sebagai pengganti pidana denda yang tidak dibayar. |
8 | Pengawasan terhadap pelaksanaan pidana kerja sosial dilakukan oleh jaksa dan pembimbingan dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan. |
9 | Putusan pengadilan mengenai pidana kerja sosial juga harus memuat:
a. lama pidana penjara atau besarnya denda yang sesungguhnya dijatuhkan oleh hakim; b. lama pidana kerja sosial harus dijalani, dengan mencantumkan jumlah jam per Hari dan jangka aktu penyelesaian pidana kerja sosial; dan c. sanksi jika terpidana tidak menjalani pidana kerja sosial yang dijatuhkan. |
Pasal 86
Pidana tambahan berupa pencabutan hak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a dapat berupa:
a. hak memegang jabatan publik pada umumnya atau jabatan tertentu;
b. hak menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
d. hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu, atau pengampu pengawas atas orang yang bukan Anaknya sendiri;
e. hak menjalankan Kekuasaan Ayah, menjalankan perwalian, atau mengampu atas Anaknya sendiri;
f. hak menjalankan profesi tertentu; dan/ atau
g. hak memperoleh pembebasan bersyarat.
Pasal 87
Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f hanya dapat dilakukan jika pelaku dipidana karena melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih berupa:
a. Tindak Pidana terkait jabatan atau Tindak Pidana yang melanggar kewajiban khusus suatu jabatan;
b. Tindak Pidana yang terkait dengan profesinya; atau
c. Tindak Pidana dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan atau profesinya.
Pasal 88
Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf d dan huruf e, hanya dapat dilakukan jika pelaku dipidana karena:
a. dengan sengaja melakukan Tindak Pidana bersamasama dengan Anak yang berada dalam kekuasaannya; atau
b. melakukan Tindak Pidana terhadap Anak yang berada dalam kekuasaannya.
Pasal 89
Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf g hanya dapat dilakukan jika pelaku dipidana karena:
a. melakukan Tindak Pidana jabatan atau Tindak Pidana yang melanggar kewajiban khusus suatu jabatan;
b. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan; atau
c. melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau lebih.
Pasal 90
1 | Jika pidana pencabutan hak dijatuhkan, lama pencabutan wajib ditentukan jika:
a. dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pencabutan hak dilakukan untuk selamanya; b. dijatuhi pidana penjara, pidana tutupan, atau pidana pengawasan untuk waktu tertentu, pencabutan hak dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang diiatuhkan; atau c. dijatuhi pidana denda, pencabutan hak dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun. |
2 | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku jika yang dicabut adalah hak memperoleh pembebasan bersyarat. |
3 | Pidana pencabutan hak mulai berlaku pada tanggal putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. |
Pasal 91
Pidana tambahan berupa perErmpasan Barang tertentu dan/atau tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b yang dapat dirampas meliputi Barang tertentu dan/ atau tagihan:
a. yang dipergunakan untuk mewujudkan atau mempersiapkan Tindak Pidana;
b. yang khusus dibuat atau diperuntukkan mewujudkan Tindak Pidana;
c. yang berhubungan dengan terwujudnya Tindak Pidana;
d. milik terpidana atau orang lain yang diperoleh dari Tindak Pidana;
e. dari keuntungan ekonomi yang diperoleh, baik secara langsung maupun tidak langsung dari Tindak Pidana; dan/ atau
f. yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Pasal 92
1 | Pidana tambahan berupa perampasan Barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dapat dijatuhkan atas Barang yang tidak disita dengan menentukan bahwa Barang tersebut harus diserahkan atau diganti dengan sejumlah uang menurut taksiran hakim sesuai dengan harga pasar. |
2 | Dalam hal Barang yang tidak disita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diserahkan, Barang tersebut diganti dengan sejumlah uang menurut taksiran hakim sesuai dengan harga pasar. |
3 | Jika terpidana tidak mampu membayar seluruh atau sebagian harga pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (21, diberlakukan ketentuan pidana pengganti untuk pidana denda. |
Pasal 93
1 | Jika dalam putusan pengadilan diperintahkan supaya putusan diumumkan, harus ditetapkan cara melaksanakan pengumuman tersebut dengan biaya yang ditanggung oleh terpidana. |
2 | Jika biaya pengumumuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar oleh terpidana, diberlakukan ketentuan pidana pengganti untuk pidana denda. |
Pasal 94
1 | Dalam putusan pengadilan dapat ditetapkan kewajiban terpidana untuk melaksanakan pembayaran ganti rugi kepada Korban atau ahli waris sebagai pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d. |
2 | Jika kewajiban pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, diberlakukan ketentuan tentang pelaksanaan pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 sampai dengan Pasal 83 secara mutatis mutandis. |
Pasal 95
1 | Pidana tambahan berupa pencabutan izin dikenakan kepada pelaku dan pembantu Tindak Pidana yang melakukan Tindak Pidana yang berkaitan dengan izin yang dimiliki. |
2 | Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. keadaan yang menyertai Tindak Pidana yang dilakukan; b. keadaan yang menyertai pelaku dan pembantu Tindak Pidana; dan c. keterkaitan kepemilikan izin dengan usaha atau kegiatan yang dilakukan. |
3 | Dalam hal dijatuhi pidana penjara, pidana tutupan, tau pidana pengawasan untuk waktu tertentu, pencabutan izin dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang dijatuhkan. |
4 | Dalam hal dijatuhi pidana denda, pencabutan izin berlaku paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun. |
5 | Pidana pencabutan izin mulai berlaku pada tanggal putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. |
Pasal 96
1 | Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat diutamakan jika Tindak Pidana yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). |
2 | Pemenuhan kewajiban adat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebanding dengan pidana denda kategori II. |
3 | Dalam hal kewajiban adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, pemenuhan kewajiban adat diganti dengan ganti rugi yang nilainya setara dengan pidana denda kategori II. |
4 | Dalam hal ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, ganti rugi diganti dengan pidana pengawasan atau pidana kerja sosial. |
Pasal 97
Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat dapat dijatuhkan walaupun tidak tercantum dalam perumusan Tindak Pidana dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 2 ayat (2).
Pasal 98
Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat.
Pasal 99
1 | Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden. |
2 | Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan Di Muka Umum. |
3 | Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu tembak atau dengan cara lain yang ditentukan dalam Undang-Undang. |
4 | Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan hamil, perempuan yang sedang menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai perempuan tersebut melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh. |
Pasal 100
1 | Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan:
a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana. |
2 | Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan. |
3 | Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. |
4 | Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung. |
5 | Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan. |
6 | Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung. |
Pasal 101
Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama l0 (sepuluh) tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden.
Paragraf 2 - Tindakan
Pasal 102
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana mati diatur dengan Undang-Undang.
Pasal 103
1 | Tindakan yang dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana pokok berupa:
a. konseling; b. rehabilitasi; c. pelatihan kerja; d. perawatan di lembaga; dan/ atau e. perbaikan akibat Tindak Pidana. |
2 | Tindakan yang dapat dikenakan kepada Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39 berupa:
a. rehabilitasi; b. penyerahan kepada seseorang; c. perawatan di lembaga; d. penyerahan kepada pemerintah; dan/ atau e. perawatan di rumah sakit jiwa. |
3 | Jenis, jangka waktu, tempat, dan/ atau pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam putusan pengadilan. |
Pasal 104
Da1am menjatuhkan putusan berupa tindakan, hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54.
Pasal 105
1 | Tindakan rehabilitasi dikenalan kepada terdakwa yang:
a. kecanduan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/ atau b. menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual. |
2 | Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. rehabilitasi medis; b. rehabilitasi sosial; dan c. rehabilitasi psikososial. |
Pasal 106
1 | Dalam mengenakan tindakan pelatihan kerja, hakim wajib mempertimbangkan :
a. kemanfaatan bagi terdakwa; b. kemampuan terdakwa; dan c. jenis pelatihan kerja. |
2 | Dalam menentukan jenis pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, hakim wajib memperhatikan pengalaman kerja dan tempat tinggal terdakwa. |
Pasal 107
Tindakan perawatan di lembaga dikenakan berdasarkan keadaan pribadi terdakwa serta demi kepentingan terdakwa dan masyarakat.
Pasal 108
Tindakan perbaikan akibat Tindak Pidana adalah upaya memulihkan atau memperbaiki kerusakan akibat Tindak Pidana menjadi seperti semula.
Pasal 109
Tindakan penyerahan terdakwa kepada pemerintah atau seseorang dikenakan demi kepentingan terdakwa dan masyarakat.
Pasal 110
1 | Tindakan perawatan di rumah sakit jiwa dikenakan terhadap terdakwa yang dilepaskan dari segala tuntutan hukum dan masih dianggap berbahaya berdasarkan hasil penilaian dokter jiwa. |
2 | Penghentian tindakan perawatan di rumah sakit jiwa dilakukan jika yang bersangkutan tidak memerlukan perawatan lebih lanjut berdasarkan hasil penilaian dokter jiwa.
|
Pasal 111
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana dan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 110 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Diversi, Tindakan, dan Pidana bagi Anak
Paragraf 1 - Diversi
Pasal 112
Anak yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan Tindak Pidana wajib diupayakan diversi.
Paragraf 2 - Tindakan
Pasal 113
1 | Setiap Anak dapat dikenai tindakan berupa:
a. pengembalian kepada Orang Tua/wali; b. penyerahan kepada seseorang; c. perawatan di rumah sakit jiwa; d. perawatan di lembaga; e. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/ atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; f. pencabutan Surat izin mengemudi; dan/ atau g. perbaikan akibat Tindak Pidana. |
2 | Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama 1 (satu) tahun. |
3 | Anak di bawah umur 14 (empat belas) tahun tidak dapat dijatuhi pidana dan hanya dapat dikenai tindakan. |
Paragraf 3 - Pidana
Pasal 114
Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap Anak berupa:
a. pidana pokok; dan
b. pidana tambahan.
Pasal 115
Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a terdiri atas:
a. pidana peringatan;
b. pidana dengan syarat:
1. pembinaan di luar lembaga;
2. pelayanan masyarakat; atau
3. pengawasan.
c. pelatihan kerja;
d. pembinaan dalam lembaga; dan
e. pidana penjara.
Pasal 116
Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf b terdiri atas:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari Tindak Pidana; atau
b. pemenuhan kewajiban adat.
Pasal 117
Ketentuan mengenai diversi, tindakan, dan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 116 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pidana dan Tindakan bagi Korporasi
Paragraf 1 - Pidana
Pasal 118
Pidana bagi Korporasi terdiri atas:
a. pidana pokok; dan
b. pidana tambahan.
Pasal 119
Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 huruf a adalah pidana denda.
Pasal 120
1 | Pidana tambahan bagi Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 huruf b terdiri atas:
a. pembayaran ganti rugi; b. perbaikan akibat Tindak Pidana; c. pelaksanaan kewajiban yang telah dilalaikan; d. pemenuhan kewajiban adat; e. pembiayaan pelatihan kerja; f. perampasan Barang atau keuntungan yang diperoleh dari Tindak Pidana; g. pengumuman putusan pengadilan; h. pencabutan izin tertentu; i. pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu; j. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/ atau kegiatan Korporasi; k. pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan usaha Korporasi; dan l. pembubaran Korporasi. |
2 | Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, huruf j, dan huruf k dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun. |
3 | Dalam hal Korporasi tidak melaksanakan pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a sampai dengan huruf e, kekayaan atau pendapatan
Korporasi dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk memenuhi pidana tambahan yang tidak dipenuhi. |
Pasal 121
1 | Pidana denda untuk Korporasi dljatuhi paling sedikit kategori IV, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. |
2 | Dalam hal Tindak Pidana yang dilakukan diancam dengan:
a. pidana penjara di bawah 7 (tqiuh) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VI; b. pidana penjara paling lama 7 (tujuh) sampai dengan paling lama 15 (lima belas) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VII; atau c. pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VIII. |
Pasal 122
1 | Pidana denda wajib dibayar dalam jangka waktu tertentu yang dimuat dalam putusan pengadilan. |
2 | Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menentukan pembayaran pidana denda dengan cara mengangsur. |
3 | Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kekayaan atau pendapatan Korporasi dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar. |
4 | Dalam hal kekayaan atau pendapatan Korporasi tidak mencukupi untuk melunasi pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Korporasi dikenai pidana pengganti berupa pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi. |
Paragraf 2 - Tindakan
Pasal 123
Tindakan yang dapat dikenakan bagi Korporasi:
a. pengambilalihan Korporasi;
b. penempatan di bawah pengawasan; dan/ atau
c. penempatan Korporasi di bawah pengampuan.
Pasal 124
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana dan tindakan bagi Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 sampai dengan Pasal 123 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Perbarengan
1 | Suatu perbuatan yang memenuhi lebih dari 1 (satu) ketentuan pidana yang diancam dengan ancaman pidana yang sama hanya dijatuhi 1 (satu) pidana, sedangkan jika ancaman pidananya berbeda dijatuhi pidana pokok yang paling berat. |
2 | Suatu perbuatan yang diatur dalam aturan pidana mum dan aturan pidana khusus hanya dijatuhi aturan pidana khusus, kecuali Undang-Undang menentukan lain. |